Anda di halaman 1dari 57

LAPORAN PRAKTIKUM

FITOKIMIA

Kelompok 9
Alifia Ramadanti (201710410311218)
Hamidah Nurfadilla (201710410311225)
Titin Ayu Nopitasari (201710410311231)
Divara Aulia Dhikaprio (201710410311244)
Tug a s 1
IDENTIFIKASI
SENYAWA GOLONGAN
ALKALOIDA (Ekstrak
A lst onia sc hol aris )
BAGAN ALIR PREPARASI SAMPEL

Ekstrak 0,9 gram + etanol ad larut + 5ml HCL 2

Dipanaskan diatas penangas air 2 menit, sambil diaduk

Setelah dingin ditambahkan Nacl 0,3 gram, diaduk dan disaring

Filtrat + 5ml Hcl 2N

Larutan IA( + pereaksi mayer ), IB ( + pereaksi wagner ), IC ( sebagai blanko )

Keruh atau ada endapan = adanya alkoloida


Prosedur Kromatografi Lapis Tipis
Digunakan alat sablon untuk menentukan tempat penotolan dan jarak rambat

Ditotolkan larutan uji dan larutan pembanding dengan jarak antara 1,5cm sampai 2cm dari tepi bawah
lempeng, dan dibiarkan mengering

Dimasukkan sejumlah larutan pengembang kedalam bejana kromatografi

Masukkan plat silica gel dalam bejana kromatografi

Bejana ditutup dan dibiarkan hingga fase gerak merambat sampai batas jarak rambat

Jika fase gerak telah mencapai batas jarak rambat, mak plat silica gel di keluarkan dan dikeringkan diudara

Bercak diamati dengan sinar tampak mengganakan alat uv gelombang 245nm dan 365nm .

Diukur dan dicatat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta dicartat panjang gelombang untuk tiap bercak
yang diamati dan di hitung nilai Rf nya
Hasil perhitungan bahan eluen
Hasil Kloroform : metanol
Praktikum 8 : 2
Kloroform : 8/10 x 10ml = 8 ml
Metanol : 2/10 x10ml = 2 ml

Hasil pengamatan lapis tipis (KLT)


Rf 1 = 2,1 cm : 7,6 = 0,28 cm
Rf 2 = 2,2 cm : 7,6 = 0,34 cm
 
Reaksi pengendapan
Metode : 1. Mayer : endapan kuning (+)
2.wengner : endapan jingga kemerahan (+)
 Pengujian dilakukan dengan menyiapkan sampel uji, yaitu ekstrak Alstonia
scholaris dilarutkan dengan etanol 96% karena dapat melarutkan senyawa
polar dan nonpolar. Lalu ditambahkan denga hcl 2n. Yang mana untuk
menghidrolisis basa menjadi garam, kemudian dilakukan pemanasan yang
dimaksud untuk mempercepat reaksi. Pembentukan garam pertujuan untuk
menjaga alkaloid agar tidak mudah terdekomposisi. Selanjutnya ekstrak
yang sudah dipanaskan di tunggu dingin sesuai suhu ruang lalu
Pembahasan ditambahkan nacl. Adapun kegunaan dari nacl yaitu untuk menghilangkan
protein

Pada uji pengendapan dipilih dengan menggunakan pereaksi majer dan


pereaksi wagner. Pada pengujian pereaksi mayer menghasilkan positif dan
alkaloid dengan mendapatkan endapan kuning, endapat tersebut merupakan
kompleks kalium-alkoloid. Alkaloid mengandung senyawa nitrogen,
sehingga dapat digunakan untuk membentuk ikatan kovalet koordinat
dengan non logam. Selain itu, hasil pengujian dengan wanger juga
memberikan hasil positif alkaloid dengan terbentuknya endapan merah
kecoklatan, yang diperkirakan merupakan kalium-alkoloid. Serta satu
tabung reaksi yang berisi ekstrak yang telah dicampur dengan yang lainnya
tidak titambahan pereaksi apa apa karena sebagai larutn blanko. Yang
berfungsi sebagai larutan pembanding.
Tak hanya uji pengendapan, uji dengan menggunakan klt juga dilakukan
untuk memisahkan senyawa senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipid
dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan fase gerak ( eluen) dengan larutab
kombinasi yaitu kloroform : metanol( 9: 1), akan tetapi di ubah enjadi (8:2)
di karenakan kurangnya penjenuhan yang terjadi. Ada pun fase diam yang
digunakan yaitu silica gel. Sebelum pengujian, ekstrak dilarutkan dngan
Pembahasan metanol ad larut terebih dahulu. Kemudian disaring sehingga mendapatkan
filtrate yang jernih. Setelah itu, ekstrak di ambil engan menggunakan pipa

cont... kapiler yang mana setelah itu ditotolkan pada silica gel lalu dicek dengan
sinar uv 254, jika hasil ya pekat maka dapat dilanjutkan dengan dieluenasi
dalam bejana. Pada elompok kami hanya asa 2 penampak noda dari sinar uv
254 dan sinar uv 365nm.
Adapun perbedaan penggunaan sinar uv 254 nm dan 365nm aadalah
sinar uv 254 menyebabkan senyawa mampu meredap fluasensi pada
penampilannya, maka dari itu noda hanya berwarna abu-abu / kehitaman.
Sedangkan pada sinar uv 365 nm tidak dapat meredem fluasensi pada
senyawa, yang menyebabkan akan muncul warna warna sesuai jenis
senyawa.
Berdasarkan hasil percobaan kali ini terhadap identifIkasi senyawa
Kesimpulan

golongan saponin pada tumbuhan pulai atau Alstonia scholaris L


maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kandungan senyawa
golongan saponin pada tanaman Alstonia scholaris L .
Tugas 2

Identifikasi Senyawa Golongan Glikosida Saponin,


Triterpenoid Dan Steroid Dalam Tanaman
01 UJI BUIH
0,2 gram ekstrak + air suling 10ml + Bagan Alir
dikocok kuat 30 detik.

Tes buih positif mengandung saponin


bila trjadi buih yang stabil selama lebih UJI LIBERMAN - BURCHARD
dari 30 menit dengan tinggi 3cm diats
permukaan cairan
II A ( 5ml) Blanko

02 PEREAKSI WAGNER
0,5 gram ekstrak dilarukan dalam 15 ml etanol II B
( 5ml)
+ 3 tetes asam asetat anhidrat
+ 5 tetes H2S04 pekat
Amati perubahan warna yang terjadi:
Hijau biru ( saponin steroid )
Merah ungu ( saponin tripenoit )

03
Filtrat di bagi 3 bagian masing masing 5ml
Kuning muda ( triterpenoid / steroid
jenuh )
II A II B II C
Kromatografi Lapis tipis
a. Identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid
0,5 gram ekstrak + 5 ml HCL Adanya sapogenin
2N lalu didihkan dengan corong ditunjukkan dengan
berisi kapas basah. Setelah terjadinya warna merah
dingin + amnonia ungu (ungu ) untuk

04 UJI SALKOWSKI
Ekstraksi dengan 4-5 n-
heksana sebanyak 2 kali
anesaldehida asam
sulfat .

b. Identifikasi terpenoid / steroid bebas


II A (5ml ) Blanko

+ 1-2 ml H2SO4 pekat melalui Sedikit ekstrak + Adanya terpenoid / steroid


II C (5 ml) dinding tabung reaksi beberapa tetes etanol dan ditunjukkan dengan
Jika terdapat cincin berwarna diaduk sampai larut lalu terjadinya warna merah
merah menunjukkan adanya totolkan pada fase diam ungu atau ungu
steroid tak jenuh
Perhitungan eluen

Hasil
n-heksana : etil asetat
4 : 1
n-heksana = 4/5 x 15 = 12 ml
etil asetat = 1/5 x 15 = 3 ml

• Hasil uji buih : di dapatkan tinggi buih 5,9 cm


( positif mengadung saponin )
• Uji warna Liebermann – burchard :
• Adanya warna merah sedikit ungu
( + saponin triterpenoid)
• Adanya warna kuning setelah dikocok
(+ steroid jenuh)
• Hasil uji warna salkowski :
Adanya cincin warna merah ( + steroid tak jenuh )
• Identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid
Nilai Rf Sampel Nilai Rf Blanko
Noda
Uv 365 Visual Uv 365 Visual
Noda 1 0,013 0,063 0,025 0,025
Noda 2 0,063 0,15 0,05 0,075
.
Noda 3 0,113 0,425 - 0,925
Noda 4 0,15 0,563 - - nilai rf sampel nilai rf blanko
nilai rf
uv 365 visual uv 365 visual
Noda 5 0,313 0,888 - -
0,013 merah – ungu - - -
Noda 6 0,48 - - -
0,025 - - merah – ungu merah – ungu
Noda 7 0,563 - - -
0,05 - - merah – ungu -
0,063 merah – ungu merah – ungu - -
0,075 - - - merah – ungu
0,113 merah – ungu - - -
0,15 merah – ungu merah – ungu - -
0,313 merah – ungu - - -
0,425 - merah – ungu - -
0,48 merah – ungu - - -

Hasil Nilai Rf
0,563 merah – ungu merah – ungu - -
0,888 - merah – ungu - -
0,925 - - - merah – ungu
Pada praktikum kali ini kami melakuan identifikasi senyawa golongan glikosida saponin, tritepenoid dan
steroid dari ekstrak sapindus rarak Dc. Sebanyak 0,2 gram ekstrak sapindus rarak Dc datambah kan
aquades, aquades ini berfungsi untuk pelarut ekstrak kemudian dikocok kuat kuat selama 30 detik. Tes buih

Pembahasan
ini positif ketika buih atau busa yang dihsilkn tingginya 3cm diatas permukaan cairan daan bertahan selama
lebih dari 30 menit. Uji buih ini bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kandungan saponin pada ekstrak
sapindus rarak Dc. Dan pada percobaan ini didapatkan hasil buih yang tingginya kurang lebih 5,9 cm dan
hal ini menunjukkan bahwa adanya kandungan saponin pada ekstrak sapindus rarak Dc.
Identifikasi yang kedua yaitu dengan menggunakan pereaksi warna uji liebermaen-burchard dan uji
salkowski. Uji Lieberman- burchard adalah uji yang menggunakn 2 pelarut pada uji ini ekstrak dilarutkan
dengan etanol, etanol ini bertujuan untuk melarutkan senyawa golongan glikosida saponin, tritepenoid, dan
steroid. Kemudian larutan dibagi menjadi 3 bagian masing masing 5ml ( larutan IIA,IIB,IIC). Larutan IIA
digunkan sebagai blanko untuk pembanding tabung B dan C, larutan II b digunakan untuk uji Liebermann –
burchard, dan larutan IIc digunakan untuk uji salkowskin. Pada uji Liebermann – burchard ( larutan IIb)
ditambahkan asam asetat dan H2So4 pekak ini bertujuan untuk menarik air yang terdapat pada ekstrak
karena pada percobaan ini, tidak diperbolehkan adanya kandungan air pada reaksi ini sedangkan asam sulfat
pekat H2SO4 berfungsi untuk menghidrolisis air untuk mendeteksi saponin steroid, triterpenoid. Sehingga
terbentuk warna merah ungu yang berasal dari reaksi antara sterol tidak jenuh atau triterpen dalam asam,
kemudian amati perubahan warna yang terjadi pada larutan. Pada uji Liebermann- burchard ini didapatkan
hasil endapan larutan berwarna orange kemerahan setelah langsung ditambahkan H2SO4. Terdapat warna
ungu tetapi sangat pudar. Hal ini menunjukkan adanya kandungan saponin steroid didlam larutan atau pada
ekstrak sapindus rarak Dc. Setelah dikocok larutan berwarna kuning sama dengan blanko hal ini
menunjukan adanya kandungan saponin triterpenoid / steroid jenuh pada eksrak sapindus rarak Dc. Pada uji
salkowski terdapat penambahan H2SO4 pekat 2ml yang bertujuan untuk menghidrolisis air yanag akan
bereaksi dengan turunan asetil membentuk cincin merah coklat atau ungu, kemudian amati perubahan
warna yang terjadi. Pada uji salkowskin di dapatkan adanya kandungan steroid sapindus rarak Dc.
Pembahasan
Identifikasi yang ketiga yaitu identifikasi sapogenin steroid / triterpenoid dengan metode kromatrografi
lapis tipis ( klt). Pada proses KLT ini terdapat penambahan HCl 2N bertujuan untuk membebaskan
aglikonnya ( sapogenin) dari suatu ikatan glikosida, sedangkan pemanasan yang dilakukan pada proses KlT
bertujuan untuk membantu dan mempercepat putusnya ( hidrolisis ) sapogenin dari ikatab glikosidanya.
Setelah dingin, tambahkan denngan ammonia sampai basa, penambahan ammonia ini bertujuan untuk
menetralkan larutan yang awalnya bersifat asam sedngkan tujuan dari pengekstrasi dengan n-heksana untuk
memisahkan sapogenin dan senyawa lainnya. Dalam pengekstrasian tersebut akan terbentuk 2 lapisan.
Lapisan yang diambil adalah lapisan yang jernih atau n-heksanan, karena sapogenin cenderung larut dalam
n-heksana. Kemudian dilakukan penguapan untuk meghilangkan n-heksana tadi setelah itu ditotolkan pada
plat KLT dengan ukuran 3x10cm, jarak bawah 1,5cm dan jarak atas 0,5cm. adanya sapogenin ditunjukkan
dengan terjadinya warna merah ungu untuk anisadehida asam sulfat. Pada percobaan ini didapatkan 5 titik
noda berwarna berwarna ungu setelah ditambahkan penampak noda anisaldehida ( dipanaskan ), sedangkan
pada blanko terdapat 3 titik noda berwarna ungu setelah ditambahkan penampak noda anisadehida. Hal ini
menunjukkan adanya kandungan sapogenin pada ekstrak sapindus rarak Dc. Pada praktikum kali ini
didapatkan nilai rf yang sama dengan warna yang sama antara sampel di lihat di sinar uv 365 nm dan secara
visual nilai rf nya adalah 0,063 ( warna ungu). 0,15 ( warna ungu ), 0.563( warna ungu). Sedangkan blanko
nilai Rf yang sama dengan warna yang sama antara sampel di lihat dari sinar uv 365 nm dan secara visual
nilai Rf nya adalah 0,025 ( warna ungu ) dari sini dapat disimpulkan bahwa terdapat kandungan senyawa
golongan glikosida saponin yang dibuktikan dengan uji buih, adanya triterpenoid yang dibuktikan dengan
uji Lieberman – burchard yang hasilnya positif. Adanya kandungan steroid tak jenuh dibuktikan dari hasik
uji warna salkowskin yang positif terdapat cincin merah coklat, adanya kandungan sapogenin steroid/
triterpenoid dibuktikab gengan KLT dengan nilai Rf yang sma dan warna yang sam antara di sinar Uv dan
secara visual
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap uji identifikasi senyawa saponit
triterpenoid pada ekstrak Sapindus rarak DC. Disimpulkan bahwa dari uji
buih didapatkan hasil bahwa ekstrak menghasilkan buih yang stabil
Kesimpulan

selama >30 menit dengan tinggi 5,9 cm dari permukaan larutan. Adapun
dari uji Liberman-burchard, ekstrak Sapindus rarak DC menunjukkan
positif mengandung saponin triterpenoid karena menunjukkan warna
merah keunguan setelah penambahan pereaksi. Untuk uji salkowski,
ekstrak positif mengandung steroid bebas, hal ini diidentifikasi dari cincin
merah – ungu yang terbentuk dan untuk uji KLT, juga ekstrak positif
mengandung sapogenin steroid/triterpenoid, hal ini disimpulkan dari
noda yang berwarna merah - ungu
Tugas 3
IDENTIFIKASI SENYAWA
GOLONGAN FLAVONOIDA
(Ekstrak Elephantopus scaber)
a. Preparasi Sampel
0,3gram ekstrak dikocok dengan 3ml n-heksana dalam
tabung reaksi hingga fase n-heksana tidak berwarna.
  2. Uji Wilstater
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIC ditambah
Residu dilarutkan dalam 20ml etanol dan dibagi menjadi 4bagian,
0,5ml HCL Pekat dan 4 potong magnesium.
masing-masing disebut sebagai larutan IIIA, IIIB, IIIC, dan IIID
 
Bagan Alir

Diamati perubahan warna yang terjadi, diencerkan


1. Uji Bate-Smith dan Metcalf dengan 2 ml air suling melewati dinding tabung,
Larutan IIIA sebagai blanko, larutan IIIB ditambah 0,5ml HCL kemudian ditambah 1 ml butanol secara perlahan
Pekat dan diamati perubahan warna yang terjadi, kemudian lahan melewati dinding tabung.
 
dipanaskan di atas penangas air dan diamati lagi perubahan warna
yang terjadi. Diamati warna yang terjadi di setiap lapisan.
 
Bila perlahan-lahan menjadi warna merah terang atau ungu Perubahan warna jingga menunjukkan adanya flavon,

menunjukkan adanya senyawa leukoantosianin merah pucat menunjukkan adanya flavonol, merah tua

(dibandingkan dengan blanko) menunjukkan adanya flavanon.


 
Fase diam : IPISN tipis selulosa (diganti Kiesel Gel 254)
Fase gerak : Kloroform : asam fomiat (6:6(1gtt))
Penampak noda : - pereaksi sitrat borat
-Uap ammonia, atau kuning intensif = flavanoid

IIID dan fase n-heksana di totolkan pada fase diam


Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Ditempelkan kertas saring dalam bejana kromatografi

Dimasukkan sejumlah larutan pengembang kedalam bejana kromatografi

Bejana ditutup & dibiarkan hingga fase gerak merambat sampai batas jarak
rambat

Jika fase gerak telah mencapai batas jarak rambat, maka kertas saring dikeluarkan dan dikeringkan diudara

Bercak diamati dengan sinar tampak menggungakan ultraviolet gelombang pendek (254nm) kemudian dengan ultraviolet gelombang panjang (366nm)

Diukur dan dicatat jarak tiap bercak dari titik penotolan serta dicatat panjang gelombang untuk tiap bercak yang diamati

Dihitung harga Rf
Hasil
Hasil nilai Rf :
 

Sinar UV 254 :
Praktikum kali ini identifikasi senyawa golongan flavonoid dari ekstrak
Elephantopus scaber yang berwarna hitam kecoklatan. Dalam proses ini,
untuk mengetahui senyawa flavonoid menggunakan 2 metode yaitu dengan
metode uji warna dan metode KLT. Dalam meode pewarnaan digunakan
pelarut etanol karena etanol adalah pelarut polar dan tanaman elephantopus
scaber mengandung flavonoid yang temasuk dalam non polar sehingga
etanol dapat melarutkan ekstrak, sedangkan pada metode KLT digunakan
Pembahasan pelarut metanol karena sesuai dengan prosedur di farmakope herba
indonesia edisi 1 2008.
Dalam praktikum ini menggunakan 2 uji, yang pertama uji Bate-smith dan
metcalf serta uji Wilster. Pada Uji bate-smith ditambahkan dengan uji warna
yang telah dilakukan . Disini HCl ini berfungsi untuk menghidrolisis atau
pemutusan senyawa glikosida dengan metabolit lain lalu dipanaskan dilihat
jika berwarna merah terang menandakan adanya senyawa leukoantosianin
dimana senyawa ini mudah larut dalam air dan hasil warna yang kita
peroleh pada praktikum ini adalah warna merah terang menandakan bahwa
tanaman ini mengandung senyawa leukoantosianin.
Sedangkan untuk uji wilstater ditambahkan HCl dan magnesium,
penambahan pereaksi ini berfungsi untuk membentuk garam komplek
dengan mg2+ sehingga nanti akan menimbulkan senyawa komplek yang
menimbulkan warna merah atau jingga yang menunjukkan adanya golongan
flavonoida seperti flavonol, flavon, flavonolol. Penambahan aquadest
berfungsi untuk pengenceran. Penamabhan butanol agar warna dapat
Pembahasan terdeteksi. Pada hasill praktikum yang kami lakukan hasilnyaa
menunjukkan wrna jingga,merah pucat dan merah tua pada setiap lapisan

cont... yaitu warna jingga mennadakan adanya flavon, merah pucat menandakan
adanya flavonol,, dan merah tua yang muncul menunjukkan adanya
flavanon.
Pada metode KLT ekstrak ditambah metanol, metnaol ini berfungsi untuk
melarutkan ekstrak kemudian disaring lalu ditotolkan, fase geraknya adalah
metaanol sedangkan untuk fase diamnya eluen, dimasukkan dalam chamber
dieluasi lalu di cek di sinar uv kemudian di beri penampak noda
isodeoksielefantopin jika positif akan menimbulkan warna kuning intensif.
Dapat disimpulkan dari ektrak Elephantopus scaber bahwa hasil
Kesimpulan

yang kami dapatkan menunjukkan warna jingga, merah pucat dan


merah tua pada setiap lapisan pucat menandakan adanya flavon,
merah pucat menandakan adanya flavonol dan merah tua yang
muncul menunjukkan adanya flavanon.
Tugas 4

IDENTIFIKASI SENYAWA
GOLONGAN POLIFENOL DAN
TANIN
(Ekstrak Psidium guajava)
Hasil
Perhitungan

Jawaban
 
:
Noda 1:
Noda 2:
Noda 3:
Pada praktikum ini kami melakukan proses identifikasi senyawa golongan
polifenol dan tannin pada ekstrak Psidii guajva atau biasa disebut dengan
jambu biji. Proses identifikasi ini, dilakukan dengan cara analisis kualitatif
yang ada kaitannya dengan bagaimana mengetahui ada atau tidak adanya
senyawa polifenol dan tannin di dalam sampel. Senyawa polifenol adalah
senyawa kimia yang ditemukan dalam tumbuhan. Sedangkn senyawa tanin
adalah merupakan salah satu senyawa yang tergolong dalam polifenol serta
Pembahasan termasuk dalam senyawa komplek terbesar yang ada pada tumbuan seperti
pada bagian daun, akar, batang, buah dan bunga.
Berikut merupakan pereaksi yang digunakan pada identifikasi senyawa
polifenol dan tanin :
FeCl3 atau ferri klorida adalah suatu senyawa kimia yang merupakan
komoditas dengan skala industri, senyawa ini digunakan dalam pengolahan
limbah, produksi air minum maupun katalis baik diindustri maupun
dilaboratorium. Senyawa ini ketika dilarutkan dalam air maka akan
mengalami hidrolisis dan melepaskan panas dengan reaksi eksotermik.
NaCl adalah senyawa kimia yang terdiri lebih adari satu unsur kimia. Garam
yang paling dikenal yaitu senyawa NaCl, yang terdiri dari nartium (na) dan
chlorin (cl). Ikatana ini bersifat ionic yang mudah terurai dalam air.
Gelatin adalah merupakan salah satu produk turunan protein yang diperoleh
dari hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit.
Susunan asam aminonya hamper mirip dengan kolagen, dimana glisin
merupakan 2/3 dari seluruh asam amino yang menyusunnya, 1/3 asam
amino diisi oleh prolin dan hidroksiprolin
Eluasi dilakukan sampai dengan batas akhir eluasi yaitu kurang lebih
Pembahasan 0,5cm. kemudian dilakukan pengamatan kembali menggunakan sinar
ultraviolet 254nm dan 365nm, dapat dilihat pada sinar ultraviolet 254nm

cont... terlihat noda berwarna gelap dan pada sinar ultraviolet 365nm terlihat noda
berwarna gelap maka dapat diketahui bahwa ekstrak mengandung senyawa
polifenol , Setelah itu dilakukan penyemprotan penampak noda agar lebih
terlihat lebih jelas secara visual noda-noda yang terpisahkan pada saat
proses eluasi, pemberian penampak noda dengan pereaksi ferri klorida atau
FeCl3 serta hasil eluasi kemudian diamati warna noda dan panjang noda
pada lintasan keatas selanjutnya dihitung nilai RF. Setelah dilakukan uji,
terdapat tiga titik noda yang timbul berwarna gelap, dari titik itu dilakukan
pengukuran dan penghitungan nilai RF nya yaitu:
1. Rf = 0,1384
2. Rf = 0,2692
3. Rf = 0.3
Dapat disimpulkan bahwa dalam ekstrak Psidium guajava
Kesimpulan

mengandung senyawa polifenol dan juga senyawa tanin. Hal ini


dapat dibuktikan pada uji gelatin dan juga uji ferri klorida positif
mengandung senyawa tanin yang ditandai dengan adanya endapan
putih pada uji tanin dan adanya perubahan warna hijau kehitaman
pada uji feri klorida pada uji KLT didapatkan 3 noda yang
ditimbulkan berwarna hitam dengan nilai Rf noda 0,13; 0,25; 0,28
yang menandakan bahwa adanya senyawa polifenol didalam
ekstrak Psidium guajava
Tugas 5
IDENTIFIKASI SENYAWA
GOLONGAN ANTRAKINON
(Ekstrak Rheum officinale L)
Bag an Ali r
1.Reaksi Warna b. Uji Modifikasi Borntrager 2. Kromatografi Lapis Tipis
a. Uji Borntrager Ekstrak 0,3g + 5mL KOH dan 1mL H2O2 encer (KLT)
Ekstrak 0,3g + 10 mL aquadest, aduk lalu
saring
Sampel di totolkan pada fase diam 
Filtrate diekstraksi dengan 5mL toluene dalam Panaskan 5 menit, lalu saring. Filtrate + asam
corong pisah asetat glacial, lalu ekstraksi dengan 5mL toluene 

Fase diam = Kiesel Gel 254


Ekstraksi 2x, fase toluene dikumpulkan, lalu bagi Fase toluene di bagi menjadi 2 bagian (Lar VIA Fase gerak = toluene-etil asetat-asam
menjadi 2 bagian (Lar VA dan VB)  dan VIB) asetat glacial (75:24:1)
Penampak noda = Larutan KOH 10%
dalam metanol
Lar. VA sebagai blanko, VB + ammonia pekat Lar. VIA sebagai blanko, VIB + ammonia pekat
1mL, kocok  1mL, kocok 

Noda kuning, kuning coklat, merah


Warna merah atau merah muda pada lapisan ungu, hijau ungu = senyawa
Warna merah = adanya senyawa antrakinon 
antrakinon alkalis = adanya senyawa antrakinon
Hasil
Perhitungan
Hasil Eluen
toluen : etil asetat : asam asetat glacial
75 : 24 : 1

Pehitungan nilai Rf
Perhitungan Rf antrakuinon
•Rf dengan jarak 2,1 cm = 2,114=0,15 cm
•Rf dengan jarak 8,1 cm = 8,114=0,58 cm
•Rf dengan jarak 8,5 cm = 8,514=0,61 cm
•Rf dengan jarak 5,3 cm = 5,314=0,38 cm
•Rf dengan jarak 8,1 cm = 8,114=0,58 cm
•Rf dengan jarak 8,5 cm = 8,514=0,61 cm
•Rf dengan jarak 11,2 cm = 11,214=0,8 cm
Pada praktikum kali ini kami akan membahas tentang identifikasi senyawa golongan
antrakinon dengan menggunakan ekstrak tanaman Rheum officinale L atau biasa disebut
tanaman kelembak. praktikum kali ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat kandungan
senyawa golongan antrakinon pada tanaman kelembak dengan menggunakan uji warna dan
uji kromatografi lapis tipis.
Hasil identifikasi uji larutan 5B yang ditambahkan pereaksi amonia pekat kemudian
dilakukan pengocokan lalu diamati hasil perubahan warna yang terjadi pada larutan dengan
cara membandingkan perubahan warna yang ada dengan larutan blanko atau larutan 5A. Jika

Pembahasan dihasilkan warna merah maka dapat dikatakan bahwa pada larutan uji mengandung
antrakuinon. Pada peraktikum kami kali ini didapati hasil perubahan warna menjadi
kemerahan dimana dapat dikatakan bahwa ekstrak yang diuji mengandung senyawa
antrakinon.
Selanjutnya dilakukan uji modifikasi bontreager dengan menambahan KOH dan hidrogen
peroksida yang berfungsi untuk melarutkan senyawa antrakuinon yang ada di dalam ekstrak.
Penambahan KOH juga berfungsi untuk menghidrolisis glikosida dan mengoksidasi antron
dan antranon menjadi antrakuinon. Sedangkan asam peroksida atau H2O2 berfungsi pemberi
suasana asam pada larutan. Selanjutnya adalah dilakukan pemanasan, pemanasan ini
berfungsi untuk melarutkan antrakuinon agar terpisah dari bagian serbuk simplex. Kemudian
disaring untuk memisahkan filtrat dan ampas antrakuinon nya yang terdapat dalam larutan.
Filtrat ditambahkan asam asetat glasial untuk melarutkan senyawa antrakuinon dan
ditambahkan toluen untuk membentuk dua lapisan yaitu lapisan atas dan lapisan bawah yang
berbeda sesuai dengan warnanya proses ini dinamakan dengan proses ekstraksi. Ekstraksi
bertujuan untuk hidrolisis antrakuinon yaitu senyawa glikon dan aglikonnya. Lalu diamati
perubahan warna yang terjadi pada lapisan atas setelah dilakukan pengocokan pada larutan
setelah ditambahkan ammonia pekat.
Apabila terjadi perubahan menjadi warna merah maka dapat dikatakan bahwa pada
larutan ekstrak mengandung adanya antrakuinon. Disini amonia berfungsi untuk
memberikan suasana basa sehingga dapat menghidrolisis glikosida dan pengoksidasi
anton dan antranon menjadi antrakuinon dimana reaksi ini akan membentuk larutan
menjadi berwarna merah yang positif antrakuinon. Pada praktikum kami kali ini didapati
hasil perubahan warna menjadi kemerahan pada lapisan atas larutan ekstrak saat
dibandingkan dengan larutan blanko maka dapat dikatakan bahwa larutan ekstrak

Pembahasan kelembak yang kami amati positif mengandung senyawa antrakinon didalamnya.
Identifikasi ketiga akan dilakukan adalah identifikasi ekstrak menggunakan kromatografi
lapis tipis atau biasa disebut KLT dengan menggunakan tiga kombinasi eluen yaitu etil
cont... asetat dan asam asetat glasial dengan perbandingan 75 24 dan 1. Penampakan noda
disini terlihat sangat jelas pada saat diamati secara visual yaitu pada titik-titik noda
terpisahkan pada saat proses eluasi. Setelah diamati pada plat KLT secara visual
kemudian di lakukan pengamatan menggunakan uv vis pada panjang gelombang 365
nm agar penampakan noda pada plat KLT terlihat lebih jelas. Lalu setelah diamati
dengan panjang gelombang 365 nm selanjutnya digunakan penampak noda yaitu KOH
10% dalam etanol pada hasil eluasi selanjutnya diamati hasil warna pada setiap noda
yang muncul timbulnya noda berwarna kuning, coklat, merah ungu, hijau ungu
menunjukkan adanya senyawa antrakuinon. Pada hasil akhir praktikum kami didapati
hasil noda yang positif mengandung antrakinon setelah ditambahkan KOH 10% dalam
etanol maka dapat dikatakan bahwa larutan ekstrak kelembak positif mengandung
antrakinon.
Dari praktikum dan hasil uji kromatografi lapis tipis yang telah
Kesimpulan

dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat kandungan


senyawa golongan antrakinon pada tanaman kelembak (Rheum
officinale L).
Tugas 6
Uji Klt dengan
Berbagai
Eluen
Larutkan kolestrol pada kloroform

Totolkan pada 4 plat KLT (Kiesel Gel 254)


Bagan
Alir
Siapkan 4 macam eluen (fase gerak) yaitu:
n-Heksan-etil asetat (1:1)
n-Heksan-etil asetat (4:1)
kloroform-metanol (4:1)
kloroform-etil asetat (4:1)
 
Eluasi 4 plat KLT tersebut dengan eluen yang dibuat

Semprot dengan penampak noda anisaldehid asam sulfat

Panaskan pada suhu 100˚C sampai timbul noda berwarna merah ungu/ungu

Hitung nilai Rf pada masing-masing plat KLT

Diskusikan mengapa harga Rf pada masing-masing plat berbeda


1. Nilai Rf
H asil dan Perhitungan   Kombinasi eluen Perbandingan Nilai Rf
eluen 1 n-Heksan-etil asetat 1:1 0,1
eluen 2 n-Heksan-etil asetat 4:1 0,46
eluen 3 kloroform-metanol 4:1 0,69
eluen 4 kloroform-etil asetat 4:1 0,18

2. Perhitungan Konstanta Dielektrik


N - heksan 2,0
Etil asetat 6,0
Kloroform 4,8
Metanol 33
3. Perhitungan Konstanta Dielektrik
H asil dan Perhitungan campuran eluen :
E1 ( N-heksan : Etil Asetat (1:1) )
E1 = 50 X 2,0+(50 X 6,0) 100 = 4
E2 ( N-heksan : Etil asetat (4:1) )
E2 = 80 X 2,0+(20 X 6,0)100=2,8
E3 ( Kloroform : Metanol (4:1) )
E3 = 80 X 4,8+(20 X 33)100 = 10,44
E4 ( Kloroform : Etil Asetat (4:1) )
E4 = 80 X 4,8+(20 X 6,0)100=5,04

4. Perbandingan nilai konstanta dielektrik dan Rf masing-masing eluen


No Eluen KD campuran Rf
1 Eluen 1 (n-heksan-etil asetat (1:1)) 4,0 0,1
2 Eluen 2 (n-heksan-etil asetat (4:1)) 2,8 0,46
3 Eluen 3 (kloroform-metanol (4:1)) 10,4 0,69
Eluen 4 (kloroform-etil asetat
4 5,04 0,18
(4:1))
Pada praktikum ini dilakukan percobaan uji Kromatografi Lapis Tipis (KLT) menggunakan beberapa eluen yang
bertujuan untuk mengetahui kaitan antara polaritas eluen dengan harga Rf yang dilakukan dengan menggunakan
metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Kromatografi merupakan prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu
proses migrasi diferensial dinamis dalam 2 sistem yaitu fase gerak dan fase diam. Contohnya yaitu pergerakan
secara berkesinambungan dengan arah tertentu dan di dalamnya zat-zat itu menunjukkan perbedaan mobilitas
disebabkan adanya perbedaan dalam adsorbsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan
muatan ion (DEPKES RI. 2008).
Eluen yang digunakan pada praktikum kali ini terdiri dari 4 jenis eluen dengan sifat kepolaran yang berbeda-beda
yaitu n-heksan dan kloroform yang bersifat non polar, etil asetat yang bersifat semi polar dan metanol yang bersifat
polar. Sedangkan sampel bahan yang kami gunakan yaitu kolesterol yang sebelumnya telah dilarutkan dengan
Pembahasan klorofom dan ditotolkan pada 4 plat KLT sebanyak kurang lebih 1 pipa kapiler di tiap plat KLT. Kemudian plat
KLT tersebut dieluasi dengan 4 jenis eluen, yaitu 1) n-heksan-etil asetat dengan perbandingan 1:1, 2) n-heksan-etil
asetat dengan perbandingan 4:1, 3) kloroform-metanol dengan perbandingan 4:1 dan 4) kloroform-etil asetat
dengan perbandingan 4:1. Setelah dieluasi lalu diberi penampak noda anisaldehid asam sulfat dengan pemanasan
sampai terlihat spot noda berwarna merah ungu disetiap plat KLT. Warna merah ungu disebabkan kolesterol
mengandung inti steroid yang memiliki ciri menghasilkan warna merah ungu bila diberi penampak noda
anisaldehid asam sulfat dengan pemanasan.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, diperoleh hasil Rf yang berbeda-beda pada setiap plat KLT.
Penentuan Rf yaitu dengan hasil pengurangan dari jarak noda pada posisi akhir setelah eluasi dengan jarak noda
pada batas bawah awal penotolan. Untuk eluen 1 diperoleh Rf 0,1; eluen 2 didapat 0,46 ; eluen 3 mempunyai Rf
0,69 ; eluen 4 diperoleh Rf 0,18. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa eluen 3 memiliki Rf yang paling
terbesar. Hal ini dikarenakan ketika sampel yang bersifat non polar ditotolkan pada fase diam yang bersifat polar
maka sampel akan menempel pada fase diam dan terdapat ikatan yang lemah antara keduanya sehingga untuk
memisahkan ikatan tersebut dibutuhkan persaingan antara sampel dengan zat lain (pelarut) yang bersifat lebih polar
agar dapat berikatan dengan fase diam. Dengan demikian, maka ketika eluen semakin polar maka eluen akan
bersaing dengan sampel untuk melepas ikatan dengan fase diam yang bersifat polar, dan eluen akan menggantikan
posisi sampel yang kurang polar/non polar dan menyebabkan sampel tidak terikat kuat dengan silica namun justru
terikat dengan gugus non polar eluen dan terbawa oleh fase gerak untuk bermigrasi dan menghasikan jarak yang
lebih jauh dibandingkan eluen yang kurang polar. Semakin polar eluen yang digunakan maka Rf yang diperoleh
akan semakin besar.
Berdasakan keempat nilai Rf maka diperoleh Rf yang paling besar yaitu pada eluen 3 yang mana eluen 3
bersifat polar, tetapi ada kejanggalan pada eluen ke 2, pada eluen tersebut seharusnya mempunyai Rf yang
lebih kecil daripada eluen 1 , karena eluen 2 lebih nonpolar. Pada hasil yang didapatkan, eluen 1 mempunyai
Rf yang lebih kecil daripada Rf eluen 2. Kemungkinan hal tersebut dikarenakan perlakuan praktikan saat
menotolkan larutan uji/ sampel pada plat KLT terlalu lebar.
Bila dibandingkan dengan hasil teoritis, hasil yang diperoleh sudah sesuai kecuali eluen ke 2 seperti yang
sudah dijelaskan diatas yaitu sampel kolesterol akan menempel pada fase diam dengan ikatan antara sampel
dan fase diamnya yang lemah. Jika eluen yang digunakan lebih polar daripada komponen sampel, maka
molekul-molekul eluen akan menggantikan molekul-molekul sampel pada silica gel sehingga harga Rf tinggi
Pembahasan (Underwood,1988).
Bila dilihat dari konstanta dielektrik dari masing-masing pelarut, metanol menunjukkan kepolaran yang lebih
tinggi dibandingkan ketiga eluen lain. Metanol memiliki konstanta dielektrik sebesar 33,0 sementara etil
cont... asetat, klorofom dan n-heksan berturut-turut memiliki konstanta dielektrik sebesar 6,00; 4,8 dan 2,0. Selain
itu berdasarkan hasil perhitungan konstanta dielektrik pelarut campuran, diperoleh nilai konstanta dielektrik
campuran eluen 1 sebesar 4,0; eluen 2 sebesar 2,8; eluen 3 sebesar 10,4 dan eluen 4 sebesar 5,04. Semakin
besar konstanta dielektrik maka akan semakin polar maka berdasarkan hal tersebut dapat kita ketahui bahwa
eluen 2 lebih non polar dibandingkan eluen 1, eluen 1 lebih non polar dibandingkan eluen 4 dan eluen 4 lebih
non polar dibandingkan eluen 3 (3>4>1>2) (urutan dari Polar).
Kepolaran pelarut tergantung dari nilai konstanta dielektriknya. Semakin besar konstanta dielektrik yang
diperoleh maka akan semakin besar juga Rfnya; dan semakin besar Rf dan konstanta dielektrik maka
menunjukkan semakin polar suatu pelarut/eluen. Secara teori, semakin tinggi polaritas senyawa, maka
semakin ikatannya dengan fase diam yang berupa plat silica gel yang bersifat polar tinggi sehingga
mempunyai nilai Rf yang semakin kecil, dan sebaliknya. Sedangakan jika dilihat dari pengaruh eluen yang
digunakan, semakin tinggi polaritas eluen maka nilai Rf nya juga semakin tinggi. (Serma and Bernard, 2003).
Dari hasil yang didapatkan, maka Rf yang dipilih adalah Rf yang dimiliki oleh eluen 2 yaitu 0,46. Hal
tersebut dikarekan Rf memasuki rentang ideal 0,3-0,4 yang mana pada rentang tersebut senyawa sudah
ditarik fase polar, semi polar, dan non polar nya. Dari penjelasan tersebut dapat dikaetahui bahwa eluen 2
yang dapat memberikan Rf yang ideal bagi senyawa kolesterol.
 

KESIMPULAN
1. Nilai Rf
E1 = 0,1
E2 = 0,46
E3 = 0,69
E4 = 0,18
2. Perbandingan Nilai Rf : <<<
Nilai Koefisien Dielektrik
E1 = 4
E2 = 2,8
E3 = 10,44
E4 = 5,04
3. Perbandingan Nilai Koefisien Dielektrik : <<<
Semakin tinggi polaritas eluen yang digunakan maka nilai Rf yang dihasilkan pun juga akan menjadi
semakin tinggi, tetapi pada hasil yang kami dapatkan pada praktikum kali ini yaitu nilai Rf yang
didapatkan oleh eluen 2 tidak sesuai dengan teori yang mana seharusnya hasil Rf eluen 2 seharusnya
lebih kecil daripada hasil eluen 1, dikarenakan eluen 2 lebih nonpolar dibandingkan eluen 1.
Kemungkinan hal tersebut terjadi karena perlakuan praktikan saat menotolkan larutan uji/ sampel pada
plat KLT terlalu lebar.
Tugas 7
FRAKSINASI DENGAN
KROMATOGRAFI KOLOM
(Ekstrak Psidium guajava)
Lakukan optimasi eluen pada uji KLT terhadap ekstrak sampai diperoleh eluen yang baik
Prosedur
Kerja Siapkan 50-70 / gram silica gel
/
/
Siapkan eluen dari butir (1) sebanyak 300 ml

Masukkan ke dalam labu erlemeyer, tambahan sedikit eluen, kocok selama 15 menit

Campuran tersebut dituang kedalam kolom sampai setinggi 10 cm dari atas

Tuangkan eluen ke dalam kolom sampai penuh, tutup dengan aluminium foil,
biarkan semalam.

Timbang ekstrak sebanyak 1% dari jumlah silica gel yang digunakan

Tambahkan sedikit pelarut (etanol/metanol) ad larut


campur dengan silica gel sama banyak, aduk ad homogen dan kering
Prosedur
Kerja Eluen dialirkan sampai permukaannya 0,5 cm diatas permukaan silica gel.

cont... Ekstrak yang sudah dikeringkan dengan silica gel, dimasukkan ke dalam kolom

Tambah eluen kira-kira setinggi 3 cm. Eluen dialirkan sambil dituangi eluen baru sampai
penuh. Penetesan tetap berjalan, atur kecepatan penetesan

Penampungan eluen setiap vial sebanyak 5 ml

Uji KLT untuk setiap kelipatan 10 vial (vial nomor 1, 10, 2


0, 30, 40, 50, 60). Dengan fase gerak yang sama dengan kromatografi kolom

Bila uji KLT memberikan noda yang sama, maka fraksi diantaranya dapat digabung
Bila uji KLT memberikan noda yang berbeda, maka uji KLT dilakukan pada vial
Prosedur
tengah” misal; 10 dan 20 diuji no 15.
Kerja
Penetesan dihentikan bila vial terakhir sudah tidak memberikan noda pada uji KLT
cont...
Hasil penggabungan berdasarkan kemiripan profil kromatogram, dianalisis
dengan teknik Kromatografi Lapis Tipis dan dihitung rf

Dokumentasian pada UV 254, UV 365 dan visual. 

Plat KLT no 15 di derivatisasi dengan pereaksi dragendorf,


uap amonia, anisaldehid asam sulfat, FeCl3 dan KOH 10%
1. Pengelompokkan Fraksi
IDENTIFIKASI 1
HASIL
Setelah eluasi noda dilihat di UV 254 nm Setelah dieluasi dilihat secara visual IDENTIFIKASI 3
Vial yang dipilih

IDENTIFIKASI 2
Vial yang dipilih setelah dieluasi dilihat di UV 254 nm

Hasil proses pemisahan senyawa


menggunakan kromatografi kolom

dilihat di sinar UV 254 nm Dilihat di UV 365 nm


dilihat di sinar UV 254 nm IDENTIFIKASI 4
Vial yang dipilih

Setelah dieluasi dilihat secara visual


Setelah dieluasi dilihat secara visual

HASIL setelah dieluasi dilihat di UV 254 nm


setelah dieluasi dilihat di UV 254 nm

Dilihat di UV 365 nm
Dilihat di UV 365 nm
Identifikasi 5 / Penetapan Faktor Penyebab Senyawa Tidak Terpisah
secara sempurna
Di pilih vial

dilihat di UV 254 dan 365 nm

HASIL
2. Penetapan Senyawa
1) Identifikasi Senyawa Terpenoid Steroid menggunakan
penampak noda Anisaldehid asam sulfat. Positif bila
memberikan hasil warna ungu

Hampir semua fraksi


seluruhnya menunjukkan
adanya senyawa
terpenoid steroid

yaitu dengan nilai Rf berikut :


Fraksi 1 Fraksi 2 Fraksi 3 Fraksi 4 Fraksi 5 Fraksi 6 Fraksi 7 Fraksi 8 Fraksi 9
0,81 0,61 0,59 0,5 0,5 0,47 0,42 0,42 0,27
0,85 0,71 0,61 0,61 0,61 0,5 0,89 0,89 0,89
0,89 0,81 0,89 0,89 0,89 0,89      
  0,89              
2) Identifikasi metabolit sekunder yang kedua adalah untuk pengecekan senyawa alkaloid disini
menggunakan penampak noda Dragendroff

Hasil positif dihasilkan


warna kuning jingga

Hasil : Hanya pada fraksi no 6 yang positif memiliki senyawa alkaloid yaitu pada Rf 0,26; 0,53; 0,59;
dan 0,87.
3) Identifikasi senyawa metabolit sekunder yang ke 3 yaitu untuk mengamati senyawa flavonoid,
tanin, dan polifenol. Untuk flavonoid dilihat dari penampakan secara visual terlebih dahulu jika
muncul noda kuning tanpa pemberian penampak noda bisa jadi dia adalah senyawa flavonoid
Hasil : positif mengandung flavnoid
Living Spaces
Untuk pengamatan tanin dan polifenol diberi
penampak noda FeCl3

untuk senyawa polifenol


terbukti noda yang
memberikan warna
4) Untuk identifikasi senyawa metabolit
kehitaman
sekunder yang terakhir penentuan senyawa
dengan nilai Rf berikut : antrakuinon dengan pemberian KOH 10% dalam
methanol
Fraksi 1 Fraksi 6 Fraksi 7 Fraksi 8 Antrakuinon yaitu kuning,
0,91 0,46 0,19 0,3 kuning coklat atau hijau
ungu atau merah ungu. Pada
  0,39 0,37 0,39 F1, F6,F7,F8 memunculkan
      0,44 warna spesifik tetapi hasil
yang muncul adalah kuning
atau kuning coklat
yaitu dengan nilai Rf berikut :

Fraksi 1 Fraksi 6 Fraksi 7 Fraksi 8


0,86 0,39 0,39 0,41
0,90 0,51 0,44 0,46
  0,57    
Pada praktikum kali ini yaitu fraksinasi ekstrak Psidium guajava dengan menggunakan metode kromatografi kolom.
Kromatografi mampu memisahkan zat berdasarkan absorbsi senyawa yang berbeda berdasarkan absorbennya.
Senyawa dapat bergerak melewati kolom dengan kecepatan yang berbeda, hal ini memungkinkan untuk dipisahkan
menjadi beberapa fraksi. Keuntungan kromatografi kolom diantaranya biaya pengerjaan yang relative murah,
disposabilitas fase diam yang relative mudah digunakan dalam proses. Berdasarkan uji dengan berbagai eluen
sebelumnya, maka kali ini akan digunakan eluen n-heksan:etil asetat (4:1) karena eluen tersebut memberikan profil
pemisahan senyawa terbaik pada senyawa analit yang memiliki kepolaran rendah. Karena eluen yang digunakan
hanya satu sistem maka dinamakan system isokratik dan fase diam yang digunakan adalah GF-254.
Cara basah dipilih untuk membuat silica dikarenakan cara basah lebih efektif dan lebih aman dibandingkan cara
kering. Cara penyiapan dari kromatografi kolom yaitu : Pertama, menyiapkan silica gel 1% atau sama banyak dengan
Pembahasan ekstrak dan eluen n-heksan:etil asetat (4:1), silica gel dimasukkan ke dalam labu erlemeyer dan ditambahkan sedikit
eluen kemudian dikocok lalu segera dimasukkan ke dalam kolom dengan hati-hati agar tidak terjadi cracking dan
sebaiknya tidak dimasukkan terlalu lambat untuk mencegah tertinggalnya silica gel dibawah Erlenmeyer dan akan
menyebabkan cracking. Campuran tersebut dituang ke dalam kolom sampai batas yang sudah ditentukan (10 cm
dari dasar kolom) lalu ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan semalam (24 jam). Silika gel yang terbentuk
dalam kolom tidak boleh terdapat gelembung udara karena jarak tempuhnya analit akan lebih jauh.
Setelah dilakukan persiapan kolom kromatografi, selanjutnya yaitu preparasi sampel dengan cara menimbang
ekstrak 1%, kemudian ekstrak ditambahkan sedikit pelarut etanol sampai larut dicampur dengan silica gel sama
banyak, diaduk sampai homogen dan kering. Kemudian dimasukkan ke dalam kolom (diatas permukaan silica gel)
lalu ditambah eluen kira-kira setinggi 3 cm. Eluen diteteskan sambil dituangi eluen baru sampai kolom terisi penuh
sementara penetesan tetap dilakukan. Penetesan di atur 1-2 tetes/detik. Pada ekstrak daun jambu biji, terlihat
ekstrak yang berwarna coklat kehitaman berada diatas silica gel, turun ke bawah melewati silica gel kemudian
perlahan dalam kolom membentuk warna-warna tersendiri. Dalam sampel ini membentuk warna seperti kuning
pucat, hijau kekuningan, coklat, kuning, dan abu-abu. Aliran eluen diatur agar tidak terlalu cepat agar komponen
dapat terpisah dan tidak terlalu lama agar proses pemisahan tidak memakan waktu yang lama. Eluen mengalir
mengelusi sampel melewati fase diam di sepanjang kolom dengan memanfaatkan gaya gravitasi. Setelah sampel
berada didekat bawah kolom dan sudah terlihat warna, dilakukan penampungan eluen setiap vial sebanyak 5 ml
dan ditutup dengan alumunium foil. Setelah didapat tampungan dalam 80 vial, alumunium foil dilubangi untuk
menguapkan eluen sehingga didapatkan campuran pekat yang berisi senyawa kimia.
Pada proses fraksinasi terdapat berbagai macam warna yang terpisah secara visual.. Senyawa pertama yang keluar
ialah senyawa non polar yang mana mempunyai afinitas yang rendah dengan fase diam. Fase diam yang digunakan
ialah fase normal yang bersifat polar maka senyawa yang non polar akan mengikuti aliran eluen yang bersifat
nonpolar. Senyawa yang terakhir keluar ialah senyawa polar karena mempunyai afinitas yang besar dengan fase
diam, berikatan dengan fase diam dan sulit untuk bergerak mengikuti aliran eluen.
Setelah selesai dilakukan penampungan sebanyak 80 vial. Vial 1, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80 di lakukan uji KLT.
Menggunakan eluen yang sama yaitu n-heksan : etil asetat (4:1). Jika profil noda sama maka tampungan setiap vial di
jadikan satu, jika terlalu kering untuk disatukan maka diberi pelarut yang sesuai. Jika profil noda pada sampel 1 dan
10 berbeda maka sampel 5 dicek untuk menentukan profil nodanya. Setelah itu, semua dilakukan penggolongan
profil noda. Sampel vial no 1, 10, 20, 30, 40, 50, 60, 70, 80, jika sampel tersebut kering maka harus dilarutkan

Pembahasan dengan pelarut yang sesuai atau dengan campuran eluen yang digunakan. Lalu saampel ditotolkan pada plat KLT
berurutan, dieluasi dan diamati secara visual dan juga diamati UV 254 dan UV 365. Setelah diamati ada berbagai
macam noda yang muncul, beberapa diantaranya memiliki profil noda yang sama sehingga dikelompokkan dalam 1
cont... fraksi, yaitu fraksi no. 1-10, 20, 30-40, 50-60, 70, 80, selanjutnya vial yang dalam 1 golongan yang sama, dilarutkan
dengan pelarut yang sesuai dan digabung menjadi 1 file yang sama.
Selanjutnya dilakukan identifikasi tahap 2 pada vial no. 1-10, 15, 20, 25, 30-40, 45, 50-60, 65, 70, 75, dan 80
dilakukan proses seperti yang pada tahap 1. Diperoleh vial no 1-10 dalam 1 golongan begitu juga dengan vial no. 15-
25, 30-40, 45, 50-60, 65-75, dan vial 80. Lalu dilanjutkan pada identifikasi penggolongan tahap 3 (vial no 1-
10,13,15-25,28,30-40,43,45,48,50-60,63,65-75,78,dan vial no. 80). Diperoleh kesimpulan bahwa vial no. 1-13, 15-
25, 28, 30-45, 48-60, 63-75, 78-80 memiliki profil noda yang sama sehingga digabungkan dalam golongan yang
sama. Untuk sampel-sampel yang belum diidentifikasi digabungkan pada tahap ke-4, (vial no 1-13, 14, 15-25,26, 27,
28,29, 30-45, 46, 47, 48-60,61, 62, 63-75, 76, 77, 78-80). Berikut diperoleh 9 macam fraksi yaitu vial no 1-14, 15-25,
26, 27-28, 29, 30-47, 48-62, 63-75, 76-80. Hal ini diperkuat dari pengamatan dibawah UV 365 nm.
Pada praktikum ini, didapatkan 9 fraksi atau golongan senyawa yang memiliki profil noda yang berbeda. Fraksi 1
berasal dari vial no 1-14. Fraksi 2 berasal dari vial no 15-25, Fraksi 3 berasal dari vial no 26, Fraksi 4 berasal dari
vial no 27-28, Fraksi no 5 berasal dari vial no 29, Fraksi no 6 berasal dari vial no 30-47, Fraksi no 7 berasal dari vial
no 48-62, Fraksi no 8 berasal dari vial no 63-75, Fraksi no 9 berasal dari vial 76-80. Senyawa non polar, semi polar
dan polar memiliki nilai Rf yang berbeda. Nilai Rf antara 0,2-0,3 ialah senyawa polar, Rf antara 0,75-0,9 ialah
senyawa non polar dan nilai Rf diantara tersebut ialah senyawa-senyawa semi polar (anonim,2011).
Setelah didapatkan fraksi yang berbeda, maka dilakukan identifikasi senyawa. Fraksi-fraksi tersebut ditotolkan pada
4 plat (GF-254), kemudian tiap-tiap plat diberi penampak noda. Pada praktikum ini menggunakan 4 penampak noda
yaitu anisaldehid-asam sulfat, dragendroff, FeCl3, dan KOH. Setelah diberikan penampak noda tersebut, kemudian
diamati secara visual. Jika secara visusal sudah tampak noda berwarna sesuai aturan positif suatu senyawa, maka
tidak perlu diamati pada UV 254 dan UV 365. Pada praktikum ini, setelah diberi penampak noda telah terlihat noda
yang dihasilkan sehingga tidak diperlukan pengamatan pada sinar UV 254 dan UV 365.
Identifikasi senyawa terpenoid steroid dengan penampak noda anisaldehid-asam sulfat positif noda berwarna merah

Pembahasan kuning pada semua fraksi pada Rf Fraksi no 1 : Rf ( 0,81; 0,85; 0,89), Fraksi no. 2 : Rf (0,61; 0,71; 0,81; 0,89).
Fraksi no. 3 : Rf (0,59; 0,61 dan0,89). Fraksi no. 4 dan 5 : Rf (0,5; 0,61; 0,89). Fraksi no. 6 : Rf (0,47; 0,5; 0,89).
Fraksi no. 7 dan 8 : Rf (0,42; 0,89. Fraksi no. 9 : Rf (0,27; 0,89). Sedangkan untuk identifikasi senyawa steroid
cont... dengan penampak noda dragendroff positif noda berwarna kuning, jingga pada fraksi 6 dengan Rf (0,26; 0,53; 0,59;
0,87). Lalu pada identifikasi senyawa flavonoid, polifenol, dan tanin dengan penampak noda FeCl 3 positif noda
berwarna hitam (positif mengandung senyawa polifenol) pada Fraksi no. 1: Rf (0,91). Fraksi no. 6: Rf (0,46; 0,39),
Fraksi no. 7: Rf (0,19; 0,37)Fraksi no. 8: Rf (0,3; 0,39, 0,44). Dan yang terakhir identifikasi senyawa antrakinon
dengan penampak noda KOH 10% positif noda berwarna kuning, kuning coklat pada Fraksi no. 1: Rf (0,86; 0,90),
Fraksi no. 6: Rf (0,39; 0,51; 0,57), Fraksi no. 7: Rf (0,39; 0,44), Fraksi no. 8: Rf (0,41; 0,46).
Dari hasil yang kami dapatkan, metabolit sekunder yang ditemukan memiliki kesamaan pada beberapa fraksi. Hal
ini dapat disebabkan karena beberapa kesalahan ketika eluasi. diantaranya, preparasi fase diam yang tidak merata
sehingga menyebabkan panjang lintasan yang tidak seragam, kemudian cracking atau terjadi retakan pada fase
diam, sehingga kerapatannya tidak seragam, lalu tidak ratanya lintasan pada bagian bawah kolom, dan terakhir pita
terlalu lebar akibat dari lebarnya kolom. Permasalahan-permasalahan ini dapat menyebabkan tidak terpisahnya
senyawa-senyawa menjadi fraksi yang berbeda berdasarkan polaritasnya dan mengakibatkan masih bergabungnya
antar senyawa 1 dengan yang lain dalam tampungan vial.
1. Proses identifikasi fraksinasi senyawa dalam ekstrak Psidium guajava didapatkan sembilan fraksi dengan
pembagian fraksi sebagai berikut:

Kesimpulan
fraksi 1 (vial no 1-14), fraksi 2 (vial no 15-25), fraksi 3 (vial no 26), fraksi 4 ( vial no 27-28), fraksi 5 (vial
no 29), fraksi 6 (vial no 30-47), fraksi 7 (vial no 48-62), fraksi 8 (vial no 63-75), fraksi 9 (vial no 76-80).
 
2. Dari hasil tersebut diatas setelah diberikan penampak noda dan diamati dibawah UV 254 dan 365 maka
dapat disimpulkan bahwa:
- Fraksi 1 mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,81 ; 0,85 ; 0,89, juga mengandung senyawa
flavonoid, tannin dan polifenol pada rf : 0,91 serta mengandung senyawa antrakinon pada rf : 0,86 ; 0,90.
- Fraksi 2 hanya mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,61 ; 0,71 ;0,81 ; 0,89.
- Fraksi 3 hanya mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,59 ; 0,61 ; 0,89.
- Fraksi 4 dan fraksi 5 hanya mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf: 0,5 ; 0,61 ; 0,89.
- Fraksi 6 mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,47 ; 0,5 ; 0,89 ; juga mengandung senyawa
alkaloid pada rf : 0,26 ; 0,53 ; 0,59 ; 0,87 ; selain itu juga mengandung senyawa flavonoid, tannin dan
polifenol pada rf : 0,46 ; 0,39 ; serta mengandung senyawa antrakinon pada rf : 0,39 ; 0,51 ; 0,57.
- Fraksi 7 mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,42 ; 0,89 ; juga mengandung senyawa
flavonoid, tannin dan polifenol pada rf : 0,19 ; 0,37 ; serta mengandung senyawa antrakinon pada rf :
0,39 ; 0,44.
- Fraksi 8 mengandung senyawa terpenoid steroid pada rf : 0,42 ; 0,89 ; juga mengandung senyawa
flavonoid, tannin dan polifenol pada rf : 0,3 ; 0,39 ; 0,44 ; serta mengandung senyawa antrakinon pada rf :
0,41 ; 0,46.
- Fraksi 9 hanya mengandung senyawa terpenoid steroid yaitu pada rf : 0,27 ; 0,89.  
3. Fraksi I memiliki senyawa terpenoid steroid; polifenol; antrakinon (senyawa non
Kesimpulan polar), Fraksi II, III, IV, V memiliki senyawa terpenoid steroid (antara senyawa
semipolar dan nonpolar), Fraksi VI memiliki senyawa terpenoid steroid (antara
senyawa semipolar dan nonpolar); steroid (antara senyawa polar, semipolar, dan
nonpolar); polifenol (antara senyawa polar dan semipolar); antrakinon (antara senyawa
polar dan semipolar). Fraksi VII memiliki senyawa terpenoid steroid (antara senyawa
semipolar dan nonpolar); polifenol (antara senyawa polar dan semipolar); antrakinon
(antara senyawa polar dan semipolar). Fraksi VIII memiliki senyawa terpenoid steroid
(antara senyawa semipolar dan nonpolar); polifenol (senyawa semipolar); antrakinon
(senyawa semipolar). Fraksi IX memiliki senyawa terpenoid steroid (antara senyawa
polar dan nonpolar). Penggolongan tersebut berdasarkan nilai Rf yang dihasilkan pada
uji KLT yaitu 0.2-0.3 merupakan senyawa polar, 0.31-0.74 merupakan senyawa
semipolar dan 0.75-0.9 merupakan senyawa nonpolar.
 
Parimin, 2005. Jambu Biji. Budi Daya dan Ragam Pemanfaatannya. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sastrohamidjojo, H. 2004. Kimia Minyak Atsiri.Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Swharting, A.E. 1991. Pengantar Kromatografi. Edisi Kedua. Penerbit ITB.
Bandung.
Sarker SD, Latif Z, & Gray AI. 2006. Natural products isolation. In: Sarker SD, Latif Z, & Gray AI,
editors. Natural Products Isolation. 2nd ed. Totowa (New Jersey). Humana Press Inc. hal. 6-10, 18.
Septia Anggraini, Optimasi Formula Fast Disintegrating Tablet Ekstrak Daun Jambu Biji (Psidium Guajava
L.) Dengan Bahan Penghancur Sodium Starch Glycolate Dan Bahan Pengisi Manitol, Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2010 Sutejo, AY.2006. mengenal penyakit melalui pemeriksaan

Daftar laboratorium, Yogyakarta.


Renata Ayuni, Khasiat Selangit Daun-Daun Ajaib Tumpas Beragam Penyakit, Alaska, Yogyakarta, 2012.
hlm. 130.

Pustaka Retno Aria Ningrum, Pemanfaatan Tumbuhan Jambu biji Sebagai Obat Tradisional, Universitas Negeri
Yogyakarta, Jogjakarta, 2013.
Depkes RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Edisi I. Jakarta : Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat kesehatan. Halaman 32.
Harborne,J. B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan, Edisi kedua, Hal
5, 69-76, diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soedira, ITB Press, Bandung.
Robinson,T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi, Edisi VI, Hal 191-216, Diterjemahkan oleh
Kosasih Padmawinata, ITB, Bandung.
James G. Speight Ph.D., D.Sc., in Natural Gas (Second Edition), 2019
Gandjar, Ibnu Gholib. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Pustaka Pelajar : Yogyakarta
Stahl, E. 1985. Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopi, diterjemahkan oleh Kosasih
Padmawinata dan Iwang Soediro, 3-17, ITB: Bandung.

Anda mungkin juga menyukai