Oleh :
AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL
“VETERAN” JAWA TIMUR
2014
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Identifikasi Masalah
impor beras
Harus diakui bahwa pembangunan yang bersifat hegemoni pada masa yang
lampau telah meninggalkan banyak dampak negatif. Salah satu kebijakan yang
telah menciptakan dampak kompleks adalah hegemoni dalam bidang pangan,
yaitu menyeragamkan jenis makanan pokok rakyat dengan komoditi beras. Misi
itu diimplementasikan saat produksi padi Indonesia mengalami pertumbuhan yang
cukup baik. Selain itu ada keyakinan yang besar bahwa usahatani padi masih
mempunyai potensi untuk terus dikembangkan. Berbagai teknologi mulai dari
benih, pupuk, pestisida hingga alsintan diteliti dan diintroduksikan ke pedesaan
dengan tujuan agar petani bisa menangani proses produksi secara intensif.
Pembangunan yang mempunyai ideologi identik dengan revolusi hijau
diorientasikan pada tingkat
pertumbuhan dengan landasan efisiensi. Indikator utamanya adalah
produktivitas. Selain itu, perluasan lahan melalui percetakan sawah, pemanfaatan
lahan rawa dan pasang surut, hingga intensifikasi usahatani padi pada lahan
kering, menjadi program pembangunan yang mendapat prioritas. Sebagian besar
dana, energi, dan perhatian Departemen Pertanian tercurah untuk komoditas beras.
Kedudukan beras sebagai komoditi publik sekaligus komoditas politis “seakan-
akan ” menghilangkan rasionalitas untuk memikirkan bahwa tujuan sejati
pembangunan pertanian adalah kesejahteraan masyarakat, termasuk petani padi.
Faktanya, tahun 1984 kita sempat swasembada beras. Status ini merupakan
kehormatan dan kebanggaan negara di tingkat dunia. Persoalannya adalah
seberapa besar
kebanggaan tingkat negara ini menjadi kebanggaan di tingkat petani,
karena ternyata hingga tahun 2001 sekitar 70 persen petani padi (termasuk petani
kecil dan buruh tani) termasuk golongan masyarakat miskin.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam masalah ini, adanya proses impor beras dari luar negri disaat nilai produksi
beras di Indonesia mengalami surplus memang banyak menimbilkan tanda tanya.
Seharusnya, pemerintah dalam hal ini khususnya Bulog melakukan manajemen
stok yang lebih baik, bulog harus memaksimalkan penyerapan beras dari para
petani lokal. Hal ini selain dapat mengamankan stok beras juga dapat
menghasilkan pendapatan bagi petani sehingga kesejahteraan petani dapat naik.
Bulog harus lebih agresif menyerap gabah dari petani agar mereka tidak
dirugikan.
Selanjutnya, pemerintah diharapkan dapat menggelar operasi pasar untuk
menstabilkan harga. Hal ini tentunya harus diimbangi dengan manajemen stok
yang baik. Pemerintah harus berkomitmen kuat mengatasi segala persoalan
perberasan nasional secara komprehensif dari hulu ke hilir agar tidak harus selalu
bergantung pada impor agar kita dapat menjadi negera yang memiliki ketahanan
pangan.
Akan tetapi, kebijakan untuk mengimpor beras dengan alasan pengamanan stok
oleh Bulog ini tidak dapat sepenuhnya disalahkan. Hal ini dikarenakan data
produksi dan data konsumsi beras yang masih diragukan keakuratan dalam
perhitungannya. Pada akhirnya, tugas bagi berbagai pihak yang terkait adalah
memperbaiki kinerja masing-masing. BPS diharapkan dapat memberikan data
yang lebih akurat lagi. Akan tetapi, diperlukan juga kebijaksanaan oleh Bulog
agar setiap kebijakan yang diambil tidak merugikan petani lokal yang
kesejahteraannya masih rendah tanpa mengorbankan ketahanan pangan Indonesia.
B. Saran