Anda di halaman 1dari 52

Air merupakan materi esensial bagi kehidupan makhluk hidup karena makhluk hidup

memerlukan air untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Secara umum fungsi


air dalam tubuh setiap mikroorganisme adalah untuk melarutkan senyawa organik,
menstabilkan suhu tubuh dan melangsungkan berbagai reaksi kimia tingkat seluler
(Campbell, dkk, 2002).

Pemeriksaan air secara mikrobiologi sangat penting dilakukan karena air merupakan
substansi yang sangat penting dalam menunjang kehidupan mikroorganisme yang
meliputi pemeriksaan secara mikrobiologi baik secara kualitatif maupun kuantitatif
dapat dipakai sebagai pengukuran derajat pencemaran. Kualitas air didasarkan pada
pengujian ada tidaknya coliform dalam air. Keberadaan bakteri coli merupakan
parameter yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas air yang aman, dimana
kehadirannya dapat dijadikan indikator pencemaraan air. Ciri-ciri bakteri coliform
adalah bersifat gram negatif, bentuk morfologi batang pendek, dan dapat
memfermentasi medium laktosa cair dengan membentuk asam dan gas ( Pelczar dan
Chan, 1988).

Menuut Fardiaz (1989), sifat-sifat bakteri koliform yang penting adalah :

1. Mampu tumbuh baik pada beberapa jenis substrat


2. Mempunyai sifat dapat mensintesis vitamin
3. Interval suhu pertumbuhan antara 100 0C – 460 0C
4. Mampu menghasilkan asam dan gas

Bakteri coliform dapat dibedakan atas dua kelompok yaitu coliform fecal
misalnya Escherichia coli dan coliform nonfecal misalnya Enterobacter aerogenes. E.
Coli merupakan bakteri yang berasal dari kotoran hewan atau manusia, sedangkan E.
aerogenes ditemukan pada hewan atau tumbuhan yang telah mati. Adanya E.coli pada
air minum menandakan air tersebut telah terkontaminasi feses manusia dan mungkin
juga mengandung patogen usus (Dwijoseputro, 2005).

Menurut Fardiaz (1989), ada dua uji yang dilakukan pada bakteri koliform yaitu secara
kualitatif dan kuantitatif. Uji kualitatif koliform secara lengkap terdiri dari 3 tahap yaitu
uji pendugaan (presumptive test), uji penguat (confirmed test,) dan uji pelengkap
(completed test). Uji penduga juga merupakan uji kuantitatif koliform dengan
menggunakan metode MPN.

1. Uji pendugaan (presumptive test)

Merupakan tes pendahuluan tentang ada tidaknya kehadiran bakteri koliform


berdasarkan terbentuknya asam dan gas disebabkan oleh fermentasi laktosa oleh bakteri
golongan koli. Terbentuknya asam dilihat dari kekeruhan pada media laktosa, dan gas
yang dihasilkan dapat dilihat dalam tabung Durham berupa gelembung udara. Tabung
dinyatakan positif jika terbentuk gas sebanyak 10% atau lebih dari volume di dalam
tabung Durham. Banyaknya kandungan bakteri Escherichia coli dapat dilihat dengan
menghitung tabung yang menunjukkan reaksi positif terbentuk asam dan gas dan
dibandingkan dengan tabel MPN. Metode MPN dilakukan untuk menghitung jumlah
mikroba di dalam contoh yang berbentuk cair. Bila inkubasi 1 x 24 jam hasilnya negatif,
maka dilanjutkan dengan inkubasi 2 x 24 jam pada suhu 350C. Jika dalam waktu 2 x 24
jam tidak terbentuk gas dalam tabung Durham, dihitung sebagai hasil negatif. Jumlah
tabung yang positif dihitung pada masing-masing seri. MPN penduga dapat dihitung
dengan melihat tabel MPN.
2. Uji penguat (confirmed test)

Hasil uji dugaan dilanjutkan dengan uji ketetapan. Dari tabung yang positif terbentuk
asam dan gas terutama pada masa inkubasi 1 x 24 jam, suspensi ditanamkan pada media
Eosin Methylen Biru Agar ( EMBA ) secara aseptik dengan menggunakan jarum
inokulasi. Koloni bakteri Escherichia coli tumbuh berwarna kehijauan dengan kilat
metalik atau koloni berwarna merah muda dengan lendir untuk kelompok koliform
lainnya.

3. Uji pelengkap (completed test)

Pengujian selanjutnya dilanjutkan dengan uji kelengkapan untuk menentukan


bakteri Escherichia coli. Dari koloni yang berwarna pada uji ketetapan diinokulasikan ke
dalam medium kaldu laktosa dan medium agar miring Nutrient Agar ( NA ), dengan
jarum inokulasi secara aseptik. Diinkubasi pada suhu 370C selama 1 x 24 jam. Bila
hasilnya positif terbentuk asam dan gas pada kaldu laktosa, maka sampel positif
mengandung bakteri Escherichia coli. Dari media agar miring NA dibuat pewarnaan
Gram dimana bakteri Escherichia colimenunjukkan Gram negatif berbentuk batang
pendek.

Output metode MPN adalah nilai MPN. Nilai MPN adalah perkiraan jumlah unit
tumbuh (growth unit) atau unit pembentuk–koloni (colony–forming unit) dalam
sampel. Namun, pada umumnya, nilai MPN juga diartikan sebagai perkiraan jumlah
individu bakteri. Satuan yang digunakan, umumnya per 100 mL atau per gram. Jadi
misalnya terdapat nilai MPN 10/g dalam sebuah sampel air, artinya dalam sampel air
tersebut diperkirakan setidaknya mengandung 10 coliform pada setiap gramnya. Makin
kecil nilai MPN, maka air tersebut makin tinggi kualitasnya, dan makin layak minum.
Metode MPN memiliki limit kepercayaan 95 persen sehingga pada setiap nilai MPN,
terdapat jangkauan nilai MPN terendah dan nilai MPN tertinggi (Hadioetomo, 1993).

Menurut Widianti, dkk (2004), Standar Nasional Indonesia (SNI) mensyaratkan tidak
adanya coliform dalam 100 ml air minum. Akan tetapi United States Enviromental
Protection Agency (USEPA) lebih longgar persyaratan uji coliform-nya mengingat
coliform belum tentu menunjukkan adanya kontaminasi feses manusia, apalagi adanya
patogen. USEPA mensyaratkan presence/absence test untuk coliform pada air minum,
dimana dari 40 sampel air minum yang diambil paling banyak 5% boleh mengandung
coliform. Apabila sampel yang diambil lebih kecil dari 40, maka hanya satu sampel yang
boleh positif mengandung coliform. Meskipun demikian, USEPA mensyaratkan
pengujian indikator sanitasi lain seperti protozoa Giardia lamblia dan
bakteri Legionella.

Media endo agar adalah media kultur selektif dan diferensial untuk mendeteksi
keberadaan bakteri koliform fekal dan mikroorganisme lainnya. Selektivitas media endo
agar tersusun atas sodium sulfate atau kombinasi basic fuchsin, yang menghasilkan
suspensi mikroorganisme gram positif. Bakteri koliform memfermentasi laktosa,
menghasilkan koloni berwarna merah muda hingga warna merah seperti bunga mawar
serta berbagai pewarnaan yang mirip. Koloni organisme yang tidak memfermentasi
laktosa tidak berwarna sehingga tampak kontras dengan latar media yang berwarna
merah muda (Dad,2000).
Pada percobaan ini, dilakukan pengujian kualitas sampel air dengan cara mengamati
ada tidaknya bakteri Escherichia coli dalam sampel air tersebut, karena bakteri ini
merupakan indikator sanitasi. Keberadaan coliform fekal (Escherichia coli) ini dapat
membuat kualitas air tidak baik karena air dapat terkontaminasi. Pengujian kualitas air
meliputi tiga tahap, yaitu uji pendugaan (Presumtive test), uji penetapan (Comfirmed
test), dan uji lengkap (Complete test).

Tabel 1. Hasil Uji Pendugaan

10 ml 1 ml 0,1 ml MPN Perhitungan


5 3 0 79 67,91

Tabel 2. Hasil Uji Penetapan

Hasil pengecatan gram


Tabung reaksi Warna koloni Bentuk Warna Gram
1 Hijau metalik Batang pendek Merah Negatif (-)
2 Hijau metalik Batang panjang Merah Negatif (-)
Hijau metalik Batang panjang

3 pink Batang pendek Merah Negatif (-)


Hijau metalik Batang panjang

4 pink Batang pendek Merah Negatif (-)


Batang pendek
Hijau metalik
Batang panjang,
10 ml 5 pink bulat Merah Negatif (-)
Batang pendek,
1 Pink, ungu bulat Merah Negatif (-)
Batang pendek,
2 Hijau metalik bulat Merah Negatif (-)
1 ml 3 Pink Bulat Merah Negatif (-)

Tabel 3. Hasil Uji Lengkap

Tabung Medium laktosa cair Medium agar cair Hasil pengecatan Gram
reaksi Awal Akhir Bentuk Warna Elevasi Bentuk sel Warna Gram
Batang
Kuning (++), pendek,
1 Merah gas Filiform Merah Raised coccus Merah Negatif (-)
Kuning (+), Convex Batang
2 Merah gas Spreading Merah regose pendek Merah Negatif (-)
Batang
Kuning Low pendek,
3 Merah (+++), gas Effuse Putih convex bulat Merah Negatif (-)
Batang
Kuning Low pendek,
10 ml 4 Merah (+++), gas Eniculate Putih convex bulat Merah Negatif (-)
Batang
Kuning Low pendek,
5 Merah (+++), gas Filiform Putih convex bulat Merah Negatif (-)
Batang
Kuning (+), Convex pendek,
1 ml 2 Merah gas Breaded Krem regose bulat Merah Negatif (-)

Uji pendugaan dengan menggunakan metode MPN dilakukan dengan cara


menginokulasikan sampel air ke dalam tabung yang berisi medium laktosa cair dan
tabung durham. Volume dari sampel air yang digunakan masing-masing 10 ml, 1 ml dan
0,1 ml dilakukan pada 5 tabung, sehingga seluruh tabung berjumlah 15 buah. Semua
tabung diikubasi pada suhu 37 0 C selama 48 jam. Hasil positif dapat diketahui dengan
terbentuknya gas atau gelembung yang terdapat pada tabung durham. Fungsi dari
tabung durham adalah untuk mengetahui terbentuknya gas gelembung atau untuk
menangkap gas yang ditimbulkan akibat adanya fermentasi laktosa menjadi asam dan
gas.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada sampel yang volumenya 10 ml terdapat 5


buah tabung yang hasilnya positif semua. Pada sampel yang volumenya 1 ml terdapat 3
buah tabung hasilnya juga positif. Sedangkan pada sampel 0,1 terdapat 5 buah tabung
yang hasilnya negatif. Semakin banyak volume suatu sampel maka semakin banyak pula
bakteri yang terkandung di dalamnya. Dari masing-masing perlakuan yang sudah
diketahui jumlah berapa tabung yang positifnya maka dapat diperoleh MPNnya dengan
cara melihat tabel MPN yang ada dibuku petunjuk. MPN yang diperoleh dari hasil
perhitungan diperoleh hasil 79. Jumlah coliform dalam sampel diperoleh hasil 67,91 per
100 ml sampel. Berdasarkan hasil bahwa jumlah coliform dengan menggunakan rumus,
hasilnya berbeda dengan jumlah MPN. Hal ini dapat terjadi karena ketidaktelitian
praktikan dalam melakukan percobaan yang mengakibatkan terjadinya kesalahan. Pada
percobaan uji pendugaan ini terjadi perubahan warna dari merah menjadi kuning. Hasil
ini menunjukkan hasil yang positif yang berarti terbentuknya asam dan gas, akan tetapi
belum dapat diketahui apakah bakteri tersebut merupakan bakteri Escherichia coli atau
bukan, karena itu perlu dilakukan adanya uji penetapan.

Kelebihan dari metode MPN ini adalah waktu yang dibutuhkan sangat sedikit atau
sangat singkat, sedangkan kekurangan dari metode MPN yaitu hasil yang diperoleh
terkadang tidak begitu akurat. Kelebihan pada perhitungan dengan menggunakan
rumus yaitu hasil yang diperoleh lebih akurat dan kekurangannya dari metode
perhitungan dengan menggunakan rumus yaitu waktu yang dibutuhkan lama.

Uji berikutnya adalah uji penetapan yang berfungsi untuk meyakinkan hasil positif yang
ada pada uji pendugaan. Pada uji penetapan ini biakan pada medium laktosa cair
diinokulasikan pada medium endo agar kemudian diinkubasi pada suhu 37 0C selama 48
jam. Fungsi dari medium endo agar adalah sebagai agen penyerap asetildehid yang
merupakan komponen utama reaksi pembentukan koloni tipikal. Medium ini
merupakan campuran dan basic fuchsin laktosa agar dan juga sodium sulfit.

Hasil positif ini ditandai dengan terbentuknya koloni yang berwarna hijau metalik
ataupun adanya ungu di tengah koloni. Hijau metalik ini disebabkan karena adanya
bakteri coliform yang tumbuh sehingga terjadi fermentasi laktosa yang dapat
membentuk asetaldehid dan juga bereaksi dengan sulfit dari medium sehingga basic
fuchsin dan medium agar akan dilepas dan akhirnya akan terbentuk warna mengkilap
seperti logam.
Hasil yang diperoleh pada uji penetapan ini, pada sampel 10 ml yang terdiri dari 5
tabung tersebut pada tabung 1 dan tabung 2 warna koloninya hijau metalik. Sedangkan
pada pengecatan gram diperoleh bahwa warnanya merah, bentuknya adalah batang
pendek dan bersifat gram (-) berarti hasil menunjukkan positif (+) terhadap adanya
bakteri coliform. Pada tabung 3, 4 dan 5 warna koloninya juga hijau metalik tetapi ada
juga yang berwarna pink. Hasil ini tetap menunjukkan hasil yang positif. Setelah
dilakukan pengecatan gram, warnanya menjadi merah, bentuknya ada yang berbatang
pendek maupun berbatang panjang serta bulat, dan bersifat gram negatif. Pada sampel 1
ml, tabung 1 warna koloninya pink dan ungu, dan setelah di cat gram warnanya menjadi
merah, berbentuk batang pendek dan bulat dan bersifat gram negatif. Tabung 2 warna
koloninya hijau metalik, dan setelah di cat gram warnanya menjadi merah, berbentuk
batang pendek dan bulat dan bersifat gram negatif. Pada tabung 3 warna koloninya pink,
dan setelah di cat gram warnanya menjadi merah, berbentuk bulat dan bersifat gram
negatif.

Uji bakteri coliform yang terakhir adalah uji lengkap yang bertujuan untuk memastikan
adanya coliform dalam air. Uji lengkap ini dilakukan dengan cara menginokulasikan
sampel ke dalam medium laktosa cair dan medium nutrien agar miring. Tujuan dari
inokulasi sampel ke dalam medium laktosa cair adalah untuk mengetahui terbentuknya
gas dan asam, sedangkan tujuan dari inokulasi ke dalam medium nutrien agar miring
yaitu untuk mengetahui sifat dari bakteri apakah bersifat gram positif atau bersifat gram
negatif dan juga untuk mengamati bentuk sel dan koloni bakteri. Hasil positif pada uji
lengkap ini yaitu terbentuknya gas, sifat bakteri gramnya negatif dan bentuknya batang
pendek.

Hasil dari uji lengkap ini, untuk sampel 10 ml pada medium laktosa cair terjadi
perubahan warna merah menjadi kuning dan ada gelembung gas pada tabung durham.
Pada medium laktosa cair tabung 1, warna kuning yang dihasilkan banyak (++) dan
terbentuk gas, sedangkan pada medium agar miring bentuk koloninya filiform, berwarna
merah, dan elevasinya raised. Setelah dilakukan pengecatan gram, bentuk selnya bulat
dan batang pendek, berwarna merah, dan bersifat gram negatif. Pada medium laktosa
cair tabung 2, warna kuning yang dihasilkan sedikit (+) dan terbentuk gas, sedangkan
pada medium agar miring bentuk koloninya spreading, berwarna merah, dan elevasinya
convex regose. Setelah dilakukan pengecatan gram, bentuk selnya batang pendek,
berwarna merah, dan bersifat gram negatif. Pada medium laktosa cair tabung 3, 4, dan 5
warna kuning yang dihasilkan sangat banyak (+++) dan terbentuk gas, sedangkan pada
medium agar miring bentuk koloninya effuse (tabung 3), eniculate (tabung 4) filiform
(tabung 5), ketiganya berwarna putih, dan elevasinya low convex. Setelah dilakukan
pengecatan gram, bentuk selnya batang pendek dan bulat, berwarna merah, dan bersifat
gram negatif. Untuk sampel 1 ml tabung 2, pada medium laktosa dihasilkan warna
kuning sedikit (+) cair dan terbentuk gas. Pada medium agar miring, bentuk koloninya
breaded, berwarna krem, dan elevasinya convex regose. Setelah dilakukan pengecatan
gram, bentuk selnya batang pendek dan bulat, berwarna merah, dan bersifat gram
negatif. Untuk kedua sampel ini, didapatkan hasil yang positif (mengandung bakteri
koliform).

Berdasarkan hasil ketiga uji di atas yaitu uji pendugaan, uji penetapan dan uji lengkap
maka dapat disimpulkan bahwa sampel air mengandung coliform yang ditandai dengan
dilihat dari hasil yang positif pada uji lengkap yaitu dengan adanya bakteri gram
negatif (-) dan berbentuk batang pendek dan bulat yang menunjukkan ciri-ciri bakteri
koliform. Hal ini menunjukkan bahwa air yang digunakan sudah tercemar dan tidak
aman untuk dikonsumsi. Menurut USEPA, apabila sampel yang diambil lebih kecil dari
40, maka hanya satu sampel yang boleh positif mengandung coliform. Sedangkan dari
hasil yang di dapat, dari 15 tabung sampel, 6 tabung atau hampir setengahnya
menunjukkan hasil positif adanya bakteri koliform dalam air.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A., J.B. Reece., L.G. Mitchell. 2002. Biologi Jilid 2 edisi Kelima. Erlangga.
Jakarta.
Dad. 2000. Bacterial Chemistry and Physiology. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Dwidjoseputro, D. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi Cetakan ke-13. Percetakan
Imagraph. Jakarta.
Fardiaz, S. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Mikrobiologi Pangan. PAU Pangan
Gizi. IPB. Bogor.
Hadioetomo, R. 1993. Mikrobiologi Dasar-Dasar Dalam Praktek. Gramedia. Jakarta.
Pelczar, M.J dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Widiyanti, N. L. P. M dan Ristiati, N. P. 2004. Analisis Kualitatif Bakteri Koliform pada
Depo Air Minum Isi Ulang Di Kota Singaraja
Bali. http://www.ekologi.litbang.depkes.go.id/ 14 April 2011.

Pengujian Sifat Biokimia


Posted on February 13, 2013

Ciri fisiologi ataupun biokimia merupakan kriteria yang amat penting di dalam identifikasi
spesimen bakteri yang tak dikenal karena secara morfologis biakan atau pun sel bakteri yang
berbeda dapat tampak serupa, tanpa hasil pengamatan fisiologis yang memadai mengenai organik
yang diperiksa maka penentuan spesiesnya tidak mungkin dilakukan. Karakteristik dan klasifikasi
sebagian mikroba seperti bakteri berdasarkan pada reaksi enzimatik ataupun biokimia. Mikroba
dapat tumbuh pada beberapa tipe media memproduksi tipe metabolit tentunya yang dideteksi
dengan interaksi mikroba dengan reagen test yang mana menghasilkan perubahan warna reagen
(Murray, 2005).

Suatu enzim adalah suatu katalis biologis. Hampir tiap rekasi biokimia dikatalis oleh enzim.
Enzim merupakan katalis yang lebih efisien daripada kebanyakan katalis laboratorium atau
industri. Enzim juga memungkinkan suatu selektivitas pereaksi-pereaksi dan suatu pengendalian
laju reaksi yang tidak dimungkinkan oleh kelas katalis lain. Kespesifikan enzim disebabkan oleh
bentuknya yang unik dan oleh gugs-gugus polar (atau non polar) yang teedapat dalam struktur
enzim tersebut. Beberapa enzim bekerja bersama suatu kofaktor non protein, yang dapat berupa
senyawa organik maupun anorganik (Lehninger, 1995).

Berikut beberapa uji biokimia yang digunakan untuk identifikasi bakteri antara lain:

1. Indol

Media ini biasanya digunakan dalam identifikasi yang cepat. Hasil uji indol yang diperoleh
negatif karena tidak terbentuk lapisan (cincin) berwarna merah muda pada permukaan biakan,
artinya bakteri ini tidak membentuk indol dari tryptopan sebagai sumber karbon, yang dapat
diketahui dengan menambahkan larutan kovaks seperti Ehrlich yang megandung para-dimetil-
aminobenzaldehida (Choirunissa, 2011).

2. Uji gula-gula (Glukosa, Laktosa, Sukrosa dan Manitol)


Uji ini dilakukan untuk mengindetifikasi bakteri yang mampu memfermentasikan karbohidrat.
Pada uji gula-gula hanya terjadi perubahan warna pada media glukosa yang berubah menjadi
warna kuning, artinya bakteri ini membentuk asam dari fermentasi glukosa. Pada media glukosa
juga terbentuk gelembung pada tabung durham yang diletakan terbalik didalam tabung media,
artinya hasil fermentasi berbentuk gas (Oktarina, 2010). Reaksi fermentasi gula yaitu :

fermentasi

C6H12O6 C2H5OH+ CO2 + asam

Menurut Robert, dkk (1959), Escherichia coli dapat melakukan fermentasi glukosa dan laktosa,
sementara itu sukrosa tidak dapat difermentasikannya. Pada Bacillus subtilis dapat melakukan
fermentasi terhadap glukosa dengan hasil yang tidak terjadi perubahan.

3. Hidrolisis pati

Menurut Jutono (1980), suatu bakteri mempunyai suatu enzim yang dapat menghidrolisis
polisakarida, misalnya pati menjadi senyawa gula yang lebih sederhana. Suatu bakteri yang
mempunyai enzim amilase dapat menghidrolisis pati (suatu polosakarida) menjadi maltosa
(disakarida). Reaksi hidrolisis pati menjadi maltosa adalah sebagai berikut :

amilase

2 ( C6H2O9)n +n H2O n C12H22O11

bakteri

Menurut Sale (1961), amilase adalah enzim ekstraseluler yang disekresi oleh bakteri untuk
mengubah pati yang tidak dapat terdifusi. Fraksi terdifusi dapat masuk ke dalam sel dan diproses
oleh enzim intraseluler. Fraksi terdifusi di dalam sel oleh enzim maltase dihidrolisis lebih jauh
menjadi D-glukosa. Hasil dari fermentasi pati merupakan hasil dari penggunaan glukosa
intraseluler. Keberadaan amilase dapat diamati dengan menyaring kultur broth dan mencampunya
dengan pati. Menghilangnya pati menunjukkan keberadaan amilase. Ini dapat langsung diketahui
dengan menambahkan beberapa teets larutan iodin. Warna biru menunjukkan keberadaan pati,
warna coklat menunjukkan hidrolisis sempurna dari pati menjadi maltase.

Menurut Robert, dkk (1959) Escherichia coli tidak dapat melakukan hidrolisa pati,
sementara Bacillus subtilis dapat melakukan proses hidrolisis pati. Proses hidrolisa ini biasanya
memecah suatu gula yang kompleks menjadi suatu susunan gula yang sederhana, untuk
mendeteksi peristiwa ini dilakukan dengan cara pemberian iod. Iod biasanya akan bereaksi
dengan pati dan akan berwarna biru. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi hidrolisa bila pati
pun dapat bereaksi dengan iodium dan menghasilkan warna biru, hal ini dapat terjadi disebabkan
oleh karena pati belum terpecah menjadi senyawa sederhana sehingga komponen yang bereaksi
sengan iodium adalah pati.

4. Peptonisasi

Peptonisasi adalah perubahan dari bentuk tidak larut menjadi larut pada bermacam-macam
protein dan menunjukkan adanya pemecahan protein menjadi pepton yang terjadi pada keadaan
aerob dan anaerob (Jutono dkk, 1980). Menurut Robert, dkk (1959), Escherichia
coli menunjukan terjadi peptonisasi dengan terbentuknya endapan bening dibagian dasarnya
dan Bacillus subtilis menunjukkan terjadi peptonisasi dan fermentasi secara bersama-sama
sehingga terjadi lapisan dan tidak terdapat whey.

5. Fermentasi susu

Air susu mengandung bermacam-macam zat, yaitu air, karbohidrat, (laktosa), lemak, protein
(kasein), garam-garam mineral dan vitamin-vitamin. Medium susu (tanpa lemak) digunakan
untuk pengujian fermentasi, peptonisasi atau kedua-duanya yang terjadi bersama-sama. Pada
peptonisasi susu kasein dihidrolisa oleh enzim renin menjadi parakasein dan pepton-pepton yang
terlarut. Parakasein itu kemudian akan bereaksi dengan garam-garam kalsium membentuk
endapan kalsium para kaseinat. Pada peptonisasi sempurna endapannya terkumpul dibawah dan
kemudian cairan susu menjadi jernih. Pada peptonisasi reaksi medium menjadi basa sehingga
warna indikator ( misalnya bromokresol purpule ) ungu terang. Pada fermentasi laktosa, berbah
menjadi asam, sehingga menyebabkan kasein mengendap atau menggumpal. Adanya asam ini
akan menentukan pertumbuhan bakteri lebih lanjut, sehingga peruraian protein tidak terjadi
(Jutono dkk, 1980).

Kasein adalah protein yang dapat bereaksi dengan asam maupun basa (amfoter). Kasein terdapat
pada susu dan membentuk fasa koloid. Beberapa bakteri mensekresikan enzim seperti renin yang
dapat menghidrolisis kasein. Menjadi parakasein terlarut dan bahan seperti pepton. Parakasein
bereaksi dengan garam kalsium membentuk kalsium parakaseinat bakteri yang cepat
memfermentasikan laktosa akan menghasilkan asam yang cukup banyak dan dapat menghambat
penjenuhan kasein. Asam dapat mencegah pertumbuhan bakteri lebih jauh, bakteri yang tidak
memfermentasi laktosa memproduksi renin kasar. Ini memungkinkan terjadinya peptonisasi
kasein dan pembentukkan berbagai fraksi terlarut, sehingga usus menjadi basa. Bakteri yang
memfermentasi laktosa dengan lambat tidak dapat mencegah peptonisasi (Sale, 1961).

6. Uji reduksi nitrat

Keberadaan nitrit dalam media diuji dengan penambahan asam sulfanilat dan α-naftilamin yang
akan bereaksi dengan nitrit yang ditunjukkan dengan perubahan warna media menjadi merah atau
merah muda. Pada tabung yang tidak menunjukkan perubahan warna, ditambahkan bubuk Zn
untuk melihat reduksi nitrat menjadi nitrit. Bila didapatkan nitrat dalam medium, maka kaldu
berubah warna menjadi merah muda atau merah karena Zn mereduksi nitrat menjadi nitrit dan
nitrit ini bereaksi dengan reagen uji dan terbentuk warna merah (Lay, 2004).

Reduksi nitrat terjadi pada kebanyakan bakteri anaerob fakultatif dengan menggunakan nitrit.
Reaksinya:

NO3– + 2e– + 2H2+ Nitratase NO2– + H2O

O2 dapat menghambat reduksi nitrat sehingga dalam reaksi, O2 dihabiskan kemudian


menggunakan nitrat pada bakteri anaerob ( Suriawiria, 1985 ).

Eschericia coli memiliki sifat biokimia yaitu jika diinokulasi pada medium glukosa, laktosa, dan
sukrosa dapat melakukan fermentasi dengan membeentuk asam dan gas. Eschericia coli juga
dapat menghidrolisis amilum, pati, membentuk indol pada medium triptofan, dapat mereduksi
nitrat, dan memfermentasi susu dengan menghasilkan asam. Bacillus subtillis jika diinokulasi
dalam medium glukosa yaitu jika diinokulasi dalam medium glukosa dan sukrosa dapat
membentuk gas, pada medium laktosa tidak dapat menghasilkan asam maupun gas. Bacillus
subtillis tidak dapat membentuk indol pada medium triptofan, mereduksi nitrat, dan pada medium
susu dapat melakukan fermentasi dan peptonasi (Breeds, 1957).
Sifat-sifat biokimia dari bakteri meliputi hidrolisa lemak, penguraian protein, perubahan
karbohidrat, serta reduksi bermacam-macam unsur. Gula dapat difermentasi menjadi alkohol,
asam atau gas. Tergantung pada gula dan jenis bakterinya. Escherichia coli dapat
memfermentasikan sukrosa, glukosa, dan laktosa. Pada sukrosa cair, padat dan glukosa cair,
padat serta laktosa padat yang pertama terbentuk adalah asam dan gas (Pelczar dan Chan , 1988).

Tabel 1. Fermentasi Karbohidrat

Bakteri Medium Warna awal Warna akhir Asam Gas Reaksi


Laktosa padat Hijau tua Kuning Ada Ada +
Laktosa cair Merah Kuning Ada Ada +
Glukosa padat Hijau tua Kuning Ada Ada +
Glukosa cair Merah – – – –
E. coli Sukrosa padat Hijau tua Hijau tua Ada Ada +
Laktosa padat Hijau tua Hijau muda Ada – +
Laktosa cair Merah – – – –
Glukosa padat Hijau tua Hijau muda Ada – +
Glukosa cair Merah Kuning Ada Ada +
B.subtilis Sukrosa padat Hijau tua kuning ada – +

Tabel 2. Fermentasi susu dan peptonisasi

Bakteri Medium Fermentasi susu Peptonisasi Reaksi


Ada lapisan warna Ada endapan
E. coli BCPM kuning warna hijau +
Tidak ada fermentasi Ada endapan
B. subtilis BCPM (warna merah) warna hijau +

Tabel 3. Hidrolisis pati

Bakteri Warna awal Warna akhir Reaksi


E. coli Putih susu Coklat +
B. subtilis Putih susu Coklat +

Tabel 4. Reduksi Nitrat

Bakteri Warna awal Warna akhir Reaksi


E. coli Kuning bening Kuning orange –
B. subtilis Kuning bening Kuning orange –

Tabel 5. Pembentukan indol

Bakteri Warna awal Warna akhir Reaksi


Bening kekuningan
E. coli Kuning bening (terbentuk cincin) +
B. subtilis Kuning bening Bening kekuningan +

Uji fermentasi dilakukan dengan medium glukosa padat dan cair, sukrosa padat dan cair, laktosa
padat dan cair. Fermentasi adalah penggunaan piruvat atau derivatnya sebagai aseptor electron
untuk mengoksidasi NADH menjadi NAD. Sedangkan fermentasi karbohidrat adalah
perombakan monosakarida menjadi alkohol, gas karbondioksida, asam organik dan energi dengan
bantuan mikrobia. Adanya asam organik akan mengubah pH medium sehingga indikator akan
memberikan respon dan terjadi perubahan warna pada medium. Pada indicator fenol merah yang
digunakan jika dalam kondisi asam akan menjadi berwarna kuning. Semua jenis medium cair
diberi tabung durham untuk menangkap gas yang terbentuk akibat hasil metabolisme sel bakteri.

Pada medium laktosa padat Escherichia coli terbentuk gas pada tabung durham dan warna
medium dari hijau tua berubah menjadi berwarna kuning, sedangkan pada Bacillus subtilis tidak
terbentuk adanya gas dan warna akhirnya menjadi hijau muda dan hasil keduanya adalah positif.
Hal ini menunjukkan bahwa kedua bakteri ini mempunyai enzim laktose yang mampu
menghidrolisis laktosa cair menjadi monosakarida yaitu glukosa dan galaktosa. Pada medium
laktosa cair, warna akhir Escherichia coli adalah kuning dan terbentuk gas sehingga
menunjukkan hasil positif, sedangkan pada Bacillus subtilis tidak terjadi perubahan warna
sehingga hasilnya negatif. Hal ini menunjukkan bahwa Bacillus subtilis tidak mempunyai enzim
laktose yang mampu menghidrolisis laktosa cair menjadi monosakarida yaitu glukosa dan
galaktosa.

Pada medium glukosa padat, warna akhir Escherichia coli adalah kuning, sedangkan
pada Bacillus subtilis warna akhirnya menjadi hijau muda dan hasil keduanya adalah positif. Pada
medium glukosa cair, tidak terjadi perubahan warna pada Escherichia coli dan hasilnya adalah
negatif, sedangkan pada Bacillus subtilis warna akhirnya menjadi hijau muda dan hasilnya adalah
positif. Hal ini mungkin dikarenakan adanya kontaminasi dari bakteri lain yang mampu
melakukan fermentasi pada medium glukosa.

Pada medium sukrosa padat, Escherichia coli tidak terjadi perubahan warna tetapi hasilnya positif
karena terbentuk gas dari tabung durham, sedangkan pada Bacillus subtilis warna akhir medium
menjadi kuning dan hasilnyapun positif. Dari hasil tersebut dapat diketahui juga kedua bakteri
tersebut mempunyai enzim sukrose yang mampu menghidrolisis sukrosa menjadi monosakarida
yaitu glukosa dan fruktosa.

Adanya perubahan warna pada medium yang berisi biakan bakteri sampel yang membuktikan
bahwa bakteri tersebut mempunyai enzim untuk mengubah struktur gula menjadi produk
fermentasi. Perubahan warna ini juga menandakan bahwa medium terbentuk asam dan asam ini
akan menyebabkan pH medium turun sehingga indikator phenol red menunjukkan perubahan
warna dari warna semula merah ataupun dari warna hijau tua.

Pengujian biokimia selanjutnya adalah mengenai kemampuan B.subtilis dan E.coli dalam
melakukan fermentasi atau peptonisasi terhadap susu dengan menggunakan medium BCPM
(Brom Cresol Purple Milk). Uji fermentasi susu bertujuan untuk mengetahiu kemampuan bakteri
dalam memfermentasi susu menjadi asam yang dapat menyebabkan kasein mengendap atau
menggumpal. Uji peptonisasi bertujuan untuk mengetahui adanya pemecahan protein dari bentuk
tidak larut menjadi larut. Peptonisasi terjadi dalam keadaan aerob dan anerob:

Kasein Renin parakasein + pepton-pepton terlarut

Garam Ca

Calsium Parakaseinat

Fermentasi susu merupakan peristiwa perubahan bentuk susu menjadi asam sehingga
menyebabkan kasein menggumpal atau mengendap. Bila peptonisasi sempurna, endapan
terkumpul di bawah dan cairan susu menjadi jernih. Pada fermentasi susu reaksi yang terjadi
adalah:

fermentasi

Laktosa susu

Hubungan antara peptonisasi dan fermentasi adalah:

Kasein + Asam Asam menghentikan pertumbuhan mikroorganisme, sehingga tidak


terjadi peruraian protein. Bila fermentasi lambat → asam yang terbentu sedikit → kasein tidak
menggunpal. Penghambatan kerja mikroorganisme tidak terjadi → perubahan kasein berlangsung
terus menerus, sehingga peptonisasi dan fermentasi terjadi secara bersama-sama.

Pada medium BCPM yang diinokulasikan E.coli menunjukan hasil positif yaitu terbentuk
endapan berwarna hijau dan terjadi perubahan warna yang pada awalnya berwarna keabu-abuan
menjadi berwarna berwarna kuning. Warna kuning yang terjadi disebabkan oleh adanya respon
indicator terhadap perubahan pH yang menjadi asam. Asam yang terdapat didalam medium
adalah asam organik hasil fermentasi oleh E.coli. Fermentasi yang terjadi didalam medium
tersebut adalah fermentasi laktosa. E.coli merupakan bakteri yang memiliki enzim beta-
galaktosidase yang dapat memecah laktosa menjadi glukosa dan galaktosa,
sehingga E.coli mampu memfermentasikan laktosa. Pada B. subtilis, tidak terjadi fermentasi
tetapi peptonisasi dapat terjadi karena B.subtilistidak memiliki enzim beta-galaktosidase sehingga
tidak dapat memecah laktosa sehingga asam organic tidak terbentuk dan kasein tidak
menggumpal. Karena kasein tidak menggumpal maka kasein akan dihidrolisis oleh enzim rennin
dan enzim protease yang terdapat dalam B.subtilis menjadi para kasein dan pepton-pepton
terlarut.

Uji biokimia selanjutnya adalah uji kemampuan bakteri dalam menghidrolisis pati. Kemampuan
menghidrolisa pati diketahui dengan cara memberikan larutan iodium pada medium yang sudah
diinkubasi. Perubahan warna diamati, pati yang terhidrolisis bakteri akan membentuk warna
jernih ketika diberi iodium. Pati yang tidak terhidrolisis akan tetap berwarna biru, menandakan
bahwa amilum masih dikandung oleh medium dan tidak dihidrolisis bakteri. Larutan iod dalam
uji ini menjadi indikator adanya hidrolisa pati. Hasil yang didapatkan setelah penetesan iod
pada E. coli dan B. subtilis adalah terjadi perubahan warna dari putih susu menjadi berwarna
coklat yang menunjukkan reaksi yang terjadi adalah positif. Karena

Uji selanjutnya adalah uji kemampuan E.coli dan B.subtilis dalam mereduksi nitrat menggunakan
medium nitrat. Uji reduksi nitrat bertujuan untuk mengetahui kemampuan suatu bakteri di dalam
mereduksi nitrat menjadi nitrit. Pembentukkan nitrit ditandai dengan terbentuknya warna merah
setelah ditambahkan asam sulfanilat dan α naphtylamine dan merupakan hasil reduksi nitrat.
Reaksinya adalah :

nitratase

NO3– + 2e– + 2H+ NO2– + H2O

E.coli dan B.subtilis menunjukan hasil negatif karena warna akhir yang terbentuk bukan warna
merah melainkan kuning orange atau kuning bening. Hal ini menunjukkan bahwa kedua bakteri
tersebut tidak mampu mereduksi nitrat menjadi nitrit.
Uji biokimia yang terakhir adalah uji pembentukan indol dengan menggunakan medium
hidrolisat kasein yang didalamnya terkandung asam amino Triptofan. Triptofan yang memiliki
cincin indol akan didegradasi oleh bakteri dengan bantuan eter. Setelah itu, indol yang dilepaskan
akan berikatan dengan reagen Ehrlich membentuk cincin warna merah. Terbentuknya indol
disebabkan oleh tryptophan teroksidasi oleh proses enzimatik oleh enzim tryptophanase.

Hasil yang didapat menunjukkan bahwa adanya cincin pink pada medium hidrolisa yang
ditambah dengan kafein baik pada Escherichia coli maupun Bacillus subtilis sehingga hasilnya
positif dalam uji pembenukan indol. Sesuai dengan buku Bergey`s Manual Determination of
Bacteriology yang menyebutkan bahwa kedua bakteri ini akan membentuk cincin merah yang
terbentuk karena indol teroksidasi oleh penambahan reagen erlich yang mengandung eter.

DAFTAR PUSTAKA

Breed, R.S, E.G.D., Murray, U.R., Smith, 1957, Bergey`s Manual Determination of Bacteriology,
seventh edition, The Wiliams and Wilkins Company, USA.
Choirunnisa, A. A. 2011. Uji Biokimia. http://choalialmu89.blogspot.com/ 9 April 2011.
Jutono, J. Soedarsono, S. Hartadi, S. Kabirun, S. Suhadi, D. dan Soesanto. 1980. Pedoman
Praktikum Mikrobiologi Umum. Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM.
Yogyakarta.
Lay, W. B. 1994. Analisis Mikroba di Laboratorium. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta.
Lehninger. 1995. Dasar – dasar Biokimia, Jilid I. Erlangga. Jakarta.
Murray. 1995. Biokimia Harper. EGC. Jakarta.
Oktarina, T. 2010. Pengujian Metabolisme Mikroba. http://www.try4know.co.cc/ 8 April 2011.
Pelczar. M.J dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Robert, S.B., E.G.D. Murray, L.R. dan Smith. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology.
Waverly Press Inc. USA.
Sale, A.J., 1961, Laboratory Manual on Fundamental Principle Of Bakteriology, Mac Grew Hill.
Inc, Toronto
Suriawiria, U. 1985. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Angkasa. Bandung.

Posted in Laporan Praktikum Mikrobiologi Tagged biokimia, glukosa, laju reaksi, mikroba, sukrosa, tryptopan
Leave a comment

Pengaruh Faktor Luar Terhadap


Pertumbuhan Mikrobia
Posted on February 13, 2013

Pertumbuhan mikroba pada umumnya sangat tergantung dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan,
perubahan faktor lingkungan dapat mengakibatkan perubahan sifat morfologi dan fisiologi. Hal
ini dikarenakan, mikroba selain menyediakan nutrient yang sesuai untuk kultivasinya, juga
diperlukan faktor lingkungan yang memungkinkan pertumbuhan mikroba secara optimum.
Mikroba tidak hanya bervariasi dalam persyaratan nutrisinya, tetapi menunjukkan respon yang
menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba
diperlukan suatu kombinasi nutrient serta faktor lingkungan yang sesuai (Pelczar & Chan, 1986).

Kehidupan bakteri tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, akan tetapi juga
mempengaruhi keadaan lingkungan. Bakteri dapat mengubah pH dari medium tempat ia hidup,
perubahan ini disebut perubahan secara kimia. Adapun faktor-faktor lingkungan dapat dibagi atas
faktor-faktor biotik dan faktor-faktor abiotik. Di mana, faktor-faktor biotik terdiri atas makhluk-
makhluk hidup, yaitu mencakup adanya asosiasi atau kehidupan bersama antara mikroorganisme,
dapat dalam bentuk simbiose, sinergisme, antibiose dan sintropisme. Sedangkan faktor-faktor
abiotik terdiri atas faktor fisika (misal: suhu, atmosfer gas, pH, tekanan osmotik, kelembaban,
sinar gelombang dan pengeringan) serta faktor kimia (misal: adanya senyawa toksik atau
senyawa kimia lainnya (Hadioetomo, 1993).

Salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh adalah suhu atau temperatur. Mikrobia memiliki
batas toleransi masing-masing terhadap suhu. Efek dari suhu yang ekstrim pada mikrobia adalah
enzim menjadi inaktif dan kemungkinan hal yang sama terjadi pada beberapa struktur sell
lainnya. Tetapi pada kondisi optimumnya mikrobia akan memiliki produktivitas yang optimal.
Ada 3 jenis mikrobia berdasarkan kisaran suhunya yaitu, psikrofilik dengan suhu minimum 5-
0oC, optimum 5-15oC, dan maksimum15-20oC, mikrobia mesofilik dengan suhu minimum10-
20oC, optimum 20-40oC, maksimum 40-45oC, dan mikrobia termofilik dengan suhu minimum 25-
45oC, optimim 45-60oC, maksimum 60-50oC (Moat, 1979).

Logam juga sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia. Hal ini karena logam
mempunyai daya oligodinamik yaitu daya bunuh logam pada kadar yang sangat rendah. Daya ini
timbul karena logam dapat mempresipitasikan enzim-enzim atau protein esensial dalam sel.
Logam berat yang umum dipakai adalah Hg, Ag, As, Zn, dan Cu (Dee, 2010).

Antibiotik dalah zat-zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme dan zat-zat itu dalam jumlah yang
sedikitpun mempunyai daya penghambat kegiatan mikroorganisme lain Ampicillin merupakan
suatu antibiotik beta-lactam yang sudah sering digunakan untuk mengobati infeksi oleh bakteri
sejak tahun 1961. Ampicillin termasuk ke dalam famili aminopenicillin dan bisa dianggap sama
dengan dengan amoxicillin dalam spectrum dan aktivitasnya. Termasuk ke dalam grup penicillin
dari antibiotic beta-lactam, ampicillin mampu menempel dan penetrasi pada bakteri gram-positif
dan beberapa bakteri gram-negatif. Hal ini dipengaruhi dari gugus aminonya. Gugus amino
membantu penetrasi ke dalam membrane dari bakteri. Gugus amino ini akan menghambat sintesis
peptidoglikan pada dinding sel dan akhirnya menyebabkan sel lisis (Dwidjoseputro, 1987).

Selain faktor suhu dan antibiotik, pertumbuhan mikrobia juga sangat dipengaruhi oleh senyawa
kimia. Beberapa senyawa kimia dapat menghambat pertumbuhan mikrobia. Senyawa kimia yang
dapat penghambat pertumbuhan bakteri atau mikrobia disebut desinfektan. Hambatan yang
ditimbulkan oleh desinfektan adalah menyebabkan presipitasi protein sel, koagulasi protein sel
dan oksidasi senyawa-senyawa penyusun protoplasma dan beberapa zat lain. Desinfektan dapat
berupa deterjen, alkali, alkohol, aldehid, asam, fenol dan kresol, klorin arsenik, sulfonamide, cat,
dan iodin (Pelczar and Chan, 1986).

Desinfektan adalah bahan kimia yang dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan
mikroorganisme. Faktor utama yang menentukan bagaimana desinfektan bekerja adalah kadar
dan suhu desinfektan, waktu yang diberikan kepada desinfektan untuk bekerja, jumlah dan tipe
mikroorganisme yang ada, dan keadaan bahan yang didesinfeksi. Jadi terlihat sejumlah faktor
harus diperhatikan untuk melaksanakan tugas sebaik mungkin dalam perangkat suasana yang ada.
Desinfeksi adalah proses penting dalam pengendalian penyakit, karena tujuannya adalah
perusakan agen – agen patogen. Berbagai istilah digunakan sehubungan dengan agen – agen
kimia sesuai dengan kerjanya atau organisme khas yang terkena. Mekanisme kerja desinfektan
mungkin beraneka dari satu desinfektan ke yang lain. Akibatnya mungkin disebabkan oleh
kerusakan pada membran sel atau oleh tindakan pada protein sel atau pada gen yang khas yang
berakibat kematian atau mutasi (Volk dan Wheeler, 1993).

Beberapa jenis disinfektan yang sering diujikan adalah HgCl2, merkurokrom, dan alkohol 70%.
HgCl2 dan merkurocrom terionisasi dalam air menghasilkan Hg++. Ion ini mempunyai sifat
racun, iritasi pada jaringan, korosi pada logam sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan
terhambat karena menyebabkan presipitasi protein. Hal ini disebabkan karena Hg2+ akan
berikatan dengan enzim sulfihidril. Saat berikatan dengan Hg2+, enzim ini akan bersifat inaktif
sedangkan enzim ini berperan dalam proses metabolisme mikrobia. Sehingga proses metabolisme
menjadi terganggu dan pertumbuhan mikrobia menjadi terhambat bahkan mati (Dee, 2010).

Tabel 1. Hasil Pengaruh Suhu

Bakteri 5oC 25 oC 35oC 55oC


Eschericia coli ++ +++ ++++ –
Bacillus subtilis + +++ ++++ –

Ket + : sedikit ; ++ : sedang ; +++ : banyak ; ++++ : pertumbuhan sangat lebat

Tabel 2. Hasil Pengaruh Antibiotik (ampicilin)

Bakteri Diameter zona hambat Luas zona hambat Parameter zona hambat
Eschericia coli 1,9 1,5 0,02%
Bacillus subtilis 1,2 0,243 –

Ket : di sekitar antibiotiknya masih tumbuh sedikit mikrobia

Tabel 3. Hasil Pengaruh Logam Cu

Bakteri Diameter zona hambat Luas zona hambat Parameter zona hambat
Eschericia coli 1,13 3,5 0,017%
Bacillus subtilis 2,1 3,462 5,445%

Tabel 4. Hasil Pengaruh Desinfektan (HgCl)

Bakteri Diameter zona hambat Luas zona hambat Parameter zona hambat
Eschericia coli 2,3 2,09 0,033%
Bacillus subtilis 9 63,585 100%

Tabel 5. Hasil Pengaruh Desinfektan (HNO3)

Bakteri Diameter zona hambat Luas zona hambat Parameter zona hambat
Eschericia coli 2,6 2,5 0,049%
Bacillus subtilis 9 63,585 100%

Tabel 6. Hasil Pengaruh Desinfektan (Merkurokrom)


Bakteri Diameter zona hambat Luas zona hambat Parameter zona hambat
Eschericia coli 3 4,15 0,06%
Bacillus subtilis 9 63,585 100%

Tabel 7. Hasil Pengaruh Desinfektan (Iodin)

Bakteri Diameter zona hambat Luas zona hambat Parameter zona hambat
Eschericia coli 1,6 0,63 0,01%
Bacillus subtilis 9 63,585 100%

Tabel 8. Hasil Pengaruh Desinfektan (Alkohol)

Bakteri Diameter zona hambat Luas zona hambat Parameter zona hambat
Eschericia coli – – –
Bacillus subtilis 9 63,585 100%

Pada praktikum ini dilakukan pengamatan pengaruh faktor luar terhadap pertumbuhan
bakteri Eschericia coli dan Bacillius subtillis. Faktor luar yang pertama adalah suhu. Pada
temperatur 5ºC E. coli tumbuh sedang (++) sedangkan B. subtillis tumbuh hanya sedikit saja (+).
Hal ini berarti suhu ini masih dalam kisaran hidup E. coli dan B. subtillis karena masih dapat
melakukan aktivitas dan kedua bakteri ini termasuk jenis bakteri psikrofilik. Pada suhu 25 oC
pertumbuhan kedua bakteri ini tumbuh dengan subur / banyak (+++), maka kedua bakteri ini
termasuk dalam bakteri mesofilik karena temperaturnya berada pada suhu diantara 20-45oC. Pada
suhu 35oC, kedua bakteri ini tumbuh dengan sangat lebat (++++) dan masih termasuk jenis
bakteri mesofilik. Pada suhu 55oC, tidak ada pertumbuhan pada E. coli dan B. subtillis karena
kedua bakteri ini tidak dapat hidup pada suhu yang lebih dari suhu optimumnya. Pada suhu paling
tinggi aktivitas metabolisme akan meningkat dengan drastis sehingga dapat menyebabkan
denaturasi karena proses enzim yang berlebihan sedangkan pada suhu paling rendah metabolisme
akan terhambat karena enzim akan menjadi inaktif.

Antibiotik merupakan substansi kimia yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme
(bakteri, fungi, aktinomisetes), mampu menekan pertumbuhan mikroba lain dan mungkin
mematikan mikroba. Ampicilin merupakan penisilin semisintetis ketiga, yang efektif terhadap
banyak bakteri gram negatif contohnya Escherichia coli disamping spesies-spesies gram positif
seperti Bacillus subtilis. Ampicilin yang punya bersifat sangat bakterisidal dan tidak beracun,
tetapi tidak terhadap penisilinase, serta tidak stabil pada pH asam. Pengaruh antibiotik ampicillin
pada percobaan ini didapat daya hambat pada bakteri E. coli 0,02% sedangkan pada B.
subtilis tidak dihasilkan daya hambat. Antibiotik akan menghambat kerja enzim pada bakteri,
sehingga metabolisme bakteri terhenti dan bakteri mati. Dari hasil percobaan dapat dilihat bahwa
ampisilin tidak begitu efektif untuk menghambat pertumbuhan bakeri E. coli dan B. subtilis.

Daya oligodinamik adalah daya bunuh logam dalam kadar yang terendah terhadap mikrobia. .
Pada percoban ini hasil perhitungan daya hambat logam terhadap E. coli adalah 0,017% dan B.
subtilis daya hambatnya 5,445%. Daya oligodinamik Cu terhadap B.subtilis lebih besar dibanding
alumunium terhadapE. coli. Hal ini berarti E. coli memiliki ketahanan yang lebih tinggi terhadap
logam dibandingkan dengan B.subtilis. Jumlah logam Cu yang diperlukan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri ini sangat kecil jumlahnya. Dalam satu keping logam, yang efisien untuk
daya penghambatan pertumbuhan bakteri hanya bagian pinggirnya saja, sedang bagian tengah
tidak. Mekanisme kerja daya oligodinamik yaitu menghambat kerja enzim-enzim dengan gugus
sulfidril dan mendenaturasikan protein. Bakteri mati karena sel tidak dapat melangsungkan proses
metabolisme secara biokimiawi karena tidak ada protein yang dapat bekerja dengan baik sesuai
fungsinya serta enzim-enzim terhambat kerjanya.

Desinfektan merupakan bahan kimia yang menyebabkan desinfeksi, yaitu proses untuk
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme terutama yang bersifat patogen.
Desinfektan membunuh bakteri dengan tidak merusaknya sama sekali, tetapi zat-zat kimia seperti
basa dan asam organik menyebabkan hancurnya bakteri. Daya hambat desinfektan diketahui
dengan membandingkan luas zona penghambatan dengan luas petridish. Semakin luas zona
hambat, maka desinfektan semakin baik. Pengaruh desinfektan terhadap pertumbuhan bakteri
dapat dilihat dengan menghitung luas zona hambat dan % penghambat yang terbentuk setelah
cawan petri diinkubasikan.

Desinfektan yang diujikan pada praktikum ini adalah HgCl2, HNO3, merkurokrom, iodin dan
alkohol 70%. HgCl2 bekerja sebagai desinfektan dengan cara mendenaturasikan protein dan
menghambat kerja enzim-enzim yang memiliki gugus sulfidril. Dari hasil percobaan pada E. coli,
didapat diameter zona hambat 2,3 cm, luas zona hambatnya 3,5 cm2, dan % penghambatnya
sebesar 0,033 %. Pada bakteri B. subtilis didapat diameter zona hambat 9 cm, luas zona
jernihnya 63,585 cm2, dan % penghambatnya sebesar 100 %. Hasil membuktikan bahwa
desinfektan HgCl2 lebih efektif untuk membunuh bakteri B. subtilisdaripada E. coli.

Pada penggunaan larutan HNO3, diameter zona hambat E. coli adalah 2,6 cm dengan luas zona
hambat 2,5 cm2 dan % zona hambat 0,49 %. Sedangkan pada B. subtilis didapat diameter zona
hambat 9 cm, luas zona jernihnya 63,585 cm2, dan % penghambatnya sebesar 100 %. Hal ini
menunjukkan bahwa HNO3 lebih efektif membunuh B. subtilis daripada E. coli.

Merkurokrom adalah salah satu bahan kimia yang terdapat di dalam betadine dan merupakan
senyawa kimia derivat dari HgCl2 dan memiliki mekanisme yang sama dengan HgCl2dalam
membunuh bakteri. Dari hasil percobaan pada E. coli, didapat diameter zona hambat 3 cm, luas
zona hambatnya 4,15 cm2, dan % penghambatnya sebesar 0,06 %. Pada bakteri B. subtilis didapat
diameter zona hambat 9 cm, luas zona jernihnya 63,585 cm2, dan % penghambatnya sebesar 100
%. Hasil membuktikan bahwa desinfektan merkurokrom juga lebih efektif untuk membunuh
bakteri B. subtilis daripada E. coli.

Iodin merupakan desinfektan yang dapat berfungsi sebagai antiseptik terhadap jamur dan spora
dan untuk mendesinfeksi. Dari hasil percobaan pada E. coli, didapat diameter zona hambat 1,6
cm, luas zona hambatnya 0,063 cm2, dan % penghambatnya sebesar 0,01 %. Pada bakteri B.
subtilis didapat diameter zona hambat 9 cm, luas zona jernihnya 63,585 cm2, dan %
penghambatnya sebesar 100 %. Hasil membuktikan bahwa desinfektan iodin juga lebih efektif
untuk membunuh bakteri B. subtilis daripada E. coli.

Alkohol merupakan senyawa dehidrant sehingga saat bakteri diberi alkohol, air didalam sel akan
tertarik keluar. Hal ini akan menimbulkan tekanan osmotik yang berbeda dari lingkungan luar
sehingga sel akan menjadi lisis. Alkohol menghambat atau membunuh mikroorganisme dengan
cara mendenaturasi protein pada membran proteinnya. Kemampuan alkohol mendenaturasi
protein terjadi karena alkohol dapat memutus ikatan hidrogen antar gugus hidroksil. Pelipatan-
pelipatan denaturasi protein menyebabkan enzim-enzim dan protein fungsional tidak dapat
bekerja, sehingga metabolisme tidak terjadi dan bakteri mati. Dari hasil percobaan pada E. coli,
tidak terjadi desinfeksi pada bakteri sedangkan pada bakteri B. subtilis didapat diameter zona
hambat 9 cm, luas zona jernihnya 63,585 cm2, dan % penghambatnya sebesar 100 %. Hasil
membuktikan bahwa desinfektan alkohol juga lebih efektif untuk membunuh bakteri B.
subtilisdaripada E. coli.

Pada percobaan di atas, pada bakteri E. coli jumlah masing-masing desinfektannya di ambil
sebanyak 30 µl sedangkan pada B. subtilis sebanyak 50 µl. Perbedaan jumlah zona hambat ini
mempengaruhi jumlah terjadinya desinfeksi. Semakin banyak zona hambat, jumlah desinfeksi
akan semakin besar begitupun sebaliknya. B. subtilis menghasilkan jumlah desinfeksi yang lebih
besar daripada E. coli sehingga dari hasil di atas kelima desinfektan tersebut lebih efektif
membunuh B. subtilis. Deksinfektan yang mempunyai daya bunuh paling besar adalah
merkurokrom dan paling kecil adalah alkohol.

DAFTAR PUSTAKA

Dee. 2010. Pengaruh Faktor Luar. http://deethebiokidz.blogspot.com/ 2 April 2011.


Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambaran. Jakarta.
Hadioetomo, R.S. 1993. Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium Mikrobiologi. Gramedia.
Jakarta.
Moat, A.G. 1979. Microbial Physiology. John Wiley & Sons, Inc. Canada.
Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI-Press. Jakarta.
Volk, A.W dan Wheeler, M.F. 1993. Mikrobiologi Dasar jilid 1. Erlangga. Jakarta.

Posted in Laporan Praktikum Mikrobiologi Leave a comment

Perhitungan Jumlah Bakteri


Posted on February 13, 2013

Bakteri dapat ditemukan di mana-mana, seperti di rongga mulut, sela-sela gigi, tanah, sisa-sisa
makanan yang sudah basi dan untuk memperolehnya, biasanya dibiakkan di dalam cawan petri
yang berisi nutrisi atau medium. Koloni yang tumbuh pada media agar dapat dilihat secara visual
dan dihitung. Secara kuantitatif koloni bakteri dapat dihitung dengan cara menghitung
populasinya secara umum atau dengan kata lain menghitung seluruh sel bakteri yang ada dalam
media termasuk sel yang mati, dan menghitung sel bakteri hidup dengan menggunakan teori
pendekatan (dizzideepinsohard, 2008).

Menurut Jutono, dkk (1980) ada 2 cara perhitungan jumlah mikrobia yaitu perhitungan secara
langsung (direct method) dan secara tidak lengsung (indirect method).

1. Perhitungan secara langsung

Perhitungan jumlah mikrobia secara langsung, dipakai untuk menentukan jumlah mikrobia
keseluruhan baik yang mati maupun yang hidup. Ada beberapa cara perhitungan antara lain:

1. Menggunakan cara pengecatan dan pengamatan mikrospis

Pada cara ini mula-mula dibuat preparat mikroskopik pada gelas benda, suspensi bahan atau
biakan mikrobia yang telah diketahui vulumenya diratakan di atas gelas benda pada suatu luas
tertentu setelah itu preparat dicat dan dihitung jumlah rata-rata sel tiap petak atau tiap bidang
pemandangan mikroskop. Luas bidang pemandangan mikroskop dihitung dengan mengukur garis
tengahnya. Jadi jumlah mikrobia yang terdapat pada gelas benda seluruhnya dapat dihitung,
sehingga dapat diperoleh jumlah mikrobia tiap cc bahan atau cairan yang diperiksa (Jutono dkk,
1980).
1. Menggunakan filter membrane (miliphore filter)

Suspensi bahan mula-mula disaring sejumlah volume tertentu kemudian disaring dengan filter
membrane yang telah disterilkan terlebih dahulu. Dengan menghitung jumlah sel rata-rata tiap
kesatuan luas pada filter membran dapat dihitung jumlah sel dari volume suspensi yang disaring
(Jutono dkk, 1980).

1. Menggunakan counting chamber

Perhitungan ini dapat menggunakan haemacytometer, Petroff-Hausser Bacteria Counter, dan alat-
alat lainnya yang sejenis. Dasar perhitungannya ialah dengan menempatkan 1 tetes suspensi
bahan atau biakan mikrobia pada alat tersebut, ditutup dengan gelas penutup kemudian diamati
dengan mikroskop dengan perbesaran sesuai besar kecilnya mikrobia. Dengan menentukan
jumlah sel rata-rata tiap petak (ruangan) yang telah diketahui volumenya dan alat tersebut dapat
ditentukan jumlah sel mikrobia tiap cc (Jutono dkk, 1980). Perhitungan jumlah organisme
uniseluler dalam suspensi dapat ditentukan secara mikroskopik dengan menghitung individu sel
dalam volume yangs angat kecil secara akurat. Seperti perhitungan yang biasanya dilakukan
dengan mikroskop khusus (slide) yang dikenal dengan “counting chamber”. Counting chamber
terdiri dari kotak-kotak teratur yang telah diketahui areanya, yang disusun dari liquid film dimana
telah diketahui kedalamannya dan dapat dibedakan antara slide dan cover slip. Akibatnya volume
dari cairan yang dituangkan tiap kotak dengan pasti volumenya dapat diketahui. Seperti
perhitungan langsung yang dikenal dengan “total cell count” merupakan perhitungan yang
meliputi sel hidup dan sel yang tidak hidup, sejak ini pada kasus bacteria yang tidak dibedakan
dengan pengamatan mikroskopik (Stainer, 1986).

2. Perhitungan secara tidak langsung

Perhitungan mikrobia secara tidak langsung, dipakai untuk menentukan jumlah mikrobia
keseluruhan baik yang mati maupun yang hidup atau hanya menentukan jumlah mikrobia yang
hidup saja. Untuk menentukan jumlah mikrobia yang hidup dapat dilakukan setelah
suspensi bahan atau biakan mikrobia diencerkan beberapa kali dan ditumbuhkan dalam medium
dengan cara tertentu tergantung dari macamnya bahan dan sifat mikrobianya (Jutono dkk, 1991).

Ada beberapa cara perhitungan antara lain:

1. Menggunakan sentrifuge

Caranya ialah 10 cc biakan cair mikrobia disentrifuge dengan menggunakan sentrifuge yang biasa
digunakan untuk menentukan jumlah butir-butir darah. Kecapatan dan waktu sentrifugasi harus
diperhatikan. Setelah ditentukan volume mikrobia keseluruhan maka dapat dipakai untuk
menentukan jumlah sel-sel mikrobia tiap cc, yaitu dengan membagi volume mikrobia
keseluruhan dengan volume rata-rata tiap sel mikrobia (Suriawiria, 1985).

1. Berdasarkan kekeruhan

Dasar penentuan cara ini ialah jika seberkas sinar dilakukan pada suatu suspensi mikrobia maka
makin pekat (keruh) suspensi tersebut, makin besar intensitas sinar yang diabsorbsi sehingga
intensitas sinar yang diteruskan makin kecil (Jutono dkk, 1980). Untuk perhitungan jumlah
bakteri berdasarkan kekeruhan digunakan alat-alat seperti photoelectric turbidimeter
electrophotometer, spectrophotometer, nephelometer, dan alat-alat lain yang sejenis. Alat-alat ini
menggunakan sinar monokromatik dengan panjang gelombang tertentu (Dwijoseputro, 1990).
1. Menggunakan perhitungan elektronik (electronic counter)

Alat ini dapat untuk menentukan beribu-ribu sel tiap detik secaa tepat. Prinsip kerjanya alat ini
adanya gangguan-gangguan pada aliran ion-ion yang bergerak diantara 2 elektroda. Penyumbatan
sementara oleh sel mikrobia pada pori sekat yang terdapat diantara kedua elektroda sehingga
terputusnya aliran listrik. Jumlah pemutusan aliran tiap satuan waktu dihubungkan dengan
kecepatan aliran cairan yang mengandung mikrobia adalah ukuran jumlah mikrobia dalam cairan
tersebut.

1. Berdasarkan analisa kimia

Cara ini didasarkan atas hasil analisa kimia sel-sel mikrobia. Makin banyak sel-sel mikrobia,
makin besar hasil analisa kimianya secara kuantitatif.

1. Berdasarkan berat kering

Terutama digunakan untuk penentuan jumlah jamur benang, misalnya dalam industri
mikrobiologi. Kenaikkan berat kering suatu mikrobia diiringi dengan kenaikkan sintesa dan
volume sel-sel dapat menentukan jumlah mikrobia

1. Menggunakan cara pengenceran

Cara ini dipakai untuk menentukan jumlah mikrobia yang hidup saja. Dasar perhitungannya ialah
mengencerkan sejumlah volume tertentu suatu suspensi bahan atau biakan mikrobia secara
bertingkat.

1. Menggunakan cara Most Probable Number (MPN)

Metode ini dilakukan pengenceran dengan beberapa kali ulangan, secara matematik hasilnya
dapat untuk menentukan kemungkinan besar jumlah mikrobia yang terdapat dalam suspense.

1. Berdasarkan jumlah koloni (Plate count)

Cara ini yang paling umum digunakan untuk perhitungan jumlah mikrobia. Dasarnya ialah
membuat suatu seri pengenceran bahan dengan kelipatan 10 (Jutono dkk, 1980).

Menurut Jutono (1980), tidak semua jumlah bakteri dapat dihitung. Ada beberapa syarat
perhitungan yang harus dipenuhi, yaitu :

1. Jumlah koloni tiap petridish antara 30-300 koloni, jika memang tidak ada yang memenuhi
syarat dipilih yang jumlahnya mendekati 300.
2. Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas petridish, koloni tersebut
dikenal sebagai spreader.
3. Perbandingan jumlah bakteri dari hasil pengenceran yang bertururt-turut antara
pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran sebelumnya, jika sama atau lebih kecil
dari 2 hasilnya dirata-rata, tetapi jika lebih besar dari 2 yang dipakai jumlah mikrobia dari
hasil pengenceran sebelumnya.
4. Jika dengan ulangan setelah memenuhi syarat hasilnya dirata-rata.

Dalam perhitungan jumlah mikroorganisme ini seringkali digunakan pengenceran. Pada


pengenceran dengan menggunakan botol cairan terlebih dahulu dikocok dengan baik sehingga
kelompok sel dapat terpisah. Pengenceran sel dapat membantu untuk memperoleh perhitungan
jumlah mikroorganisme yang benar. Namun pengenceran yang terlalu tinggi akan menghasilkan
lempengan agar dengan jumlah koloni yang umumnya relatif rendah (Hadioetomo, 1990).

Pengenceran dilakukan agar setelah inkubasi, koloni yang terbentuk pada cawan tersebut dalam
jumlah yang dapat dihitung. Dimana jumlah terbaik adalah antara 30 sampai 300 sel mikrobia per
ml, per gr, atau per cm permukaan (Fardiaz, 1992). Prinsip pengenceran adalah menurunkan
jumlah sehingga semakin banyak jumlah pengenceran yang dilakukan, makin sedikit sedikit
jumlah mikrobia, dimana suatu saat didapat hanya satu mikrobia pada satu tabung. Inkubasi
dilakukan selama 2 x 24 jam karena jumlah mikrobia maksimal yang dapat dihitung, optimal
setelah masa tersebut yaitu akhir inkubasi. Selama masa inkubasi, sel yang masih hidup akan
membentuk koloni yang dapat dilihat langsung oleh mata (Waluyo, 2004).

Tabel 1. Hasil Perhitungan Bakteri secara Langsung

Suspensi bakteri Faktor pengenceran Jumlah bakteri


Tanah 10-4
4,25 x 109
Susu 10-3 9,95 x 1011

Tabel 2. Perhitungan Jumlah Bakteri Tanah secara Tidak Langsung

Koloni bakteri Jumlah


Pengenceran A B Rata-rata bakteri Keterangan
10-3 Spreader Spreader – –
Warna : kuning, putih
Bentuk koloni : irreguler,
10-4 36 Spreader 36 x 10-4 36 x 104 sirkuler, curled, toruloid
Warna : putih susu
Bentuk koloni : sirkuler, rhizoid,
10-5 5 66 66 x 10-5 amoeboid, irreguler
Warna : krem
10-6 80 ˃ 300 80 x 10-6 Bentuk koloid : sirkuler

Tabel 3. Perhitungan Jumlah Bakteri Susu secara Tidak Langsung

Koloni bakteri Jumlah


Pengenceran A B Rata-rata bakteri Keterangan
Warna : putih susu & krem
Bentuk koloni : rhizoid,
10-3 56 Spreader 56 x 10-3 56 x 103 irreguler, myceloid
Warna : putih susu
10-4 76 Spreader 76 x 10-4 Bentuk koloni : sirkulair
Warna : putih susu
10-5 11 Spreader – Bentuk koloni : circular
Warna : krem
Bentuk koloid : circular &
10-6 107 10 107 x 10-6 rhizoid

Perhitungan jumlah bakteri secara langsung digunakan rumus jumlah rata-rata bakteri dihitung
dengan hand counter atau koloni counter, angka 25 diperoleh dari banyaknya petak dalam
hemositometer yakni perkalian antara panjang dan lebarnya 5 x 5, sedangkan untuk faktor
pengenceran adalah merupakan pengenceran yang digunakan saat percobaan. Pada perhitungan
bakteri secara langsung menggunakan pengenceran bakteri 10-3 untuk bakteri susu atau 10-4untuk
bakteri tanah karena dalam pengenceran tersebut bakteri yang ada dalam medium dapat dihitung,
populasinya tidak padat dan juga tidak sedikit. Populasi bakteri yang padat dapat mempersulit
perhitungan karena bakteri yang ada tumpang tindih dan polulasi yang sedikit kurang mewakili
jumlah bakteri yang ada secara keseluruhan. Jadi pengenceran tersebut antara suspensi yang
diambil dari pengenceran terdahulu untuk diencerkan kembali, jumlah bakteri yang ada lebih
memencar satu sama lain dan mudah dihitung. Bakteri susu dengan pengenceran 10-3 setelah
penghitungan didapat hasil 9,95 x 1011 mm3 dan untuk bakteri tanah dengan pengenceran 10-
4
dengan penghitungan didapat hasil 4,25 x 109 mm3.

Perhitungan jumlah bakteri secara langsung memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihannya,
adalah waktunya yang digunakan singkat, penghitungannya lebih mudah, tidak membutuhkan
bahan yang banyak. Sedangkan kekurangannya adalah tidak dapat membedakan sel hidup dan
mati dan sel yang berukuran kecil sulit dilihat dengan mikroskop.

Perhitungan jumlah bakteri secara tidak langsung dilakukan dengan metode plate count, yakni
hanya sel yang hidup yang dihitung dalam metode ini. Prinsipnya yaitu pengenceran dalam tiap
konsentrasi diinokulasikan dalam medium agar dipetri dengan cara spread. Perhitungan jumlah
bakteri ini digunakan pengenceran 10-3,10-4,10-5,10-6 lalu dibandingkan jumlah koloni dari tiap
konsentrasi pengenceran sehingga dengan mengikuti perhitungan dan persyaratan plate count
akan didapatkan jumlah bakteri yang ada. Beberapa syarat perhitungan dengan menggunakan
metode ini adalah :

1. Tidak ada spreader.


2. Jumlah koloni mulai dari 30-300.
3. Perbandingan jumlah bakteri antara pengenceran yang lebih besar dengan pengenceran
yang lebih kecil :
1. Jika ≤ 2, hasil perhitungan dirata-rata.
2. Jika ˃ 2, dipakai hasil pengenceran yang sebelumnya.

Dari hasil perhitungan jumlah bakteri tanah secara tidak langsung, didapatkan bahwa pada
pengenceran 10-3 koloni bakteri A dan koloni B mengalami spreader. Pada pengenceran 10-
4
koloni A berjumlah 36 sedangkan koloni B spreader sehingga diperoleh jumlah bakteri
sebanyak 36 x 104 dengan berwarna putih dan bentuk koloni irreguler, sirkuler, curled, dan
toruloid. Pada pengenceran 10-5koloni A berjumlah 5 dan koloni B berjumlah 66 koloni yang
berwarna putih susu dan berbentuk sirkuler, rhizoid, amoeboid, irreguler. Pada pengenceran 10-
6
koloni A berjumlah 80 dan koloni B berjumlah ˃ 300 yang berwarna krem dan berbentuk
sirkuler. Pada perhitungan jumlah bakteri susu secara tidak langsung, didapatkan bahwa pada
pengenceran 10-3 koloni bakteri A berjumlah 56 sedangkan bakteri koloni B mengalami spreader
tetapi diperoleh jumlah bakteri sebanyak 56 x 103 dengan warna koloni putih susu dan krem dan
berbentuk rhizoid, irreguler dan myceloid. Pada pengenceran 10-4 pada petridish didapat jumlah
koloni bakteri A sebanyak 76 sedangkan koloni B mengalami spreader yang berwarna putih susu
dan berbentuk circulair. Pada pengenceran 10-5 koloni A berjumlah 11 dan koloni B mengalami
spreader dengan warna putih susu berbentuk circular. Pada koloni A jumlah koloni sebanyak 107
dan koloni B berjumlah 10 yang berwarna krem dan berbentuk circular dan rhizoid.

Perhitungan jumlah bakteri secara tidak langsung memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihannya adalah dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi bakteri, bakteri yang dihitung
adalah bakteri yang hidup. Sedangkan kekurangannya adalah perhitungannya kurang akurat
karena ada kemungkinan beberapa sel bertumpuk, ada kemungkinan terjadi spreader, waktu yang
dibutuhkan cukup lama, bahan yang digunakan relatif banyak.
Pada percobaan ini spreader terjadi karena pengenceran suspensi tanah yang kurang encer
sehingga bakteri yang terikut masih sangat banyak sehingga tidak bisa dihitung dan harus
diencerkan lagi. Selain faktor pengenceran, kualitas dari bahan juga dapat menyebabkan spreader,
kualitas bahan yang jelek dapat menyebabkan banyaknya mikrobia yang ada sehingga karena
faktor pengencerannya kurang bakteri yang diinokulasikan ke dalam petridish menjadi bertumpuk
sehingga tidak dapat dihitung jumlahnya dan mengalami spreader.

Perhitungan jumlah bakteri secara langsung maupun secara tidak langsung dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yakni :

1. Faktor pengenceran, semakin tinggi pengenceran suatu suspensi maka akan semakin
sedikit jumlah bakteri yang dikandung atau tidak ada sama sekali
2. Temperatur dan pH, berkaitan dengan pertumbuhan bakteri pada suhu dan pH optimum
3. Komposisi medium, medium yang digunakan untuk penanaman harus sesuai dengan
bakteri yang akan dihitung
4. Segi teknis yaitu Alat yang digunakan dan tingkat ketelitian dalam penghitungan.

DAFTAR PUSTAKA

Dizzideepinsohard. 2008. Laporan Praktikum Mikrobiologi


Farmasi. http://anitamanulang.blog.com/laporan-praktikum-mikrobiologi-farmasi.html/ 27 Maret
2011.
Dwidjoseputro, D. 1990. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Jakarta
Fardiaz, S. 1992. Mikirobiologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Jutono, J., Soedarsono, S., Hartadi, S., Kabirun, S., Suhadi, D., Soesanto. 1980. Pedoman
Praktikum Mikrobiologi Umum. Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Hadioetomo, R. 1990. Mikrobiologi Dasar-Dasar Dalam Praktek. Gramedia. Jakarta.
Stainer, R.Y. 1986. The Microbial World. Prentice Hall. Englewood Cliffs. New Jersey.
Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Penerbit Angkasa. Bandung.
Waluyo, L. 2004. Mikrobiologi Umum. UMM Press. Malang.

Posted in Laporan Praktikum Mikrobiologi 4 Comments

Morfologi Koloni Bakteri


Posted on February 13, 2013

Populasi bakteri tumbuh sangat cepat ketika mereka disertakan dengan gizi dan kondisi
lingkungan yang memungkinkan mereka untuk berkembang. Melalui pertumbuhan ini, berbagai
jenis bakteri kadang-kadang akan menghasilkan koloni yang khas dalam penampilan. Beberapa
koloni mungkin akan berwarna, ada yang berbentuk lingkaran, sementara yang lain tidak teratur.
Karakteristik koloni (bentuk, ukuran, warna, dll) yang diistilahkan sebagai “koloni morfologi”.
Morfologi koloni adalah cara para ilmuwan dapat mengidentifikasi bakteri. Morfologi koloni
dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu :

1. Shape : Bentuk
2. Edge : Tepi;pinggir
3. Elevation : Ketinggian
4. Size : Ukuran
5. Surface : Permukaan
6. Consistency : Kekentalan ; kepadatan
7. Odor : Bau
8. Opacity : Transparansi
9. Chromogenesis : Pigmentasi

(Anonim, 2008).

Ada empat cara yang dilakukan untuk mengetahui hasil dari identifikasi morfologi koloni bakteri
yaitu sebagai berikut.

1. Metode piringan goresan dan metode piringan tuangan

Untuk memelihara bakteri dalam lempengan (di dalam petridish) sampel bakteri diambil dengan
ujung kawat yang bengkok. Ujung yang bengkok ini kemudiaan digesekkan dengan gerakan ke
kanan dan ke kiri sampai meliputi seluruh permukaan agar-agar. Dengan demikian akan diperoleh
koloni-koloni yang mengggerombol dan koloni-koloni yang memencil. Yang terakhir inilah yang
menunjukkan sifat-sifat yang harus diperhatikan. Sifat-sifat koloni pada agar-agar lempengan
mengenai bentuk, permukaan, dan tepi. Bentuk koloni dilukiskan sebagai titik,-titik, bulat,
berbenang, tak teratur, serupa akar, serupa kumparan. Permukaan koloni dapat datar, timbul
mendatar, timbul melengkung, timbul mencembung, timbul membukit, timbul berkawah. Tepi
koloni ada yang utuh, adad yang berombak, ada yang berbelah-belah, ada yang bergerig, ada
yang berbenang-benang, ada yang keriting ( Dwidjoeputro, 1987).

1. Metode tusukan agar tegak

Metode ini dapat diperoleh dengan menusukkan ujung kawat yang membawakan bakteri, lurus ke
dalam medium melalui tengah-tangah medium. Bakteri yang aerob akan tampak tumbuh dekat
permukaan medium. Sifat-sifat koloni tusukan dalam gelatin. Ada bakteri yang dapat
mengencerkan gelatin, ada juga bakteri yang tidak mampu mengencerkan gelatin. Bentuk koloni
serupa pedang, tasbih, bertonjol-tonjol, berjonjot, serupa batang, serupa kawah, mangkuk,
corong, pundit-pundi (Jutono, 1980). Koloni juga dibedakan berdasarkan moril tidaknya. Bakteri
dikatakan motil apabila bakteri menyebar ke sekitar tusukan, sedangkan bakteri dikatakan
nonmotil bila pertumbuhannya hanya pada bekas tusukan (Indra, 2009).

1. Metode agar miring goresan

Untuk membuat piaraan disitu maka ujung kawat yang berisi bakteri digesekkan satu kali dari
ujung bawah ke ujung atas sehingga garis itu merupakan diameter memanjang dari permukaan
medium. Sifat khusus pada agar miring berkisar pada bentuk dan tepi koloni, dan sifat-sifat itu
dinyatakan dengan kata-kata seperti : berupa pedang, serupa duri, serupa tasbih, titik-titik, batang,
dan akar ( Dwidjoeputro, 1987).

1. Metode medium cair

Inolukasi juga dapat dilakukan degan metode adukan. Bakteri yang digunakan untuk membuaat
piaaraaan adukan dapat diperoleh dari piaraan dalam medium cair, atau dari suatu koloni pada
medium padat. Biakan diambil dengan kawat ose kemudian diadukkan dalam medium cair
tersebut. Sifat koloni yang kelihatan akan berbeda-beda. Permukaan medium ini dapat
memprlihatkan adanya serabut, cincin, langit-langit, atau selaput ( Dwidjoeputro, 1987).

Menurut Pradhika (2008), koloni bakteri memiliki ciri-ciri yang berbeda, tergantung jenisnya dan
mediumnya. Ciri-ciri tersebut adalah :

1. Pertumbuhan pada petridish


1. Ukuran; pinpoint/punctiform (titik)

– Small (kecil)

– Moderate (sedang)

– Large (besar)

b. Pigmentasi : mikroorganisme kromogenik sering memproduksi pigmen intraseluler,


beberapa jenis lain memproduksi pigmen ekstraseluler yang dapat terlarut dalam media

c. Karakteristik optik : diamati berdasarkan jumlah cahaya yang melewati koloni.

– Opaque (tidak dapat ditembus cahaya)

– Translucent (dapat ditembus cahaya sebagian)

– Transparant (bening)

d. Bentuk :

– Circular

– Irregular

– Spindle

– Filamentous

– Rhizoid

e. Elevasi :

– Flat

– Raised

– Convex

– Umbonate

f. Permukaan :

– Halus mengkilap

– Kasar

– Berkerut

– Kering seperti bubuk


g. Margins :

– Entire

– Lobate

– Undulate

– Serrate

– Felamentous

– Curled

2. Pertumbuhan pada Agar Miring

Ciri-ciri koloni diperoleh dengan menggoreskan jarum inokulum tegak dan lurus pada medium.
Ciri koloni berdasarkan bentuk adalah :

3. Pertumbuhan pada Agar Tegak

Cara penanaman adalah dengan menusukkan jarum inokulum needle ke dalam media agar tegak.

1. Ciri-ciri koloni berdasar bentuk :

2. Ciri koloni berdasar kebutuhan O2 :

4. Pertumbuhan pada Media Cair

Pola pertumbuhan berdasarkan kebutuhan O2

Bakteri
Medium Gambar Parameter E. coli B. subtilis
Pertumbuhan Sepanjang tusukan Menyebar
Agar tegak Bentuk Echinulate Rhizoid
Tipis, merata tanpa
Pertumbuhan Sedikit, membentuk koloni koloni
Elevasi Law convex Law convex
Warna Krem Krem
Bau Tidak berbau Tidak berbau
Agar miring Bentuk Spreading Echinulate
Di bawah medium dan Di bawah medium tapi
Endapan banyak sedikit
Bentuk Tidak bergranula bergranula
Bau Berbau Tidak berbau
Cair Warna Sedikit keruh Sedikit keruh
Pertumbuhan Merata Merata
Elevasi Law convex Law convex
Agar petridis Tepian Entire Ciliate
Bentuk koloni Circulair Filamentous
Permukaan Licin Licin

Pengamatan mofologi bakteri pada percobaan ini menggunakan medium yang berbeda dangan
cara inokulasi yang berbeda pula sehingga didapat morfologi koloni yang berbeda. Medium yang
digunakan dalam percobaan ini adalah medium agar tegak, agar miring, medium cair, dan
medium streak plate. Pengamatan morfologi ini berguna untuk mengidentifikasi suatu bakteri.
Bakteri yang digunakan adalah Bacillus subtilis dan Escherichia coli.

Medium padat tegak merupakan media yang ditambahkan agar sehingga bersifat padat, yang
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditutup dengan kapas penyumbat dan berfungsi sebagai
penguji kebutuhan bakteri terhadap udara atau kebutuhan oksigen terhadap pertumbuhan bakteri
atau mikroorgasnime. Medium agar tegak merupakan medium padat dengan posisi medium tegak
dan luas permukaan untuk biakan kecil. Medium agar tegak digunakan untuk melihat jenis atau
bentuk koloni, sifat aerob dan anaerob mikrobia. Cara inokulasinya adalah dengan tusukan,
bentuk pertumbuhan suatu bakteri diamati melalui bekas tusukan. Inokulasi dilakukan dilakukan
dengan ose yang berujung lurus dari atas ke bawah sepanjang ¾ mediumnya. Pada Escherichia
coli dalam medium agar tegak pertumbuhannya hanya sepanjang tusukan osenya saja atau
bersifat motil dan berbentuk echinulate. Sedangkan pada Bacillus subtilis, pertumbuhannya tidak
hanya sepanjang tusukan saja, tetapi menyebar dalam medium sehingga disebut juga nonmotil
dan berbentuk rhizoid.

Medium agar padat miring merupakan medium nutrien cair yang ditambah agar sebagai
pemadatnya dan dibiarkan mengeras pada posisi miring. Cara menginokulasinya adalah dengan
cara mengambil bakteri menggunakan ose berujung bulat dan digoreskan pada permukaan
medium. Fungsinya adalah untuk melihat kebutuhan O2 bakteri. Pada medium agar padat miring,
bakteri Eschericia coli, bentuknya spreading dengan elevasi low convex, tidak berbau, berwarna
krem dan pertumbuhannya sedikit saja tetapi membentuk koloni. Pada Bacillus
subtilis, pertumbuhannya tipis dan merata tanpa koloni dengan elevasi low convex berbentuk
echinulate, tidak berbau, dan berwarna krem. Kedua bakteri tersebut tidak menunjukkan
perubahan pada medianya, sehingga warna medium tetap krem. Artinya, kedua medium tersebut
hanya menggunakan nutrien dalam medium saja dan tidak melakukan reaksi kimia yang
mengubah komposisi nutrient dengan mengeluarkan produk sisa yang dapat bereaksi dengan
medium. Perubahan medium dapat diamati dari perubahan warna, dan konsistensi medium.

Medium cair merupakan media yang tidak ditambahkan agar sehingga bersifat cair, yang
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditutup dengan kapas penyumbat, dan berfungsi untuk
melihat kebutuhan O2 dari bakteri. Cara inokulasi pada medium cair adalah dengan mencelupkan
ose dan mengaduk ose dalam medium nutrisi cair sehingga bakteri akan terlepas dari ose dan
berada didalam medium cair tersebut dalam bentuk koloni. Koloni dalam medium cair yang
paling mudah diamati adalah tingkat kekeruhannya, dimana jika semakin keruh maka diketahui
bakteri yang tumbuh didalamnya semakin banyak. Berdasarkan pertumbuhan bakteri pada
medium tersebut, terdapat 2 kemungkinan yakni pada permukaan atau dasar medium, sehingga
dapat digolongkan suatu bakteri termasuk aerob atau anaerob, selain itu dapat ditinjau bau,
bentuk, warna, dan endapan. Pada bakteri Eschericia coli, bentuknya tidak bergranula, memiliki
bau, warnanya sedikit keruh dan terdapat endapan yang banyak di dasar tabung yang
menunjukkan bahwa E. coli termasuk bakteri anaerob. Sedangkan pada Bacillus
subtilis bentuknya tidak bergranula hanya butiran-butiran kecil, memiliki bau dan sedikit keruh
seperti E. coli, dan terdapat sedikit endapan pada dasar tabung yang menunjukkan B.
subtilis sebagai bakteri anaerob juga. Kekeruhan pada medium dari kedua bakteri menunjukan
kelangsungan hidup dari bakteri tersebut, dimana kekeruhan terjadi akibat regenerasi atau
pembelahan sel bakteri.

Medium lainnya yang digunakan adalah medium agar petridish dengan metode streak plate. Cara
inokulasi pada medium ini yakni dengan menggoreskan suspensi bahan yang mengandung bakteri
pada permukaan medium dengan kawat ose dan digoreskan sesuai dengan petridish. Setelah
inkubasi, maka pada bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni terpisah yang mungkin berasal
dari satu sel bakteri. Koloni dalam streak plate method dapat diamati pertumbuhannya, bentuk
koloni, permukaannya, elevasi, bentuk tepi (margin) dan bentuk struktur dalam. Escherichia
coli pada streak plate method, pertumbuhannya merata, dengan bentuk koloni circulair,
permukaan kasar, elevasinya low convex, bentuk tepinya erose. Bacillus subtilis pada streak plate
method, koloninya tumbuh tidak merata dipermukaan, dengan bentuk koloni irregulair,
permukaan licin, elevasinya low convex, bentuk tepinya entire dan struktur dalamnya mengkilat.
Sedangkan pada B. subtilis, pertumbuhan, elevasi, permukaan, dan struktur dalamnya sama
seperti E. coli, hanya saja bentuk koloninya berbeda yaitu filamentous dan tepiannya ciliate.

Posted in Laporan Praktikum Mikrobiologi Leave a comment

Isolasi Bakteri
Posted on February 13, 2013

Bakteri mudah ditemukan di air, udara dan tanah. Mereka hidup dalam suatu koloni, baik
bersimbiose, bebas ataupun parasit pada makhluk hidup. Jumlah bakteri di alam sangat melimpah
dengan keragaman yang sangat tinggi. Untuk mempelajari kehidupan dan keragaman bakteri,
diperlukan suatu usaha untuk mengembakbiakkan mereka dalam skala laboratorium.
Pengembangbiakan ini dilakukan dengan menumbuhkan bakteri dari sumber isolat, seperti tanah,
udara, sisa makanan, dan lain-lain, dalam media yang mengandung nutrisi. Media pertumbuhan
bakteri sangat beragam, mulai dari media selektif, media penyubur, media diferensial, dll.
Masing-masing media memiliki fungsi berbeda dan digunakan tergantung tujuan dari praktikan.
Dalam mempelajari sifat pertumbuhan dari masing-masing jenis mikroorganisme, maka
mikroorganisme tersebut harus dipisahkan satu dengan yang lainnya, sehingga didapatkan kultur
murni yang disebut isolat. Kultur murni merupakan suatu biakan yang terdiri dari sel-sel dari satu
species atau satu galur mikroorganisme. Kultur murni diperoleh dengan cara isolasi
menggunakan metode tuang maupun gores (Pelczar dan Chan, 1986).

Isolasi suatu mikrobia ialah memisahkan mikrobia tersebut dari lingkungannya di alam dan
menumbuhkannya sebagai biakan murni dalam medium buatan. Isolasi harus diketahui cara-cara
menanam dan menumbuhkan mikrobia pada medium biakan serta syarat-syarat lain untuk
pertumbuhannya (Jutono, 1980). Memindahkan bakteri dari medium lama kedalam medium yang
baru diperlukan ketelitian dan pengsterilan alat-alat yang digunakan, supaya dapat dihindari
terjadinya kontaminasi. Pada pemindahan bakteri dicawan petri setelah agar baru, maka cawan
petri tersebut harus dibalik, hal ini berfungsi untuk menghindari adanya tetesan air yang mungkin
melekat pada dinding tutup cawan petri (Dwijoseputro, 1987).
Mikrobia yang hidup di alam terdapat sebagai populasi campuran dari bebagai jenis mikrobia
yang berbeda prinsip dari isolasi mikrobia dalam memisahkan satu jenis mikroba dengan mikroba
lainnya dari lingkungannya dialam dan ditumbuhkan dalam medium buatan. Pertumbuhan
mikroba dapat dilakukan dalam medium padat, karena dalam medium padat sel-sel mikroba akan
terbentuk suatu koloni sel yang tetap pada tempatnya (Sutejo dkk, 1991).

Menurut Pradhika (2008), ada beberapa teknik isolasi mikrobia, yaitu :

1. Teknik penanaman dari suspensi

Teknik penanaman ini merupakan lajutan dari pengenceran bertingkat. Pengambilan suspensi
dapat diambil dari pengenceran mana saja tapi biasanya untuk tujuan isolasi (mendapatkan koloni
tunggal) diambil beberapa tabung pengenceran terakhir.

1. Spread plate (agar tabur ulas)

Spread plate adalah teknik menanam dengan menyebarkan suspensi bakteri di permukaan agar,
agar diperoleh kultur murni. Prosedur kerjanya adalah suspensi cairan diambil sebanyak 0,1 ml
dengan mikropipet kemudian teteskan diatas permukaan agar yang telah memadat. Trigalski
kemudian dibakar diatas bunsen dan didinginkan beberapa detik. Kemudian suspensi diratakan
dengan menggosokannya pada permukaan agar , penyebaran akan lebih efektif bila cawan ikut
diputar.

1. Pour plate (agar tuang)

Teknik ini memerlukan agar yang belum padat dan dituang bersama suspensi bakteri ke dalam
cawan petri dan dihomogenkan lalu dibiarkan memadat. Hal ini akan menyebabkan sel-sel bakteri
tidak hanya terdapat pada permukaan agar saja tapi juga di dalam atau dasar agar sehingga bisa
diketahui sel yang dapat tumbuh dipermukaan agar yang kaya O2 dan di dalam agar yang tidak
banyak begitu banyak mengandung O2. Prosedur kerjanya adalah petridish, tabung pengenceran
yang akan ditanam dan media padat yang masih cair disiapkan. Kemudian 1 ml suspensi bakteri
diteteskan secara aseptis ke dalam cawan kosong· Lalu medium yang masih cair dituang ke dalam
petridish lalu petridish di putar membentuk angka 8 agar suspensi bakteri dan media homogen,
kemudian diinkubasi.

Pada spread plate diteteskannya bakteri sebanyak 0,1 ml dan pada pour platediteteskan sebanyak
1 ml karena spread plate bertujuan untuk menumbuhkan dipermukaanya saja, sedangkan pour
plate membutuhkan ruang yang lebih luas untuk penyebarannya sehingga diberikan lebih banyak
dari pada spread plate.

2. Teknik Penanaman dengan Goresan (Streak)

Bertujuan untuk mengisolasi mikroorganisme dari campurannya atau meremajakan kultur ke


dalam medium baru.
1. Goresan Sinambung

Prosedur kerjanya adalah inokulum loop (ose) disentuhkan pada koloni bakteri dan gores secara
kontinyu sampai setengah permukaan agar. Lalu petridish diputar 180o dan dilanjutkan goresan
sampai habis. Goresan sinambung umumnya digunakan bukan untuk mendapatkan koloni
tunggal, melainkan untuk peremajaan ke cawan atau medium baru.

1. Goresan T

Prosedur kerjanya adalah petridish dibagi menjadi 3 bagian menggunakan spidol dan daerah
tersebut diinokulasi dengan streak zig-zag. Ose dipanaskan dan didinginkan, lalu distreak zig-zag
pada daerah berikutnya.

1. Goresan Kuadran (Streak quadrant)

Hampir sama dengan goresan T, namun berpola goresan yang berbeda yaitu dibagi empat. Daerah
1 merupakan goresan awal sehingga masih mengandung banyak sel mikroorganisma. Goresan
selanjutnya dipotongkan atau disilangkan dari goresan pertama sehingga jumlah semakin sedikit
dan akhirnya terpisah-pisah menjadi koloni tunggal.

Menurut Pradhika (2008), untuk memperkecil atau mengurangi jumlah mikroba yang tersuspensi
dalam cairan dapat dilakukan pengenceran. Dengan pengenceran, koloni akan lebih mudah
diamati. Penentuan besarnya atau banyaknya tingkat pengenceran tergantung kepada perkiraan
jumlah mikroba dalam sampel. Digunakan perbandingan 1 : 9 untuk sampel dan pengenceran
pertama dan selanjutnya, sehingga pengenceran berikutnya mengandung 1/10 sel mikroorganisme
dari pengenceran sebelumnya.

Menurut Jutono (1980), ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengisolasi bakteri,
yaitu :

1. Sifat-sifat spesies mikrobia yang akan diisolasi


2. Tempat hidup atau asal mikrobia tersebut
3. Medium untuk pertumbuhannya yang sesuai
4. Cara menanam mikrobia tersebut
5. Cara inkubasi mikrobia tersebut
6. Cara menguji bahwa mikrobia yang diisolasi telah berupa biakan murni dan sesuai
dengan yang dimaksud
7. Cara memelihara agar mikrobia yang telah diisolasi tetap merupakan biakan murni

Medium agar merupakan substrat yang sangat baik untuk memisahkan campuran
mikroorganisme. Teknik yang digunakan memungkinkan bakteri tumbuh pada jarak yang
berjauhan dari sesamanya dan membentuk koloni. Semua sel dalam koloni dianggap sebagai
turunan atau progeni suatu mikroorganisme yang disebut dengan biakan murni. Bahan yang
diinokulasikan pada medium disebut inokulum. Dengan menginokulasikan medium agar nutrien
dengan metode yang benar, maka sel-sel bakteri akan terpisah sendiri-sendiri. Setelah diinkubasi,
bakteri akan memperbanyak diri dengan cepat selama 18-24 jam, sehingga terbentuk massa sel
(koloni) yang dapat terlihat dengan mata telanjang (Pelczar dan Chan, 1986).

Untuk memastikan mikrobia yang diisolasi telah berupa biakan murni dan sesuai dengan yang
dimakudkan maka diperlukan pengujian. Uji yang bisa digunakan adalah dengan cara pengecatan
gram. Apabila bakteri tidak berubah maka bakteri yang diisolasi sudah merupakan biakan murni
dan bila di dalam uji pengecatan gram berubah bakteri gramnya maka isolasi tidak berhail karena
belum berubah menjadi biakan murni. Hal ini mungkin disebabkan karena adanya kontaminan di
dalam isolasi bakteri ( Volk dan Wheeler, 1993).

Pada saat isolasi, mikroba perlu dilakukan inokulasi mikroba. Sebelum dan sesudah
menginokulasikan mikroba jarum ose yang digunakan harus dipanaskan terlebih dahulu. Hal ini
bertujuan agar jarum ose yang digunakan bersifat steril dan bebas kontaminasi dari
mikroorganisme yang tidak diinginkan. Sedangkan pada cawan petri, setelah sampel dimasukan
ke dalam cawan petri setiap membuka dan menutup cawan petri harus terlebih dahulu dipanaskan
untuk meminimalkan terkontaminasinya sampel. Wadah media yang menggunakan cawan petri,
pada saat inkubasi mikroba pada cawan petri selalu dalam posisi terbalik. Hal ini dimaksudkan
untuk mencegah mikroba terkena uap air yang dihasilkan pada saat inkubasi, sehingga kualitas
mikroba tidak rusak atau mengalami gangguan.

Ada beberapa metode yang digunakan dalam isolasi bakteri, yaitu :

1. Metode pour plate

Metode ini dilakukan dengan menginokulasikan suspensi bahan yang mengandung bakteri
dengan bantuan mikropipet untuk disemprotkan ke dalam medium agar yang sedang mencair dan
menuangkannya pada petridish. Pada metode ini, volume suspensi yang digunakan lebih dari 0,1
ml, biasanya 1 ml. Suspensi bakteri tersebut diambil dengan mikropipet dan disemprotkan ke
dalam petridish yang berisi medium. Setelah diinkubasi akan terlihat koloni bakteri yang
bermacam-macam, kemudian satu koloni dipilih dan diambil dengan ose, kemudian dilanjutkan
dengan pengecatan gram.

2. Metode streak plate

Streak plate yaitu suatu cara pengisolasian bakteri yang cara inokulasinya dengan menggoreskan
suspensi bahan yang mengandung bakteri pada permukaan medium dengan kawat ose dan
digoreskan sesuai dengan petridish. Kultur media untuk menumbuhkan atau mengisolasikan
bakteri dengan metode streak merupakan suatu teknik untuk memisahkan sel bakteri secara
individual. Setelah inkubasi, maka pada bekas goresan akan tumbuh koloni-koloni terpisah yang
mungkin berasal dari satu sel bakteri.

3. Metode spread plate

Spread plate adalah metode isolasi bakteri dengan cara menginokulasikan suspensi bahan yang
mengandung bakteri ke atas medium agar lalu diratakan dengan menggunakan trigalski. Setelah
diinokulasikan akan terlihat koloni-koloni bakteri yang tumbuh tersebar dipermukaan medium
agar sehingga dapat diisolasi lebih lanjut untuk mendapatkan biakan murni.

Isolasi / metode Gambar Parameter Hasil pengamatan


Jumlah koloni 5
Bakteri tanah Bentuk koloni Circulair
Tepian Lobate
Elevasi Convex
Jumlah koloni 4
Bentuk koloni Circulair, irregulair, rhizoid, curled
Warna Krem, kuning
Pertumbuhan Permukaan
Tepian Cremate
Pour 10-3 Elevasi Convex regose, effuse, umbonate
Jumlah koloni 13
Bentuk koloni Circulair, curled, myceloid
Warna Krem, putih transparan
Pertumbuhan Permukaan
Tepian Erose, entire, undulate
Convex, raised, raise with concave
Streak 10-3 Elevasi bavelend edge
Jumlah koloni 6
Bentuk koloni Rhizoid, circulair
Warna Krem
Spread 10-4 Pertumbuhan Permukaan

Pada percobaan ini, digunakan bakteri udara dengan pengenceran 10-3 dan 10-4. Bakteri ini
diisolasi dengan metode pour plate, streak plate dan spread plate. Metode pour
plate memerlukan agar yang belum padat dan dituang bersama suspensi bakteri ke dalam cawan
petri dan dihomogenkan lalu dibiarkan memadat. Hal ini akan menyebabkan sel-sel bakteri tidak
hanya terdapat pada permukaan agar saja tapi juga di dalam atau dasar agar sehingga bisa
diketahui sel yang dapat tumbuh dipermukaan agar yang kaya O2 dan di dalam agar yang tidak
banyak begitu banyak mengandung O2. Setelah diinkubasi selama 48 jam di suhu 37oC, untuk
bakteri tanah pengenceran 10-3, diperoleh jumlah koloni sebanyak 4 koloni yang berbentuk
circulair, irregulair, rhizoid, dan curled dengan warna koloninya krem dan kuning. Pertumbuhan
bakteri ini pada permukaan medium. Tepiannya berbeentuk cremate, ciliate, dan fimbriate,
sedangkan elevasinya convex, regose, effuse, dan umbonate. Setelah dilakukan pengecatan gram,
diperoleh koloni dengan bentuk bulat dan batang panjang serta ada yang berwarna ungu yang
menunjukkan gram positif dan berwarna merah yang menunjukkan bakteri ini juga termasuk
gram negatif. Kelebihan metode pour plate ini adalah mudah diamati, tidak ada persaingan
antarbakteri untuk mengambil O2 karena letaknya tersebar, koloninya terpisah. Kekurangan
bakteri ini adalah boros waktu dan bahan, mudah terkontaminasi.

Metode streak plate dilakukan dengan cara menggoreskan biakan pada ose ke medium agar pada
petridish. Penggoresan dilakukan dengan goresan kuadran (dibagi empat). Daerah 1 merupakan
goresan awal sehingga masih mengandung banyak sel mikroorganisme. Goresan selanjutnya
dipotongkan atau disilangkan dari goresan pertama sehingga jumlah semakin sedikit dan akhirnya
terpisah-pisah menjadi koloni tunggal. Setelah dilakukan inkubasi selama 48 jam pada suhu 37 oC,
bakteri udara pengenceran 10-3, diperoleh jumlah koloni 13 koloni dengan bentuk koloninya
circulair, curled, dan myceloid yang berwarna krem dan putih transparan. Pertumbuhan koloninya
pada permukaan medium. Tepian koloni yang terlihat berbentuk erose, entire, dan undulate
dengan elevasinya berbentuk convex, raised, dan raised with concave bavelend edge. Pada koloni
ini dilakukan pengecatan gram dan diperoleh koloni yang berbentuk bulat dan batang pendek
serta berwarna ungu yang menunjukkan gram positif. Kelebihan metode goresan adalah
menghemat waktu dan bahan, serta dapat menghasilkan bakteri yang diinginkan jika isolasi
bakteri dilakukan dengan tepat dan teliti. Kekurangan metode ini adalah diperlukan keterampilan
yang khusus untuk mendapatkan koloni yang terpisah.
Metode spread plate yaitu teknik menanam dengan menyebarkan suspensi bakteri di permukaan
agar, agar diperoleh kultur murni. Suspensi cairan diambil sebanyak 0,1 ml dengan mikropipet
kemudian teteskan diatas permukaan agar yang telah memadat. Trigalski kemudian dibakar diatas
bunsen dan didinginkan beberapa detik. Kemudian suspensi diratakan dengan menggosokannya
pada permukaan agar. Setelah diinkubasi selama 48 jam pada suhu 37oC, bakteri udara
pengenceran 10-4, diperoleh jumlah koloni sebanyak 4 koloni yang berbentuk rhizoid dan
circulair, berwarna krem serta pertumbuhannya pada permukaan medium. Pada koloni ini tidak
dilakukan pengamatan dengan pengecatan gram. Kelebihan metode ini adalah diperoleh koloni
bakteri yang terpisah, labih mudah dilakukan dan membutuhkan medium yang sedikit.
Kekurangannya adalah waktu yang digunakan lebih lama dan mudah terkontaminasi.

Pada bakteri udara dengan metode terbuka, yaitu petridish yang sudah berisi medium agar padat
dibiarkan terbuka selama 5-10 menit kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam dan
diperoleh jumlah koloni sebanyak 4 koloni yang bentuk koloninya adalah circulair, tepiannya
berbentuk lobate, dan elevasinya berbentuk convex. Setelah dilakukan pengecatan gram,
diperoleh koloni yang berbentuk bulat serta berwarna ungu yang menunjukkan gram positif dan
juga berwarna merah yang menunjukkan gram negatif.

Kelebihan dari pengisolasian bakteri udara adalah tidak membutuhkan keahlian tinggi dan
sederhana karena hanya membiarkan medium pada udara terbuka sekitar 5-10 menit.
Kekurangannya adalah membutuhkan waktu yang lama dan tidak mendapatkan bakteri yang
bersifat anaerob. Tujuan pemindahan bakteri dari petridish ke medium agar miring untuk
menunjukkan tingkatan keberhasilan dari suatu pengisolasian. Dengan mengidentifikasi dan
membandingkan sama tidaknya bakteri yang tumbuh pada petridish dan medium agar miring,
maka dapat dilihat tingkat keberhasilan dalam mengisolasikan bakteri tersebut. Jika hasil yang
diperoleh sama, artinya pengisolasian bakteri berhasil dan diperoleh biakkan murni. Sebaliknya
jika hasil yang diperoleh tidak sama, artinya pengisolasian kurang atau tidak berhasil.

DAFTAR PUSTAKA

Dwidjoseputro, D. 1987. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang.


Jutono, J. 1980. Pedoman Praktikum Mikroiologi Umum Untuk Perguruan Tinggi. Penerbit
Departemen Mikrobiologi Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Pelczar. M.J., dan Chan, E. S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta.
Pradhika, E. I. 2008. Isolasi Mikroorganisme. http://ekmon-saurus.blogspot.com/2008/11/bab-4-
isolasi-mikroorganisme.html/ 5 Maret 2011.
Sutejo, M. M., Kartasaputra., Sastroadmodjo. 1991. Mikrobiologi Dasar. Reika Cipta. Jakarta.
Volk & Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar, Jilid 1, Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.

Posted in Laporan Praktikum Mikrobiologi Leave a comment

Morfologi Bakteri
Posted on February 13, 2013

Bakteri merupakan mikroba prokariotik uniselular yang berkembang biak secara aseksual dengan
pembelahan sel. Bakteri tidak berklorofil kecuali beberapa yang bersifat fotosintetik. Bakteri ada
yang dapat hidup bebas, parasit, saprofit, patogen pada manusia, hewan dan tumbuhan. Bakteri
tersebar luas di alam, dalam tanah, atmosfer (sampai + 10 km diatas bumi), di dalam lumpur, dan
di laut. Bakteri mempunyai bentuk bulat, batang, dan lengkung, namun bentuk bakteri juga dapat
dipengaruhi oleh umur. Bakteri dapat mengalami perubahan bentuk yang disebabkan faktor
makanan, suhu, dan lingkungan, juga dapat mengalami pleomorfi, yaitu bentuk yang bermacam-
macam dan teratur walaupun ditumbuhkan pada syarat pertumbuhan yang sesuai. Umumnya
bakteri berukuran 0,5-10 μ (Regobiz, 2010).

Sel-sel individu bakteri dapat berbentuk seperti elips, bola, batang (silindris) atau spiral (heliks).
Masing-masing ciri ini penting dalam mencirikan morfologi suatu spesies. Sel bakteri yang
berbentuk seperti bola atau elips dinamakan kokus. Bakteri ini terdapat dalam beberapa pola atau
pengelompokan yang berbeda, dan karena pengelompokkan sel yang khusus ini mungkin
merupakan ciri marga tertentu maka pengetahuan tentang pengelompokan ini akan membantu
dalam mengidentifikasi organisme tidak dikenal. Beberapa kokus secara khas hidup sendiri-
sendiri, yang lain dijumpai dalam pasangan, kubus atau rantai panjang tergantung caranya
membelah diri dan kemudian melekat satu sama lain setelah pembelahan kokus yang membelah
dalam satu bidang namun tidak memisahkan diri sering membentuk rantai kokus merupakan sifat
khas marga Streprococus. Kokus yang membelah ke dalam 3 bidang yang tegak lurus satu sama
lain membentuk pakek kubus, cara pembelahan ini dijumpai pada marga sarana. Kokus yang
membelah dalam dua bidang untuk membentuk empat sel terdapat pada marga Pediococus.
Kokus yang membelah dalam dua bidang untuk membentuk gugusan yang tidak teratur
diklasifikasikan dalam marga Staphylococcus (Volk dan wheeler, 1988).

Bentuk dan ukuran bakteri dapat diamati dengan cara yaitu mengamati sel-sel dengan pewarnaan.
Menurut Sutedjo (1991), tujuan dari pewarnaan yaitu :

1. Untuk memudahkan melihat bakteri dengan mikroskop


2. Memperjelas ukuran dan bentuk sel
3. Melihat struktur luar dan dalam bakteri seperti dinding sel dan vakuola
4. Menghasilkan sifat-sifat fisik dan kimia yang khas daripada bakteri dengan zat warna.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pewarnaan bakteri yaitu fiksasi, peluntur warna, substrat,
intensifikasi pewarnaan dan penggunaan zat warna penutup. Suatu preparat yang sudah meresap
suatu zat warna, kemudian dicuci dengan asam encer maka semua zat warna terhapus. sebaliknya
terdapat juga preparat yang tahan terhadap asam encer. Bakteri-bakteri seperti ini dinamakan
bakteri tahan asam, dan hal ini merupakan ciri yang khas bagi suatu spesies (Regobiz, 2010).

Ada berbagai macam jenis pengecatan yaitu pengecatan sederhana yang hanya menggunakan 1
cat saja, pengecatan bertingkat yaitu pengecatan dengan lebih dari satu jenis cat. Pengecatan
bertingkat misalnya pengecatan gram, dan pengecatan bakteri tahan asam atau Ziehl Nellsen.
Pengecatan gram terdiri dari 4 tahap, tahap pertama adalah pengecatan dengan cat utama yaitu
Kristal violet, lalu cat diintensifkan menggunakan larutan iod, tahap ketiga menggunkana alcohol
untuk melunturkan cat pertama, tahap yang terakhir adalah pengecatan dengan cat penutup yaitu
safranin. Gram positif menunjukan warna ungu, gram negatif menunjukan warna merah dari
safranin. Untuk pengecatan Ziehl Nellsen cat pertama menggunakan carbolfuchsin, lalu
dilunturkan dengan alcohol asam, setelah itu ditutup dengan cat penutup methylen blue. Untuk
yang tahan asam warnanya biru. Dengan pengecatan gram kita bisa menentukan sifat bakteri
apakah parasit atau tidak. Sedangkan dengan cat ZN kita dapat tahu sifat bakteri apakah tahan
asam atau tidak (Salle, 1961).

Menurut Ahira (2010), ada 2 macam bakteri berdasarkan pewarnaan gram yaitu bakteri gram
negatif dan bakteri gram positif. Perbedaan antara bakteri gram positif dan bakteri gram negatif
berdasar pada struktur dinding sel keduanya. Bakteri gram positif hanya memiliki satu membran
plasma dengan dinding sel yang tersusun atas peptidoglikan. Sebagian besar dinding sel bakteri
memang dibangun dari peptidoglikan, sedangkan sebagian kecil terdiri atas asam teikoat.
Sementara itu, bakteri gram negatif mempunyai susunan membran sel yang rangkap dua atau
memiliki membran ganda. Selain terdiri atas peptidoglikan, membran pasmanya diselubungi oleh
membran luar yang permeabel atau membran yang mudah dilewati oleh air.

Staphylococcus adalah bakteri Gram-positif yang berbentuk bola. Bakteri ini ada yang berkoloni
dan berbentu seperti buah buah anggur. Pada tahun 1884, Rosenbach menjelaskan ada dua jenis
warna staphylococci yaitu: Staphylococcus aureus yang berwarna kuning dan Staphylococcus
albus yang berwarna putih. Beberapa karakterististik yang dimiliki Staphylococcus
Aureus diantaranya hemolytic pada darah agar, catalase-oxidase-positif dan negatif, dapat tumbuh
pada suhu berkisar 15 sampai 45 derajat dan lingkungan NaCl pada konsentrasi tinggi hingga 15
persen dan menghasilkan enzim coagulase. Selain itu,biasanya S. aureus merupakan patogen
seperti bisul, styes dan furunculosis beberapa infeksi (radang paru-paru, radang kelenjar dada,
radang urat darah, meningitis, saluran kencing osteomyelitis dan endocarditis serta menyebabkan
keracunan makanan yaitu dengan melepakan enterotoxins menjadi makanan sehingga menjadi
toksik dengan melepasan superantigens ke dalam aliran darah (Junaidi, 2010).

Bacillus subtilis merupakan bakteri gram-positif yang berbentuk batang,dan secara alami sering
ditemukan di tanah dan vegetasi. Bacillus subtilis tumbuh di berbagai mesophilic suhu berkisar
25-35 derajat Celsius. Bacillus subtilis juga telah berevolusi sehingga dapat hidup walaupun di
bawah kondisi keras dan lebih cepat mendapatkan perlindungan terhadap stres situasi seperti
kondisi pH rendah (asam), bersifat alkali, osmosa, atau oxidative kondisi, dan panas atau etanol
Bakteri ini hanya memilikin satu molekul DNA yang berisi seperangkat set kromosom. DNAnya
berukuran BP 4214814 (4,2 Mbp) (TIGR CMR). 4,100 kode gen protein. Beberapa keunggulan
dari bakteri ini adalah mampu mensekresikan antibiotik dalam jumlah besar ke luar dari sel
(Junaidi, 2010)

Menurut Junaidi (2008), Escherichia coli termasuk dalam famili Enterobacteraceae yang
termasuk gram negatif dan berbentuk batang yang fermentatif. E. coli hidup dalam jumlah besar
di dalam usus manusia, yaitu membantu sistem pencernaan manusia dan melindunginya dari
bakteri patogen. Akan tetapi pada strain baru dari E.coli merupakan patogen berbahaya yang
menyebabkan penyakit diare dan sindrom diare lanjutan serta hemolitik uremic (hus). Peranan
yang mengguntungkan adalah dapat dijadikan percobaan limbah di air, indikator pada level
pencemaran air serta mendeteksi patogen pada feses manusia yang disebabkan oleh Salmonella
typhi (Junaidi, 2010).

Bakteri yang digunakan dalam praktikum ini adalah Bacillus subtilis, E. coli, dan S.
aureus. Berikut akan dijelaskan klasifikasi dari ketiga bakteri tersebut.

1. E. coli

Filum : Proteobacteria Bakter


Ordo: Enterobacteriales i
Famili: Enterobacteriaceae Esche
Genus: Escherichia ria
Spesies: E. coli Coli
merup
akan
kuma
n dari kelompok gram negatif, berbentuk batang dari pendek sampai kokus, saling terlepas antara
satu dengan yang lainnya tetapi ada juga yang bergandeng dua-dua (diplobasil) dan ada juga yang
bergandeng seperti rantai pendek, tidak membentuk spora maupun kapsula, dan berdiameter ± 1,1
– 1,5 x 2,0 – 6,0 µm.
2. Bacillus subtilis

Kingdom: Bacteria 3. S
Phylum: Firmicutes .
Class: Bacilli aureu
Order: Bacillales
s
Family: Bacillaceae
1. P
Genus: Bacillus
engec
Species: Bacillus subtilis atan
Negati
f

Pengecatan negatif menggunakan nigrosin atau tinta cina. Pengecatan ini termasuk pengecatan
tidak langsung karena pengecatan dilakukan pada latar belakangnya agar gelap sehingga
bakterinya yang tampak transparan dapat terlihat. Bakteri tampak transparan karena nigraosin
tidak dapat melalui dinding sel bakteri. Nigrosin ini merupakan zat warna asam.

Bakeri yang digunakan pada percobaan ini adalah Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Setelah
mengalami pegecatan dengan menggunakan nigrosin, latar belakangnya tampak gelap dan terlihat
bakteri Escherichia coli ada yang berbentuk bulat / coccus dan batang pendek,
sedangkan Bacillus sutilis yang berbentuk batang panjang dan batang pendek.

2. Pengecatan Gram

Pengecatan ini merupakan pengecatan langsung karena dilakukan pengecatan langsung pada
bakterinya. Fungsi pengecatan gram adalah untuk mengetahui jenis bakteri, apakah temasuk gram
positif atau gram negate. Pengecatan gram termasuk dalam pengecatan diferensial karena dapat
membedakan kelompok bakteri tertentu dari kelompok lainnya, dalam hal ini membedakan gram
negatif dan positif.

Bakteri gram-negatif adalah bakteri yang tidak mempertahankan zat warna metil ungu pada
metode pewarnaan Gram. Bakteri gram-positif akan mempertahankan warna ungu gelap setelah
dicuci dengan alkohol, sementara bakteri gram-negatif tidak. Pada uji pewarnaan Gram, suatu
pewarna penimbal (counterstain) ditambahkan setelah metil ungu, yang membuat semua bakteri
gram-negatif menjadi berwarna merah atau merah muda. Pengujian ini berguna untuk
mengklasifikasikan kedua tipe bakteri ini berdasarkan perbedaan struktur dinding sel mereka.

Bakteri yang digunakan dalam pengamatan ini adalah Escherichia coli dan Bacillus subtilis. Ada
4 Larutan yang digunakan dalam pengecatan ini yaitu Gram A yang terdiri dari larutan Hucker’s
violet, gram B yang terdiri dari larutan lugul’s iodine, gram C yang terdiri larutn acetone
alcohol, gram B yang terdiri dari larutan safarin.

Pada pengamatan ini tahap awal dimulai dengan pengecatan menggunakan gram A yang
merupakam larutan hucker’s violet cat utama berwarna ungu, kemudian dilanjutkan dengan gram
B yang merupakan larutan lugol’s iodine sebagai cat penguat dari warna car, kedua larutan
tersebut mampu menembus atau berikatan dengan dinding sel bakteri gram positif maupun gram
negatif. Selanjutnya pada saat pemberian aseton alkohol, warna ungu pada bakteri Escherichia
coli menjadi luntur, sebaliknya pada bakteri Bacillus subtilis warna ungu tidak meluntur. Hal ini
jua yang menyebabkan pada pengecatan selanjutnya dengan larutan safranin, bakteri Escherichia
coli yang telah mengalami pelunturan warna ungu dapat mengikat warna merah dari safranin.
Sedangkan bakteri Bacillus subtilis yang tetap berwarna ungu atau lebih terlihat sebagai warna
biru pada mikroskop setelah sample diberi aseton alcohol.

Bacillus subtilis termasuk ke dalam bakteri gram positif. Hal ini dapat dipastikan dengan hasil
pengecatan yang ada menunjukan warna biru tua keunguan. Bakteri gram positif berwarna
keunguan karena dinding selnya kandungan peptidoglikannya tinggi. Peptidoglikan terdiri dari
molekul dengan berat molekul tinggi dan kaya akan gula. Selain itu struktur dari peptidoglican
terdiri dari murein dan mukopeptida. Susunan peptidoglycan ini membuat peptidoglican dapat
mengikat cat dengan kuat dan tidak mudah luntur.

Sedangkan untuk E. coli berdasarkan hasilnya termasuk gram negatif ditunjukan dengan warna
hasil akhir berwarna merah. Bakteri ini pada awalnya berwarna ungu saat dilakukan pengcatan
pertama. Tetapi sekalipun telah diintensifkan menggunakan larutan iod setelah ditambahkan
alcohol warna tersebut luntur karena warna tersebut hanya diikat oleh lapisan tipis diluar
peptidoglican. Gram negatif memiliki struktur membrane multilayer yang lebih komplek
dibandingkan gram positif. Membrane paling luar bakteri gram negatif terdiri dari
lipopolisakarida dan lipoprotein kompleks diluar peptidoglican. Lapisan ini mengandung lipid
sekitar 20%. Lipid ini mengandung antigen dan endotoksin yang berfungsi sebagai barier
terhadap enzim litik. Sehingga memungkinkan organism ini sebagai saprofit atau parasit. LPS
atau membrane terluar dinding bakteri gram negatif inilah yang mengikat Kristal violet pada
pengecatan pertama. Tetapi dinding ini akan ikut luntur ketika ditambahkan alcohol sehingga
pada pengecatan kedua, cat kedualah yang warnanya terserap oleh lapisan dibawahnya yaitu
peptidoglican.

3. Pengecatan Tahan Asam

Pengecatan ini termasuk pengecatan langsung karena dilakukan pengecatan pada bakterinya.
Tujuan dari pengecatan tahan asam adalah untuk mengetahui apakah bakteri tersebut merupakan
bakteri yang tahan asam atau tidak. Cat yang digunakan adalah cat Ziehl Nelsen (Zn) yang terdiri
dari 3 larutan yaitu Zn A yang mengandung karbol fuksin yang bergungsi sebagai cat utama yang
memberikan warna merah, Zn B yang mengandung etanol sebagai peluntur, dan Zn C yang
mengandung methylen blue yang digunakan sebagai larutan pembanding.

Bakteri yang digunakan pada pengamatan ini adalah S. aureus. Pada pengecatan Zieh Neelsen,
yang digunakan adalah reagen Ziehl Neelsen karbol fuksin (ZN A) yang memberi warna merah,
Zn B (etanol) sebagai peluntur, dan Zn C (Methylen blue) sebagai larutan
pembanding. Pengecatan ini akan memberikan warna merah pada bakteri yang tahan asam dan
warna biru pada bakteri yang tidak tahan asam. Pada bakteri tahan asam sel-selnya mengandung
lemak atau lilin sehingga pewarna sukar menembusnya, tetapi dengan pemanasan yang ringan
atau dengan deterjen yang dapat mengencerkan komponen lemak yang terdapat pada dinding sel,
setelah sel diberikan etanol (ZN B) dan terjadi pelunturan warna merah (ZN A) dan setelah diberi
ZN C (Methyle blue) berganti warna menjadi merah, maka bakteri ini adalah bakteri yang tahan
asam. Jika bakteri mengalami pelunturan warna saat diberi etanol (ZN B) dan tetap berwarna biru
(ZN A) setelah diberikan methylen blue (ZN C), maka bakteri ini merupakan bakteri yang tidak
tahan asam. Warna yang terlihat dibawah mikroskop adalah warna merah, sehingga bakteri S.
aureus ini merupakan bakteri yang tahan asam.

Fungsi pengecatan adalah memberi warna pada sel atau bagian-bagiannya sehinga terlihat kontras
dan tampak jelas, menunjukkan bagian-bagian struktur sel, yang kemudian juga dapat mebedakan
jenis bakteri yang satu dengan bakteri yang lainnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pengecatan adalah :
1. Fiksasi

Fiksasi dilakukan sebelum pengecatan untuk mencegah mengkerutnya globula-globula protein


sel, membuat sel-sel lebih kuat, melekatkan bakteri di atas gelas benda, merubah afinitas dan
membuat lapisan suspensi bakteri diatas gelas obyek.

2. Substat

Pengambilan substrat diusahakan agar tidak terlalu tebal, karena substrat yang terlalu tebal akan
sukar diamati dengan jelas dibawah mikroskop.

1. Pelunturan cat : untuk mendapatkan kontras yang baik pada bayangan mikroskop.
2. Cat penutup : memberikan kontras pada sel yang tidak mengikat cat utama seperti pada
pengecatan tahan asam dan pengecatan gram.

DAFTAR PUSTAKA

Ahira, A. 2010. Identifikasi Bakteri Gram Negatif. http://www.anneahira.com/bakteri-gram-


negatif.html/ 26 Februari 2011.
Junaidi, W. 2010. Makalah Tentang Pewarnaan Gram atau Pengecatan Bakteri – Makalah
Biologi. http://wawan-junaidi.blogspot.com/2010/02/makalah-tentang-pewarnaan-gram-
atau.html/ 26 Februari 2011.
Regobiz, R. 2010. Bakteri Gram dan Pewarnaannya. http://rudyregobiz.wordpress.com/bakteri-
gram-dan-pewarnaannya-2/ 26 Februari 2011.
Salle, A. J. 1961. Fundamental Principles of Bacteriology 5th. McGraw-Hill Book. New York.
Sutedjo, M.M., Kartajapoetra, S.A. 1991. Mikrobiologi Dasar. Penerbit Rieka Cipta. Jakarta.
Volk and Wheeler. 1988. Mikrobiologi Dasar Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.

Posted in Laporan Praktikum Mikrobiologi 2 Comments

Morfologi Khamir
Posted on February 13, 2013

Khamir adalah salah satu mikroorganisme yang termasuk dalam golongan fungi yang dibedakan
bentuknya dari mould (kapang) karena berbentuk uniseluler. Reproduksi vegetatif pada khamir
terutama dengan cara pertunasan. Sebagai sel tunggal khamir tumbuh dan berkembang biak lebih
cepat dibanding dengan mould yang tumbuh dengan pembentukan filamen. Khamir sangat mudah
dibedakan dengan mikroorganisme yang lain misalnya dengan bakteri, khamir mempunyai
ukuran sel yang lebih besar dan morfologi yang berbeda. Sedangkan dengan protozoa, khamir
mempunyai dinding sel yang lebih kuat serta tidak melakukan fotosintesis bila dibandingkan
dengan ganggang atau algae. Dibandingkan dengan kapang dalam pemecahan bahan komponen
kimia khamir lebih efektif memecahnya dan lebih luas permukaan serta volume hasilnya lebih
banyak (Hasanah, 2009).

Khamir dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan sifat metabolismenya yaitu bersifat
fermentatif dan oksidatif. Jenis fermentatif dapat melakukan fermentasi alkohol yaitu memecah
gula (glukosa) menjadi alkohol dan gas contohnya pada produk roti. Sedangkan oksidatif
(respirasi) maka akan menghasilkan CO2 dan H2O. Keduanya bagi khamir adalah dipergunakan
untuk energi walaupun energi yang dihasilkan melalui respirasi lebih tinggi dari yang melalui
fermentasi (Hasanah, 2009).
Dibandingkan dengan bakteri, khamir dapat tumbuh dalam larutan yang pekat misalnya larutan
gula atau garam lebih juga menyukai suasana asam dan lebih bersifat menyukai adanya oksigen.
Khamir juga tidak mati oleh adanya antibiotik dan beberapa khamir mempunyai sifat antimikroba
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan mould. Adanya sifat-sifat yang tahan pada
lingkungan yang stress (garam, asam dan gula) maka dalam persaingannya dengan mikroba lain
khamir lebih bisa hidup normal (Hasanah, 2009).

Pada umumnya sel khamir lebih besar dari pada kebanyakan bakteri, tetapi kamir yang paling
kecil tidak sebesar bakteri yang terbesar. Khamir sangat beragm ukurannya, berkisar antara 1-5
µm, lebarnya dan panjangnya dari 5-30 µm. biasanya berbentuk telur, tatapi ada beberapa yang
memanjang atau berbentuk bola. Setiap spcies mempunyai bentuk yang khas, namun sekalipun
dalam biakan murni terdapat variasi yang luas dalam hal ukuran dan bentuk sel-sel individu,
tergantung kepada umur dan lingkungannya. Khamir tidakdilengkapi flagellum atau organ
pergerakan lainnya ( Pelczar, 1986).

Saccharomyces cerevisiae adalah salah satu contoh khamir yang sering digunakan, karena khamir
ini sudah digunakan sejak zaman kuno untuk kue. Bentuk selnya bulat telur dengan ukuran
diameter 5-10 mikrometer. Saccharomyces cerevisiae dapat dibudidayakan dengan mudah.
Waktu generasinya pendek, menggandakan diri dalam waktu 1,5-2 jam pada suhu 30°C,
produksinya cepat dan pemeliharaan beberapa spesimen dengan biaya rendah, dapat mengemudi
ekonomi yang kuat, sebagai hasil dari penggunaan yang didirikan dalam industri misalnya bir,
roti dan anggur fermentasi (Anonim, 2010).

Bagian dalam dari dinding sel khamir terutama pada Saccharomces cerevisiae terdiri dari
senyawa β ( 1-3) glukan dengan beberapa caang yang digabung oleh ikatan β (1-6). Glukan
tersebut membentuk suatu jaringan mikrofibril dan bertanggung jawab mempertahankan bentuk
dari sel khamir. Bagian dinding sel khamir yang paling luar terdiri dari senyawa α (1-6) manna
dengan cabang α (1-3) dan α ( 1-2). Manan umumnya terikat pada protein dan manna yang paling
luar membawa kolompok fosfa. Manan menggantukan peran kitin dan glukan. Kitin ditemukan
pada septum primer dan pada scar pertunasan khamir serta dalam jumlah yang sangat sedikit
sepanjang bagian dalam dinding sel. Begitu pula senyawa lipid terdapat pada lapisan dalam dari
permukaan bagian dalam dinding sel berfungsi untuk mencegah kekeringan (Volk & Wheeler,
1993).

Khamir merupakan kelompok fungi uniseluler yang bersifat mikroskopik maka untuk melihat
khamir tersebut harus menggunakan mikroskop, seperti halnya bakteri maupun organisme
mikrobia lainnya. Walaupun telah menggunakan mikroskop (dalam hal ini mikroskop biasa)
namun terkadang kita tidak dapat melihat bagian-bagian sel dengan teliti karena sel bakteri atau
mikrobia lainnya ada yang transparan dan semi transparan. Untuk itu diperlukan suatu metode
yaitu pengecatan sehingga kita dapat melihat struktur mikrobia dengan lebih jelas. Adapun fungsi
dari pengecatan yaitu memberi warna pada sel atau bagian-bagiannya sehingga menambah
kontras atau tampak lebih jelas. Selain itu pengecatan dapat untuk menunjukkan bagian-bagian
struktur sel, distribusi dan susunan kimia bagian (kontituen) sel, membedakan mikrobia satu
dengan yang lain, menentukan pH dan potensial oksidasi-reduksi ekstraseluler dan intraseluler
(Jutono, 1980).

Fase-fase pertumbuhan, yaitu : (Volk and Wheeler, 1993)

1) Fase Tenggang (Fase Lag)


Fase ini merupakan periode penyesuaian pada lingkungan dan lamanya bias mencapai satu jam
atau hingga mampu beberapa hari. Fase tenggang hanyalah tengah dalam pembiakan saja karena
sebenarnya sel itu sangat aktif dalam melakukan metabolisme.

2) Fase Logaritma

Fase ini merupakan periode pembiakan yang cepatdan merupakan periode yang biasanya teramati
cirri khas sel-sel aktif.

3) Fase Stasioner

Fase yang mana laju pembiakan sama dengan laju kematian, jumlah keseluruhan bakteri akan
tetap

4) Fase Kematian

Fase yang apabila laju kematian melampaui laju pembiakan, banyaknya bakteri yang sebenarnya
menurun dan biasanya pembiakan berhenti.

Menurut Jutono (1980), perhitungan presentase kematian sel khamir (PK) menggunakan rumus:

A/(A+B) x 100% = PK

Dengan : A = Jumlah sel khamir yang mati

B = Jumlah sel khamir yang hidup

Apabila : A < B = Fase logaritma (PK < 50 %)

A = B = Fase stasioner (PK = 50%)

A > B = Fase kematian sel (PK > 50%)

Khamir dapat tumbuh dalam suatu substrat atau medium berisikan konsentrasi gula yang dapat
menghambat pertumbuhan kebanyakan bakteri; inilah sebabnya mengapa selai, manisan dapat
rusak oleh kapang tetapi tidak oleh bakteri. Demikian pula khamir umumnya dapat bertahan
terhadap keadaan yang lebih asam daripada kebanyakan kebanyakan mikroba yang lain. Karena.
Khamir bersifat fakultatif artinya khamir dapat dengan hidup baik dalam keadaan aerobik
maupun anaerobik. Cendawan dapat tumbuh dalam kisaran suhu yang luas, dengan suhu
optimum bagi kebanyakan saprofitik dari 22-30oC; spesies patogenik mempunyai suhu optimum
lebih tinggi, biasanya 30-37oC (Jutono, 1980).

Pada praktikum ini dilakukan pengamatan dengan menggunakan biakan Saccharomyces


cerevi
seae.
Kerajaan : Jamur

Filum : Ascomycota

Kelas : Saccharomycetes
Sacch Orde : Saccharomycetales
aromy
ces Family : Saccharomycetaceae
cerevi
siae di Genus : Saccharomyces
klasifi
kasika Spesies :Saccharomyces cerevisiae
n
sebag
ai Ascomycetes, bentuk selnya bulat telur dengan ukuran diameter 5-10 mikrometer. Khamir ini
dapat dibudidayakan dengan mudah, waktu generasinya pendek, dapat menggandakan diri dalam
waktu 1,5-2 jam pada suhu 30°C, produksinya cepat dan pemeliharaan beberapa spesimen dengan
biaya rendah. Sering digunakan dalam industri misalnya bir, roti dan anggur fermentasi.
Pertumbuhan khamir melewati 4 fase yang sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang tersedia di dalam
medium yaitu fase lag atau disebut juga fase tenggang dimana bakteri masih beradaptasi dengan
lingkungan disekitarnya, fase logaritma (PK<50%)., fase stasioner (PK=50%) dan fase kematian
(PK>50%).

Pada percobaan ini dilakukan pengamatan morfologi dan spora Saccharomyces cereviseae.
Medium yang digunakan adalah medium wortel dan medium tauge. Pada pengamatan morfologi
khamir, dilakukan pengecatan dengan menggunakan methylen blue dan dapat dilihat perbedaan
pada sel yang mati (biru) dan sel yang hidup (transparan). Sel jika dalam kondisi hidup
membrane selnya bersifat selektif permeable, sehingga tidak semua zat mudah befusi kedalam sel
hidup. Tetapi, dengan matinya suatu sel, maka daya selektifitas membrannya akan berkurang
bahkan sampai hilang. Hal ini akan membuat semua zat bebas masuk kedalam sel, temasuk cat
methylen blue. Jika cat tersebut berhasil berfusi masuk ke dalam sel mati maka warna sel akan
berubah jadi biru.

Bidang pandang Medium tauge cair Medium irisan woretl

(1 + 2 + 3) A B PK A B PK
58 138 29,59% 270 417 39,3%
Total Fase logaritmik Fase logaritmik

Pada medium tauge cair, jumlah total sel yang mati adalah 58 dan yang hidup adalah 138 sel
dengan persentase kematian 29,59%. Pada medium irisan wortel, jumlah total sel yang mati
adalah 270 dan yang hidup adalah 417 sel dengan persentase 39,3% kematian. Berdasarkan
rumus A/(A+B) x 100%, diketahui bahwa sel berada pada fase logaritma, yaitu pada saat
konsentrasi nutrien sangat mencukupi kebutuhan pertumbuhan sel sehingga ketika dilakukan
pengecatan, diperoleh jumlah sel yang hidup lebih tinggi daripada sel yang mati dan hal ini sesuai
pada teori dasar. Berdasarkan hasil persentase kematian pada medium tauge dan wortel dapat
dilihat bahwa medium wortel mempunyai nutrisi yang lebih banyak dari pada medium tauge
sehingga medium wortel lebih baik digunakan.

Pada pengamatan spora khamir dilakukan pengecatan Ziehl Neelsen, yang digunakan adalah
reagen Ziehl Neelsen karbol fuksin (ZN A) yang memberi warna merah, Zn B (etanol) sebagai
peluntur, dan Zn C (Metylen blue) sebagai larutan pembanding. Bentuk spora yang terlihat adalah
bulat dan berwarna transparan sedangkan sel selain spora berwarna biru. Spora khamir tampak
transparan karena Zn C (methylen blue) tidak dapat masuk melalui membran sel yang
melindungi spora tetapi dapat masuk ke bagian sel yang lain karena pengaruh ZN A dan ZN B
yang diteteskaan sebelumnya. Sporanya tersusun atas arkospora (paling luar) dan inti spora
(paling dalam). Pembentukan spora kamir diiringi oleh reproduksi dengan pembelahan biner.
Dari kedua medium di atas (medium tauge cair dan medium irisan wortel), medium yang paling
cocok untuk pertumbuhan spora adalah medium wortel karena memiliki kandungan kalsium yang
cukup untuk pertumbuhan spora. Pembentukkan spora memerlukan kalsium yang penting bagi
endospora sebagai penyusun dinding spora. Kalsium memberikan kekuatan pada dinding spora,
sehingga tahan terhadap panas dan bahan kimia sehingga lebih tahan dari sel vegetatif untuk
bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan atau ekstrim. Spora ini
tumbuh secara vegetatif dan sel khamir adalah haploid. Spora memiliki kemampuan adaptasi
yang lebih tinggi daripada sel vegetatifnya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Saccharomyces Cereviceae. http://translate.googleusercontent.com/ 23 Februari


2011.
Hasanah. 2009. Morfologi Kapang dan
Khamir. http://hasanah619.wordpress.com/2009/10/27/morfologi-kapang-dan-khamir/ 23
Februari 2011.|
Jutono, S. 1980. Pedoman Praktikum Mikrobiologi Umum. Fakultas Pertanian UGM Press.
Yogyakarta.
Pelczar, M.J., Chan, E. S. 198., Dasar-Dasar Mikrobiologi, Edisi 1. Universitas Indonesia Press.
Jakarta.
Volk and Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar, Edisi kelima. Erlangga. Jakarta.

Posted in Laporan Praktikum Mikrobiologi 1 Comment

Morfologi Jamur Benang


Posted on February 13, 2013

DASAR TEORI

Jamur adalah organisme yang sel-selnya berinti sejati atau eukariotik, berbentuk benang,
bercabang-cabang, tidak berklorofil, dinding selnya mengandung khitin atau selulosa atau
keduanya, heterotrof, absortif dan sebagian besar tubuhnya terdiri dari bagian vegetatif berupa
hifa dan generatif yaitu spora. Tubuh jamur tersusun dari komponen dasar yang disebut hifa. Hifa
membentuk jaringan yang disebut miselium. Miselium menyusun jalinan-jalinan semu menjadi
tubuh buah. Hifa adalah struktur menyerupai benang yang tersusun dari dinding berbentuk pipa.
Dinding ini menyelubungi membran plasma dan sitoplasma hifa. Sitoplasmanya mengandung
organel eukariotik (Ashar, 2009).

Jamur tersusun dari benang-benang sel yang panjang dihubungkan bersama dari ujung ke ujung.
Benang-benang itu disebut hifa. Banyak jamur mempunyai dinding penyekat (septa) dalam
hifa menjadi banyak sel dengan nucleus masing-masing. Susunan semacam ini diacu sebagai hifa
bersepta. Dalam beberapa kelas fungi ifa tidak mempunyai sepata jasi kelihatan sebagai satu sel
panjang yang mengandung banyak nulkeus. Hifa smacam ini disebut hifa senosit ( Volk and
Wheeler, 1993).

Jamur benang terdiri atas massa benang yang bercabang-cabang yang disebut miselium.
Miselium tersusun dari hifa (filamen) yang merupakan benang-benang tunggal. Badan vegetatif
jamur yang tersusun dari filamen-filamen disebut thallus. Berdasarkan fungsinya dibedakan dua
macam hifa, yaitu hifa fertil dan hifa vegetatif. Hifa fertil adalah hifa yang dapat membentuk sel-
sel reproduksi atau spora-spora. Apabila hifa tersebut arah pertumbuhannya keluar dari media
disebut hifa udara. Hifa vegetatif adalah hifa yang berfungsi untuk menyerap makanan dari
substrat (Ashar, 2009).

Secara alamiah, jamur dapat berkembang biak dengan dua cara, yaitu secara aseksual dan
seksual. Perkembangbiakan jamur secara seksual dilakukan dengan peleburan inti
sel/nukleus. Secara aseksual dilakukan dengan pembelahan, yaitu dengan cara sel membagi diri
untuk membentuk dua sel anak yang serupa, penguncupan, yaitu dengan cara sel anak yang
tumbuh dari penonjolan kecil pada sel inangnya atau pembentukan spora. Spora aseksual ini
berfungsi untuk menyebarkan speciesnya dalam jumlah yang besar dengan melalui perantara
angin atau air. Ada beberapa macam spora aseksual, di antaranya seperti berikut.

1. Konidiospora, merupakan konidium yang terbentuk di ujung atau di sisi hifa. Ada yang
berukuran kecil, bersel satu yang disebut mikrokonidium, sebaliknya konidium yang
berukuran besar dan bersel banyak disebut makrokonidium.
2. Sporangiospora, merupakan spora bersel satu yang terbentuk dalam kantung yang disebut
sporangium, pada ujung hifa khusus (Fuad, 2009).

Berdasarkan bentuknya dibedakan pula menjadi dua macam hifa, yaitu hifa tidak bersepta dan
hifa bersepta. Hifa yang tidak bersepta merupakan ciri jamur yang termasuk Phycomycetes
(Jamur tingkat rendah). Hifa ini merupakan sel yang memanjang, bercabang-cabang, terdiri atas
sitoplasma dengan banyak inti (soenositik). Hifa yang bersepta merupakan ciri dari jamur tingkat
tinggi, atau yang termasuk Eumycetes (Sumarsih, 2003).

Untuk mengidentifikasi jamur benang lebih diutamakan pengujian sifat-sifat morfologinya, tetapi
perlu juga pengujian sifat-sifat fisiologi. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengamatan
morfologi jamur benang yaitu :

1. Tipe hifa, bersepta atau tidak, jernih atau keruh, dan berwarna atau tidak.
2. Tipe spora, seksual (oospora, zygospora, askospora, atau basidiospora),

aseksual (sporangiospora, konidia, atau oidia)

1. Tipe badan buah, bentuk, ukuran, warna, letak spora atau konidi. Bentuk

sporangiofor / konidiofor, kolumela / vesikula.

1. Bentukan khusus, misalnya adanya stolon, rhizoid, sel kaki, apofisa,

klamidospora, sklerosia, dan lain-lain (Sumarsih, 2003).

Klasifikasi jamur dapat dibedakan menjadi :

1. Zygomiycotina

Miceliumnya bercabang banyak dan hifanya tidak bersekat – sekat, miselium pada rizopus
memiliki tiga tipe hifa, yaitu ;

1. Stolon, yaitu hifa yang membentuk jaringan pada substrat misalnya roti.
2. Ryzoid, yaitu hifa yang membentuk substrat dan berfungsi sebagai jangkar untuk
menyerap makanan.
3. Sporanggiofor, yaitu hifa yang tumbuh tegak pada permukaan substrat dan memiliki
sporangia globuler( bentuk built diujungnya).

Pada talus Rhizopus di samping hifa vegetatif dan sporangium terdapat juga hifa seperti akar
yang pendek dan bercabang banyak yang disebut rizoid. Reproduksi seksual pada beberapa genus
terjadi dengan peleburan ujung-ujung hifa multinukleat. Ujung-ujung ini terdiri dari lepuh-lepuh
terminal cabang-cabang hifa. Pola reproduksi ini pada umumnya teradi pada Mucor,
Absidia, danRhizopus (Pelczar, 1986).

2. Ascomycotina

Ciri khusus dari ascomycotina adalah dapat menghasilkan spora askus (askospora), yaitu spora
hasil reproduksi seksual, berjumlah delapan spora yang tersimpan di dalam kotak spora.
Reproduksi seksual dari ascomycotina adalah dengan membentuk alat reproduksi betina yang
ukurannya lebih besar, yang disebut askogonium. Di dekatnya, dari ujung hifa yang lain
terbentuk alat reproduksi jantan yang disebut anteridium. Sedangkan secara aseksual melalui
pembentukan tunas, berbentuk konidia dan fragmentasi, contohnya
adalah Aspergillus dan Penicillium (Volk and Wheeler, 1993).

3. Basidiomycotina

Ciri utama dari divisi ini adalah hifa septat dengan sambungan apit (clamp connection), spora
seksualnya terbentuk dari basidium yang berbentuk ganda. Terdiri dari beberapa kelas,
diantaranya adalah kelas Hymenomycetes, ordo argalicales, family agaricaceae, yang mencakup
jamur – jamur berlamela atau memiliki keeping lipatan. Ciri – ciri jamur ini antara lain adalah
berdaging, saprobe, tubuh buah seperti payung,tetapi pada bebrapa spesies tangkainya asimetris,
pendek bahkan tidak bertangkai. Basidiospora terdapat dipermukaan lamella atau bilah yang
terbentuk di bagian bawah tudunya, contoh terkenal dari agaricaceae ini adalah Volvariella
volvaceae (jamur padi, kamur dami). Daur hidup basidiomycotina dimulai dari pertumbuhan
spora basidium atau pertumbuhan konidium. Spora basidium atau konidium akan tumbuh
menjadi benang hifa membentuk miselium (Anonim, 2008).

4. Deuteromycotina

Divisi ini disebut juga fungiimperfecti karena belum diketahui adanya reproduksi seksual , hifa
septat atau uniseluler. Reproduksi aseksual dengan menghasilkan konidia atau menghasilkan hifa
khusus disebut konidiofor. Kemungkinan jamur ini merupakan suatu perkembangan jamur yang
tergolong Ascomycocetes ke Basidiomicetes tetapi tidak diketahui hubungannya. Jamur ini
bersifat saprofit dibanyak jenis materi organik, sebagai parasit pada tanaman tingkat tinggi , dan
perusak tanaman budidaya dan tanaman hias. Jamur ini juga menyebabkan penyakit pada
manusia , yaitu dermatokinosis (kurap dan panu) dan menimbulkan pelapukan pada kayu. Contoh
klasik jamur ini adalah monilia sitophila , yaitu jamur oncom. Jamur ini umumnya digunakan
untuk pembuatan oncom dari bungkil kacang. Monilia juga dapat tumbuh dari roti , sisa- sisa
makanan, tongkol jagung , pada tonggak – tonggak atau rumput sisa terbakar, konodiumnya
sangat banyak dan berwarna jingga (Anonim, 2008).

5. Mycophycophyta.

Jamur ini merupakan jamur lendir sejati. Jamur ini dapat ditemukan pada kayu terombak, guguran
daun, kulit kayu, dan kayu. Bentuk vegetatifnya disebut plasmodium. Plasmodium merupakan
masa sitoplasma berinti banyak dan tidak dibatasi oleh dinding sel yang kuat. Sel-selnya
mempunyai gerakan amoeboid diatas substrat. Cara makan dengan fagositosis. Apabila
plasmodium merayap ke tempat yang kering, akan terbentuk badan buah. Badan buah
menghasilkan spora berinti satu yang diselubungi dinding sel. Spora berasal dari inti-inti
plasmodium. Struktur pada semua stadium sama, yaitu seperti sel soenositik dengan adanya aliran
sitoplasma. Perkembang biakan jamur ini dimulai dari sel vegetatif haploid hasil perkecambahan
spora. Sel tersebut setelah menggandakan diri akan mengadakan plasmogami dan kariogami yang
menghasilkan sel diploid. Sel diploid yang berkembang menjadi plasmodium yang selnya
multinukleat tetapi uniselular, selanjutnya membentuk badan buah yang berbentuk sporangium.
Sporangium tersebut menghasilkan spora 36 haploid. Contoh jamur ini adalah Lycogala
epidendron, Cribraria rufa , dan Fuligo septica (Sumarsih, 2003).

Penisillium dan Aspergillus dikalsifikasikan sebagai Deuteromycetes, meskipun tingkat


pembentukkan sporanya telah ditentukkan pada beberapa spesies. Kapang-kapang ini memiliki
kepala konidium yang khas dan mudah dibedakan. Sebagaian besar cendawan yang patogenik
pada manusia adalah Deuteromycetes. Mereka seringkali membentuk spora aseksual pada
beberapa macam didalam spesies yang sama sehingga dapat membantu mengidentifikasinya di
laboratorium (Pelczar, 1986).

Aspergillus dan Penicillium dikenal karena stadium konidiumnya. Miselium berinti empat
bercabang-cabang kerp kali diduduki oleh sejumlah besar penampang konidium yang terbentuk
sendiri-sendiri diatas hifa dimana didalamnya terbentuk satu sel hifa, sel kaki bercabang dan
membentuk hifa tegak lurus. Pada aspergillus hifa ini berujung dengan sebuah gelembung, keluar
dari gelembung ini tumbuhlah sterigma. Pada sterigma muncul konidium-konidium yang tersusun
berurutan mirip bentuk untaian mutiara (Schlegel, 1984).

Mucor dan Rhizophus termasuk dalam genus yang lebih tinggi di dalam kelas Phycomycetes dan
berepoduksi baik secara seksual mauun aseksual. Mereka merupaka patoen oportunis, artinya
tidak menyebabkan penyakit pada inang sehat tetapi menyebabkan mikosis (infeksi oleh
cendawan) pada inang terkompromi., yaituorang yang sudah lemah karena penyakit. Mereka
mempunyai talus niselium yang berkembang dengan baik Hifa fertile menghasilkan sporangium
pada ujung sporangipora. Pada talus Rhizopus, disamping hifa vegetatif terdapat juga hifa seperti
akar yang pendek dan bercabang banyak yang disebut rhizoid (Pelczar, 1986).

PEMBAHASAN

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, telah diamati beberapa jamur benang seperti Rhyzopus
sp, Mucor sp, Penicillium sp, Aspergillus sp, dan Monilia sp.

1. Rhyzopus sp.

Kerajaan : Fungi

Class : Zygomycetes Rhizo


pus
Order : Mucorales sp hid
up
Family : Mucoraceae sebag
ai
Genus : Rhizopus saprof
it dan
Species : Rhizopus sp bebera
pa
spesie
s lain hidup sebagai parasit pada tumbuhan. Jamur ini mempunyai bentuk yang
menyerupai Mucor sp. dan yang membedakannya yaitu miseliumnya yang terbagi atas stolon
yang menghasilkan rhizoid (akar yang pendek dan bercabang banyak) dan sporangiofor. Rhizopus
sp. biasanya tumbuh sangat cepat dari semua miseliumnya berbentuk seperti kapas menjadi
kehitaman akibat dari pertumbuhannya dari sporangioforanya yang berwarna gelap.

Rhizopus Sp. dapat menghasilkan spora seksual dan aseksual. Spora aseksualnya sering
disebut sporangiophore dan dihasilkan di dekat sporangium. Secara genetik, sifat spora ini identik
dengan induknya. Pada Rhizopus, sporangium didukung oleh sebuah kolumela yang besar.
Rhizospora yang berwarna gelap dihasilkan saat terjadi fusi antara dua miselia yang sesuai. Fusi
ini terjadi saat berlangsungnya reproduksi seksual. Keturunan yang dihasilkan melalui reproduksi
seksual dapat memiliki perbedaan sifat dari induknya secara genetik. Bagian tubuh Rhizopus
oryzae seperti sporangium yang mengandung spora, sporangiophore atau tangkai spora,
kolumela, stolon, dan rhizoid..

Beberapa spesies Rhizopus dapat merugikan manusia karena menyebabkan zygomiosis yang
berakibat fatal bagi kehidupan. Hal ini disebabkan Rhizopus mempunyai pertumbuhan yang
teratur dan dapat hidup pada suhu yang relatif tinggi. Beberapa jenis termasuk patogen pada
tumbuhan.Rhizopus dimanfaatkan dalam pembuatan tempe dari kacang kedelai dan minuman
beralkohol.

2. Mucor sp

Kingdom: Fungi Secara


makro
Class : Phycomycetes skopis
Phylum : Zygomycota jamur
Order : Mucorales ini
Family : Mucoraceae seperti
Genus : Mucor Rhizo
pus sp
.
yakni miseliumnya seperti kapas tetapi warnanya lebih putih dibandingkan dengan Rhizopus sp.
dan secara mikroskopis jamur ini memiliki stolon tetapi tidak memiliki rhizoid dan
sporangiofornya lebih pendek dibanding dengan Rhizopus.

Mucor tidak mempunyai sekat pada hifanya. Hidup saprofit dari sisa-sisa makanan yang
berkarbohidrat. Merupakan jamur primitive. Mucor sp. berkembang biak dengan menggunakan
sporangium yang tumbuh pada ujung hifa. Hifa-hifa tersebut akan menggelembung dan tidak
berseptum, kemudian protoplast di dalam hifa gelembung tadi akan membelah diri
membentuk spora. Apabila telah dewasa sporangium akan pecah dan spora-spora akan
bersebaran. Secara generatif Mucor sp. berkembang biak dengan hifa positif dan negative.
Apabila ujung hifa bersatu dinamakan zigospora. Zigospora dapat terlepas dari miselium dan
akan tumbuh menjadi sporangium dan berkembang sampai miselium. Peranan Mucor sp. adalah
dapat menimbulkan infeksi secara tiba-tiba, parah dan cepat pada jaringan-jaringan dan dengan
cepat menyerang system saraf pusat.

3. Penicillium sp

Kingdom : Fungi
Phylum : Deuteromycota
Penici
Class : Eurotiomycetes lium s
p.
Order : Moniliales biasan
ya
Family : Moniliaceae bersep
ta,
Genus : Penicillium badan
buah
Speies : Penicillium sp berbe
ntuk
seperti
sapu yang diikuti sterigma dan konidia yang tersusun seperti rantai. Konidia pada hampir semua
species saat masih muda berwarna hijau kemudian berubah menjadi kecoklatan.
Koloni Penicillium sp. biasanya berwarna hijau, terkadang putih, sebagian besar memiliki
konidiofor.

Hifa dari spesies ini bersepta dan miseliumnya muncul di atas permukaan berasal dari hifa di
bawah permukaan. Penicillium sp. diklasifikasikan sebagai deuteromycetes meskipun tingkat
pembentukkan askosporanya telah ditemukan pada beberapa spesies. Jamur ini mempunyai
kepala konidium. Miselium berinti empat bercabang-cabang kerp kali diduduki oleh sejumlah
besar penampang konidium yang terbentuk sendiri-sendiri diatas hifa dimana didalamnya
terbentuk satu sel hifa, sel kaki bercabang dan membentuk hifa tegak lurus.

4. Aspergillus sp.

. Kingdom : Fungi

Phylum : Ascomycota Fase


perke
Class : Eurotiomycetes mban
gbiaka
Order : Eurotiales n
aseksu
Family : Trichocomaceae al
Asper
Genus : Aspergillus gillus
meng
Species : Aspergillus sp hasilk
an
konidi
um yang disangga konodiofor. Ujung konidiofornya berbentuk seperti bola dengan sejumlah
cabang yang masing-masing menyangga ranting konidium. Aspergillussp merupakan saprofit dan
parasit. Aspergillus mempunyai konidium di bagian ujungnya dan mempunyai hifa bersekat serta
bersepta. Aspergillus bersifat aerobik dan ditemukan di hampir semua lingkungan yang kaya
oksigen, dimana mereka umumnya tumbuh sebagai jamur pada permukaan substrat, sebagai
akibat dari ketegangan oksigen tinggi. habitatnya adalah di daerah yang lembab dan dapat hidup
pada buku, kayu dan pakaian, dapat hidup di daerah tropis dan subtropis tergantung pada kondisi
lingkungan. Jamur ini tumbuh sebagai saproba pada berbagai macam bahan organik, seperti roti,
olahan daging, butiran padi, kacang-kacangan, makanan dari beras atau ketan, dan kayu.

5. Monilia sp

Kingdom : Fungi

Divisi : Amastigomycota Monili


a me
Kelas : Deuteromycotina mpun
yai 2
Ordo : Moniliales jenis
hifa
Famili : Moniliaceae yaitu
hifa
Genus : Monilia fertile
(untuk
Spesies : Monilia sp. memb
entuk sel-sel reproduksi) dan hifa vegetatif (untuk menyerap makanan dan nutrisi). Dinding
selnya terdiri dari khitin. Reproduksi secara aseksual dengan pembentukkan spora vegetatif yaitu
konidia. Monilia sp. dapat menyebabkan penyakit seperti infeksi pada permukaan kulit yang
disebabkan oleh aermatolita yang terbatas pada jaringan keratin seperti kuku, rambut dan stratum
kornea.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Klasifikasi Jamur. http://www.crayonpedia.org/ 20 Februari 2011.


Ashar, N. 2009. Laporan Praktikum Mikrobiologi Dasar Tentang
Jamur. http://nandofiles.blogspot.com/ 20 Februari 2011.
Fuad, A. 2009. Jamur. http://auvicena.blogspot.com/ 20 Februari 2011.
Pelczar, M.J., Chan E.S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Schlegel G.H., Karin S. 1994. Mikrobiologi umum. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Sumarsih, S. 2003. Mikrobiologi Dasar. http://sumarsih07.files.wordpress.com/ 20 Februari 2011.
Volk and Wheeler. 1993. Mikrobiologi Dasar. Erlangga. Jakarta.

Posted in Laporan Praktikum Mikrobiologi Leave a comment

Morfologi Algae
Posted on February 12, 2013

DASAR TEORI

Algae termasuk mikroorganisme eukariotik. Mereka umumnya bersifat fotosintetik dengan


pigmen fotosintetik hijau (klorofil), biru kehijauan (fikobilin), coklat (fikosantin), dan merah
(fikoeritrin). Secara morfologi, algae ada yang berbentuk uniseluler dan ada pula yang
multiseluler tetapi belum ada pembagian tugas pada komponen sel-selnya. Algae uniseluler
(mikroskopik) dapat betul-betul berupa sel tunggal, atau tumbuh dalam bentuk rantaian atau
filamen. Ada beberapa jenis algae yang sel-selnya membentuk koloni, misalnya pada Volvox,
koloni terbentuk dari 500-60.000 sel. Koloni-koloni inilah yang dapat dilihat dengan mata biasa.
Algae multiseluler (makroskopik) mempunyai ukuran besar sehingga dapat dilihat dengan mata
biasa. Algae makroskopik biasanya mempunyai berbagai macam struktur khusus. Beberapa jenis
algae mempunyai struktur yang disebut hold fast yang mirip dengan sistem perakaran pada
tanaman. Fungsinya adalah untuk menempelnya algae pada batuan atau substrat tertentu. Hold
fast tidak dapat digunakan untuk menyerap air atau nutrien (Anonim, 2010).

Menurut Pleczar (1989), Algae berukuran beragam dari beberapa mikrometer sampai bermeter-
meter panjangnya. Organisme ini mengandung klorofil serta pigmen- pigmen lainnya. Algae
hidup di air. Algae renik yang terapung-apung merupakan bagian dari fitoplankton (flora laut
tersuspensi). Dan berguna sebagai sumber makanan yang penting bagi organisme lain. Algae
berkembangbiak secara seksual. Algae mempunyai peranan dalam kehidupan yaitu sebagai
suplemen makanan kesehatan, sebagai bahan makanan, untuk membuat agar-agar, menghasilkan
iodium, bahan membuat kapsul, dan bahan membuat es krim.

Algae termasuk golongan tumbuhan berklorofil dengan jaringan tubuh yang secara relatif tidak
berdiferensiasi, tidak membentuk akar batang dan daun. Tubuh Algae atau ganggang secara
keseluruhan disebut dengan talus ganggang dan golongan Thallopyta yang lain dianggap sebagai
bentuk tumbuhan rendah yaitu tumbuhan yang mempunyai hubugan kekeluargaan yang sangat
erat dengan organisme lain yang paling primitif dan mulai muncul pertama di bumi sifat
tumbuhan rendah yang memiliki stuktur yang kompleks, diperkirakan terdapat sekitar 30.0000
spesies ganggang yang tumbuh di bumi, kebanyakan diantaranya hidup dilaut, species yang
hidup diair tawar kelihatannya mempunyai arah perkembangan yang lebih leluasa, jika
dibandingkan dengan bentuk yang hidup di darat (Tjitrosoepomo, 1983).

Algae tidak memerlukan sistem transport nutrien dan air, karena nutrien dan air dapat dipenuhi
dari seluruh sel algae. Struktur khusus yang lain adalah bladder atau pengapung, yang berguna
untuk menempatkan algae pada posisi tepat untuk mendapatkan cahaya maksimum. Tangkai atau
batang pada algae disebut stipe, yang berguna untuk mendukung blade, yaitu bagian utama algae
yang berfungsi mengabsorbsi nutrien dan cahaya (Anonim, 2010).

Menurut Ciremai (2008), bahwa sampai permulaan abad 20 telah dikenal 4 kelas Algae, yaitu
Chlorophyceae, Phaeophyceae, Rhodophyceae dan Myxophyceae (Cyanophyceae). Menurut
Nontji (1981), Chlorophyceae merupakan kelompok terbesar dari vegetasi Algae. Perbedaan
dengan divisi lainnya karena memiliki warna hijau yang jelas seperti pada tumbuhan tingkat
tinggi karena mengandung pigmen klorofil a dan klorofil b lebih dominan dibangkan karotin dan
xantofil. Hasil asimilasi dari beberapa amilum, penyusunnya sama seperti pada tumbuhan
tingkattinggi yaitu amilose dan amilopektin. Algae berperan sebagai produsen dalam ekosistem.
Berbagai jenis Algae yang hidup bebas di air terutama yang tubuhnya bersel satu dan dapat
bergerak aktif merupakan penyusun fitoplankton. Sebagian besar fitoplankton adalah anggota
Algae hijau, pigmen klorofil yang demikian efektif melakukan fotosintesis sehingga Algae hijau
merupakan produsen utama dalam ekosistem perairan.

Algae hijau sebagian besar hidup di air tawar, beberapa di antaranya di air laut dan air payau.
Algae hijau yang hidup di laut tumbuh di sepanjang perairan yang dangkal. Pada umumnya
melekat pada batuan dan seringkali muncul apabila air menjadi surut. Sebagian yang hidup di air
laut merupakan mikro Algae seperti Ordo Ulotrichales dan Ordo Siphonales. Jenis yang hidup di
air tawar biasanya bersifat kosmopolit, terutama yang hidup di tempat yang cahayanya cukup
seperti kolam, danau, genangan air hujan, dan pada air mengalir (air sungai, selokan). Algae hijau
ditemukan pula pada lingkungan semi akuatik yaitu pada batu-batuan, tanah lembab, dan kulit
batang pohon yang lembab (Taylor, 1960).

Menurut Volk and Wheeler (1993), algae yang menguntungkan bagi kehidupan manusia adalah :

1. Pembebas energi, banyak terdapat pada divisi Chlorophyta yang memiliki klorofil.
2. Penyusun biomassa
3. PST (Protein Sel Tunggal) contohnya divisi chlorophyta yaitu Chlorella sp.
4. Pengolahan limbah.
5. Pembuat agar, contohnya divisi Rhodophyta marga Gelidium.
6. Pembuat makanan, contohnya divisi Rhodophyta marga Poriphyra untuk pembuatan
sushi.
7. Penghasil O2 yaitu kemampuannya sebagai organisme autotrof, namun hanya algae yang
mempunyai klorofil yang mampu berfotosintesis divisi chlorophyta

Algae yang merugikan kehidupan manusia adalah : (Volk and Wheeler, 1993).

1. Blooming algae. Merupakan salah satu peranan merugikan dari algae dimana suatu
ekosistem air terjadi peledakan biomassa algae yang dapat menutupi perairan sehingga
organisme dibawahnya tertutup cahaya matahari khususnya produsen sehingga tidak
dapat melakukan fotosintesis
2. Penyebab penyakit, contohnya di Amerika Serikat disebut dengan istilah “Pasang
Merah”, oleh divisi pyrrophyta (genus Gymnodium dan Gonyaulaz) yang menyebabkan
keracunan, kelumpuhan hingga kematian.

PEMBAHASAN

Tumbuhan algae merupakan tumbuhan talus yang hidup di air, baik air tawar maupun air laut,
dan selalu menempati habitat yang lembab atau basah. Alga menyimpan hasil kegiatan
fotosintesis sebagal hasil bahan makanan cadangan didalam selnya. Sebagal contoh adalah alga
hijau yang dapat menyimpan pati seperti pada tumbuhan tingkat tinggi \

Alga adalah organisme berkloroplas yang dapat mneghasilkan oksigen mclalui proses
fotosintesis. Ukuran alga beragam dan beberapa micrometer sarnpai beberapa meter panjangnya.
Alga tersebar luas di alam dan dijumpai hanipir di segala macam lingkungan yang terkena sinar
matahari

Kebanyakan alga adalah organisme akuatik yang tumbuh pada air tawar atau air laut. Beberapa
jenis alga fotosintetik yang menggunakan CO sebagai sumber karbon dapat tumbuh dengan baik
di tempat gelap (lengan mcnggunnkun senyawa organic sebagai sumber karbon, jadi bcrubah dan
metabol isme fotosintesis menjad I metabolisme pernafasan dan perubahan mi bergantung pada
keberadaan matahari.

Alga memiliki sel-sel kloroplas yang berwarna hijau. mengandung kiorofil a dan b serta
karcionoid. Pada kloroplas terdapat pirenoid hasil asimilasi berupa tepung dan lemak.
Cloropyceae terdiri atas scI kecil yang merupakan koloni berbentuk benang yang bercabang-
cabang atau tidak adapula yang membentuk koloni yang menyerupai kormus tumbt ban tingkat
tiriggi. Biasanyan hidup dalarn air tawar, menempatkan suatu bentos. Yang bersel besar dan ada
pula yang hidup di air laut, terutama dekat pantai.

Berdasarkan percobaan yang dilakukan, didapat beberapa jenis alga yaitu Astasia
klebsi, Chlorococum humicola, Gonatozygon kinahan, Closteriopsis longissima, dan Ceralium
hirundinella.

1. Astasia klebsi

Divisi : Euglenophycota
Astasi
Kelas : Euglenophyceae a berb
entuk
Bangsa: Euglenales spindl
e
Suku : Euglenaceae denga
n
Marga : Astasia panjan
g 50-
Jenis : Astasia klebsi 59
mikro
n dan lebar 13-20 mikron. Bintik mata tidak terlihat. Butiran paramylon berbentuk telur.
Merupakan mahluk hidup bersel satu yang mirip hewan karena tidak berdinding sel dan
mempunyai alat gerak berupa flagel sehingga dapat bergerak bebas. Mirip tumbuhan karena
memiliki klorofil dan mampu berfotosintesis. Hidup di air tawar, dalam tanah dan tempat lembab,
Cara berkembang biak yaitu dengan membelah diri yang disebut pembelahan biner.

2. Chlorococum humicola

Division : Thallophytha Chlor


ococu
Class : Chloropycaeae m
humic
Ordo : Chlorococcales ola

Family : Chlorococcaceae Algae


ini
Genus : Chlorococum merup
akan
Species : Chlorococum humicola gangg
ang
hijau
yang masuk dalam bangsa chlorococcales. Ciri khusus yang dimiliki oleh bangsa ini adalah sel-
sel vegetatifnya tidak memiliki bulu cambuk jadi tidak bergerak, mempunyai satu inti dan satu
kloroplas. Mereka merupakan satu koloni yang bentuknya bermacam-macam, dan tidak lagi
mengadakan pembelahan sel yang vegetatif. Perkembangbiakan dengan zoospora yang
mempunyai bulu cambuk yang dinamakan aplanospora. Pembentukan koloni telah dimulai sejak
organisme berupa zoo- atau aplaospora. Bentuk koloni yang spesifik untuk tiap-tiap jenis ini
segera terbentuk setelah spora keluar darisel induknya, bahkan ada yang selagi spora masih dalam
sel induknya.

Division : Thallophytha 3.
Gonat
Class : Bacillariophyceae ozygo
n
Ordo : Centrales kinah
an
Genus : Gonatozygon
Alga
Species : Gonatozygon kinahan jenis
ini
biasan
ya tedapat pada air tawar, air asin serta pada tanah lembab. Alga ini juga termasuk jenis diatom
yang uniseluler. Setiap satu selnya mengandung satu nucleus yang nyata serta plastid-plastid
yang masih berbentuk pita atau lensa kecil.untuk perkembangbiakan seksual, suatu sel vegetatif
mengadakan pembelahan rediksi sehingga terbentuk 4 inti yang haploid. Tiga diantaranya binasa,
sehingga tinggl satu inti saja yang lalu merupakan inti telur dan seluruhnya sekarang merupakan
oogonium. Pada sel lainnya, ke 4 inti yang haplorid itu tetap da akhirnya dari satu sel vegetatif
terbentuk spermatozoid, jadi dalam hal ini satu sel vegatatif menjadi anteredium. Setelah tutup sel
membuka, spermatozoid dapat bergerak bebas menujuke suau oogonium. Setelah terjadi
pembuahan, zigot lalu membentuk kulit dari pectin, kedua inti sel kelamin besatu dan akhirnya
keluarlah aukspora, tumbuh menjadi besar, dan melepaskan diri dari selubung oogoiumnya.

4. Closteriopsis longissima

Divisi : Chlorophyta 5. C
eratiu
Kelas : Chlorophyceae m
hirund
Bangsa : Chlorococcales inella

Suku : Oocystaceae Dari


bebera
Marga : Closteriopsis pa
algae
Jenis : Closteriopsis longissima yang
Divisi : Pyrrophycophyta diama
ti,
Kelas : Dinophyceae ditem
ukan
Bangsa : Gonyaulacales bebera
pa
Suku : Ceratiaceae persa
maan
Marga : Ceratium dan
perbe
Jenis : Ceratium hirundinella daan.
Persamaannya adalah organisme uniseluler, hidup pada habitat air tawar, melakukan fotosintesis
karena memiliki klorofil. Perbedaannya adalah masing-masing algae tersebut memiliki ukuran
dan bentuk sel yang berbeda-beda.

Algae mempunyai beberapa keuntungan dan kerugian bagi kehidupan manusia.

1. Algae yang menguntungkan yaitu:

1. Pembebas energi, banyak terdapat pada divisi Chlorophyta yang memiliki klorofil.
2. Penyusun biomassa
3. PST (Protein Sel Tunggal) contohnya divisi chlorophyta yaitu Chlorella sp.
4. Pembuat makanan, contohnya divisi Rhodophyta marga Poriphyra untuk pembuatan
sushi.
5. Penghasil O2 yaitu kemampuannya sebagai organisme autotrof, namun hanya algae yang
mempunyai klorofil yang mampu berfotosintesis divisi chlorophyta.

2. Algae yang merugikan yaitu :


1. Blooming algae. Merupakan salah satu peranan merugikan dari algae dimana suatu
ekosistem air terjadi peledakan biomassa algae yang dapat menutupi perairan sehingga
organisme dibawahnya tertutup cahay matahari khususnya produsen sehingga tidak dapat
melakukan fotosintesis
2. Penyebab penyakit, contohnya di Amerika Serikat disebut dengan istilah “Pasang
Merah”, oleh divisi pyrrophyta (genus Gymnodium dan Gonyaulaz) yang menyebabkan
keracunan, kelumpuhan hingga kematian.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2010. Algae. http://blog.unila.ac.id/wasetiawan/files/2010/01/ALGAE-rev-01.pdf / 20


Februari 2011.
Ciremai. 2008. Biologi Laut. Gramedia. Jakarta.
Notji, A. 1981. Biologi Laut Nusantara. Djambatan. Jakarta.
Plezar, M. J. 1989. Dasar-Dasar Mikrobiolgi. UI Press. Jakarta.
Taylor. 1960. Biologi. Ganeca Exact. Bandung.
Tjitrosoepomo, G. 1983. Taksonomi Tumbuhan Obat-Obatan. UGM Press. Yogyakarta.
Volk dan Wheeler. 1993. Dasar- Dasar Mikrobiologi. Erlangga. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai