BAB II
DASAR TEORI
Indikator Warna pH
Metil Jingga Merah – Kuning 3,1 - 4,4
Metil Merah Merah – Kuning 4,4 - 6,2
Bromtimol Biru Kuning – Biru 6,0 - 7,6
Fenolftaelin Tidak berwarna - Merah 8,3 - 10,0
A. Metil Jingga
Metil jingga merupakan senyawa azo yang berbentuk kristal berwarna kuning
kemerahan, lebih larut dalam air panas dan larut dalam alkohol. Metil jingga sering
digunakan sebagai indikator dalam titrasi asam basa. Metil jingga mempunyai trayek
pH 3,1 – 4,4 dan pKa 3,46, berwarna merah dalam keadaan asam, berwarna kuning
dalam keadaan basa, dan bertindak sebagai elektrofil. Struktur resonansi ion diazonium
menunjukkan bahwa kedua nitrogen mengemban muatan positif parsial. Nitrogen
terminal menyerang posisi orto atau para dari cincin benzene teraktifkan (cincin yang
disubstitusi dengan suatu gugus pelepas electron seperi NH2 atau OH). Garam
diazonium klorida bereaksi dengan 2-naftol pada suasana basa. Pada suasana basa 2-
naftol akan melepaskan H+ sehingga terbentuk ion fenoksida yang reaktif. Ion
fenoksida dari 2-naftol menyerang garam diazonium melalui reaksi kopling sehingga
terbentuk senyawa orto-fenilazo-2-naftol. Produk kopling mengandung gugus azo (-
N=N-) dan biasanya dirujuk sebagai senyawa azo (Fessenden dan Fessenden, 1992).
B. Metil Merah
Metil merah (2-(N,N-dimethyl-4-aminophenyl) azobenzenecarboxylic acid),
disebut juga C.I. Acid Red 2, adalah indikator warna yang berubah menjadi merah
dalam larutan asam. Ini merupakan zat warna azo, dan berbentuk bubuk kristal
berwarna merah gelap. Metil merah adalah indikator pH; berwarna merah pada pH di
bawah 4,4; kuning pada pH 6,2; dan jingga pada pH di antaranya. Memiliki pKa 5,1.
Mureksida dan metil merah diteliti sebagai pengaya yang menjajikan dalam
penghancuran sonokimia dari polutan hidrokarbon terklorinasi. Metil merah
dikelompokkan dalam IARC group 3 - potensial karsinogen bagi manusia.
C. Bromtimol Biru
Bromotimol biru (juga dikenal sebagai Bromotimol sulfonftalein dan BTB) adalah
suatu indikator pH. Senyawa ini banyak digunakan dalam aplikasi yang memerlukan
pengukuran zat yang memiliki pH relatif netral (dekat 7). Senyawa ini umum digunakan
untuk mengukur kehadiran asam karbonat dalam cairan. Senyawa ini biasanya dijual
dalam bentuk padatan seperti garam natrium pada indikator asam.
Bromotimol biru berperan sebagai asam lemah dalam larutan. Karenanya, dia dapat
berada dalam bentuk terprotonasi atau terdeprotonasi, menghasilkan warna kuning atau
biru, masing-masing. Senyawa ini berwarna biru laut terang dengan sendirinya, dan
biru kehijauan dalam larutan netral. Deprotonasi dalam bentuk netral menghasilkan
struktur yang sangat terkonjugasi, berperan pada munculnya perbedaan warna.
Intermediat dari mekanisme deprotonasi tersebut bertanggung jawab terhadap
munculnya warna kehijauan dalam larutan netral.
Bromotimol biru sedikit larut dalam minyak, tetapi larut dalam air, eter, dan larutan
air alkali. Senyawa ini ini kurang larut dalam pelarut nonpolar seperti benzena, toluena,
dan xilena, dan praktis tidak larut dalam petroleum eter.
Bromotimol biru dapat digunakan untuk mengamati aktivitas fotosintesis, atau
sebagai indikator pernapasan (berubah kuning ketika CO2 ditambahkan). Demonstrasi
umum sifat indikator pH BTB melibatkan penghirupan ke dalam larutan netral BTB.
Ketika karbon dioksida terserap dari napas yang masuk ke dalam larutan tersebut, akan
membentuk asam karbonat, larutan berubah warna dari hijau ke kuning. Karenanya,
BTB umum digunakan pada kelas sains untuk mendemonstrasikan bahwa semakin
besar kekuatan yang digunakan, keluaran CO2 akan semakin besar pula.
D. Fenolftaelin
Fenolftalein biasanya digunakan sebagai indikator keadaan suatu zat yang bersifat
lebih asam atau lebih basa. Prinsip perubahan warna ini digunakan dalam metode titrasi.
Fenolftalein cocok untuk digunakan sebagai indikator untuk proses titrasi HCl dan
NaOH. Fenolftalein tidak akan berwarna (bening) dalam keadaan zat yang asam atau
netral, namun akan berwarna kemerahan dalam keadaan zat yang basa. Tepatnya pada
titik pH di bawah 8,3 fenolftalein tidak berwarna, namun jika mulai melewati 8,3 maka
warna merah muda yang semakin kemerahan akan muncul. Semakin basa maka warna
yang ditimbulkan akan semakin merah.
Fenolftalein memiliki empat kondisi yang berbeda dalam larutan: Pada kondisi asam
sangat kuat, ia dalam bentuk terprotonasi, menghasilkan warna jingga. Pada kondisi
asam kuat, ia berbentuk lakton yang tak berwarna. Dalam bentuk fenolat terdeprotonasi
tunggal (bentuk anion dari fenol) memberikan warna merah muda yang sangat dikenal.
Dalam larutan basa kuat, warna merah muda fenolftalein perlahan memudar dan
menjadi tak berwarna di atas pH 13,0. Reaksi pemudaran yang menghasilkan ion
InOH3− yang tak berwarna terkadang digunakan dalam mata pelajaran kinetika reaksi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
5.2 Kesimpulan
1. Dalam menentukan pH digunakan beberapa indikator karena setiap indikator
mempunyai trayek perubahan warna yang berbeda.
2. Indikator yang digunakan dalam menentukan pH antara lain lakmus merah dan biru,
fenolftalein (PP), metil merah (MM), metil jingga (MJ), dan bromtimol biru (BTB).
3. Sifat larutan yang diuji berbeda-beda, yaitu bersifat asam, basa, dan netral.
4. Suatu larutan memiliki pH yang berbeda. Larutan asam pH « 7; larutan basa pH »
7; larutan netral pH=7.
5.3 Saran
1. Gunakanlah perlengkapan keselamatan kerja yang memadai.
2. Ikuti langkah kerja informatif guna mendapatkan hasil praktikum yang lebih
maksimal. Langkah kerja model ini disusun dengan sangat memperhatikan kondisi,
ketersediaan, dan lingkungan praktikum.
3. Pastikan semua kondisi indikator yang ingin diuji. Jika telah rusak, maka perubahan
warna yang dihasilkan akan berbeda dengan apa yang seharusnya terjadi.
4. Pastikan juga semua kondisi alat telah kering, steril, dan tidak tersisa air sedikitpun
demi meminimalisir kesalahan hasil data pada praktikum ini.
LAMPIRAN
Gambar Keterangan