Anda di halaman 1dari 14

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Minum
2.1.1 Pengertian air minum
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 907 /Menkes/SK/VII/2002, air
minum adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang
memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. Jenis air minum meliputi :
1. Air yang didistribusikan melalui pipa untuk keperluan rumah tangga
2. Air yang didistribusikan melalui tangki air
3. Air kemasan
4. Air yang digunakan untuk produksi bahan makanan dan minuman yang
disajikan kepada masyarakat.
Air minum merupakan salah satu kebutuhan manusia yang paling penting.
Seperti diketahui, kadar air tubuh manusia mencapai 68 persen dan untuk tetap hidup
air dalam tubuh tersebut harus dipertahankan. Kebutuhan air minum setiap orang
bervariasi dari 2,1 liter hingga 2,8 liter per hari, tergantung pada berat badan dan
aktivitasnya. Namun, agar tetap sehat, air minum harus memenuhi persyaratan fisik,
kimia, maupun bakteriologis 11
2.1.2 Syarat Kualitas air minum
Air yang memenuhi persyaratan kualitas air minum menurut Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 907/Menkes/SK/VII/2002, secara garis besar dapat
digolongkan dengan empat syarat :
1. Syarat Fisik Air minum yang dikonsumsi sebaiknya tidak berasa, tidak berbau,
tidak berwarna (maksimal 15 TCU), tidak keruh (maksimal 5 NTU), dan suhu
udara maksimal ± 30oC dari udara sekitar.
2. Syarat Kimia Air minum yang akan dikonsumsi tidak mengandung zat-zat
organik dan anorganik melebihi standar yang ditetapkan, pH pada batas
maksimum dan minimum Universitas Sumatera Utara (6,5 – 8,5) dan tidak
mengandung zat kimia beracun sehingga menimbulkan gangguan kesehatan.
3. Syarat Bakteriologis Air minum yang aman harus terhindar dari kemungkinan
kontaminasi Escherechia coli atau koliform tinja dengan standar 0 dalam 100 ml
air minum. Keberadaan E. coli dalam air minum merupakan indikasi telah
terjadinya kontaminasi tinja manusia.
4. Syarat Radioaktif Air minum yang akan di konsumsi hendaknya terhindar dari
kemungkinan terkontaminasi radiasi radioaktif melebihi batas maksimal yang
diperkenankan.3
2.1.3 Sumber air minum
Pada prinsipnya semua air dapat diolah menjadi air minum. Sumber-sumber
air dapat dibagi menjadi 12
1. Air Hujan
Air hujan merupakan penyubliman awan/uap air menjadi air murni. Walau
pada saat prestipasi merupakan air yang paling bersih, air tersebut cenderung
mengalami pencemaran ketika berada di atmosfer.Pencemaran yang berlangsung di
atmosfer dapat disebabkan oleh partikel debu, mikroorganisme, dan gas, misalnya
karbon dioksida, nitrogen dan amonia. Maka untuk menjadikan air hujan sebagai
sumber air minum hendaklah pada waktu menampung air hujan jangan dimulai pada
saat hujan mulai turun, karena masih banyak mengandung kotoran.
2. Air Permukaan
Air permukaan yang meliputi badan-badan air semacam sungai, danau, telaga,
waduk, rawa, terjun, dan sumur permukaan, sebagian besar dari air hujan yang jatuh
ke permukaan bumi. Air hujan tersebut kemudian mengalami pencemaran baik oleh
tanah, sampah maupun lainnya.Pada umumnya air permukaan telah terkontaminasi
dengan berbagai zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan, sehingga memerlukan
pengolahan terlebih dahulu sebelum dikonsumsi oleh masyarakat.
3. Air Tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang jatuh ke permukaan bumi yang
kemudian mengalami perkolasi atau penyerapan ke dalam tanah dan mengalami
proses filtrasi secara alamiah. Proses-proses yang telah dialami air hujan tersebut, di
dalam perjalanannya ke bawah tanah, membuat air tanah menjadi lebih baik dan lebih
murni dibandingkan dengan air permukaan. Secara praktis air tanah adalah air bebas
polutan karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang mengganggu
kesehatan.
4. Mata Air
Dari segi kualitas, mata air sangat baik bila dipakai sebagai air baku, karena
berasal dari dalam tanah yang muncul ke permukaan tanah akibat tekanan, sehingga
belum terkontaminasi oleh zat-zat pencemar. Biasanya lokasi mata air merupakan
daerah terbuka, sehingga mudah terkontaminasi oleh lingkungan sekitar.

2.2 Air Minum Isi Ulang


Air minum isi ulang adalah hasil dari pengelohan air baku yang di ambil dari mata
air pegunungan, yang di proses menjadi air minum dalam bentuk air minum isi ulang,
yang siap untuk dikonsumsi. 13

2.3 Sterilisasi
Sterilisasi adalah proses penghilangan semua jenis organisme hidup,dalam hal ini
adalah mikroorganisme (protozoa, fungi, bakteri, mycoplasma,virus) yang terdapat dalam
suatu benda. Proses ini melibatkan aplikasi biocidal agent atau proses fisik dengan tujuan
untuk membunuh atau menghilangkan mikroorganisme. 14

2.4 Struktur kualitas air minum secara bakteriologis


Persyaratan kualitas bakteriologis air minum menurut Standart Nasional Indonesia
(SNI) Nomor SNI-01-3553-1996, yaitu kualitas bakteriologis air minum tidak
diperbolehkan mengandung bakteri patogen yang dapat menyebabkan penyakit, seperti
penyakit saluran pencernaan dan penyakit pernafasan. Bakteri patogen yang digunakan
sebagai indikator uji kualitas bakteriologis ini adalah bakteri coliform. Coliform
merupakan suatu kelompok bakteri, berbentuk batang, bersifat aerob dan anaerob
fakultatif. Semakin sedikit kandungan bakteri coliform pada air minum, maka semakin
baik kualitas air minum tersebut. 15
Tabel 2.1 Parameter Wajib Kualitas Air Minum yang berhubungan Langsung dengan
Kesehatan. 1

Jenis parameter Satuan Kadar Maksimum

Parameter Mikrobiologi

E.Coli Jumlah per 100 ml sampel 0

Total Bakteri Coliform Jumlah per 100 ml sampel 0

Kimia Anorganik

Arsen mg/l 0,01

Fluorida mg/l 1,5

Total Kromium mg/l 0,05

Kadmium mg/l 0,003

Nitrit, (Sebagai NO2-) mg/l 3

Nitrat, (Sebagai NO3-) mg/l 50

Sianida mg/l 0,07

Selenium mg/l 0,01

2.5 Depot Air minum


2.5.1 Pengertian depot air minum
Depot air minum adalah usaha industri yang melakukan proses pengolahan air
baku menjadi air minum dan menjual langsung kepada konsumen. Proses pengolahan
air pada depot air minum pada prinsipnya adalah filtrasi (penyaringan) dan desinfeksi.
Proses filtrasi dimaksudkan selain untuk memisahkan kontaminan tersuspensi juga
memisahkan campuran yang berbentuk koloid termasuk mikroorganisme dari dalam
air, sedangkan desinfeksi dimaksudkan untuk membunuh mikroorganisme yang tidak
tersaring pada proses sebelumnya.16
2.5.2 Proses produksi Air Minum
Menurut Keputusan Menperindag RI Nomor 651/MPP/Kep/l0/2004 tentang
Persyaratan Teknis Depot Air Minum dan Perdagangannya, urutan proses produksi
air minum di depot air minum adalah sebagai berikut :
1. Penampungan air baku dan syarat bak penampung Air baku yang diambil dari
sumbernya diangkut dengan menggunakan tangki dan selanjutnya ditampung
dalam bak atau tangki penampung (reservoir). Bak penampung harus dibuat dari
bahan tara pangan (food grade), harus bebas dari bahan bahan yang dapat
mencemari air. Tangki pengangkutan mempunyai persyaratan yang terdiri atas :
a. Khusus digunakan untuk air minum
b. Mudah dibersihkan serta di desinfektan dan diberi pengaman
c. Harus mempunyai manhole
d. Pengisian dan pengeluaran air harus melalui kran
e. Selang dan pompa yang dipakai untuk bongkar muat air baku harus diberi
penutup yang baik, disimpan dengan aman dan dilindungi dari kemungkinan
kontaminasi. Tangki, galang, pompa dan sambungan harus terbuat dari bahan
tara pangan (food grade), tahan korosi dan bahan kimia yang dapat mencemari
air. Tangki pengangkutan harus dibersihkan, disanitasi dan desinfeksi bagian
luar dan dalam minimal 3 (tiga) bulan sekali.
2. Penyaringan bertahap terdiri dari:
a. Saringan berasal dari pasir atau saringan lain yang efektif dengan fungsi yang
sama. Fungsi saringan pasir adalah menyaring partikel-partikel yang kasar.
Bahan yang dipakai adalah butir-butir silica (SiO2) minimal 80%.
b. Saringan karbon aktif yang berasal dari batu bara atau batok kelapa berfungsi
sebagai penyerap bau, rasa, warna, sisa khlor dan bahan organik. Daya serap
terhadap Iodine (I2) minimal 75%.
c. Saringan/Filter lainnya yang berfungsi sebagai saringan halus berukuran
maksimal 10 (sepuluh) micron.
3. Desinfeksi
Desinfeksi dilakukan untuk membunuh kuman patogen. Proses desinfeksi
dengan menggunakan ozon (O3) berlangsung dalam tangki atau alat pencampur ozon
lainnya dengan konsentrasi ozon minimal 0,1 ppm dan residu ozon sesaat setelah
pengisian berkisar antara 0,06 - 0,1 ppm. Tindakan desinfeksi selain menggunakan
ozon, dapat dilakukan dengan cara penyinaran Ultra Violet (UV) dengan panjang
gelombang 254 nm atau kekuatan 2537 0 A dengan intensitas minimum 10.000 mw
detik per cm 2 .
a. Pembilasan, Pencucian dan Sterilisasi Wadah
Wadah yang dapat digunakan adalah wadah yang terbuat dari bahan tara
pangan (food grade) dan bersih. Depot air minum wajib memeriksa wadah yang
dibawa konsumen dan menolak wadah yang dianggap tidak layak untuk digunakan
sebagai tempat air minum. Wadah yang akan diisi harus disanitasi dengan
menggunakan ozon (O3 ) atau air ozon (air yang mengandung ozon). Jika dilakukan
pencucian maka harus dilakukan dengan menggunakan berbagai jenis deterjen
tingkatan pangan (food grade) dan air bersih dengan suhu berkisar 60-85oC,
kemudian dibilas dengan air minum/air produk secukupnya untuk menghilangkan
sisa-sisa deterjen yang dipergunakan untuk mencuci.
b. Pengisian
Pengisian wadah dilakukan dengan menggunakan alat dan mesin serta
dilakukan dalam tempat pengisian yang higenis.17
2.5.3 Proses desinfeksi pada Depot Air Minum
Desinfeksi air minum adalah upaya menghilangkan atau membunuh bakteri di
dalam air minum. Di dalam depot air minum dikenal 2 (dua) cara desinfeksi yaitu
1. Ultraviolet
Radiasi sinar ultra violet adalah radiasi elektromagnetik pada panjang
gelombang lebih pendek dari spektrum antara 100 – 400 nm, dapat membunuh
bakteri tanpa meninggalkan sisa radiasi dalam air. Sinar ultra violet dengan
panjang gelombang 254 nm mampu menembus dinding sel mikroorganisme
sehingga dapat merusak Deoxyribonuclead Acid (DNA) dan Ribonuclead Acid
(RNA) yang bisa menghambat pertumbuhan sel baru dan dapat menyebabkan
kematian bakteri. Air dialirkan melalui tabung dengan lampu ultraviolet
berintensitas tinggi, sehingga bakteri terbunuh oleh radiasi sinar ultraviolet. Yang
harus diperhatikan adalah intensitas lampu ultraviolet yang dipakai harus cukup.
Untuk sanitasi air yang efektif diperlukan intensitas sebesar 30.000 mw detik per
cm2. Radiasi sinar ultraviolet dapat membunuh semua jenis mikroba jika
intensitas dan waktunya cukup. Namun, agar efektif lampu UV harus dibersihkan
secara teratur dan harus diganti paling lama satu tahun. Air yang akan disinari
dengan UV harus telah melalui filter halus dan karbon aktif untuk menghilangkan
partikel tersuspensi, bahan organik, dan Fe atau Mn (jika konsentrasinya cukup
tinggi).
2. Ozonisasi
Ozon termasuk oksidan kuat yang mampu membunuh kuman patogen,
termasuk virus. Keuntungan penggunaan ozon adalah pipa, peralatan dan
kemasan akan ikut disanitasi sehingga produk yang dihasilkan akan lebih terjamin
selama tidak ada kebocoran di kemasan. Ozon merupakan bahan sanitasi air yang
efektif disamping sangat aman. Agar pemakaian ozon dapat dihemat, yaitu hanya
ditujukan untuk membunuh bakteri-bakteri saja, maka sebelum dilakukan proses
desinfeksi, air tersebut perlu dilakukan penyaringan agar zat-zat organik, besi dan
mangan yang terkandung dalam air dapat dihilangkan. Kadar ozon pada tangki
pencampur ozon minimum 0,6 ppm, sedangkan kadar ozon sesaat setelah
pengisian minimum 0,1 ppm. Ozon bersifat bakterisida, virusida, algasida serta
mengubah senyawa organik komplek menjadi senyawa yang sederhana.
Penggunaan ozon lebih banyak diterima oleh konsumen karena tidak
meninggalkan bau dan rasa. Desinfeksi dengan sistim ozonisasi, kualitas air dapat
bertahan selama kurang lebih satu bulan dan masih aman dikonsumsi, sedangkan
yang tidak menggunakan ozonisasi, kualitas air hanya dapat bertahan beberapa
hari saja sehingga air sudah tidak layak dikonsumsi. Karena tanpa ozonisasi,
pertumbuhan bakteri dan jamur berlangsung cepat.18

2.6 Bakteri pada saluran pencernaan


Bakteri merupakan mikroorganisme yang banyak ditemukan di hampir semua
tempat. Habitatnya sangat beragam. lingkungan perairan, tanah, udara, permukaan daun,
dan bahkan dapat ditemukan di dalam organisme hidup. Diperkirakan total jumlah sel
mikroorganisme yang mendiami muka bumi ini adalah 5x1030.19 Bakteri dapat ditemukan
di dalam tubuh manusia, terutama di dalam saluran pencernaan yang jumlah selnya 10
kali lipat lebih banyak dari jumlah total sel tubuh manusia. 20
Pada saluran pencernaan
terdapat berbagai jenis bakteri yaitu e.coli, shigella sp, salmonella sp, helicobacter pylori,
clostridium perfringens, vibrio cholera, vibrio parahaemolyticus, vibrio vulnficus,
bacillus cereus.Escherichia coli adalah kuman oportunis yang banyak ditemukan di dalam
usus besar manusia sebagai flora normal. Sifatnya unik karena dapat menyebabkan
infeksi primer pada usus dan juga bisa menimbulkan infeksi lain di luar usus. 21

2.7 Escherichia coli (E.coli)


2.7.1 Definisi E.coli
Escherichia coli adalah bakteri enterik dan merupakan flora normal di saluran
pencernaan hewan dan manusia. E.coli selalu ada dalam saluran pencernaan hewan
dan manusia karena secara alamiah Escherichia coli merupakan salah satu penghuni
tubuh.22 Kebanyakan E.coli tidak berbahaya dan merupakan bagian penting dari
saluran pencernaan manusia yang sehat. Namun ada beberapa jenis dari bakteri
tersebut yang dapat menyebabkan penyakit.23
Escherichia Coli pertama kali diidentifikasi oleh dokter hewan Jerman,
Theodor Escherich dalam studinya mengenai sistem pencernaan pada bayi
hewan.Pada 1885, beliau menggambarkan organisme ini sebagai komunitas bakteri
coli.Nama “Bacterium Coli” sering digunakan sampai pada tahun 1991. Ketika
Castellani dan Chalames menemukan genus Escherichia dan menyusun tipe spesies
E. coli.24 E.coli merupakan bakteri Gram negatif bersifat anaerob fakultatif dan tidak
dapat membentuk spora. Bakteri ini dapat hidup pada berbagai substrat dengan
melakukan fermentasi anaerobik menghasilkan asam laktat, suksinat, asetat, etanol,
dan karbondioksida 25.
2.7.2 Variasi dan Patogenesis E.coli
1. ETEC (Entero Toxigenic E. coli)
ETEC adalah E. coli patogen penyebab utama diare akut dengan dehidrasi
pada anak-anak dan orang dewasa di negara-negara yang mempunyai 2 musim
maupun 3 musim.ETEC menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan terjadinya
ekskresi cairan elektrolit tubuh sehingga timbul diare dengan dehidrasi. Secara
immunologis enterotoksin yang dihasilkan oleh ETEC sama dengan enterotoksin
yang dihasilkan oleh V. cholera. Enterotoksin ETEC terdiri dari dua macam yaitu:
a. Labile Toxin (LT) yang mempunyai berat molekul yang tinggi dan tidak tahan
panas (musnah pada pemanasan 60oC selama 10 menit); toksin inilah yang
mirip dengan cholera toxin.
b. Stabile Toxin (ST) merupakan peptide berukuran kecil yang terdiri atas 18-48
asam amino yang memiliki banyak cystein dalam rantainya. Mempunyai berat
molekul rendah, tahan pada pemanasan dan tidak mempunyai sifat
antigenik.Manusia dapat berperan sebagai carrier kuman ini, yaitu sebagai
pembawa kuman tetapi dia sendiri tidak sakit.Transmisi kuman dapat
berlangsung secara food-borne maupun waterborne. Di daerah endemik diare
seperti halnya Indonesia, ETEC juga merupakan penyebab utama diare akut
yang mirip cholera serta merupakan penyebab travellers diarrhea.26
2. EPEC (Entero Pathogenic E. coli)
EPEC (Entero Pathogenic E. coli), merupakan strain pertama diantara
strain E. coli yang berhasil di identifikasikan sebagai penyebab diare patogenik
pada pasien bayi dan anak-anak pada rumah sakit di Inggris dan beberapa negara
di Eropa. Di beberapa daerah urban, sekitar 30% kasus-kasus diare akut pada bayi
dananak-anak disebabkan oleh EPEC.Mekanisme terjadinya diare yang
disebabkan oleh EPEC belum bisa diungkapkan secara jelas, tetapididuga EPEC
ini menghasilkan cytotoxin yang merupakan penyebab terjadinya diare. Penyakit
diare yang ditimbulkan biasanya self limited tetapi dapat fatal atau berkembang
menjadi diare persisten terutama pada anak-anak di bawah umur 6 bulan. Di
negara-negara berkembang, anak-anak yang terkena infeksi EPEC biasanya
adalah yang berumur 1 tahun ke atas.27
3. EIEC (Enteroinvasive E. coli)
EIEC mempunyai beberapa persamaan dengan Shigella antara lain dalam
hal reaksi biokimia dengan gula-gula pendek, serologi dan sifat patogenitasnya.
Sebagaimana halnya dengan Shigella, EIEC mengadakan penetrasi mukosa usus
dan mengadakan multiplikasi pada sel-sel epitel colon (usus besar).Kerusakan
yang terjadi pada epitel usus menimbulkan diare berdarah.Secara mikroskopis
leukosit polimorfonuklear selalu hadir dalam feses penderita yangterinfeksi EIEC.
Gejala klinik yang ditimbulkan mirip disentri yang disebabkan oleh Shigella.28
4. EHEC (Enterohaemorrhagic E. coli)
Di Amerika Utara dan beberapa daerah lainnya, EHEC menyebabkan
haemorrhagic colitis (radang usus besar). Transmisi EHEC terjadi melalui
makanan daging yang diolah dan dihidangkan secara tidak higienis. Tapi dapat
pula terjadi secara person to person (kontak langsung). Patogenitas EHEC adalah
dengan memproduksi sitotoksin yang bertanggung jawab terhadap terjadinya
peradangan dan perdarahan yang meluas di usus besar yang menimbulkan
terjadinya haemolytic uraemic syndrome terutama pada anak-anak. Gejala
karakteristik yang timbul ditandai dengan diare akut, kejang, panas dan dalam
waktu relatif singkat diare menjadi berdarah. Kejadian diare yang berdarah
tersebut yang membedakan strain EHEC dengan Shigella. Di negara-negara
berkembang kejadian diare yang disebabkan oleh EHEC masih jarang
ditemukan.29
5. EAEC (Entero Adherent E. coli)
EAEC telah ditemukan di beberapa negara di dunia ini. Transmisinya dapat
food-borne maupun water-borne. Patogenitas EAEC terjadi karena kuman
melekat rapat-rapat pada bagian mukosaintestinal sehingga menimbulkan
gangguan. Mekanisme terjadinya diare yang disebabkan oleh EAEC belum jelas
diketahui, tetapi diperkirakan menghasilkan sitotoksin yang menyebabkan
terjadinya diare. Beberapa strain EAEC memiliki serotipe seperti EPEC. EAEC
menyebabkan diare berair pada anak-anak dan dapat berlanjut menjadi diare
persisten.30
2.7.3 Identifikasi Escherichia coli
2.7.3.1 MPN (Most Probable Number)
MPN adalah metode enumerasi mikroorganisme yang menggunakan data
dari hasil pertumbuhan mikroorganisme pada medium cair spesifik dalam seri
tabung yang ditanam dari sampel padat atau cair sehingga dihasilkan kisaran
jumlah mikroorganisme dalam jumlah perkiraan terdekat. 31
Metode MPN dapat digunakan untuk menghitung bakteri koliform (Total
Colifrom). Bakteri coliform yang difermentasi dengan media laktosa akan
menghasilkan gas jika diinkubasi selama lebih dari 48 jam pada suhu 35oC itulah
dasar dilakukan metode MPN dengan melihat gas yang dihasilkan dalam tabung
reaksi yang kemudian disesuaikan dengan tabel MPN.32
Prinsip utama metode ini adalah mengencerkan sampel sampai tingkat
tertentu sehingga didapatkan konsentrasi mikroorganisme yang sesuai dan jika
ditanam dalam tabung menghasilkan frekuensi pertumbuhan tabung positif.
Semakin besar jumlah sampel yang dimasukkan, semakin rendah pengenceran
yang dilakukan maka semakin sering tabung positif yang muncul. Semakin kecil
jumlah sampel yang dimasukkan, semakin tinggi pengenceran yang dilakukan
maka semakin jarang tabung positif yang muncul. Nilai MPN sangat berguna
untuk menentukan jumlah mikroorganisme dengan konsentrasi rendah. Metode
ini umumnya digunakan untuk menganalisa susu, pangan, air atau tanah.
Tabung positif ditunjukkan oleh adanya pertumbuhan bakteri dan gas.
Nilai MPN diperoleh dengan asumsi sebagai berikut :
 Bakteri dalam contoh menyebar secara acak
 Bakteri dalam contoh tidak berkelompok tetapi saling terpisah
 Organisme yang terdapat dalam contoh dapat tumbuh dalam media selama
inkubasi
 Kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan seperti media, suhu, dan waktu
inkubasi
Perhitungan MPN berdasarkan pada jumlah tabung reaksi yang positif,
yakni yang ditumbuhi oleh mikroba setelah diinkubasi pada suhu dan waktu
tertentu. Pengamatan tabung yang positif dapat dilihat dengan mengamati
timbulnya kekeruhan atau terbentuknya gas di dalam tabung kcil (tabung
durham) yang diletakkan terbalik, yaitu jasad renik yang membentuk gas.23
Ada 3 tahap dari metode MPN :
1. Uji penduga ( presumtive test )
Sampel air diletakkan dalam tabung steril yang berisi Lactose Broth.
Beberapa tabung diinkubasi selama 48 jam pada suhu 35oC, kemudian diperiksa
terbentuknya gas, karena bakteri akan memfermentasikan laktosa dan
menghasilkan gas. Jika gas tidak terbentuk dalam 24 jam, inkubasi diteruskan
hingga 48 jam. Tes penduga dikatakan positif jika pada tabung terdapat gas yang
ditandai dengan terapungnya tabung Durham. Uji ini mendeteksi sifat fermentatif
coliform dalam sampel dan harus dikonfirmasi dengan tes konfirmatif untuk
menyingkirkan keberadaan organisme lain yang memberikan hasil positif pada
fermentasi laktosa. Tes presumtif merupakan indikator yang baik untuk
mengetahui keberadaan koliform.
2. Uji penegas ( Confirmed test )
Tabung positif yang didapatkan dari uji penduga dilanjutkan dengan uji
penegas. Sampel positif yang menunjukkan gas diinokulasi pada media Brilian
Green Lactose Broth, kemudian inkubasi pada suhu 37oC selama 48 jam.
Apabila dihasilkan gas, maka uji penegas dinyatakan positif.33
3. Uji pelengkap ( Complete test )
Uji pelengkap dilakukan dengan menginokulasikan koloni bakteri pada
medium agar dengan cara digoreskan dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu
35oC. Agar yang digunakan adalah endo agar dan Eosin Metil Blue (EMB),
pembenihan pada media agar ini mengakibatkan media agar menjadi berwarna
ungu tua dengan kemilau tembaga metalik dan membentuk koloni dengan pusat
gelap.33
Hasil metode MPN ini adalah nilai MPN, nilai MPN adalah perkiraan
jumlah unit tumbuh (growth unit) atau unit pembentuk koloni (colony forming
unit) dalam sampel. 1
Kelebihan dari metode MPN antara lain akurasi dapat ditingkatkan dengan
memperbanyak tabung yang digunakan setiap pengencerannya, ukuran (volume)
sampel yang cukup besar dibanding plate count. Sensitivitas umumnya
cenderung lebih baik pada konsentrasi mikroorganisme yang sedikit dari pada
plate count. Jika medium spesifik yang sesuai dengan pertumbuhan bakteri target
dapat dibuat maka perkiraan perhitungan MPN dapat dilakukan berdasarkan
medium tersebut.34

2.1.7.2 EMB Agar


EMB agar (Eosin Methylen Blue) merupakan medium diferensiasi untuk
isolasi bakteri Enterobacteriaceae. E.coli pada medium ini memiliki
penampakan koloni bewarna ungu kehitaman pada bagian tengah dan kilap
logam serta berdiameter 2-3 mm (Gambar). Enterobacter aerogenes pada media
ini memiliki diameter 4-6 mm, koloni menonjol dan lebih mukoid, bewarna pink
dengan bagian tengah yang bewarna gelap dan kebanyakan bergabung antara
koloni yang satu dengan lainnya (Gambar). Sementara Pseudomonas aeruginosa
memiliki gambaran koloni yang “colourless”(Gambar). Tidak memiliki kilap
logam dan bagian tenagh koloni bewarna keabuan. Sementara untuk bakteri yang
tidak memfermentasikan laktosa koloninya tidak bewarna dan translusen.35

Gambar 2.4(A) Escherichia coli pada EMB agar (B) Enterobacter aerogenes pada EMB
agar (C) Pseudomonas aeruginosa pada EMB agar
Sumber: ASM Microbe Library.org
Eosin dan bewarna biru metilen menghambat pertumbuhan bakteri Gram
positif dan mendukung pertumbuhan bakteri Gram negatif. Media ini
mengandung laktosa dan sukrosa. Mikroba yang dapat memfermentasi laktosa
akan menghasilkan koloni dengan inti bewarna gelap dan kilap logam,sedangkan
mikroba yang tidak dapat memfermentasikan laktosa, koloninya tidak bewarna.
Media ini cocok untuk mengkonfirmasi bahwa kontaminan tersebut adalah E
coli.
2.1.7.3 Lactose Broth
Lactose Broth digunakan sebagai media untuk mendeteksi adanya bakteri
koliform dalam air, makanan, dan produk susu. Pepton dan ekstrak daging
menyediakan nutrien penting untuk metabolisme bakteri. Laktosa menyediakan
nutrien penting untuk metabolisme bakteri. Laktosa menyediakan sumber
karbohidrat yang dapat difermentasi untuk bakteri koliform. Media ini biasanya
dalam presumptive test atau uji penduga untuk bakteri koliform. Kehadiran
koliform ditandai dengan munculnya gas pada tabung durham. Lactose broth
dibuat dengan komposisi 0,3% ekstrak daging; 0,5% pepton; dan 0,5% laktosa.36

Anda mungkin juga menyukai