Aporan Praktikum Kekuatan Asam Dalam Medium Air
Aporan Praktikum Kekuatan Asam Dalam Medium Air
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam mempelajari asam basa, maka kita tidak luput dihadapkan pada seberapa kuat suatu
asam dan basa. Apakah suatu zat bersifat sebagai asam kuat, asam lemah atau basa kuat, lalu
bagaimana kita dapat menentukan kekuatan asam atau kekuatan basa suatu zat. Yang menjadi
penentu kekuatan asam atau basa adalah posisi kesetimbangan reaksi disosiasi asam atau basa
dalam air. Tingkat ionisasi atau disosiasinya yaitu jumlah ion H+ dan ion OH- yang dilepaskan
oleh spesi asam atau basa. Untuk lebih memahami tentang penentuan konstanta asam dalam
praktiknya, maka perlu dilakukan praktikum “Kekuata Asam dalam Medium Air” ini.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk menentukan konstanta disosiasi asam, Ka, sebagai
ukuran kekuatan asam.
BAB II
DASAR TEORI
2.2. pH-meter
pH-meter adalah alat/instrumen yang digunakan untuk menentukan nilai pH suatu larutan
(walaupun dapat juga untuk sebagian kecil semi-padatan seperti keju).[5]
Saat ini, ada berbagai macam/jenis pH-meter yang ada, mulai dari yang konvensional
(seperti kertas lakmus) sampai yang sangat canggih. Metode yang digunakan untuk menentukan
harga pH juga sangat beragam. Hal ini semakin memudahkan kita untuk menentukan pH suatu
senyawa karena pilihan yang ada sangat beragam.[6]
Indikator Asam-Basa Indikator asam-basa adalah zat yang berubah warnanya atau
membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam-basa
terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa,
larut, stabil, dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat organik.
Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai
tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang
berbeda.[7]
Indikator asam-basa secara garis besar dapat diklasaifikasikan dalam tiga golongan:[8]
1. Indikator ftalein dan sulfoftalein
2. Indikator azo
3. Indikator trifenilmetana.
Indikator ftalein dibuat dengan kondensasi anhidrida ftalein dengan fenol, yaitu
fenolftalein. Pada pH 8,0-9,8 berubah warnanya menjadi merah. Anggota-anggota lainnya adalah
o-cresolftalein, thimolftalein, - naftolftalein.[9]
2.2. Titrasi
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan
zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-basa adalah titrasi yang yang
melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang telah diketahui konsentrasinya) maupun
titrant (zat yang akan ditentukan kadarnya) dan berdasarkan reaksi penetralan asam-basa. Kadar
larutan asam ditentukan dengan menTitrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar
suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam-basa
adalah titrasi yang yang melibatkan asam maupun basa sebagai titer (zat yang telah diketahui
konsentrasinya) maupun titrant (zat yang akan ditentukan kadarnya) dan berdasarkan reaksi
penetralan asam-basa. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang
telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya, kadar larutan basa dapat diketahui dengan
menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. Titik ekivalen yaitu pH pada saat asam dan
basa (titrant dan titer) tepat ekivalen atau secara stoikiometri tepat habis bereaksi.[10]
Ada dua cara umum untuk mengetahui titik ekivalen pada titrasi asam basa:[11]
1. Memakai pH meter.
2. Memakai indikator asam basa.
Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan
berubah warna ketika titik ekivalen terjadi, dan pada saat itulah titrasi dihentikan.[12]
Titik akhir titrasi yaitu pH pada saat indikator berubah warna dan saat itu juga titrasi
dihentikan. Pada titrasi asam kuat dengan basa kuat digunakan indikator Fenolftalein (trayek pH
8,3-10) karena kesalahannya paling kecil. Dalam titrasi ini titik akhir pH >7 dan perubahan
warna pada titik akhit titrasi adalah merah.[13]
BAB III
METODOLOGI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan
Perlakuan Hasil
Standarisasi larutan NaOH dan larutan asam
a. Ditimbang asam oksalat 0,6304 gram, berwarna putih
b. Dilarutkan dalam labu takar 50 ml dengan Homogen, bening
aquades sampai tanda batas
c. Diambil 25 ml larutan asam oksalat kedalam
erlenmeyer
d. Ditetesi 4 tetes indikator pp Bening
e. Dititrasi dengan larutan NaOH 0,5 M Vtit = 10,2 ; larutan berwarna pink
f. Di duplo Vtit = 10,5 ; larutan berwarna pink
g. Di ambil 25 ml larutan asam format ke dalam
erlenmeyer
h. Ditetesi 2 tetes indikator pp
i. Dititrasi dengan NaOH 0,5M Vtit = 8,2 ; larutan berwarna pink
j. Di duplo Vtit = 8,3 ; larutan berwarna pink
k. Diambil 25 ml larutan asam asetat
l. Ditetesi 2 tetes indikator pp
m. Dititrasi dengan NaOH 0,5M Vtit = 10,5 ; larutan berwarna pink
n. Di duplo Vtit = 10,1 ; larutan berwarna pink
Penentuan Ka
a. Di ambil aquades 90 ml di beaker glass Bening, 90 ml aquades
b. Di tambah 10 ml CH3COOH 0,2M Larutan bening 100 ml
c. Ditambahkan 100 ml KNO3 0,2 M Larutan bening 200 ml
d. Di ambil aquades 90 ml di beaker glass Bening, 90 ml aquades
e. Di tambah 10 ml HCOOH 0,2M Larutan bening 100 ml
f. Ditambahkan 100 ml KNO3 0,2 M Larutan bening 200 ml
g. Dimasukkan stirer kedalam larutan CH3COOH
h. Diletakkan di atas hot plate
i. Dialirkan NaOH, setiap 2 ml di ukur pH nya
dengan pHmeter v NaOH pH
(ml)
2 4, 68
4 8,98
6 11,58
8 11,95
10 12,14
12 12,25
14 12,33
16 12,39
j. Dimasukkan stirer ke dalam larutan HCOOH
k. Diletakkan di atas hot plate
l. Dialirkan NaOH, setiap 2 ml di ukur pH nya
dengan pHmeter
v NaOH pH
(ml)
2 3,92
4 10,96
6 11,78
8 12,04
10 12,24
12 12,29
14 12,36
16 12,42
4.2 Pembahasan
Pada praktikum kekuatan asam dalam medium air ini dilakukan dua percobaan, yaitu:
4.2.1 Standarisasi Larutan NaOH dan Larutan Asam
Standarisasi larutan NaOH dan larutan asam ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi dari
NaOH, asam asetat (CH3COOH) dan asam format (HCOOH) dengan metode titrasi dan
penggunaan larutan baku primer yaitu asam oksalat. Sebelum digunakan sebagai larutan standar,
larutan NaOH perlu distandarisasi terlebih dahulu karena NaOH merupakan larutan baku standar
sekunder yang konsentrasinya mudah berubah karena pengaruh lingkungan. Begitu juga dengan
asam asetat dan asan format. Langkah-langkahnya adalah dengan menimbang asam oksalat
sebesar 0,6304 gram kemudian dilarutkan dalam 50 ml aquades pada labu takar, selanjutnya di
ambil 25 ml lalu ditetesi indikator pp 2 tetes untuk mengindikasikan bahwa titik akhir titrasi
sudah tercapai. Digunakan indikator pp karena titik ekqivalen berada pada kisaran ph sedikit
asam-sedikit basa (rentang PH yaitu 8,2-10,0) . Setelah itu di titrasi dengan larutan NaOH 0,5 M.
Titik akhir titrasi terjadi setelah volume NaOH 10,2 ml dan larutan menjadi berwarna merah
muda, sedangkan volume titrasi dari duplo adalah 10,5 ml. Reaksi yang terjadi adalah:
H2C2O4.2 H2O + NaOH NaHC2O4.2H2O + H2O
Sehingga H2C2O4.2 H2O habis bereaksi dengan NaOH, yang selanjutnya bereaksi dengan
indikator pp membentuk warna merah:
NaOH + PP-OH NaO-PP + H2O
(merah muda)
Dari nilai volume titrasi yang sudah diperoleh, dapat diketahui molaritas NaOH dengan
perhitungan (di lampiran) yaitu sebesar 0,9 M.
Larutan NaOH yang telah diketahui molaritasnya digunakan untuk menstandarisasi
larutan asam format dan asam asetat. Pada standarisasi larutan asam asetat yaitu dengan memipet
25 ml larutan asam asetat kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 250ml dan ditambahkan
indikator pp untuk mengindikasikan titik eqivaken pada [roses titrasi telah di capai. Selanjutnya
di titrasi dengan larutan NaOH hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan
perubahan warna larutan daribening menjadi pink. Volume akhir titrasi ini di capai setelah
penambahan NaOH sebanyak 10,5 ml dan volume akhir titrasi dari larutan duplo adalah 10,1 ml.
Reaksi yang terjadi yaitu:
CH3COOH + PP-OH bening
CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O
Setelah titik eqivalen tercapai, NaOH berlebih akan bereaksi dengan indikator pp sehingga warna
larutan berubah menjadi merah muda:
NaOH + PP-OH PP-ONa + H2O
Dari hasil volume titrasi yang diperoleh, dapat di hitung konsentrasi asam asetat yaitu 0,97 M (di
lampiran).
Standarisasi larutan asam format dilakukan dengan memipet 25 ml larutan asam format
kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer 250ml dan ditambahkan indikator pp untuk
mengindikasikan titik eqivaken pada proses titrasi telah di capai. Selanjutnya di titrasi dengan
larutan NaOH hingga mencapai titik akhir titrasi yang ditandai dengan perubahan warna larutan
daribening menjadi pink. Volume akhir titrasi ini di capai setelah penambahan NaOH sebanyak
8,2 ml dan volume akhir titrasi dari larutan duplo adalah 8,3 ml. Reaksi yang terjadi yaitu:
HCOOH + PP-OH bening
HCOOH + NaOH HCOONa + H2O
Setelah titik eqivalen tercapai, NaOH berlebih akan bereaksi dengan indikator pp sehingga warna
larutan berubah menjadi merah muda:
NaOH + PP-OH PP-ONa + H2O
Dari hasil volume titrasi yang diperoleh, dapat di hitung konsentrasi asam asetat yaitu 1,21 M (di
lampiran).
4.2.2 Penentuan Konstanta Asam (Ka)
Konstanta kesetimbangan disosiasi (Ka) disebut juga konstanta elektrolit atau konstanta disosiasi
asam. Kekuatan asam didefinisikan oleh konstanta disosiasi asamnya. Semakin besar konstanta
disosiasi asamnya maka makin kuat asam tersebut (Saito, 1996:51).
Penentuan konstanta asam (Ka) ini dapat dilakukan dengan mengukur ph larutan. Pada
praktikum ini akan ditentukan Ka dari asam format dan asam asetat. Penentuan Ka kedua asam
tersebut dilakukan dengan perlakuan yang sama,yaitu dengan mencampurkan 90 ml aquades, 10
ml asam asetat (untuk asam format digunakan 10 ml asam format) dan 100 ml KNO3 di dalam
beaker glass 500 ml. KNO3 berfungsi untuk menjaga kekuatan ion dalam larutan netralnya yaitu
aquades agar dapat terdeteksi oleh ph meter. KNO3 merupakan elektrolit kuat yang dalam larutan
(air) akan terdisosiasi menjadi K+ dan NO3-. Ion K+ lebih elektropositif dari pada H+ sehingga
ion K+ akan bereaksi dengan anion (jika ada) terlebih dahulu dari pada ion H+. Akibatnya
konsentrasi ion H+ dalam larutan akan lebih stabil/ terjaga.
Setelah itu dimasukkan magnetik stirer ke dalam larutan tersebut. Kemudian ditempatkan di atas
hot plate dan ditambahkan dengan larutan NaOH, dimana setiap penambahan 2 ml NaOH di ukur
ph nya menggunakan ph meter. Harga pH paling rendah terukur pada saat NaOH belum
ditambahkan. Hal ini dikarenakan konsentrasi ion H+ hasil disosiasi dalam larutan paling tinggi.
Setelah ditambah larutan NaOH, ion H+ dalam larutan akan bereaksi dengan ion OH- dari NaOH
membentuk molekul air yang sedikit terdisosiasi sehingga konsentrasi ion H+ dalam larutan akan
berkurang. Akibatnya harga pH akan naik. Setelah titik ekivalen tercapai, tidak ada (sangat
sedikit) ion H+ dalam larutan sehingga harga pH dipengaruhi/ ditentukan oleh konsentrasi ion
OH-. Karena harga pH dipengaruhi oleh konsentrasi ion OH- maka pH yang terukurpun berada
pada harga kisaran basa.
Pada larutan asam asetat (CH3COOH) Ph yang terukur adalah sebagai berikut:
v NaOH pH
(ml)
2 4, 68
4 8,98
6 11,58
8 11,95
10 12,14
12 12,25
14 12,33
16 12,39
Sedangkan pada larutan asam format (HCOOH) ph yang terukur adalah sebagai berikut:
v NaOH pH
(ml)
2 3,92
4 10,96
6 11,78
8 12,04
10 12,24
12 12,29
14 12,36
16 12,42
Pada penambahan NaOH sebelum mencapai titik ekivalen, di dalam larutan terbentuk
sistem buffer dari asam lemah dengan basa kuat. Karena itu, perubahan harga pH sebelum titik
ekivalen tidak begitu jauh sebab larutan buffer yang terbentuk menjaga pH agar berada pada
kisaran harga yang tetap. Harga pH paling rendah terukur pada saat NaOH belum ditambahkan.
Hal ini dikarenakan konsentrasi ion H+ hasil disosiasi dalam larutan paling tinggi. Setelah
ditambah larutan NaOH, ion H+ dalam larutan akan bereaksi dengan ion OH- dari NaOH
membentuk molekul air yang sedikit terdisosiasi sehingga konsentrasi ion H+ dalam larutan akan
berkurang. Akibatnya harga pH akan naik. Setelah titik ekivalen tercapai, tidak ada (sangat
sedikit) ion H+ dalam larutan sehingga harga pH dipengaruhi/ ditentukan oleh konsentrasi ion
OH-. Karena harga pH dipengaruhi oleh konsentrasi ion OH- maka pH yang terukurpun berada
pada harga kisaran basa.
Untuk menentukan konstanta asam, pertama-tama yang harus dilakukan adalah
menghitung kekuatan ion (µ) dari asam asetat dana sam format menggunakan persamaan :
µ=1/2 (M(+).Z(+)2 + M(-).Z(-)2)
dengan Z+ dan Z- merupakan jumlah muatan ion positif dan ion negatif. Selanjutnya ditentukan
nilai Ka nya melalui persamaan Debye-Huckel:
Asam format
v NaOH ph pKa Ka
(ml)
2 3,92 7,85 4,4 x 10-8
4 10,96 9,12 7,58 x 10-10
6 11,78 9,67 2,14 x 10-10
8 12,04 10,18 6,6 x 10-11
10 12,24 9,91 2,45 x 10-11
12 12,29 4,38 1,95x 10-11
14 12,36 10,86 1,38 x 10-11
16 12,42 10,73 1,07 x 10-11
Ka total = 4,51 x 10-8
Ka rata-rata = 5,64 x 10-9
Ka rata-rata asam asetat dari praktikum ini adalah sebesar 2 x 10-9 dan Ka (rata-rata) asam
format adalah 5,64 x 10-9. Dari harga Ka tersebut dapat diketahui bahwa asam aseta adalah asam
yang lebih kuat daripada asam format, karena Ka asam asetat lebih tinggi dari Ka asam format.
Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa asam format lebih kuat daripada asam
asetat, yaitu dengan nilai Ka 1,77 x 10-4 sedangkan nilai Ka dari asam asetat adalah 1,75 x 10-5.
Perbedaan ini mungkin dikarenakan beberapa perbedaab suhu pengukuran dan juga karena
larutan asam format dibiarkan terbuka dalam waktu yang cukup lama sementara menunggu
pembuatan larutan asam asetat.
Grafik hubungan volume penambahan NaOH dengan nilai Ka adalah:
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa semakin besar volume NaOH maka pKa nya
semakin tinggi dan nilai Ka nya semakin turun, karena larutan semakin bersifat basa. Nilai R2
yang diperoleh adalah 0,586.
Dari grafik hubungan volume NaOH dengan Ka pada asam format di atas, dapat di ketahui
bahwa dengan volume NaOH yang semakin besar nilai pKa juga semakin besar dan nilai Ka jadi
semakin kecil, namun ada sedikit perbedaan pada penentuan ph saat volume 10,12,14 dan 16,
nilai pKa dan Ka tidak konstan / penurunan Ka mengalami fluktuasi (naik turun), sehingga nilai
R2 pada grafik hanya (0,345 jauh dari 1).
Dari kedua grafik tersebut dapat diketahui bahwa penambahan NaOH secara terus menerus
(dengan kelipatan 2 ml) menurunkan nilai Ka yang berarti menurunkan kekuatan asam . semakin
banyak NaOH yang ditambahkan maka Ka semakin turun, hal ini karena ion H+ dalam larutan
asam akan bereaksi dengan ion OH- dari NaOH membentuk molekul air yang sedikit terdisosiasi
sehingga konsentrasi ion H+ akan berkurang. Akibatnya harga ph akan naik yang menyebabkan
nilai Ka semakin turun. Sedangkan untuk kelarutan buffering (kemampuan dalam
mempertahankan ph ) asam format lebih besar dari asam asetat. Hal ini dibuktikan dengan
kemampuannya menjaga ph pada saat penambahan NaOH.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Konstanta disosiasi asam ditentukan dengan titrasi asam basa. Dimana asam asetat dan
asam format dititrasi (dilakukan penambahan setiap 2 ml) dengan NaOH yang telah dibakukan
dengan asam oksalat dan diukur pH pada tiap penambahan 2 ml NaOH tersebut.
Semakin terionisasi suatu asam, semakin besar nilai Ka karena dalam pengambilan
semakin besar pula. Asam yang lebih kuat memiliki nilai Ka yang lebih besar.
Ka =
Dalam percobaan ini hasil dari grafik yaitu apabila nilai Ka naik maka semakin kecil nilai
pKa, jika semakin kecil nilai pKa maka semakin kuat asamnya,
DAFTAR PUSTAKA