Anda di halaman 1dari 11

PRAKTIKUM FITOKIMIA

PERCOBAAN IV

IDENTIFIKASI GLIKOSIDA SAPONIN,

TRITERPENOID DAN STEROID PADA

EKTRAK BAWANG PUTIH

OLEH:

KELOMPOK 6

1. I KADEK DWIJA KUSUMA (202028)


2. NI KOMANG PUJA PRASCITA DEWI (202027)
3. KADEK DWI OKTARIADI (202029)
4. NI MADE PUTRI WINDARI (202031)
5. NI KADEK DEVI RISMAWATI (202032)
6. I NYOMAN HARDIANTA (202033)

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI


SEKOLAH TINGGI FARMASI MAHAGANESHA
2021/2022
A. TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mahasiswa dapat melakukan identifikasi glikosida saponin,
triterpenoid dan steroid
2. Mahasiswa dapat memahami dan mengerti kandungan glikosida
saponin, triterpenoid dan steroid
B. DASAR TEORI

Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin. Glikosida


saponin bisa berupa saponis steroid maupun triterpenoid. Saponin adalah senyawa
aktif permukaan yang kuat yang menimbulkan busa jika dikocokkan dalam air dan
pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolysis sel darah merah.
Saponin adalah glikosida yaitu metabolit sekunder yang banyak terdapat di alam,
terdiri dari gugus-gugus gula yang berikatan dari aglikon atau sapogenin. Saponin
ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan
dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan.
Saponin merupakan senyawa glikosida triterpenoida ataupun glikosida
steroid yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta
dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisa sel
darah merah. Saponin memmiliki berat molekul tinggi, dan berdasarkan struktur
aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe steroida dan tipe
triterpenoida. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan
memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan
isoprenoid. (Gunawan dan Mulyani, 2004). Sifat-sifat saponin :
- berasa pahit, berbusa dalam air,
- mempunyai sifat deterjen yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin,
- mempunyai sifat hemoelisis,
- merusak sel darah merah,
- mempunyai sifat antisedatif dan
- mempunyai sifat antiinflamasi.
- Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksiteroidlainya
- Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
- Berat molekul relative tinggi dan analisi hanya menghasilkan
- formula empiris yang mendekati
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu
skualena. Senyawa terpenoid terdapat bebas dalam jaringan tanaman, tetapi banyak
diantaranya yang terdapat sebagai alkohol, aldehid (Harbone,1987), glikosida dan
ester asam aromatic (Sastrohamidjojo, 1996).Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk
kristal, bertitik leleh tinggi dan bersifat optis aktif, yang umumnya sukar dicirikan
karena tidak mempunyai kereaktifan kimia. Kebanyakan senyawa ini memberikan
warna hijau- biru dengan pereaksi Liebermann-Burchard (asam asetat anhidrid-asam
sulfat pekat) (Harborne, 1987).
Steroid adalah senyawa organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang didapat
dari hasil reaksi penurunan dari terpena atau skualena. Senyawa yang termasuk
turunan steroid, misalnya kolesterol, ergosterol, progesteron, dan estrogen. Pada
umunyasteroid berfungsi sebagai hormone (Harborne, 1987).

C. PROSEDUR PERCOBAAN
1. ALAT DAN BAHAN
Alat

a. Penangas air
b. Kaca arloji

c. Beaker glass
d. Batang pengaduk

e. Tabung reaksi
f. Pipet tetes
g. Plat KLT
h. Pensil penggaris

Bahan
a. Ekstrak simplisia Bawang Putih
b. HCl 2 N
c. Etanol
d. H2SO4 pekat
e. Asam asetat anhidrat
f. Ammonia
g. n-heksana
h. etil asetat
2. CARA KERJA
a. Preparasi Sampel

Timbang sebanyak 100 mg ekstrak

Larutkan dalam 10 ml pelarut yang sesuai (etanol 70%)

b. Identifikasi Triterpenoid/Steroid

Sebanyak 2 ml larutan uji diuapkan menggunakan cawan penguap diatas


penganas air

Hasil residu dilarut dengan 0,5 ml kloroform, dipindahkan ke dalam tabung


reaksi dan ditambahkan 0,5 ml asam asetat anhidrat dan 2 ml asam sulfat pekat
secara perlahan melalui Dinding tabung.

Terbentuknya cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan


menunjukkan adanya triterpenoid, sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan
menunjukkan adanya steroid

c. Identifikasi Saponin

Sebanyak 10 ml larutan uji dipanaskan kemudian dikocok selama 10 detik akan


timbul busa. Busa akan bertahan selama 10 menit kemudian diteteskan dengan 1
tetes HCl 2N busa tidak hilang
Kromatografi Lapis Tipis
a. Steroid/Triterpenoid

a. Larutan uji (preparasi sampel) sebanyak 5 mL totolkan pada plat


KLT.

Fase Diam : Silika Gel G 60 F254


Fase Gerak : kloroform:methanol (9:1)
Penampak noda : Lieberman Burchard

Untuk penampakan noda digunakan Liebermand Burchard disertai


pemanasan pada suhu 1050C selama 5 menit. Reaksi positif ditandai
dengan adanya noda berwarna hijau biru (Yuda et al., 2017). KLT
steroid menggunakan pembanding betasitosterol dengan melarutkan 10
mg dalam 1 mL etanol 96%.

b. Pembuatan larutan pembanding beta sitosterol (10 mg dalam 1 mL n-


hexan)

b. KLT Saponin

a. Larutan uji (preparasi sampel) sebanyak 5 mL totolkan pada plat


KLT.

Fase Diam : Silika Gel 60 F254


Fase Gerak : kloroform - metanol – air (5,9 : 3,2 :0,9)
Penampak noda : Lieberman Burchard

Eluen dibiarkan merambat hingga mencapai batas plat yang telah


ditandai. Plat yang telah kering diamati pada sinar UV 254 nm dan UV
365 nm, dan ditentukan nilai Rf nya. Reaksi positif mengandung
saponin dengan penyemprotan Liebermand Burchard memberikan noda
berwarna biru, biru violet, kadang merah atau kuning coklat pada sinar
tampak.

b. Pembuatan larutan pembanding sapogenin dengan melarutkan 10 mg


dalam 1 mL etanol 96%.
D. HASIL PENGAMATAN
a. Uji Skrining (reaksi tabung)
Hasil
No Senyawa Pereaksi Reaksi Positif Kesimpulan
Pengamatan

Triterpenoid:
-kloroform cincin kecoklatan
Triterpenoid/ Positif
1 -asam asetat
Steroid triterpenoid
-asam sulfat Steroid: cincin biru
kehijauan

Positif
2 Saponin HCl 2N Busa tidak hilang mengandung
saponin

b. Uji KLT
Sesudah Elusi
Visual UV 365 nm
Rf Rf
Jenis uji Ekstrak Pembanding Ekstrak Pembanding (B) Ekstrak Pembanding
(A) (C) (D)

Uji saponin 0,84 0,85 - - 6,7 6,8

Uji
triterpenoid/ 0,56 - - - 4,5 -
steroid
Sesudah Disemprot Dengan Pereaksi Pereaksi Lieberman Burchard

Visual UV 365 nm
Rf Rf
Jenis uji Pembanding
Ekstrak Pembanding Ekstrak(E) Pembanding (F) Ekstrak(G)
(H)
Uji saponin 0,85 0,85 - - 6,8 6,8

Uji triterpenoid/
0,56 - - - 4,5 -
steroid

Uji triterpenoid/
steroid setelah 0,575 - 1,3 - 4,6 -
pemanasan

c. Gambar Plat KLT


Uji Saponin
Visual UV 365 Visual Setelah UV 365 Setelah
menggunakan pereaksi menggunakan
Lieberman Burchard pereaksi pendeteksi
Lieberman Burchard
Uji Triterpenoid/steroid
Visual UV 365 Visual Setelah UV 365 Setelah
menggunakan pereaksi menggunakan
Lieberman Burchard pereaksi pendeteksi
Lieberman Burchard
E. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini melakukan identifikasi adanya senyawa golongan
glikosida saponin, triterpenoid dan steroid dari ekstrak bawang putih. Pada uji
saponin dengan menggunakan pereaksi HCl2N terdapat kandungan saponin dengan
terbentuknya busa/buih setelah pengocokan.Saponin adalah glikosida triterpen dan
sterol yang merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun serta
dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa/buih. senyawa yang
memiliki gugus polar dan non polar bersifat aktif permukan sehinggan saat saponin
dikocok dengan air dapat membentuk misel. Pada struktur misel, gugus polar
menghadap keluar sedangkan gugus nonpolar menghadap kedalam, keadaan inilah
yang dampak seperti busa/buih. menyatakan saponin diketahui pada sampel bawang
putih. Saponin adalah glikosida dalam tanaman dan terdiri atas gugus sapogenin,
heksosa, pentaso, atau unsur asam uronat. Keadaan ini yang tampak seperti
busa/buih, dari sifat itulah uji adanya saponin dalam sampel dilakukan dengan
melihat kemampuan sampel dalam membentuk busa/buih.

Pada uji saponin dengan metode KLT mengunakan Fase Diam Silika Gel
60 F254, Fase Gerak kloroform - metanol – air (5,9 : 3,2 :0,9) larutan pembanding
sapogenin dengan melarutkan 10 mg dalam 1 mL etanol 96%. Untuk penampakan
noda digunakan Liebermand Burchard. Setelah fase gerak mencapai batas plat yang
telah ditandai. Plat yang telah kering diamati secara visual dan dibawah sinar UV 254
nm dan UV 365 nm, dan ditentukan nilai Rf nya. Reaksi positif mengandung saponin
dengan penyemprotan Liebermand Burchard memberikan noda berwarna biru, biru
violet, kadang merah atau kuning coklat pada sinar tampak. Secara visual noda yang
terjadi tidak terlihat namun dibawah sinar 365 nm terdapat noda setinggi 6.7 cm pada
sampel dan pada pembanding 6.8 cm sehingga nilai Rf yang didapat dari sampel 0.84
cm dan dari pembanding 0.85 cm dapat dikatakan bahwa nilai Rf sampel hampir
mendekati atau hampir sama namun setelah disemprotkan dengan Liebermand
Burchard Secara visual noda yang terjadi tidak terlihat namun dibawah sinar 365 nm
terdapat noda setinggi 6.8 cm pada sampel dan pada pembanding 6.8 cm sehingga
nilai Rf yang didapat dari sampel 0.85 cm dan dari pembanding 0.85 cm jadi dapat
dikatakan bahwa nilai Rf dari sampel sudah sesuai.
Pada uji triterpenoid/steroid Langkah awal yang dilakukan yaitu uji skrining
fitokimia dengan penambahan kloroform + asam asetat + asam sulfat Terbentuknya
cincin kecoklatan atau violet pada perbatasan larutan menunjukkan adanya
triterpenoid, Pada praktikum kali ini sampel menunjukkan positif triterpenoid dengan
menjukkan hasil cincin kecoklatan Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka
karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari
hidrokarbon C-30 asiklik, yaitu skualena. Senyawa terpenoid terdapat bebas dalam
jaringan tanaman, tetapi banyak diantaranya yang terdapat sebagai alkohol, aldehid
(Harbone,1987), glikosida dan ester asam aromatic (Sastrohamidjojo, 1996).
sedangkan bila muncul cincin biru kehijauan menunjukkan adanya steroid pada
praktikum kali ini sampel tidak menjukkan adanya steroid. Steroid adalah senyawa
organik lemak sterol tidak terhidrolisis yang didapat dari hasil reaksi penurunan dari
terpena atau skualena (Harborne, 1987).
Pada uji triterpenoid menggunakan metode KLT untuk mengetahui nilai Rf
dari sampel Dengan larutan pembanding beta sitosterol (10 mg dalam 1 mL n-hexan)
Silika Gel G 60 F254 sebagai fase diam dan kloroform:methanol (9:1) sebagai fase
gerak. Dari hasil praktikum setelah fase gerak mencapai batas plat dan dilihat noda
yang terjadi secara visual dan dibawah sinar uv kemudian dilakukannya perhitungan
didapat nilai Rf dari sampel sebesar 0.56 cm dengan tinggi noda yang terbentuk 4.5
cm namun pada pembanding tidak terdapat noda yang terlihat kemungkinan pada saat
penotolan dilakukan larutan pembanding tidak menempel dengan benar dan saat
didalam chamber plat tidak dalam posisi vertical. Untuk penampakan noda digunakan
Liebermand Burchard disertai pemanasan pada suhu 1050C selama 5 menit. Reaksi
positif ditandai dengan adanya noda berwarna hijau biru (Yuda et al., 2017). Setelah
disemprotkan pada plat kemudian dilihat noda yang terjadi dibawah sinar uv noda yang
terlihat setinggi 4.6 cm dan secara visual setinggi 1.3 cm sehingga didapat niali Rf
sebesar 0,575 cm.
F. KESIMPULAN
Dari praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa identifikasi glikosida saponin,
triterpenoid dan steroid dari sampel ekstak bawang putih setelah dilakukannya
pengujian dapat dikatakan bahwa pada sampel ekstrak bawang putih positif
mengandung glikosida saponin dan triterpenoid dengan metode KLT menggunakan
larutan pembanding beta sitosterol (10 mg dalam 1 mL n-hexan) Silika Gel G 60 F254
sebagai fase diam kloroform:methanol (9:1) sebagai fase gerak untuk uji triterpenoid
kloroform - metanol – air (5,9 : 3,2 :0,9) sebagai fase gerak pada uji saponin setelah
disemprotkan Liebermand Burchard warna yang dihasilkan berwarna biru dari uji
saponin dan triterpenoid, uji saponin mendapat nilai Rf 0.85 cm pada triterpenoid
hanya pada sampel sebesar 0.575 cm. niali Rf yang didapat sudah sesuai dari sampel dan
pembanding. Dan uji Skrining fitokimia dengan melihat busa yang terbentuk sampel
positif saponin dan uji triterpenoid/steroid dengan melihat warna cincin yang terbentuk
sampel positif triterpenoid.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, D dan Mulyani S. 2004. Ilmu Obat Alam.Penebar Swadaya : Jakarta.

Harborne, J.B., (1987), Metode Fitokimia, Edisi ke dua, ITB, Bandung.

Sastrohamidjojo, H.,1996, Sintesis Bahan Alami, 140, Universitas Gadjah Mada Press,
Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai