Anda di halaman 1dari 11

Nama : Rohma Parwati

NIM : 205070301111021
Kelas : 1A3
VITAMIN LARUT AIR

Vitamin merupakan senyawa organik yang penting bagi kehidupan


manusia. Fungsi utama dari vitamin adalah untuk pengaturan proses
metabolisme tubuh agar berjalan lancar, dan mengatur fungsi otak. Vitamin
kebanyakan tidak dapat disintesa oleh tubuh, walaupun ada beberapa vitamin
yang dapat disintesa di dalam tubuh, namun kecepatan pembentukannya
sangat kecil, sehingga jumlah vitamin yang terbentuk tidak dapat memenuhi
jumlah vitamin yang dibutuhkan tubuh. Oleh karena itu tubuh harus tetap
memperoleh asupan vitamin dari luar yaitu dari makanan yang dikonsumsi
dalam kehidupan sehari – hari.
Secara umum, vitamin dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar,
yaitu vitamin yang larut dalam air dan vitamin yang larut dalam lemak. Hanya
terdapat 2 vitamin yang larut dalam air, yaitu B dan C, sedangkan vitamin
lainnya, yaitu vitamin A, D, E, dan K bersifat larut dalam lemak. Vitamin
yang larut dalam lemak akan disimpan di dalam jaringan adiposa (lemak)
dan di dalam hati. Vitamin ini kemudian akan dikeluarkan dan diedarkan ke
seluruh tubuh saat dibutuhkan. Beberapa jenis vitamin hanya dapat disimpan
beberapa hari saja di dalam tubuh, sedangkan jenis vitamin lain dapat
bertahan hingga 6 bulan lamanya di dalam tubuh. Berbeda dengan vitamin yang
larut dalam lemak, jenis vitamin larut dalam air hanya dapat disimpan dalam
jumlah sedikit dan biasanya akan segera hilang bersama aliran makanan. Saat
suatu bahan pangan dicerna oleh tubuh, vitamin yang terlepas akan masuk ke
dalam aliran darah dan beredar ke seluruh bagian tubuh. Apabila tidak
dibutuhkan, vitamin ini akan segera dibuang tubuh bersama urin. Oleh
karena hal inilah, tubuh membutuhkan asupan vitamin larut air secara terus-
menerus. Sumber vitamin yang larut dalam air banyak terdapat dalam daging
ikan, minyak ikan, biji - bijian, kacang tanah, kacang kedelai dan sebagainya.
Kandungan vitamin dalam makanan bervariasi tergantung pada cara
produksi, penyiapan, dan penyimpanannya. Beberapa vitamin dapat rusak
jika dimasak, tercuci, atau terlarut oleh air.
1. Vitamin C

Struktur Vitamin C
Vitamin C atau L-asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam
air (aqueous antioxidant). Vitamin C merupakan bagian dari sistem
pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam plasma sel.
Vitamin C berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176,13 dan rumus
molekul C6H8O6. Vitamin C mudah teroksidasi secara reversible membentuk
asam dehidro L-asam askorbat dan kehilangan 2 atom hydrogen. Vitamin C
termasuk salah satu vitamin esensial karena manusia tidak dapat
menghasilkan vitamin C di dalam tubuh sendiri, vitamin C harus diperoleh dari
luar tubuh. Sumber vitamin C adalah sayuran seperti brokoli, bayam, cabai,
dan buah seperti jambu biji, nanas, jeruk, tomat, mangga. Rasa asam
disebabkan oleh asam lain yang terdapat dalam buah bersama dengan
vitamin C.
Vitamin C memiliki sifat dalam keadaan kering stabil tetapi mudah rusak
atau terdegrasi jika berada dalam bentuk larutan, terutama jika terdapat di
udara, logam-logam seperti Cu, Fe, dan cahaya. Vitamin C jika terkena
cahaya berubah menjadi coklat. Sifat yang paling utama dari vitamin C adalah
kemampuan mereduksi yang kuat dan mudah tereduksi yang dikatalis oleh
beberapa logam terutama Cu dan Ag.
Asam askorbat (vitamin C) adalah turunan heksosa dan diklasifikasikan
sebagai karbohidrat yang erat kaitannya dengan monosakarida. Vitamin C
dapat disintesis dari D-glukosa dan D-galaktosa dalam tumbuh-tumbuhan
dan sebagian besar hewan. Vitamin C terdapat dalam dua bentuk di alam,
yaitu L-asam askorbat (bentuk tereduksi) dan L-asam dehidro askorbat
(bentuk teroksidasi). Asam askorbat atau vitamin C adalah lakton enam
karbon yang secara struktural mirip dengan glukosa.
Vitamin C (asam askorbat) banyak memberikan manfaat bagi
kesehatan tubuh. Di dalam tubuh, vitamin C juga berperan sebagai
senyawa pembentuk kolagen yang merupakan protein penting penyusun
jaringan kulit, sendi, tulang, dan jaringan penyokong lainnya. Vitamin C
merupakan senyawa antioksidan alami yang dapat menangkal berbagai
radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan kita. Terkait dengan sifatnya
yang mampu menangkal radikal bebas, vitamin C dapat membantu
menurunkan laju mutasi dalam tubuh sehingga risiko timbulnya berbagai
penyakit degenaratif, seperti kanker, dapat diturunkan. Selain itu, vitamin C
berperan dalam menjaga bentuk dan struktur dari berbagai jaringan di dalam
tubuh, seperti otot. Vitamin C berfungsi melindungi sel darah putih dari enzim
yang dilepaskan saat mencerna bakteri yang telah ditelannya, sintesa
hormon-hormon steroid dari kolesterol, membantu dalam pembentukan
kolagen, menyembuhkan penyakit sariawan, proses penyembuhan luka serta
daya tahan tubuh melawan infeksi dan stress dan sebagai antioksidan.
Vitamin ini juga berperan dalam penutupan luka saat terjadi pendarahan dan
memberikan perlindungan lebih dari infeksi mikroorganisme patogen.
Melalui mekanisme inilah vitamin C berperan dalam menjaga kebugaran
tubuh dan membantu mencegah berbagai jenis penyakit. Sumber vitamin
C antara lain buah jeruk, tomat, nanas, arbei, kangkung, kentang, cabai
hijau, selada hijau, jambu biji. Kekurangan vitamin C dapat menyebabkan
sariawan, gusi dan kulit mudah berdarah, sendi-sendi sakit dan luka
sembuhnya lama. Beberapa tanda kekurangan vitamin C di dalam tubuh
adalah: (1) rambut sangat kering dan bercabang, (2) kulit bersisik, kering,
dan kasar, (3) gusi mudah berdarah dan meradang, (4) luka lambat
sembuh, mengalami infeksi berulang, dan mudah berdarah, (5) mengalami
mimisan (epistaksis) berulang (6) nyeri atau pembengkakan pada sendi,
(7) anemia, (8) gigi mudah keropos (Hasanah, 2018).
Metabolisme vitamin C di dalam tubuh akan mengalami proses absobsi,
distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME). Kelenjar adrenal mengandung
banyak vitamin C. Tubuh pada umumnya sedikit menahan vitamin C,
kelebihan vitamin C dibuang melalui air kemih. Mengkonsumsi vitamin C
dalam jumlah besar (Megadose) sebagian besar akan dibuang keluar,
terutama pada saat mengkonsumsi vitamin yang bergizi tinggi. Vitamin C
akan ditahan oleh jaringan tubuh apabila keadaan gizi dalam tubuh jelek.
Kadar vitamin C di dalam darah mencapai puncaknya 2-3 jam kelebihan
vitamin C di dalam tubuh akan dibuang melalui urin dan keringat sehingga
kadar vitamin C dalam tubuh menurun. Kadar vitamin C di dalam tubuh agar
tetap stabil dapat dipelihara dengan mengkonsumsi bahan makanan yang
dimakan mengandung cukup vitamin.

2. Vitamin B9

Struktur Vitamin B9
Vitamin B9 atau asam folat merupakan salah satu jenis dari vitamin B.
Vitamin ini pertama kali ditemukan pada tahun 1941 oleh Mitchell dan
kawan-kawan. Asam folat (pteroylmonoglutamate) terbentuk dari tiga
komponen yang berbeda yaitu derivate pteridin, p-aminobenzoat dan
glutamate. Glutamat yang terdapat dalam asam folat dapat berjumlah
sampai dengan delapan residu. Dalam tubuh bentuk aktif asam folat adalah
tetrahidrofolat (THF atau H4 folat). THF dibentuk oleh enzim dihidrofolat
reduktase dari asam folat langsung atau melalui pembentukan dihidrofolat
dahulu. Reaksi ini menambahkan residu glutamat melalui ikatan peptida
dan menambahkan unit karbon tunggal pada posisi N5 dan atau N10
secara reduksi atau oksidasi. Proses reduksi THF menjadi berbagai
derivat asam folat ini melibatkan berbagai macam asam amino. Ada lima
unit karbon tunggal yang dapat terikat pada posisi N5 dan atau N10 ini,
yakni metil, formil, formimino, metilen, dan metenil. Bentuk aktif asam folat,
THF, berguna sebagai donor unit karbon tunggal untuk berbagai
metabolisme tubuh.
Asam folat (folic acid) merupakan vitamin B9 (salah satu vitamin B
kompleks) yang terdapat dalam berbagai jenis bahan makanan, yang
berfungsi sebagai prekursor dalam produksi DNA dan RNA. Asam folat
bersifat mudah rusak akibat pemanasan, cahaya dan tidak stabil dalam
larutan asam. Asam folat banyak terdapat dalam tumbuh-tumbuhan seperti
sayur-sayuran hijau, biji-bijian, kacang-kacangan, tanaman polong-
polongan dan sari jeruk. Pada hewan, asam folat banyak terdapat dalam
susu dan hati. Di dalam makanan, asam folat terdapat dalam bentuk
poliglutamat. Asam folat diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang optimal
supaya tidak kekurangan dan kelebihan.
Asam folat sangat penting bagi kesehatan, khususnya untuk bagi ibu
hamil agar janin yang dikandung terhindar dari cacat bawaan. Selain itu, asam
folat juga dapat mencegah terjadinya gangguan jantung, stroke, dan
kanker. Secara fungsi, asam folat dapat membantu membangun jaringan
otot, peningkatan jumlah sel, pembentukan hemoglobin dan membantu
gangguan mental dan emosional. Kebutuhan asam folat pada setiap orang
berbeda-beda berdasarkan umur dan keadaan fisiologis. Menurut Nasional
Research asupan asam folat rata-rata untuk orang dewasa sebanyak 400
μg/hari. Sedangkan untuk wanita hamil dibutuhkan asupan asam folat
yang lebih banyak yaitu 600-800 μg/hari. Apabila kebutuhan asam folat
tercukupi, tubuh dapat menyimpan sekitar 5-10 mg folat, dan hampir
setengahnya disimpan di hati. Cadangan ini cukup untuk 3-6 bulan tanpa
asupan folat dari makanan. Asam folat serum dipertahankan normal
dengan jumlah 6-20 mg/dl. WHO menganjurkan untuk mengonsumsi
makanan yang mengandung asam folat secara optimal guna mencegah
penyakit yang disebabkan oleh defisiensi atau kelebihan asam folat.
Kekurangan asupan asam folat dapat menyebabkan defisiensi asam folat
pada tubuh.

3. Vitamin B1

Struktur Vitamin B1
Vitamin B1 merupakan vitamin larut air yang terlibat dalam metabolisme
glukosa dan lipid serta produksi neurotransmitter. Bentuk murni dari vitamin
B1 adalah Tiamin hidroklorida. Dalam makanan, tiamin dapat ditemukan
dalam bentuk kompleks protein-fosfat. Tiamin merupakan vitamin yang
dibutuhkan untuk menimbulkan nafsu makan, membantu penggunaan
karbohidrat dalam tubuh dan sangat berperan dalam sistem saraf.
Tiamin merupakan salah satu nutrisi yang penting, namun tubuh tidak
dapat menghasilkan tiamin. Tiamin dapat ditemukan di sebagian besar
makanan, namun sumber makanan kaya tiamin meliputi biji - bijian, beras
merah, daging babi, unggas, kacang kedelai, kacang - kacangan, kacang
kering, kacang polong, dan produk biji- bijian sereal. Asupan harian yang
direkomendasikan berdasarkan recommended daily intake (RDI) untuk orang
dewasa di atas usia delapan belas adalah 1,2 mg /hari untuk pria dan 1,1
mg/hari untuk wanita. Untuk anak- anak, tingkat asupan yang memadai lebih
rendah, dengan kadar RDI 0,2 mg/hari selama masa bayi awal dan terus
meningkat seiring bertambahnya usia. Wanita dari segala usia yang sedang
hamil atau harus menambah asupan thiamin setiap hari menjadi 1,4 mg/hari.
Fungsi tiamin adalah mengatasi gangguan saraf otot seperti nyeri,
rematik, mengobati defisiensi beri - beri, lesu, jantung berdebar - debar
dan mengatasi ganguan metabolisme. Tiamin juga memiliki fungsi untuk
aktivitas saraf dan tonus otot serta metabolism karbohidrat. Selain berfungsi
dalam metabolisme karbohidrat, tiamin menghasilkan respon imun protektif
sehingga meningkatkan ketahanan terhadap infeksi M.tuberculosis melalui
pengaturan fungsi makrofag dan meningkatkan ekspresi TNF α serta IL - 6.
Kekurangan Vitamin B1 dapat menyebabkan berbagai gejala neurologis
dan gejala kardiovaskular. Gejala awal mungkin termasuk kelelahan,
kelemahan dan gangguan emosional, sedangkan kekurangan
berkepanjangan dapat menyebabkan polyneuritis (dikenal sebagai beri-beri
kering) dan gagal jantung atau edema perifer (beri-beri basah).

4. Vitamin B2

Struktur Vitamin B2
Vitamin B2 atau riboflavin merupakan vitamin yang larut di dalam air,
biasanya tidak disimpan di dalam tubuh apabila tidak dibutuhkan. Oleh
karena itu , perlu konsumsi setiap hari dengan dosis secukupnya agar tidak
mengganggu fungsi tubuh normal. Riboflavin merupakan bagian dari vitamin
B kompleks. Bila tidak mengkonsumsi sumber makanan yang cukup, maka
riboflavin tidak dapat disimpan di dalam tubuh dan segera dibuang ke urin
apabila tidak dibutuhkan sehingga dapat terjadi defisiensi riboflavin.
Tersedianya riboflavin dalam tubuh walaupun hanya dalam jumlah kecil akan
tetapi sangat penting, oleh karena berperan sebagai enzim dalam proses
oksidasi dan reduksi sel. Terutama dalam sel jaringan di bagian luar tubuh
seperti kulit, mata, dan saraf perifer.
Dalam keadaan kering, riboflavin mempunyai sifat stabil terhadap panas
di dalam larutan asam dan pH netral, mudah tereduksi, serta tahan terhadap
senyawa pengoksidasi. Riboflavin juga tidak stabil terhadap alkali dan sensitif
terhadap cahaya, terutama sinar ultraviolet. Kelarutan riboflavin dalam air
tidak begitu besar, hanya 1,2 mg/100ml pada suhu 27,5 derajat celcius.
Riboflavin juga dapat larut dalam alkohol sebanyak 4, 5 mg/100 ml pada suhu
yang sama. Meskipun riboflavin stabil terhadap pemanasan, tetapi sebagian
kecil vitamin tersebut hilang saat dimasak.
Simpanan riboflavin di dalam tubuh tidak banyak, oleh karena itu
sebaiknya diperoleh dari makanan setiap hari dalam jumlah yang cukup.
Kekurangan riboflavin umumnya terjadi karena tidak mencukupinya asupan
makanan sehari-hari yang mengandung protein hewani, sayuran yang
berwarna hijau dan proses oksidasi-reduksi dalam sel tubuh yang secara
umum tertekan. Sumber makanan yang mengandung riboflavin terdapat pada
hewan dan tumbuhan. Pada hewan terdapat pada hati, susu sapi, keju,
oyster, daging, dan telur. Pada tumbuhan terdapat pada sayuran hijau
(brokoli, bayam, asparagus, buncis), buah-buahan (alpukat dan pisang
ambon), serealia (bekatul padi, beras pecah kulit, beras merah, tepung
wholemeal, jagung ) dan umbi-umbian (ubi jalar merah).
Selain digunakan sebagai nutrisi, riboflavin juga digunakan sebagai
terapi dan juga sebagai pakan tambahan hewan ternak. Manusia yang
kekurangan vitamin ini akan mengalami kerontokan rambut, radang kulit,
dan kegagalan pertumbuhan. Vitamin ini juga telah berhasil digunakan
dalam perawatan penyakit migrain dan malaria. Riboflavin juga dibutuhkan
untuk metabolisme triptofan, suatu asam amino yang sangat penting bagi
pertumbuhan di masa kanak-kanak. Riboflavin memerankan peranan
penting pada transfer elektron dan merupakan prekursor dari koenzim
flavin adenine dinucleotide (FAD) dan flavin mononucleotide (FMN) yang
sangat dibutuhkan untuk reaksi oksidasi-reduksi enzimatis. Riboflavin
berfungsi dalam proses metabolisme protein, lemak dan karbohidrat menjadi
energi, membantu perbaikan jaringan tubuh, menjaga kesehatan kulit, kuku,
rambut, dan membantu fungsi sistem saraf. Riboflavin juga berfungsi dalam
kesehatan mata dalam menangkal kecenderungannya terhadap glaucoma.
Sebagai koenzim dari flavin mononukleotida (FMN) dan flavin adenin
dinukleotida (FAD), riboflavin be rfungsi sebagai alat transfer elektron pada
oksidasi-reduksi dan membantu enzim untuk melepaskan energi dari protein,
lemak dan karbohidrat. Riboflavin juga terlibat dalam perubahan piridoksin
sebagai koenzim aktif yang diperlukan untuk metabolisme triptofan.
Kombinasi bentuk riboflavin dan protein enzim berfungsi dalam respirasi
jaringan yaitu sebagai komponen dari sistem transport elektron, termasuk
oksidase C-amino dan D -amino, xantin oksidase, reduktase cytochrome -c
dan sejumlah dehidrogenase. Kelompok prostetik koenzim flavin biasanya
flavin adenin dinukleotida (FAD) atau dalam beberapa kasus untuk flavin
mononukleotida (FMN). Oleh karena itu, flavoprotein merupakan kelompok
penting dalam reaksi oksidasi-reduksi.Secara aktif, riboflavin diabsorbsi di
bagian usus halus kemudian mengalami fosforilasi hingga menjadi flavin
mononukleotida (FMN) di dalam mukosa usus halus. Proses ini
menggunakan flavinase dengan bantuan Adenosin Trifosfatase (ATP) yang
merupakan koenzim nukleotida yang berperan dalam proses metabolisme
protein, karbohidrat dan lemak sehingga terjadi pelepasan energi (proses
katabolisme) dalam tubuh maupun sebaliknya dalam proses anabolisme
pada saat tidak aktif. ATP dihidrolisis menjadi Adenosin Difosfat (ADP) dan
ion fosfat sehingga terjadi pelepasan energi dan sebaliknya terjadi fosforilasi
ADP menjadi ATP, kemudian riboflavin diserap oleh usus melalui sistem
portal hepatik yang langsung menuju hati dan membawanya menuju daerah
yang membutuhkan vitamin tersebut. Transport dalam tubuh melalui darah
dan ekskresi melalui urin. Diduga bahwa penetapan kadar riboflavin dalam
serum mempunyai nilai diagnostik pada defisiensi riboflavin. Konsentrasi
normal riboflavin dalam serum adalah 3,16 µ g/ dL. Sebagian besar dalam
bentuk flavin adenin dinukleotida (FAD) sebesar 2,32 µ g/ dL, sisanya
terdapat sebagai riboflavin bebas sebesar 0,84 µg/ dL. Ekskresi riboflavin
melalui urin yang kurang 50 µg dalam 24 jam biasanya dihubungkan dengan
tanda -tanda klinis dari defisiensi riboflavin. Ekskresi riboflavin melalui tinja
bukan berasal dari endogen, tapi merupakan hasil sintesa dari usus.
Kekurangan riboflavin biasa terjadi secara bersamaan dengan
kekurangan vitamin-vitamin lain yang larut dalam air. Tanda- tanda
kekurangan biasanya baru akan terlihat setelah beberapa bulan kekurangan
konsumsi riboflavin. Banyak peneliti yang berpendapat bahwa cheilitis
angularis merupakan gejala dari defisiensi riboflavin. Gejala lain di dalam
jaringan lunak mulut akibat defisiensi riboflavin yaitu pada lidah sebagai
akibat atrofi mukosa dengan kehilangan papilla filiformis sehingga akibatnya
terjadi kelainan yang disebut glossitis. Pada umumnya, defisiensi riboflavin
terjadi di negara dengan ekonomi rendah, tetapi dapat pula terjadi di negara
maju seperti Amerika Serikat, yaitu pada orang-orang yang sering
mengkonsumsi alkohol (alkoholik). Dalam hal ini, etanol akan dimetabolisme
menjadi asetaldehid. Asetaldehid ini bersifat toksik, sehingga mengakibatkan
sistem enzim di hepar rusak dan akhirnya menyebabkan nekrosis hepatik.
Diagnosis defisiensi riboflavin sulit ditegakkan hanya dengan gejala klinis,
karena itu pemeriksaan biokimia perlu dilakukan untuk menegakkan
diagnosis. Gejala defisiensi yang paling sering ditimbulkan adalah luka di
sudut mulut yang diikuti dengan bibir pecah-pecah yang dapat meninggalkan
jaringan parut. Selain itu, dapat juga menimbulkan kelainan pada lidah yang
menyebabkan warna lidah menjadi magenta. Selain pada jaringan lunak
mulut, kekurangan riboflavin juga dapat menyebabkan mata dan kulit
mengering terutama pada daerah nasolabial dan genital, serta daya tahan
tubuh terhadap infeksi menurun.

Daftar Pustaka

Anarawata, A.W. 2016. Pengaruh Defisiensi Riboflavin (Vitamin B2) pada


Jaringan Lunak Mulut. Skripsi. Jakarta: Universitas Trisakti.
Fanny, S. dan Permadi. 2015. Pengaruh Kondisi Pengolahan terhadap
Kandungan Asam Folat pada Kacang Kedelai (Glycine Max L. Meriil)
sebagai Bahan Pangan Fungsional. Thesis. Bandung: Univesitas
Pendidikan Indonesia.
Fauzi, Y.S., Apriliana, E., dan Jausal, A.N. 2019. Peran Tiamin (Vitamin B1)
dalam Meningkatkan Aktivitas Makrofag Alveolar terhadap Pertumbuhan
Bakteri Mycobacterium tuberculosis. Majority, 8(1): 242-245.
Fauziah, F., Rasyid, R., dan Akbar, A.P. 2016. Penetapan Kadar Vitamin B1 pada
Kacang Kedelai dan Tempe yang Beredar di Pasar Raya Padang Secara
Spektrofotometri Visibel. Jurnal Farmasi Higea, 8(1): 1-7.
Hasanah, U. 2018. Penentuan Kadar Vitamin C Pada Mangga Kweni dengan
Menggunakan Metode Iodometri. Jurnal Keluarga Sehat Sejahtera, 16(1):
90-96.
Idrus, S. 2017. Optimasi Produksi Riboflavin (Vitamin B2) dengan Substrat Ikan
Menggunakan Eremothecium gossypil. Majalah BIAM, 13(1): 1-7.
Permana, Y.E., Santoso, E., dan Dewi, C. 2018. Implementasi Metode Dempster-
Shafer untuk Diagnosa Defisiensi (Kekurangan) Vitamin pada Tubuh
Manusia. Jurnal Pengembangan Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer,
2(3): 1194-1203.
Purwoko, I. 2017. Perbedaan Hasil Pemeriksaan Glukosa Urine Sebelum dan
Sesudah Mengkonsumsi Vitamin C. Thesis. Semarang: Universitas
Muhammadiyah Semarang.
Subandrate, Gunarti, D.R., dan Sadikin, M. 2016. Karakteristik dan Peran Protein
Ikat Folat (PIF). Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 3(1): 341-346.

Anda mungkin juga menyukai