Anda di halaman 1dari 7

Nama : Rohma Parwati

NIM : 205070301111021
TUGAS REVIEW TITRASI
Titrasi adalah cara analisa tentang pengukuran jumlah larutan yang dibutuhkan untuk
bereaksi secara tepat dengan zat yang terdapat dalam larutan lain. Larutan yang diketahui
normalitasnya disebut larutan standart, biasanya dimasukkan dalam buret sebagai zat penitrasi
atau titran. Larutan yang akan ditentukan normalitasnya diletakkan dalam Erlenmeyer dan
disebut juga sebagai zat yang dititrasi atau analit. Titrasi dilakukan dengan cara membuka
kran buret pelan-pelan. Titik akhir titrasi terjadi pada saat terjadi perubahan warna.
Perubahan warna dapat dilihat dengan menggunakan zat penunjuk atau indikator. Pada saat
itulah gram ekivalen dari titran sama dengan gram ekivalen dari zat yang dititrasi, dimana
jumlah mol asam setara dengan jumlah mol basa.
 Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri yaitu titrasi berdasarkan pembentukan persenyawaan
kompleks (ion kompleks atau garam yang sukar mengion). Kompleksometri merupakan
jenis titrasi dimana titran (larutan pentitrasi) dan titrat (larutan yang dititrasi) saling
mengkompleks, membentuk hasil berupa senyawa kompleks. Titrasi kompleksometri juga
dikenal sebagai reaksi yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun
pembentukan molekul netral yang terdisosiasi dalam larutan. Persyaratan mendasar
terbentuknya kompleks demikian adalah tingkat kelarutan tinggi. Titrasi kompleksometri
adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara kation(ion logam)
dengan zat pembentuk kompleks (ligan). Salah satu zat pembentuk kompleks yang
banyak digunakan dalam titrasi kompleksometri adalah garam dinatrium etilendiamina
tetraasetat (Na2EDTA).
Prinsip titrasi kompleksometri didasarkan pada pembentukan ion-ion kompleks dalam
larutan. Garam dinatrium etilen diamin (EDTA) sebagai pengompleks akan membentuk
senyawa kompleks kelat yang larut saat bereaksi dengan kation logam tertentu. Prinsip dan
dasar reaksi penentuan ion-ion logam secara titrasi kompleksometri umumnya digunakan
komplekson III (EDTA) sebagai zat pembentuk kompleks khelat, dimana EDTA
bereaksi dengan ion logam yang polivalen seperti Al+3, Bi+3, Ca+2, dan Cu+2
membentuk senyawa atau kompleks khelat yang stabil dan larut dalam air.
Sebagian besar titrasi kompleksometri mempergunakan indikator yang juga
bertindak sebagai pengompleks dan tentu saja kompleks logamnya mempunyai warna
yang berbeda dengan pengompleksnya sendiri. Indikator demikian disebut indikator
metalokromat. Indikator jenis ini contohnya adalah Eriochromeblack T, pyrocatechol
violet, xylenol orange, calmagit, 1-(2-piridil-azonaftol), PAN, zincon, asam salisilat,
metafalein dan calcein blue.
- Eriokrom Black T
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -
10 senyawa ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH
5 senyawa itu sendiri berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati,
demikian juga pada pH 12. Umumnya titrasi dengan indikator ini dilakukan
pada pH 10. Indikator ini biasa digunakan untuk menentukan kadar Ca, Mg, Cd, Zn,
Mn, Hg.
- Murexide
Merupakan indikator yang sering digunakan untuk titrasi Ca2+, pada pH=12.
Nama : Rohma Parwati
NIM : 205070301111021
- Jingga xilenol (xylenol orange)
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana
alkali. Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada
titrasi dalam suasana asam.
- Biru Hidroksi Naftol
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH12 –13 dan
menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
- Calmagite
Kalmagit merupakan asam 1-(1-hidroksil-4-metil-2-fenilazo)-2-naftol-4-sulfonat
(V), mempunyai perubahan warna yang sama seperti hitam solokrom (Hitam
Eriokrom T), tetapi perubahan warnanya agak lebih jelas dan tajam.

Titrasi kompleksometri digunakan untuk menghitung kesadahan total karena ion


logam Ca2+ dan Mg2+ dapat membentuk kompleks dengan ligan atau senyawa
pengompleks seperti EDTA. Titik akhir titrasi ditandai oleh larutan yang berubah
warna menjadi biru saat EDTA mengikat seluruh ion Ca2+ dan Mg2+. Titrasi dilakukan
setelah penambahan larutan buffer pH 10±0,1 dan indikator Eriochrome Black T saat
larutan dalam suasana basa. Larutan buffer pH 10±0,1 digunakan untuk memastikan
hanya ada satu bentuk EDTA dalam air yaitu Y+ dan reaksi antara indikator EBT
dengan EDTA berlangsung sempurna pada pH 8-10 dalam keadaan stabil.
 Titrasi Asam Basa
Titrasi asam basa adalah proses penentuan banyaknya larutan dengan konsentrasi yang
diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah contoh
tertentu yang akan dianalisis. Prosedur analitis yang melibatkan titrasi dengan larutan -
larutan yang konsentrasinya diketahui disebut titrasi volumetri. Titik akhir titrasi adalah
titik dimana indikator berubah warna, dengan memilih indikator secara seksama, titik
akhir itu akan tepat berimpit dengan titik kesetaraan.
Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna
jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi dari pada suatu harga tertentu dan suatu warna
lain jika konsentrasi itu lebih rendah. Indikator asam basa dapat berubah warna
apabila pH lingkungan berubah. Apabila dalam suatu titrasi asam maupun basa
merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekuivalen akan mempunyai pH = 7. Apabila
asam ataupun basa merupakan elektrolit lemah, garam yang terjadi akan mengalami
hidrolisis pada titik ekivalen larutan akan mempunyai pH>7. Adapun indikator dari
titrasi asam basa dibedakan menjadi 2, yaitu indikator alami dan indikator buatan.
1. Indikator alami
Indikator asam basa alami dapat dibuat dengan memanfaatkan zat warna
yang ada pada bagian tanaman yang berwarna, misalnya buah strawbery, bunga
Jacaranda acutifolia, bunga soka, kulit biji mahoni, daun rhoedishcolor, bunga pukul
empat, kulit manggis, bunga mawar, dan bunga kana. Selain itu, indikator alami
juga dapat dibuat dari daun kubis ungu, batang kayu secang, bunga rosella, dan
bayam merah.
Indikator alami ekstrak kayu secang cermat sebagai indikator asam basa
meskipun kecermatannya lebih rendah dari indikator pp (0,053). Metode titrasi
dengan indikator ekstraks kayu secang memiliki keakuratan rendah dibanding
metode titrasi dengan indikator pp.
Nama : Rohma Parwati
NIM : 205070301111021
Selain itu, adanya kandungan kurkumin pada kunyit juga dapat digunakan
sebagai alternatif pengganti indikator fenolftalein dan methyl orange . Kurkumin
dapat digunakan sebagai indikator dengan pengenceran sebanyak 5% volume
sebanyak 4 tetes.
Daun kubis ungu bila dilarutkan dalam air panas akan mengeluarkan zat kimia
yang berwarna biru atau biru keunguan bila terlalu pekat. Zat kimia inilah yang
bila bercampur dengan asam akan berubah warna menjadi merah dan bila
bercampur dengan basa berubah menjadi hijau. Oleh karena ada perbedaan warna
dalam suasana asam dan basa, maka daun kubis ungu dapat digunakan sebagai
indikator alami.
Selain yang telah disebutkan diatas, indikator alami juga bisa didapat dari daun
adam hawa. Kandungan antosianin yang terdapat pada daun adam hawa menyimpan
potensi besar sebagai indikator titrasi asam basa. Senyawa yang berperan dalam
perubahan warna indikator alami adalah antosianin yang juga merupakan metabolit
sekunder golongan flavonoid dan termasuk pigmen yang larut dalam air secara
alami sehingga memiliki kemampuan untuk bereaksi baik dengan asam maupun
dengan basa. Indikator ekstrak daun adam hawa memiliki trayek pH4,75-6,75
dengan perubahan warna dari jingga kemerahan-hijau kecoklatan.
2. Indikator buatan
- Kertas lakmus
Terdapat dua macam kertas lakmus, yaitu kertas lakmus biru dan kertas lakmus
merah. Kertas lakmus biru biasanya digunakan untuk menunjukkan asam, yaitu
jika dicelupkan dalam larutan dan ternyata berubah menjadi warna merah, berarti
larutan tersebut bersifat asam. Sebaliknya jika kertas lakmus merah dicelupkan
ke dalam suatu larutan dan warna kertas berubah menjadi biru, berarti larutan
tersebut bersifat basa. Jika kertas lakmus merah atau biru dicelupkan ke dalam
suatu larutan dan ternyata kedua kertas tidak mengalami perubahan warna,
berarti larutan tersebut bersifat netral.
- Larutan indikator
Beberapa contoh larutan indikator antara lain adalah fenolptalin (pp) yang
memberikan warna pink dalam lingkungan basa dan tidak berwarna dalam
lingkungan asam, dan metil orange (mo) yang memberikan warna merah dalam
lingkungan asam dan kuning dalam lingkungan basa. indikator pp memiliki
trayek pH : 8,0 – 9,6, dan indikator mo memiliki trayek pH : 3,1 – 4,4.
- Indikator universal
Indikator ini dapat berupa kertas, tetapi ada juga yang berupa larutan, yang
dapat menunjukkan harga jangkauan pH suatu larutan yang lebar. Jika kertas
indikator ini dicelupkan ke dalam larutan akan memberikan warna tertentu
yang kemudian dibandingkan dengan warna standar yang tertera dalam
wadahnya untuk mengetahui pH larutan yang sebenarnya.
Nama : Rohma Parwati
NIM : 205070301111021

 Titrasi Argentometri
Titrasi Argentometri merupakan titrasi pengendapan. Titrasi pengendapan merupakan
reaksi titran dengan titrat membentuk endapan yang sukar larut seperti misalnya ion klorida
dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3) membentuk endapan perak klorida (AgCl)
berwarna putih. Pengendapan dalam titrasi pengendapan dipengaruhi oleh pH maupun
adanya komplekson. Dalam sumber lain dijelaskan bahwa Argentometri adalah titrasi
pengendapan yang menggunakan reagen pengendap perak nitrat untuk analisis halogen,
anion-anion mirip halogen (SCN-, CN-, CNO-), asam lemak, dan beberapa anion anorganik
divalent.
Dasar titrasi Argentometri adalah reaksi pengendapan dimana zat yang hendak
ditentukan kadarnya di endapkan oleh larutan baku perak nitrat (AgNO 3) dan indikator
kromat. Zat tersebut misalnya garam-garam halogenida (Cl, Br, I), sianida, tiosianida dan
fosfat. Titik akhir titrasi ditunjukkan dengan adanya endapan berwarna.
Titrasi Argentometri memiliki 3 metode umum yaitu : metode Mohr; metode Fajans;
dan metode Volhard.
1. Metode Mohr
Metode Mohr adalah metode yang digunakan dalam pengukuran kadar klorida dan
bromida dalam suasana netral dengan larutan standar perak nitrat (AgNO 3) dan
penambahan kalium kromat (K2CrO4) sebagai indikator. Titrasi dalam suasana asam
menyebabkan perak kromat larut karena terbentuk dikromat dan dalam suasana basa
akan terbentuk endapan perak hidroksida. Apabila ion klorida atau bromida telah habis
diendapkan oleh ion perak (Ag+), maka ion kromat akan bereaksi dengan perak (Ag)
berlebih membentuk endapan perak kromat (Ag2CrO4) yang berwarna coklat/merah
bata sebagai titik akhir titrasi. Titrasi Mohr terbatas pada larutan-larutan dengan harga
pH dari kira-kira 6-10. Sampel dalam titrasi argentometri metode Mohr harus netral
karena apabila dalam suasana asam endapan Ag2CrO4 akan larut membentuk perak
dikromat (Ag2Cr2O4), sedangkan dalam suasana basa AgNO3 akan bereaksi dengan
ion hidroksida membentuk endapan perak hidroksida (AgOH).
2. Metode Volhard
Metode Volhard didasarkan pada pengendapan perak tiosianat dalam larutan asam
nitrat, sebagai indikator digunakan larutan gram feri (Fe3+), sehingga membentuk
senyawa kompleks feritiosianat yang berwarna merah. Cara ini dapat dipakai untuk
penentuan kadar klorida, bromida, iodida dan tiosianat. Pada larutan tersebut
ditambahkan larutan AgNO3 berlebih, kemudian kelebihan AgNO3 dititrasi
Nama : Rohma Parwati
NIM : 205070301111021
kembali dengan larutan KCNS, dimana kelebihan larutan KCNS akan diikat oleh ion
Fe3+ membentuk warna merah darah dari Fe(SCN)3. Suasana asam diperlukan untuk
mencegah terjadinya hidrolisa ion Fe3+.
3. Metode Fajans
Titrasi Argentometri dengan metode Fajans adalah sama seperti pada cara Mohr, hanya
terdapat perbedaan pada jenis indikator yang digunakan. Indikator yang digunakan
dalam metode ini yaitu indikator absorpsi, yang merupakan zat yang dapat diserap oleh
permukaan endapan dan menyebabkan timbulnya warna. Senyawa organik yang
sering digunakan sebagai indikator adsorpsi adalah fluoresein (HFl), anion Fl-
tidak diserap oleh perak klorida koloidal selama ion klorida ada berlebih, akan
tetapi apabila ion perak dalam keadaan berlebih, ion Fl- dapat ditarik kepermukaan
partikel bermuatan positif. Endapan yang dihasilkan berwarna merah muda dan
warna ini cukup kuat untuk dijadikan sebagai indikator visual.
Titrasi Argentometri dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pembentukan endapan. Faktor-faktor tersebut antara lain :
- Temperatur
Kelarutan semakin meningkat dengan naiknya suhu, jadi dengan meningkatnya suhu
maka pembentukan endapan akan berkurang disebabkan banyak endapan yang berada
pada larutannya.
- Sifat alami pelarut
Garam anorganik mudah larut dalam air dibandingkan dengan pelarut organik seperti
alkohol atau asam asetat. Perbedaan kelarutan suatu zat dalam pelarut organik dapat
dipergunakan untuk memisahkan campuran antara dua zat. Setiap pelarut memiliki
kapasitas yang berbeda dalam melarutkan suatau zat, begitu juga dengan zat yang
berbeda memiliki kelarutan yang berbeda pada pelarut tertentu.
- Pengaruh ion sejenis
Kelarutan endapan akan berkurang jika dilarutkan dalam larutan yang mengandung ion
sejenis dibandingkan dalam air saja. Sebagai contoh kelarutan Fe(OH)3 akan menjadi
kecil jika kita larutkan dalam larutan NH4OH dibanding dengan kita melarutkannya
dalam air, hal ini disebabkan dalam larutan NH4OH sudah terdapat ion sejenis yaitu
OH- sehingga akan mengurangi konsentrasi Fe(OH)3 yang akan terlarut. Efek ini
biasanya dipakai untuk mencuci endapan dalam metode gravimetri.
- Pengaruh pH
Kelarutan endapan garam yang mengandung anion dari asam lemah dipengaruhi oleh
pH, hal ini disebabkan karena penggabungan proton dengan anion endapannya.
Misalnya endapan AgI akan semakin larut dengan adanya kenaikan pH disebabkan H+
akan bergabung dengan I- membentuk HI.
- Pengaruh hidrolisis
Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air maka akan dihasilkan perubahan
konsentrasi H+ dimana hal ini akan menyebabkan kation garam tersebut mengalami
hidrolisis dan hal ini akan meningkatkan kelarutan garam tersebut.
- Pengaruh ion kompleks
Kelarutan garam yang tidak mudah larut akan semakin meningkat kelarutannya dengan
adanya pembentukan kompleks antara ligan dengan kation garam tersebut. Sebagai
Nama : Rohma Parwati
NIM : 205070301111021
contoh AgCl akan naik kelarutannya jika ditambahkan larutan NH3, hal ini disebabkan
karena terbentuknya kompleks Ag(NH3)2Cl.
Titrasi Argentometri pada pengukuran klorida dapat dipengaruhi oleh ion-ion
pengganggu. Ion pengganggu tersebut antara lain:
o Bromida, iodida, dan sianida yang menyebabkan ekivalen dengan konsentrasi klorida.
o Ion sulfida, tiosulfat dan sulfit menggaggu.
o Ortofosfat yang lebih dari 25 mg/L mengganggu dengan membentuk endapan perak
fosfat.
o Besi yang lebih dari 10 mg/L mengaburkan titik akhir.

 Titrasi Iodometri
Titrasi iodometri merupakan titrasi berdasarkan reaksi redoks yang menggunakan
larutan beku I2 (iodium) untuk mengoksidasi analatnya. Iodimetri adalah adalah metode
titrasi atau volumetri yang pada penentuannya berdasarkan pada jumlah iodium (I2)
yang bereaksi dengan sampel (asam askorbat) atau terbentuk dari hasil reaksi antara sampel
dengan ion iodide. Indikator yang digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi
biasanya adalah kanji atau Amilum 0,5 - 1%. Selain itu, karbon tetraklorida atau
kloroform juga dapat digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi, akan tetapi lebih
umum digunakan suatu larutan (dispersi koloidal) kanji. Indikator amilum
ditambahkan pada larutan yang akan dititrasi. Warna biru tua yang digunakan sebagai
indikator titik akhir titrasi adalah hasil reaksi I2-amilum. Penentuan titik akhir titrasi dapat
terjadi karena terbentuk kompleks amilum I2 yang berwarna biru tua. Hal ini
disebabkan karena dalam larutan amilum, terdapat unit-unit glukosa yang membentuk
rantai heliks karena adanya ikatan konfigurasi pada tiap unit glukosanya. Bentuk ini
menyebabkan amilum dapat membentuk kompleks dengan molekul iodium yang dapat
masuk ke dalam spiralnya. Sehingga menyebabkan warna biru tua kompleks tersebut.
 Titrasi Konduktometri
Titrasi konduktometri merupakan metode analisa kuantitatif yang didasarkan pada
perbedaan harga konduktansi masing-masing ion. Dalam konduktometri diperlukan sel
konduktometrinya, yaitu alat mengukur tahanan sel. Namun titrasi ini kurang bermanfaat
untuk larutan dengan konsentrasi ionik yang terlalu tinggi. Di dalam titrasi konduktometri
ini tidak terlalu berbeda dari titrasi yang lainnya, yang membedakan hanya terdapat dari
bagaimana cara untuk mengetahui titik ekivalen dari larutan. Titik ekivalen dapat kita
ketahui dari daya hantar dari larutan yang kita ukur, jika daya hantar sudah konstan berarti
titrasi sudah mencapai ekivalen. Titrasi ini tidak perlu menggunakan indikator.
Titrasi konduktometri digunakan untuk mengukur jumlah gugus sulfat pada selulosa.
Adanya gugus sulfat pada selulosa akan memberikan muatan negatif pada permukaan
selulosa. dilakukan untuk mengukur muatan permukaan pada selulosa termodifikasi.
Sejumlah selulosa termodifikasi dicampur dengan larutan NaCl 1 mM hingga mencapai
volume 500 mL, kemudian ditambahkan 5 mL larutan HCl 0,05 M. Larutan kemudian
dititrasi dengan larutan NaOH 0,01 M hingga terjadi kenaikan konduktivitas. Adanya
muatan pada permukaan selulosa akan menambah keuntungan terhadap karakteristik
selulosa dalam beberapa aplikasi seperti sebagai membran pertukaran kation, adsorben,
pembawa obat dan filler komposit.
Nama : Rohma Parwati
NIM : 205070301111021
DAFTAR PUSTAKA
Dwantari, I.P.S., dan Wiyantoko, B. 2019. Analisa Kesadahan Total, Logam Timbal (Pb),
dan Kadmium (Cd) dalam Air Sumur Dengan Metode Titrasi Kompleksometri dan
Spektrofotometri Serapan Atom. Indonesian Journal of Chemical Analysis, 2(1): 11-19.
Fitriana, Y.A.N. dan Fitri, A.S. 2020. Analisis Kadar Vitamin C pada Buah Jeruk
Menggunakan Metode Titrasi Iodometri. Jurnal Sainteks, 17(1): 27-32.
Huljani, M. dan Rahma, N. 2018. Analisis Kadar Klorida Air Sumur Bor Sekitar Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) II Musi II Palembang dengan Metode Titrasi Argentometri. Alkimia:
Jurnal Ilmu Kimia dan Terapan, 2(2): 5-9.
Nurmastika, A., Erwanto, D., Rosanti, A.D., dan Fiolana, F.A. 2018. Rancang Bangun Alat
Pengukur Kadar Asam Askorbat pada Buah dengan Metode Titrasi Iodimetri. Jurnal Setrum,
7(1): 147-157.
Pratama, A.W., Piluharto, B., Indarti, D., Haryati, T., dan Addy, H.S. 2019. Pengaruh
Konsentrasi Asam Terhadap Sifat Fisik dan Muatan Permukaan Selulosa Termodifikasi.
Alchemy Jurnal Penelitian Kimia, 15(2): 315-328.
Ratnasari, S., Suhendar, D., dan Amalia, V. 2016. Studi Potensi Ekstrak Daun Adam Hawa
(Rhoeo discolor) sebagai Indikator Titrasi Asam-Basa. Chimica et Natura Acta, 4(1): 39-46.
Rodiani, T. dan Suprijadi. 2013. Analisis Titrimetri Dan Gravimetri. Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia.
Sari, N.P.Y.P., Parwatha, I.M.O.A., dan Parthasutema, I.A.M. 2014. Pengaruh Ion Tiosulfat
Terhadap Pengukuran Kadar Klorida Metode Argentometri. Jurnal Chemistry Laboratory,
1(2): 83-91.
Sundari, R. 2016. Pemanfaatan Dan Efisiensi Kurkumin Kunyit (Curcuma Domestica Val)
Sebagai Indikator Titrasi Asam Basa. Jurnal Teknoin, 22(8): 595-601.

Anda mungkin juga menyukai