PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Segala potensi dan bakat dapat di tumbuh kembangkan, yang diharapkan akan dapat
bermanfaat bagi diri pribadi maupun kepentingan orang banyak. Menurut Ahmad
Makki dalam Jamal Ma’mur Asmani mengatakan bahwa jika pendidikan dalam
sebuah bangsa sudah maju , niscaya akan maju pula bangsa itu. Sebaliknya, ketika
tahun dan selama itu pula terdapat perkembangan pendidikan di Indonesia. Tetapi
kognitif yang mencetak manusia-manusia yang cerdas, terampil dan mahir yang
menjadikan krisis identitas serta hilangnya nilai-nilai luhur yang melekat pada
bangsa Indonesia, seperti kejujuran, kesantunan, kesopanan, hormat pada orang lain
, religius dan kebersamaan. Hal ini menjadi keprihatinan kita semua sebagai warga
negara Indonesia.
1
Jamal Makmur Asmani, Kiat melahirkan madrasah unggulan. Yogyakarta: Diva Press, 2013.
Hal 213.
1
Dunia pendidikan tinggi Islam dituntut perannya untuk kembali
memurnikan arah perjalanan bangsa. Dunia Pendidikan tinggi Islam akan berada
sebagai tuntutan peran untuk selalu menjaga nilai-nilai moral. Berada pada
karakter peserta didik di lembaga Pendidikan tinggi. Untuk menerapkan hal ini
syarat utama pada Pendidikan tinggi Islam harus membebaskan diri dari praktik-
praktik pendidikan yang tidak mencerminkan nilai-nilai agama, moral dan etika.
percaya diri yang sesuai dengan konsep keislaman akan peran mampuannya sebagai
B. Rumusan Masalah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Profetik
Profetik dari kata prophetic yang berarti kenabian atau berkenaan dengan
nabi. Kata dari bahasa Inggris ini berasal dari bahasa yunani “prophetes” sebuah
kata benda untuk menyebut orang yang berbicara awal atau orang yang
memproklamasikan diri dan berarti juga orang yang berbicara tentang kemaslahatan
manusia di masa depan. Profetik atau kenabian disini merujuk pada dua misi yaitu
ideal secara fisik (berbadan sehat dengan fungsi optimal) dan psikis (berjiwa bersih
dan cerdas) yang telah berintegrasi dengan Allah dan malaikat-Nya, diberi kitab
suci dan hikmah bersamaan dengan itu dia mampu mengimplementasikan dalam
2
Moh Roqib. Prophetic Education; Kontekstualisasi Filsafat dan Budaya Profetik dalam
Pendidikan Islam. Purwokerto: STAIN Press, 2013.Hal 201.
3
oleh nilai-nilai kenabian dalam Al-qur’an, Sunnah dan Ijtihad dengan berbagai
faktual. Pemikiran filosofis ini kemudian disebut dengan filsafat profetik atau
filsafat kenabian.
membangun umat dan bangsa sejahtera lahir batin. Agar tugas-tugas kenabian
tercapai, setiap nabi diberikan sifat-sifat mulia yaitu: (1) Jujur/al-sidiq, (2) Amanah,
(3) Komunikatif /tablig; dalam arti selalu menyampaikan ajaran dan kebenaran, (4)
Cerdas/fatanah. Setiap Nabi memiliki misi utama yang harus dipahami dan
dilaksanakan oleh ulama sebagai pewaris para nabi. Misi kenabian tersebut dalam
pengamalan/keteladanan. Keempat tugas dan misi ini jika dimaknai dalam konteks
pendidikan, nabi memiliki tugas pertama adalah memahami kalam Tuhan berarti
nabi harus menguasai ilmu (ilahiyah) yang akan menjadi materi dan dijelaskan
kepada peserta didik, kedua menyampaikan materi (ajaran) tersebut kepada umat
(peserta didik), ketiga melakukan kontrol dan evaluasi dan jika terjadi
diaplikasikan dalam kehidupan. Terakhir, nabi memberikan contoh dan model ideal
personal dan sosial lewat pribadi nabi yang menjadi rasul dan manusia biasa.3
3
Nur Abdul Hafizh Suawid. Prophetic Parenting. Yogyakarta: Pro-U Media, 2009.Hal 34.
4
Seorang nabi yang memiliki potensi sempurna yang diberikan Tuhan yang
merupakan model utama moral utama yang patut dicontoh dalam kehidupan
didasarkan pada nilai-nilai kenabian dalam Al-Qur‟an dan Sunnah dengan berbagai
menemukan kebenaran normatif dan faktual aplikatif yang memiliki daya sebagai
manusia, Tuhan dan alam dapat dimaknai sebagai filsafat yang mengkaji tentang
hakikat kebenaran dengan mendasarkan pada wahyu yang masuk dan menginternal
dalam diri manusia agung (an-nabiy) kemudian dikomunikasikan pada manusia dan
yang mendasarkan pada pemahaman terhadap alam dan hukum dialektikanya yang
4
Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Hal 56.
5
Ibid, Hal 30.
5
bermuara pada hubungan antara tuhan dan manusia yang menyatu (tauhid) tanpa
menghilangkan keEsaan Tuhan dan tidak pula melebut eksistensi manusia sehingga
manusia yang percaya terhadap yang profon akan bertindak sebagai manifestasi
merupakan proses transfer pengetahuan dan nilai untuk pengEsaan terhadap Allah
yang dilakukan secara kontinu dan dinamis disertai pemahaman bahwa dalam diri
ada kelebihan dan kelemahan yang menunjukkan adanya campur tangan Tuhan
(yang transenden).
permanen yang disertai dengan cita-cita mengenai tujuan (a sense of goal) yaitu
membuat manusia lebih dekat dengan Tuhan. Untuk memberi arah ke mana
transformasi tersebut akan dibawa maka dibutuhkan ilmu sosial profetik untuk
Artinya : kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah.
Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka
ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.7
6
Moh Roqib. Prophetic Education……… hal 94.
7
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya (Jakarta: CV Penerbit J-
ART, 2005), hal 392.
6
Dari ayat tersebutlah dasar ketiga pilar nilai ilmu sosial profetik yang digunakan
a. Transendensi
diartikan Hablun min Allah, ikatan spiritual yang mengikatkan antara manusia
dan Tuhan. Transendensi dalam teologi Islam berarti percaya kepada Allah,
dirumuskan: (1) mengakui adanya kekuatan supranatural, yaitu Allah SWT, (2)
dengan ajaran kitab suci, (6) melakukan sesuatu disertai harapan untuk
kebahagiaan hari akhir (kiamat), (7) menerima masalah atau problem hidup
8
Khoiron Rosyadi, Pendidikan…… hal 304.
9
Ibid, hal 401.
7
dengan rasa tulus dan dengan harapan agar mendapat balasan di akhirat untuk
b. Liberasi
c. Humanisasi
10
Moh Roqib. Prophetic Education……… hal 94.
11
Moh Shofan. Pendidikan Berparadigma Profetik. Yogyakarta: Penerbit IRCiSoD, 2004. Hal 57.
8
Indikator Humanisasi; (1) menjaga persaudaraan meski berbeda agama,
kayakinan, status sosial dan tradisi, (2) memandang seseorang secara total, (3)
terhadap sesama.
unsur profetik tersebut harus menjadi tema pendidikan Islam. Setiap pendidikan
antar individu (dosen dan karyawan), sementara secara makro merupakan proses
menguatkan diantara para pemimpin dan pengikut ke tingkat moralitas dan motivasi
yang lebih tinggi. Kepemimpinan bukan hanya langsung dan top-down (dari atas
ke bawah), namun juga dapat diamati secara tidak langsung, dari bawah ke atas
9
(Bottom up), dan secara horizontal. Artinya adanya ke solidtan organisasi,
kebersamaan yang erat atas kemaslahatan antar semua anggota, tujuan yang jelas
untuk meluhurkan nama Allah di lembaga, rasa saling berkorban dan mencari
keberkahan atas Islam dalam organisasi dan inilah kepemimpinan yang diterapkan
masa Rasulullah.
Hal tersebut sesuai seperti yang dikatakan Bass bahwa pemimpin mampu
memotivasi para pengikutnya untuk melakukan sesuatu yang lebih dari yang
kesadaran pengikut tentang arti penting dan nilai tujuan yang ditentukan dan
diiinginkan, (2) meminta para pengikut untuk mengutamakan kepentingan tim atau
menuju kebutuhan pada level yang lebih tinggi.12 Dan inti kepemimpinan profetik
Menurut Arifin ujuan Pendidikan Islam adalah merealisasi manusia muslim yang
kepada sang khalik dengan sikap dan kepribadian bulat menyerahkan diri kepada-
12
Khoiron Rosyadi, Pendidikan…… hal 384.
13
Ibid, Hal 72.
10
Pendidikan Nasional. Rumusan tujuan Pendidikan nasional adalah mencerdaskan
manusia yang beriman, bertakwa kepada Tuhan yang maha esa, berbudi pekerti
kepribadian yang mantab dan mandiri dan mempunyai rasa tanggung jawab
Indonesia (KKNI) sebagai Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012, dan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, maka mendorong semua
capaian pembelajaran dalam KKNI, mengandung empat unsur, yaitu (1) unsur
sikap dan tata nilai, (2) unsur kemampuan kerja, (3) unsur penguasaan keilmuan,
(4) dan unsur kewenangan dan tanggung jawab.14 Dari capaian pembelajaran dalam
KKNI terlihat dengan jelas memenuhi akan fungsi Pendidikan profetik di lembaga
14
Muliwan. Pendidikan Islam Integratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005. Hal 49.
11
tinggi dimana unsur 1 dan 2 memenuhi fungsi humanisasi, unsur ke 3 memenuhi
setiap hari pekerjaan dosen diwujudkan dalam bentuk tri darma perguruan tinggi.
Tentu dosen mengajar pada mahasiswa sesuai dengan bidang keilmuannya. Selain
itu dosen juga ditugasi untuk membimbing mahasiswa dalam membuat karya
ilmiah, menjadi wali studi mahasiswa, berperan aktif dalam kegiatan seperti KKN,
PPl, studi banding dll. (2) Pengabdian masyarakat (fungsi transenden), dosen
mampu menyelesaikan dan mampu memberi jalan keluar atas permasalahan yang
ada di sekitarnya. Dari pelaksanaan penelitian inilah dosen juga diharapkan mampu
12
sikap profetik seperti sidiq, amanah, fatonah, dan tabligh harus terjaga dan tertular
tinggi disebuah perguruan tinggi yang terdiri atas sekolah tinggi, akademi, institute,
dan yang paling umum adalah universitas. Mahasiswa yang terdaftar aktif di
perguruan tinggi yang bersangkutan tentu saja ada ikatan baik untuk mentaati tata
adalah strata tertinggi dalam ukuran, maka bisa dipastikan mahasiswa adalah murid
yang belajar menuntut ilmu di perguruan tinggi sebagai puncak dalam pendidikan.
Mahasiswa tidak saja mencari ilmu, lebih dari mencari, dalam studinya
harus menuntut ilmu. Batas mencari ilmu seakan-akan hanya berada di kelas, tidak
berhenti dari situ mahasiswa harus proaktif mencari sendiri dari berbagai
media/sumber yang ada. Keaktifan dan keagresifan dalam menuntut ilmu inilah
harus menuju pengetahuan pada Tuhan dan kesadaran akan mendapat ridha Allah
(transenden), mendapat dan ahli dengan ketrampilan yang menjadi keahlian sesuai
bidang keilmuannya (liberasi), dan pemahaman akan sikap yang tercermin dari
masih disuapi oleh pendidik dengan teori-teori dan praktik disiplin keilmuan, selain
itu untuk pelaksanaan Pendidikan sikap (afektif) masih ada proses pengkondisian;
13
artinya masih ada peraturan/tekanan yang mengikat pada siswa untuk berakhlakul
yang mereka butuhkan (transenden & liberasi). Pendidikan akhlak pun di perguruan
tinggi pada tahap penyadaran akan pentingnya sikap perilaku dari bagian yang
dibanding afektif. Segi cognitive, hal ini bisa dilihat ketika mahasiswa
memperoleh kajian bidang ilmu yang ia tuju. Dan dari segi motoric, jelas bahwa
program studinya. Misalnya; mahasiswa yang kuliah di prodi PAI maka ia akan
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
manusia (humanizing human being). Karena itu, semua treatment yang ada dalam
Tuhan dengan fitrah, sebagai mahkluk individu yang khas, dan sebagai mahluk
sosial yang hidup dalam realitas sosial yang majemuk. Pemahaman yang utuh
potensi kemanusiaannya. Dengan pengertian ini, semua proses yang menuju pada
B. saran
Demikian uraian singkat yang telah kami paparkan, melalui makalah ini
berbasis profetik” dengan harapan hal tersebut dapat bermanfaat bagi diri penulis
dan bagi pembaca sebagai bahan kajian tentang keilmuan Pendidikan berbasis
profetik.
15
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Heri. 2014. Pendidikan Islam (Kajian Teoritis dan pemikiran Tokoh).
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
16