Anda di halaman 1dari 8

JKK, Tahun 2017, Vol 6(2), halaman 29-36 ISSN 2303-1077

AKTIVITAS ANTIINFLAMASI DAN TOKSISITAS


DARI EKSTRAK DAUN NANAS KERANG (Rhoeo discolor)

Ratna Pratiwi1*, Harlia1, Muhamad Agus Wibowo1


1
Progam Studi Kimia, Fakultas MIPA, UniversitasTanjungpura,
Jl. Prof. Dr. H. Hadari Nawawi 78124, Pontianak
*
email: ratnapratiwi93@gmail.com

ABSTRAK
Nanas kerang (Rhoeo discolor) merupakan jenis tanaman hias yang berpotensi sebagai obat.
Tanaman ini digunakan oleh masyarakat sebagai bahan pembuatan minuman liang teh yang
berperan dalam meredakan panas dalam. Penelitian ini dilakukan untuk melihat efek sitotoksik
dan aktivitas antiinflamasi dari daun nanas kerang. Maserasi daun nanas kerangdilakukan
dengan menggunakan pelarut metanol, selanjutnya dipartisi dengan pelarut n-heksan dan etil
asetat. Berdasarkan hasil uji toksisitas dengan metode BSLT didapatkan nilai LC50 ekstrak
kasar , fraksi n-heksan, fraksi etil asetat dan fraksi metanol berturut-turut adalah 425,927 ppm;
978,400 ppm; 728,153 ppm; dan 572,277 ppm. Hasil uji aktivitas antiinflamasi dilakukan
denganmetode HRBC. Pada konsentrasi 100 µg/mL memiliki nilai %inhibisi berturut-turut, yaitu
ekstrak kasar 90,83%; fraksi n-heksan 95,61%; fraksi etil asetat 90,03% dan fraksi metanol
93,82%. Kontrol positif yang digunakan adalah aspirin 100µg/mLdengan nilai persentase
stabilitas membran sel darahmerahsebesar 91,60%. Hasil penelitian menujukkan bahwa
ekstrak daun nanas kerang bersifat toksik dan memiliki potensi sebagai antiinflamasi.

Kata Kunci: antiinflamasi,BSLT, fitokimia, Rhoeo discolor, toksisitas

PENDAHULUAN dilakukan sebelumnya dikatakan bahwa


pada tanaman nanas kerang (Rhoeo
Nanas kerang (Rhoeo discolor)
discolor) terdapat senyawa flavanoid yaitu
merupakan sejenis tanaman hias. Nanas
antosianidin (Sitorus, dkk, 2012).
kerang ini biasanya tumbuh subur di tanah
Ekstrak daun nanas kerang (Rhoeo
yang lembab. Selain sebagai tanaman hias,
discolor) ini dibuat dalam berbagai fraksi
nanas kerang juga memiliki kegunaan
yaitu fraksi metanol, etil asetat, dan
sebagai tanaman obat-obatan. Beberapa
n-heksan. Penelitian ini dilakukan bertujuan
penyakit yang dapat diobati diantaranya
untuk mengetahui potensi efek sitotoksik dari
bronkhitis, batuk, TBC kelenjar (Limphatic
daun nanas kerang (Rhoeo discolor) dengan
tuberculosis), mimisan (Epistaxis), dan
metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)
disentri basiler. Daun nanas kerang (Rhoeo
menggunakan hewan uji larva Artemia
discolor) umumnya digunakan masyarakat
(A.salina.) serta aktifitas antiinflamasi daun
Kalimantan barat. Sebagai tanaman
nanas kerang (Rhoeo discolor) dengan
pembuatan liang teh yang berfungsi sebagai
metode HRBC (Human Red Blood Cell)
minuman penurun panas dalam.
(Meyer dkk., 1982; Oyedapo et al., 2010).
Menurut Avila, dkk (2003) dalam jurnal
Toxicology in Vitro menyatakan bahwa
METODOLOGI PENELITIAN
ekstrak etanol dari nanas kerang (Rhoeo
discolor) bersifat antimutagenik dan Alat dan Bahan
antigenotoksik sehingga dapat digunakan Alat-alat yang digunakan dalam
sebagai penghambat sel kanker. Tanaman penelitian ini antara lain: rotary evaporator,
nanas kerang merupakan salah satu lampu 25 watt, spektrofotometer Uv-Vis,
tanaman yang bersifat toksik dan memiliki oven, sentrifius dan peralatan gelas.
beberapa senyawa metabolit sekunder Bahan-bahan yang digunakan dalam
berupa alkaloid, saponin, flavonoida, tanin, penelitian ini adalah air laut, akuades (H2O),
polifenol, dan zat warna (Kirana, 1993). amonia (NH3), A.salina, asam klorida (HCl),
Berdasarkan hasil penelitian yang telah

29
JKK, Tahun 2017, Vol 6(2), halaman 29-36 ISSN 2303-1077

Asam sulfat (H2SO4), besi (III) klorida Uji Saponin


heksahidrat (FeCl3.6H2O), dimetilsulfoksida Uji saponin dilakukan dengan mengocok
(DMSO), etilasetat (C4H8O2), kloroform lapisan air dalam tabung reaksi bila
(CHCl3), metanol (CH3OH), natrium terbentuk busa yang tahan selama lebih
hidroksida (NaOH), n-heksana (C6H14), kurang 15 menit berarti positif untuk uji
reagen Lieberman-Burchard, Mayer, saponin.
Wagner, sampel daun nanas kerang, serbuk
Mg, dektrosa, sodium sitrat, asam sitrat, Uji Terpenoid dan Steroid
water for injection, dinatrium hidrogen fosfat Uji triterpenoid dan steroid dengan cara
(Na2HPO4.2H2O), natrium dihidrogen fosfat fraksi CHCl3 dibiarkan mengering pada plat
(NaH2PO4.H2O), dan natrium klorida (NaCl). tetes, setelah kering ditambahkan asam
asetat anhidrat dan asam sulfat pekat
Prosedur Kerja dimana terbentuk warna merah positif untuk
Ekstraksi dan Fraksinasi triterpenoid dan warna biru dan hijau positif
Ekstraksi sampel daun nanas kerang untuk steroid.
dilakukan dengan maserasi selama 5x24
jam menggunakan pelarut metanol. Setiap Uji Tanin
24 jam dilakukan penyaringan dan Uji tanin dilakukan dengan
dimaserasi kembali dengan memakai menambahkan 2-3 tetes FeCl3 kedalam
metanol yang baru. Maserat yang diperoleh sampel uji. Jika terbentuk warna biru
dievaporasi pada suhu 30-40 hingga kehitaman atau hijau kehitaman maka
didapatkan ekstrak kental metanol. Ekstrak sampel uji tersebut positif terdapat senyawa
kental metanol kemudian difraksinasi golongan tanin.
mengunakan pelarut n-heksan dan pelarut
etil asetat. Setelah masing-masing fraksi Uji Toksisitas dengan Metode Brine
didapatkan, selanjutnya dilakukan evaporasi Shrimp Lethality Test (BSLT)
pada suhu 30-40 . Uji toksisitas dengan metode Brine
Shrimp Lethality Test (BSLT) merujuk pada
UjiFitokimia Meyer dkk. (1982).
Uji fitokimia yang dilakukan pada
penelitian ini merujuk pada Harborne, 1987. Penetasan larva Artemia
Ada pun uji yang dilakukan sebagai berikut: Pembiakan udang dilakukan dalam
sebuah wadah yang telah dibagi menjadi
Uji Alkaloid dua bagian dengan sekat berlubang
Uji Alkaloid dilakukan dengan cara dimasukkan air laut secukupnya. Salah satu
ekstrak kental ±300 mg ditambahkan 5 mL sisi kotak ditutup dengan alumunium foil,
air suling, kemudian ditambahkan 10 mL kemudian kotak diletakkan di bawah lampu
CHCl3-amoniak 0,05 N, dikocok perlahan, UV selama 48 jam. Larva yang berenang ke
dibiarkan terjadi pemisahan. Lapisan CHCl3 daerah terang setelah berumur 48 jam siap
diambil, kemudian ditambahkan 0,5 mL digunakan untuk uji toksisitas.
H2SO4 2 N, dikocok perlahan, dibiarkan
terjadi pemisahan. Lapisan asamnya dipipet, Penyiapan sampel uji
lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi lain, Larutan induk dibuat dengan melarutkan
ditambah satu tetes pereaksi Mayer atau 50mg sampel dengan2-3 tetes DMSO dan
Dragendorff. Hasil positif adanya alkaloid ditambahkan dengan air laut hingga 25mL.
bila terbentuk endapan putih dengan Kadar larutan induk adalah 2000 μg/mL.
pereaksi Mayer atau warna jingga dengan Sampel yang akan diuji disiapkan pada
pereaksi Dragendorff. konsentrasi 1000, 500, 250 dan 100 μg/mL.
Sebagai blanko tanpa larutan uji dibuat
Uji Flavonoid dengan cara 10 μL DMSO ditambahkan air
Uji flavonoid dilakukan dengan cara laut hingga 2 mL.
menambahkan asam klorida pekat dan
logam Mg pada fraksi air yang telah Uji Toksisitas Metode BSLT
diteteskan pada plat tetes. Tes positif bila Sebanyak 10 larva udang dalam 2000 μL
terjadi warna merah. air laut dimasukkan kedalam vial uji,
kemudian ditambahkan 2000 μL larutan

30
JKK, Tahun 2017, Vol 6(2), halaman 29-36 ISSN 2303-1077

sampel. Untuk setiap konsentrasi dilakukan isosalin) dan 0,5 mL (10% v/v) suspensi
3 kali pengulangan. Sebagai control HRBC dalam isosalin.
dilakukan dengan 2000 μL larutan blanko
kemudian ditambahkan air laut hingga 2000 2. Larutan Kontrol Uji
μL. Pengamatan dilakukan setelah 24 jam Larutan kontrol uji terdiri dari 2 mL
dengan menghitung jumlah larva udang hiposalin; 1 mL buffer natrium posfat 0,15 M
yang masih hidup dan yang sudah mati, (pH 7,4); 1mL isosalin dan 0,5 mL (10% v/v)
kemudian dihitung mortalitasnya seperti suspensi HRBC dalam isosalin.
persamaan berikut :
3. Larutan Standar Uji
Larutan standar uji terdiri dari 2 mL
hiposalin; 1 mL buffer natrium posfat 0,15 M
Analisis Data
(pH 7,4); 1mL aspirin (100 g/mL) dan 0,5
Nilai LC50 ditentukan menggunakan
mL (10% v/v) suspensi HRBC dalam
analisis probit dengan SPSS.
isosalin.
Larutan standar uji diinkubasi pada suhu
Uji Antiinflamasi
37 selama 30 menit, kemudian larutan
Uji aktivitas antiinflamasi pada
disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm
penelitian ini merujuk pada Oyedapo et al.
selama 15 menit. Absorbansi larutan diukur
(2010).
pada panjang gelombang 560 nm.
Presentase hambatan hemolisis dihitung
Preparasi Suspensi Human Red Blood Cell
dengan menggunakan rumus (Leelaprakash
(HRBC) (10% v/v)
and Dass, 2011):
Preparasi suspensi HRBC merujuk pada
% Inhibisi hemolisis = 100 % X
Oyedapo et al., 2010. Sel darah merah yang
digunakan berasal dari volunteer yang tidak A1 = Absorbansi larutan kontrol uji
mengkonsumsi NSAID selama 2 minggu. Sel A2 = Absorbansi larutan uji/ larutan standar uji
darah merah yang telah diambil dimasukkan
ke dalam tabung EDTA. Supernatan yang HASIL DAN PEMBAHASAN
diperoleh dipisahkan kemudian residu yang Ekstraksi dan Fraksinasi
diperoleh dipindahkan kedalam tabung Ekstraksi daun nanas kerang merupakan
sentrifugasi dan ditambahkan isosalin hingga tahap awal yang dilakukan dalam penelitian
8 mL. Sentrifugasi dilakukan pada 3000 rpm ini. Tujuan dari ekstraksi yaitu untuk
selama 15 menit pada suhu 27 . mendapatkan ekstrak kental metanol yang
Supernatan yang dihasilkan dipisahkan. selanjutnya akan di fraksinasi dengan
Kemudian residu yang dihasilkan dicuci beberapa pelarut, diantaranya n-heksan dan
dengan isosalin dan disentrifugasi kembali. etil asetat.Daun nanas kerang dicuci bersih
Proses tersebut dilakukan sebanyak 3 kali untuk menghilangkan pengotor yang melekat
sampai larutan isosalin menjadi jernih. Lalu pada daun. Selanjutnya daun yang telah
dibuat suspensi sel darah merah 10% v/v dibersihkan dikering anginkan selama 1 hari.
dengan mencampurkan sejumlah volume sel Daun yang digunakan adalah daun basah.
darah dan resuspensi menggunakan larutan Oleh karena itu, hanya dilakukan
isosalin. pengeringan selama 1 hari yang bertujuan
untuk mengeringkan daun dari air saat
Uji Aktivitas Antiinflamasi mencuci daun tersebut sebelum dilakukan
Uji aktivitas antiinflamasi merujuk penghalusan pada daun. Daun nanas
pada Shailesh et.al, 2010dengan kerang yang sudah kering dihaluskan
menggunakan metode HRBC membrane menggunakan belender. Tujuan dari
stabilizing method dengan berbagai larutan penghalusan ini yaitu untuk memperluas
uji diantaranya: permukaan sampel daun agar proses
ekstraksi dapat maksimal.
1. Larutan Uji Proses ekstraksi dilakukan dengan cara
Larutan uji terdiri dari 2 mL hiposalin; maserasi menggunakan pelarut metanol
1 mL buffer natrium posfat 0,15 M (pH 7,4); 96% selama 5x24 jam,setiap 24 jam
1mL sampel uji (konsentrasi 10 ppm; 100 dilakukan penyaringan dan dimaserasi
ppm; 500 ppm; dan 1000 ppm dalam kembali dengan memakai metanol yang

31
JKK, Tahun 2017, Vol 6(2), halaman 29-36 ISSN 2303-1077

baru. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan heksan dan fraksi etil asetat tidak terdapat
hasil maksimal dalam ekstraksi. Ekstrak flavonoid.
metanol yang diperoleh kemudian Terbentuknya busa 1-10 cm yang stabil
dievaporasi menggunakan vacum rotary dan tidak berkurang selama 10 menit
evaporator hingga didapat ekstrak kental menujukkan adanya saponin. Timbulnya
metanol. Tujuan evaporasi ini adalah untuk busa menujukkan adanya glikosida dalam
memisahkan pelarut agar didapatkan ekstrak ekstrak yang mempunyai kemampuan dalam
kental metanol. Suhu 38 digunakan agar membentuk busa dalam air yang terhidrolisis
sampel tidak mengalami kerusakan oleh menjadi glukosa dan senyawa lain
pemanasan yang berlangsung selama (Harborne, 1987). Hasil fitokimia tidak
evaporasi. Selanjutnya ekstrak kental menujukkan adanya senyawa golongan
metanol yang didapatkan dipartisi saponin pada ekstrak kasar dan semua
menggunakan pelarut n-heksan dan pelarut fraksi.
etil asetat. Uji terpenoid/ steroid sampel uji
menghasilkan larutan warna hijau
Uji Fitokimia menunjukkan adanya senyawa steroid. Jika
Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui yang terbentuk warna merah maka ekstrak
senyawa metabolit sekunder yang terdapat atau fraksi tersebut mengandung terpenoid.
pada daun nanas kerang (Rhoeo discolor). Pada ekstrak kasar, fraksi n-heksan dan
Hasil uji fitokimia yang didapatkan dapat fraksi etil asetat terdapat senyawa steroid
dilihat pada Tabel 1 di bawah ini. yang ditunjukkan dengan perubahan warna
larutan yang menjadi hijau saat ditambahkan
Tabel 1. Hasil uji fitokimia pereaksi Liebermann-Burchard. Sedangkan
Sampel Alka Flavon Sap Terpenoid Tanin pada fraksi metanol tidak terdapat terpenoid
loid oid onin / steroid maupun steroid.
Ekstrak + + - Steroid + Indikator dalam uji tanin adalah
kasar
Fraksi - - - Steroid - terbentuknya warna biru tua atau hijau
n-heksan kehitaman pada sampel. Hasil fitokimia
Fraksi etil + - - Steroid + menunjukkan bahwa tanin terdapat pada
asetat
Fraksi + + - - + ekstrak kasar, fraksi etil asetat dan fraksi
metanol metanol. Akan tetapi pada fraksi n-heksan
Ket: (-) tidak terdeteksi
(+) terdeteksi
tidak terdapat tanin.

Beberapa senyawa yang diuji yaitu Uji Toksisitas dengan Metode Brine
golongan alkaloid, flavonoid, saponin, Shrimp Lethality Test (BSLT)
terpenoid/steroid dan tanin. Identifikasi Metode BSLT menggunakan artemia
senyawa alkaloid dilakukan menggunakan sebagai hewan uji. Fase larva artemia yang
uji wagner, meyer atau dragendorff. digunakan adalah fase naupili karena pada
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh fase ini atremia berada pada fase yang
Kurniati (2013), pada saat ekstrak paling aktif membelah secara mitosis yang
ditambahkan pereaksi dragendorff maka identik dengan sel kanker yang juga
akan terbentuk endapan orange dan larutan membelah secara mitosis.
ekstrak menjadi berwarna jingga yang Sampel uji yang digunakan terdiri dari
menunjukkan terdapat alkaloid. Dari tabel ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil
dapat dilihat bahwa alkaloid terdapat pada asetat dan fraksi metanol dengan masing-
ekstrak kasar, fraksi etil asetat dan fraksi masing memiliki variasi konsentrasi dari
metanol. Sedangkan pada fraksi n-heksan 1000, 500, 250, dan 100 ppm. Setelah
tidak terdapat alkaloid. persiapan larva artemia dan sampel uji
Uji flavonoid positif apabila terbentuk selanjutnya dilakukan uji toksisitas.
warna merah. Warna merah pada uji Uji toksisitas dengan metode BSLT ini
flavonoid karena terbentuknya garam dilakukan untuk mengetahui nilai LC50. LC50
flavilium (Achmad, 1986). Senyawa adalah konsentrasi ekstrak atau sampel
golongan flavonoid pada nanas kerang yang dapat menyebabkan kematian sebesar
hanya terdapat pada ekstrak kasar dan 50% dari hewan uji. Menurut Mayer (1982),
fraksi metanol. Sedangkan pada fraksi n- suatu ekstrak dapat dikatakan bersifat toksik
jika nilai LC50< 1000 ppm, sedangkan

32
JKK, Tahun 2017, Vol 6(2), halaman 29-36 ISSN 2303-1077

senyawa murni dikatakan bersifat toksik Sel darah manusia dikumpulkan dari
apabila nilai LC50< 200 ppm. Pengukuran volunteer yang tidak mengonsumsi NSAID
nilai LC50 dari hasil uji toksisitas daun nanas selama 2 minggu karena beberapa NSAID
kerang dapat dilihat pada Tabel 2. diketahui memiliki sifat stabilisasi membran
yang dapat berkontribusi pada potensi efek
Tabel 2. Hasil pengukuran nilai antiinflamasi (Kumar et al., 2012). Jika
LC50dengan BSLT volunteer mengonsumsi NSAID maka akan
Sampel LC50 (ppm) mempengaruhi hasil uji antiinflamasi,
sehingga tidak dapat terlihat bagaimana efek
Ekstrak kasar 425,927 antiinflamasi dari sampel uji dikarenakan
Fraksi n-heksan 978,400 adanya kandungan NSAID didalam darah
Fraksi etil asetat 728,153 volunteer yang digunakan dalam uji
Fraksi metanol 572,277 antiinflamasi ini.
Ket: LC50 = konsentrasi yang menyebabkan 50% kematian
larva artemia Sel darah merah dimasukkan kedalam
tabung sentrifius yang berisi larutan alsever
Tabel 2 menunjukkan bahwa ekstrak untuk mencegah terjadinya pembekuan
kasar dan semua fraksi bersifat toksik darah. Kemudian disentrifius dengan
karena nilai LC50< 1000 ppm. Dapat dilihat kecepatan 3000 rpm selama 15 menit pada
bahwa aktivitas sitotoksik yang paling bagus suhu 27 . Supernatan yang dihasilkan
yaitu pada ekstrak kasar, selanjutnya fraksi dipisahkan dan kemudian residu yang
metanol, fraksi etil asetat dan yang terakhir dihasilkan dicuci kembali dengan
fraksi n-heksan dengan nilai LC50 berturut- menggunakan larutan isosalin dan
turut 425,927 ppm; 572,277 ppm; 728,153 disentrifugasi kembali. Proses sentrifugasi
ppm; dan 978,400 ppm. bertujuan untuk memisahkan antara sel
Berdasarkan penelitian Sukandar et al., darah merah dengan plasma dan leukosit,
(2008), menunjukkan bahwa senyawa supernatan yang terbentuk dipisahkan
steroid bersifat toksik terhadap artemia. dengan hati-hati agar sel darah merah tidak
Golongan steroid yang toksik yaitu senyawa rusak. Proses pencucian tersebut dilakukan
gamma-sitosterol. Hasil fitokimia sebanyak 3 kali sampai supernatan jernih.
sebelumnya diketahui bahwa steroid Jernihnya supernatan menunjukkan bahwa
terdapat pada ekstrak kasar, fraksi n-heksan sel darah merah telah bebas dari plasma
dan fraksi etil asetat. Akan tetapi tidak hanya dan leukosit. Selanjutnya setelah supernatan
steroid saja yang berpengaruh pada nilai jernih dan telah dipisahkan dengan residu,
LC50 yang didapatkan melainkan golongan lalu dibuatlah suspensi sel darah merah 10%
senyawa metabolit sekunder lainnya yaitu v/v dengan mencampurkan residu atau sel
flavonoid. Senyawa golongan flavonoid yang darah merah dan resuspensi menggunakan
berperan yaitu antosianin yang berfungsi larutan isosalin.
sebagai penghambat sel artemia. Sehingga Aspirin digunakan sebagai kontrol positif
nilai LC50 pada ekstrak kasar menunjukaan karena aspirin merupakan obat antiinflamasi
efek sitotoksik yang paling bagus yaitu yang dapat menginaktivasi enzim
sebesar 425,927 ppm. siklooksigenase (COX) dalam sintesis
prostaglandin yang merupakan suatu
Uji Aktivitas Antiinflamasi mediator inflamasi (Mansjoer, 2003). Hasil
Persiapan larutan merupakan langkah penelitian Sakat et. al., (2010), menunjukkan
awal dalam uji aktivitas anti inflamasi. bahwa aspirin dengan konsentrasi 100 ppm
Larutan yang dibuat diantaranya adalah memberikan stabilitas terhadap membran sel
larutan alsever, larutan buffer natrium posfat darah merah sebesar 72,56%. Untuk setiap
pH 7,4, larutan isosalin dan larutan hiposalin. perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali
Sedangkan larutan aspirin 100 µg/mLdan pengulangan untuk masing-masing ekstrak
sampel uji dengan konsentrasi 10, 100, 500 dan variasi konsentrasi. Setelah semua
dan 1000 µg/mLdibuat pada hari akan perlakuan telah dilakukan selanjutnya
dilakukannya uji antiinflamasi. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 37 selama 30 menit,
dilakukan preparasi suspensi Human Red kemudian disentrifugasi selama 15 menit
Blood Cell (HRBC) (10% v/v). dengan kecepatan 3000 rpm. Setelah itu
diukur menggunakan spektrofotometer Uv-
Vis dengan panjang gelombang 560 nm.

33
JKK, Tahun 2017, Vol 6(2), halaman 29-36 ISSN 2303-1077

Persentase stabilisasi atau stabilitas Aktivitas antiinflamasi ekstrak dapat


merupakan ukuran untuk melihat dikatakan baik jika nilai absorbansinya
kemampuan suatu sampel dalam mendekati nilai absorbansi kontrol positif.
menstabilkan membran sel darah merah Kontrol positif yang digunakan yaitu aspirin
yang didapatkan dari perbandingan serapan dengan nilai %inhibisi sebesar 91,56%.
antara absorbansi larutan uji dengan Aktivitas antiinflamasi tidak dilihat pada nilai
absorbansi kontrol negatif (Oyedapo et al., absorbansi saja, akan tetapi dilihat juga dari
2010). Metode stabilisasi membran sel darah persentase stabilitas ekstrak yang biasa
merah digunakan untuk mengetahui disebut sebagai %inhibisi. Nilai persentase
aktivitas antiinflamasi secara in vitro. Hal ini stabilitas ekstrak yang mendekati atau
dikarenakan membran sel darah merah mirip melebihi kontrol positif dapat dikatakan
dengan membran lisosom yang dapat bagus karena memiliki aktivitas antiinflamasi
mempengaruhi proses inflamasi (Shenoy et yang sama atau lebih daripada kontrol
al., 2010). Stabilisasi membran lisosom positif.
penting dalam membatasi respon inflamasi Berdasarkan seluruh hasil yang
dengan cara mencegah pelepasan enzim didapatkan dapat dilihat bahwa 100 µg/mL
dalam lisosom selama proses inflamasi dari merupakan konsentrasi optimum dan nilai
aktivasi neutrofil seperti enzim protease persentase stabilitas membran yang paling
yang menyebabkan peradangan pada tinggi terdapat pada konsentrasi 100 µg/mL
jaringan dan cairan ekstraseluler. pada ekstrak kasar dan semua fraksi. Hasil
Menurut Hillman et al., (2011), uji BNT dengan aspirin 100µg/mLdapat
mekanisme stabilisasi membran sel darah dilihat bahwa aspirin 100µg/mLberbeda
merah dapat dilihat ketika diberikan stres nyata dengan ekstrak kasar 10 µg/mL, fraksi
hipotonik dan stres oksidatif. Stres oksidatif metanol 1000 µg/mL, fraksi etil asetat 500
adalah keadaan dimana jumlah radikal dan 1000 µg/mL. Data BNT menunjukkan
bebas atau senyawa pengoksidasi didalam bahwa aspirin 100 µg/mL, ekstrak kasar 100
tubuh melebihi kapasitas tubuh untuk µg/mL, fraksi n-heksan 100 µg/mL, fraksi etil
menetralkannya (Kumar, 2011). Salah satu asetat 100 µg/mL dan fraksi metanol 100
penyebab stres oksidatif adalah induksi µg/mLtidak berbeda nyata yang berarti
panas. Sampel yang diinkubasi pada suhu bahwa kemampuan ekstrak daun nanas
37 bertujuan agar sampel menerima stres kerang pada ekstrak kasar dan fraksi
oksidatif, sehingga sampel dapat memiliki kemampuan yang sama dengan
menunjukkan adanya efek antiinflamasi yang aspirin pada konsentrasi 100µg/mL. Berikut
bekerja dengan penambahan sampel uji diagram stabilitas membran eritrosit sampel
pada sampel suspensi HRBC. dan aspirin pada konsentrasi 100 µg/mL:

100
95.61 93.82 91.56
80 90.83 90.03
ekstrak kasar
% Inhibisi

60
fraksi n-heksan
40 fraksi etil asetat

20 fraksi metanol
aspirin
0
ekstrak fraksi n- fraksi etil fraksi aspirin
kasar heksan asetat metanol

Gambar 1. Diagram Stabilitas Membran Eritrosit Sampel dan Aspirin pada Konsentrasi
100 µg/mL

34
JKK, Tahun 2017, Vol 6(2), halaman 29-36 ISSN 2303-1077

Gambar 1. menunjukkan %inhibisi Departemen Pendidikan dan


sampel dan aspirin pada konsentrasi 100 Kebudayaan Universitas Terbuka,
µg/mL. Nilai %inhibisi dari ekstrak kasar, Jakarta.
fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, fraksi Avila, M.G., Alba, M.A., Garza, M., Pretelin,
metanol dan aspirin 100 µg/mL berturut- M.C.H., Ortiz, M.A.D., Fasenda, S.F.
turut adalah 90,83%, 95,61%, 90,03%, dan Trivino, S.V., 2003,
93,82% dan 91,56%. Hasil uji BNT untuk Antigenotoxic, antimutagenic and
ekstrak kasar, fraksi n-heksan, fraksi etil ROS scavenging activities of a
asetat, fraksi metanol dan aspirin 100 Rhoeo discolor ethanolic crude
µg/mL tidak berbedanyata. Hal ini extract, PERGAMON, Mexico,
menunjukkanbahwa aktifitas antiinflamasi Toxicology in Vitro 17 (2003) 77–83.
dari ekstrak daun nanas kerang dan aspirin Harborne, J.B., 1987, MetodeFitokimia, Ed
memiliki kemampuan yang sama pada ke-2, ITB, Bandung.
konsentrasi yang sama yaitu 100 µg/mL. Kirana, I., 1993, Tanaman Obat Herbal,
Aktivitas stabilisasi membran Yogyakarta.
dipengaruhi oleh metabolit sekunder seperti Kurniati, R. I., 2013, Uji Aktivitas
tanin, steroid dan flavonoid yang memiliki Antioksidan Fraksi Etanol Daun
fungsi sebagai penghambat/ scavenger Buas-buas (Premna cordifolia linn.)
radikal bebas dan menstabilkan membran dengan Metode DPPH (2,2-difenil-1-
eritrosit dari induksi larutan hipotonik. Hasil pikrilhidrazil), Fakultas Kedokteran
penelitian menunjukkan bahwa antiinflamasi Universitas Tanjungpura, (Skripsi).
yang paling baik yaitu pada fraksi n-heksan. Mansjoer, S., 1999, Mekanisme Kerja Obat
Pada hasil fitokimia dilihat bahwa pada Antiradang, Medic Farmasi: An
fraksi n-heksan hanya terdapat senyawa Indonesia Pharmaceutical Journal,
steroid. Jadi, diketahui senyawa golongan 7(1): 34-40.
steroid yang paling berperan pada aktivitas Meyer, Laughlin dan Ferrigini, 1982, Brine
antiinflamasi daun nanas kerang. Shrimp: Convenient General
Senyawa steroid yang berperan yaitu Bioassay for Active Constituent,
kortikosteroid yang merupakan senyawa Planta Medica, 45: 31–34.
regulator seluruh sistem homeostatis Middleton, E. JR., Kandaswami, C. dan
organisme tubuh agar dapat bertahan Theoharides, T.C., 2000, The Effect
menghadapi perubahan lingkungan dan of Plant Flavonoid on Mammalian
infeksi. Selain steroid, flavonoid juga Cells: Implications of Inflammation,
diketahui dapat menstabilkan membran Heart Disease, and Cancer, The
lisosom secara in vivo maupun in vitro, American Society for Pharmacology
sedangkan tanin diketahui memiliki and Experimental Therapeutics,
kemampuan untuk mengikat kation, 52(4): 673-751.
sehingga dapat menstabilkan membran Oktaviani, E., Wibowo, M. A. dan Idiawati,
eritrosit (Oyedapo et al., 2012). N., 2015, Penapisan Fraksi
Antioksidan Daun Buas-buas
SIMPULAN (Premna serratifolia Linn.), JKK.
4(3): 40-47.
Daun nanas kerang (Rhoeo discolor)
Oyedapo, O. O., Akinpelu, B. A.,
memiliki sifat toksik dan berpotensi sebagai
Akinwunmi, K. F., Adeyinka, M. O.
antiinflamasi. Nilai LC50 yang paling toksik
dan Sipeolu, F. O., 2010, Red Blood
yaitu pada ekstrak kasar metanol sebesar
Cell Membrane Stabilizing Potentials
425,927 ppm. Aktivitas antiinflamasi yang
of Extracts of Lantana Camara and
bagus pada konsentrasi 100 ppm untuk
Its Fractions, International Journal of
ekstrak kasar metanol dan semua fraksi dan
Plant Physiologi and Biochemistry,
yang paling bagus terdapat pada fraksi n-
2(4): 46-51.
heksan sebesar 95,61%.
Sakat, S. S., Juvekar, A. R. dan Gambhire
M. N., 2010, In Vitro Antioxidant and
DAFTAR PUSTAKA
Anti-Inflammatory Activity of
Achmad, S. A., 1986, Buku Materi Pokok Methanol Extract of Oxalis
Kimia Organik Bahan Alam, corniculata Linn., International

35
JKK, Tahun 2017, Vol 6(2), halaman 29-36 ISSN 2303-1077

Journal of Pharmacy and Activity of Tephrosia purpurea in


Pharmaceutical Sciences, 2(1): 146- Rats, Asian Pacific Journal of
155. Tropical Medicines, 3(3), 193-195.
Shailesh, G., Seema, K., and Dwivedi, S., Sitorus, R.M.H., Wullur, A.C., Yamlean,
2011, In-vitro Anti-inflamatory P.V.Y., 2012, Isolasi dan Identifikasi
Activity of Sarcostemma acidum Senyawa Flavanoid Pada Daun
wight. and Arn. Indian herb by Adam Hawa (Rhoe discolor),
Human Red Blood Cell Membrane UNSRAT, Manado.
Stabilization Method, International Sukandar, D.; Hermanto, S.; dan Lestari, E.,
Journal of Pharmacy Teaching and 2008, Uji Toksisitas Ekstrak Daun
Practice, 2(40) : 148-188. Pandan Wangi (Pandanus
Shenoy, S., K. Shwetha., K. Prabhu., R. amaryllifolius Roxb.) dengan Metode
Maradi., KL. Bairy dan T. Shanbhag, Brine Shrimp Lethality Test (BSLT),
2010, Evaluation of Antiinflamatory UIN Syarif Hidayahtullah, Jakarta.

36

Anda mungkin juga menyukai