Anda di halaman 1dari 17

Laporan Kasus

Rhinosinusitis Alergi Persisten

Disusun oleh:
Marliani Hanifah Mahmud
11-2016-372

Pembimbing :
Dr Irma Suryati Sp THT-KL

Kepaniteraan Klinik Ilmu THT


Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Periode 22 Januari 2018 – 24 Februari 2018
Rumah Sakit Umum Daerah Koja
Jakarta 2018

1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
NamaMahasiswa : Marliani Hanifah Tanda Tangan
NIM : 11.2016.372
Dokter Pembimbing : dr. Irma S. Sp THT-KL ………………..

I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Nn A Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Jakarta 27 Juni 2003 Suku bangsa : Jakarta
Status perkawinan : Belum menikah Pekerjaan : Pelajar
Umur: 14 tahun Agama : Islam
Tanggal masuk rumah sakit :8 Feb 2018

II. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal : 8 Februari 2018, Jam : 1400 WIB

Keluhan Utama:
Hidung keluar ingus terus terusan dari kedua hidung

Keluhan Tambahan:
Hidung tersumbat dan bersin-bersin.

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien mengaku sering keluar ingus bening dan bersin- bersin sejak kurang lebih 4 tahun
SMRS dan memburuk terutama saat terpapar udara dingin dan debu. Pasien juga mengeluh
hidungnya tersumbat hingga pasien sulit untuk bernafas. Saat pasien menukar posisi kepala,
sumbatannya tidak berubah-ubah. Pasien mengaku hidungnya sentiasa gatal. Hidung pasien
tidak nyeri dan tidak berdarah saat bersin. Pasien mengaku nyeri pada daerah pipi kanan dan
kiri serta dahi.Hidung berbau disangkal pasien, adanya cairan dari hidung ke tenggorokan di

2
sangkal pasien. Saat ini pasien tidak demam dan tidak ada keluhan dari telinga dan
tenggorokan.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien ada asma dan kejadian terakhir adalah pada tahun 2016.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Ayah pasien menderita keluhan yang sama dengan pasien

III. Pemeriksaan objektif


1. Pemeriksaan fisik

Telinga

Kanan Kiri

Bentuk daun telinga Normotia Normotia

Kelainan congenital Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Radang , tumor Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Nyeri tekan tragus Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Penarikan daun telinga Tidak ditemukan Tidak ditemukan

Kelainan pre, infra, Tidak ditemukan Tidak ditemukan


retroauriculer

Tidak ditemukan kelainan Tidak ditemukan kelainan

Region mastoid

Liang telinga Tidak ditemukan kelainan Tidak ditemukan kelainan

Membran timpani Tidak ditemukan kelainan Tidak ditemukan kelainan

3
Tes penala

Kanan Kiri

Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Penala yang dipakai Tidak ada Tidak ada

Kesan : tidak dapat dinilai

Hidung

 Bentuk : tidak ada kelainan


 Tanda peradangan : tidak ditemukan
 Daerah sinus frontalis dan maillaris : nyeri tekan maksilaris
 Vestibulum :terdapat secret bening, encer
 Cavum nasi : terdapat secret bening, encer
 Konka inferior kanan/kiri : edema, hiperemis (-),secret (+)
 Meatus nasi inferior kanan/kiri: terdapat secret encer
 Konka medius kanan/kiri : edema, hiperemis, secret (+)
 Meatus nasi medius kanan/kiri terdapat secret encer
 Septum nasi : normal, tidak ada deviasi

Rhinopharynx

 Koana : hiperemis (-)


 Septum nasi posterior: tidak dinilai
 Muara tuba eustachius : tidak dinilai
 Tuba eustachius : tidak dinilai
 Torus tubarius : tidak dinilai
 Post nasal drip : tidak ada

Pemeriksaan transiluminasi

 Sinus frontalis kanan, grade : tidak dilakukan

4
 Sinus frontalis kiri, grade : tidak dilakukan
 Sinus mailaris kanan, grade : tidak dilakukan
 Sinus maillaris kiri,grade : tidak dilakukan

Tenggorok

Pharynx

 Dinding pharynx : hiperemis (-), edema (-)


 Arcus :simetris
 Tonsil: T1-T1
 Uvula : di tengah
 Gigi: tidak ada kelainan
 Lain-lain :-

Larynx

 Epiglottis : Tidak dinilai


 Plica aryepiglottis: Tidak dinilai
 Arytenoids : Tidak dinilai
 Ventricular band : Tidak dinilai
 Pita suara : Tidak dinilai
 Rima glotidis : Tidak dinilai
 Cincin, trachea : Tidak dinilai
 Sinus piriformis : Tidak dinilai
 Kelenjar limfe submandibular dan cervical : Tidak dinilai

RESUME

Dari anamnesa didapatkan keluhan:

keluar ingus bening, bersin- bersin sejak kurang lebih 4 tahun SMRS dan memburuk terutama
saat terpapar udara dingin dan debu. hidungnya tersumbat.hidung gatal, wajah dan dahi nyeri.

Dari pemeriksaan didapatkan pada :

Telinga

5
 Kanan : Tidak ada kelainan
 Kiri : Tidak ada kelainan

Hidung (termasuk transiluminasi)

 Daerah sinus frontalis dan maillaris : nyeri tekan maksilaris


 Vestibulum :terdapat secret bening, encer
 Cavum nasi : terdapat secret bening, encer
 Konka inferior kanan/kiri : edema, hiperemis (-),secret (+)
 Meatus nasi inferior kanan/kiri: terdapat secret encer
 Konka medius kanan/kiri : edema, hiperemis, secret (+)
 Meatus nasi medius kanan/kiri terdapat secret encer

Tenggorok

 Tidak ada kelainan

Diagnosa Banding

- Rhinitis Alergi
- Rhinitis Vasomotor
- Polip nasi

Working Diagnosis

- Rhinosinusitis alergi kronis

IX. Penatalaksanaan
- Fluticasone furoate nasal spray 2 puff 2 kali sehari
- Loratadine 5mg, pseudoefiderine HCL 120mg 1 kapsul sehari
- Cetirizine 10mg 1 tab sehari
- Cefixime tablet 200mg 2 kali sehari selama 5 hari
- Nacl 0.9% 3 kali 30ml untuk cuci hidung

X. Prognosis
 Ad vitam : bonam.
 Ad functionam : bonam.

6
 Ad sanationam :dubia ad bonam
.

Tinjauan Pustaka

Definisi Rhinosinusitis

Rinosinusitis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan

berdasarkan riwayat gejala yang diderita, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria

mayor ditambah 2 kriteria minor.

Gejala Mayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, post nasal drip, gangguan

penghidu, Sedangkan Gejala Minor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri telinga, batuk, demam,

halitosis. 1

Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis maksila,

sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut

multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.

Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,

sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang.2

Rhinosinusitis selalunya dipicu oleh keluhan rhinitis yang menurut WHO ARIA

(Allergic rhinitis and its impact on asthma) adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-

bersin, rinore, rasa gatal, tersumbat, setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantai

oleh IgE.

Secara klinis rinosinusitis dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut bila gejalanya

berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, rinosinusitis subakut bila berlangsung dari 4

minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan.

Pada kasus ini, penderita mengeluhkan adanya keluhan seperti hidung keluar ingus,
tersumbat, bersin-bersin terutama saat dingin dan berdebu, mata dan sekitar hidung gatal dan

7
berterusan selama kurang lebih 4 tahun. Berdasarkan definisi, adalah sesuai dengan
rhinosinusitis alergi kronis

Etiologi Rinosinusitis

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam

rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan

anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal

(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom

kartagener, dan penyakit fibrosis kistik.3

Pada kasus ini, penyebab dari keluhan pasien adalah pajanan dari allergen seperti debu

dan cuaca yang dingin. Jadi dapat dkatakan bahawa ini adalah rhinosisnuitis ec alergi

Gejala dan tanda klinis

1. Gejala Subjektif

a. Nyeri

Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak. Secara

anatomi, apeks gigi-gigi depan atas (kecuali gigi insisivus) dipisahkan dari lumen sinus hanya

oleh lapisan tipis tulang atau mungkin tanpa tulang hanya oleh mukosa, karenanya sinusitis

maksila sering menimbulkan nyeri hebat pada gigi-gigi ini. Pada kasus ini pasien merasakan

nyeri pada daerah maksilarilas dan frontalis namun tidak sampai nyeri pada gigi.

b. Sakit kepala

Merupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis. Wolff

menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul merupakan akibat adanya kongesti dan udema di

ostium sinus dan sekitarnya.

Penyebab sakit kepala bermacam-macam, oleh karena itu bukanlah suatu tanda khas dari

peradangan atau penyakit pada sinus. Jika sakit kepala akibat kelelahan dari mata, maka

8
biasanya bilateral dan makin berat pada sore hari, sedangkan pada penyakit sinus sakit kepala

lebih sering unilateral dan meluas kesisi lainnya.

Sakit kepala yang bersumber di sinus akan meningkat jika membungkukkan badan

kedepan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup

mata, saat istirahat ataupun saat berada dikamar gelap.

Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang

atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin

karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung.

Pada kasus ini, pasien tidak mengeluhkan sakit kepala. Hal ini mungkin dikarenakan

pasien tidak merasakan keluhan ini yang paling berat pada dirinya melainkan keluhan yang

paling berat dirasakan adalah hidung keluar ingus dan tersumbat.

c. Nyeri pada penekanan

Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada penyakit di

sinus-sinus yang berhubungan dengan permukaan wajah.

Pada kasus ini, pasien merasakan nyeri tekan pada daerah frontal dan maksilaris.

d. Gangguan penghidu

Indra penghidu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang tidak tercium

oleh hidung normal. Keluhan yang lebih sering adalah hilangnya penghidu (anosmia). Hal ini

disebabkan adanya sumbatan pada fisura olfaktorius didaerah konka media. Oleh karena itu

ventilasi pada meatus superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan hilangnya indra

penghidu.

Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat degenerasi filament terminal nervus

olfaktorius, meskipun pada kebanyakan kasus, indra penghindu dapat kembali normal setelah

infeksi hilang.4

9
Pada kasus ini pasien mengatakan dia masih bisa menghidu walaupun saat pagi, ketika

hidung tersumbat pasien mengalami masalah peciuman.

2. Gejala Objektif

a. Pembengkakan dan udem

Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut, dapat terjadi

pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati

sensasi seperti pada penebalan ringan atau seperti meraba beludru.

Pada pemeriksaan fisik pada kasus ini didapatkan edema pada mukosa hidung dan

konka.temuan ini sesuai dengan temuan pada rhinosinusitis.

b. Sekret nasal

Mukosa hidung jarang merupakan pusat fokus peradangan supuratif, sinus-sinuslah

yang merupakan pusat fokus peradangan semacam ini.

Adanya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan kecurigaan adanya

suatu peradangan dalam sinus. Pus di meatus medius biasanya merupakan tanda terkenanya

sinus maksila, sinus frontal atau sinus etmoid anterior, karena sinus-sinus ini bermuara ke

dalam meatus medius5.

Pada pemeriksaan fisik pada kasus ini, ditemukan adanya secret pada meatus media

3. Pemeriksaan radiologi

a. Foto rontgen sinus paranasal

Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters, PA dan Lateral. Tepi

mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika ada infeksi tepi mukosa

akan tampak karena udema permukaan mukosa. Permukaan mukosa yang membengkak dan

udema tampak seperti suatu densitas yang paralel dengan dinding sinus.

10
Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum

maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah periodontal.

Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya batas cairan

(air fluid level) pada foto dengan posisi tegak .6

Pada kasus ini, rongent belum dilakukan pada pasien.

b. CT-Scan (Computer Tomography) sinus paranasal

Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang CT-

Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang terbaik

untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah.

CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi

yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan

struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus.

Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas.

CT-Scan dapat menilai tingkat keparahan inflamasi dengan menggunakan sistem

gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk digunakan secara rutin

dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan. Lund-MacKay Radiologic Staging

System ditentukan dari lokasi Gradasi Radiologik sinus maksila, etmoid anterior, etmoid

posterior dan sinus sphenoid, Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada

kelainan, Gradasi 1 : Opasifikasi parsial Gradasi 2 : Opasifikasi komplit.6

4. Nasoendoskopi

Nasoendoskopi ini akan mempermudah dan memperjelas pemeriksaan karena dapat

melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab

sinusitis.

11
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus media,

konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor.7

Diagnosis Rinosinusitis

Gejala klinik rinosinusitis kronis menurut American Academy of Otolaryngic Allergy

(AAOA), dan American Rhinologic Society (ARS) adalah rinosinusitis yang berlangsung lebih

dari 12 minggu dengan 2 gejala mayor atau lebih atau 1 gejala mayor disertai 2 gejala minor

atau lebih.

Berdasarkan kriteria Task Force on Rinosinusitis, gejala mayor skor diberi skor 2 dan

gejala minor skor 1, sehingga didapatkan skor gejala klinik sebagai berikut; Gejala Mayor:

Nyeri sinus = skor 2, Hidung buntu = skor 2, Ingus purulen = skor 2, Post nasal drip = skor 2,

Gangguan penghidu = skor 2, Sedangkan Gejala Minor: Nyeri kepala = skor 1, Nyeri geraham

= skor 1, Nyeri telinga = skor 1, Batuk = skor 1, Demam = skor 1, Halitosis = skor 1 dan skor

total gejala klinik = 16 Pengukuran skor total gejala klinik dikelompokkan menjadi dua, yaitu;

sedang-berat (skor ≥8), dan ringan (skor <8) dengan Skor total gejala klinik: skala nominal.1

Penatalaksanaan

Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi septum,

kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak, polip, kista, jamur, gigi

penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan

yang ditemukan.

Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial yang

memerlukan pemberian antibiotik dan pengobatan medik lainnya.

a. Medikamentosa

1. Antibiotika

12
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai terapi

awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke

II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua,

makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan mencukupi 10 – 14 hari atau

lebih jika diperlukan.

Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin,

golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat

diberi metronidazol.

Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi kembali apakah

ada faktor predisposisi yang belum terdiagnosis dengan pemeriksaan nasoendoskopi.

Pada kasus ini, diberikan antibiotik cefixime tablet dimakan untuk 5 hari.

2. Terapi Medik Tambahan

Dekongestan, Dekongestan berperan penting sebagai terapi awal mendampingi

antibiotik. Dekongestan oral menstimulasi reseptor α-adrenergik dimukosa hidung dengan

efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter

ostium dan meningkatkan ventilasi.

Preparat yang umum adalah pseudoefedrine dan phenyl-propanolamine. Karena efek

peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati.

Dekongestan topikal mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan hidung,

namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama (lebih dari 7 hari)

akan menyebabkan rinitis medika mentosa.

Pada kasus ini, diberikan preparat pseudoephiderine HCL dan loratadine sebagai

dekongestan.

13
Antihistamin, Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis pada lebih dari 50%

kasus, karenanya penggunaan antihistamin justru dianjurkan, demikian juga kemungkinan

imunoterapi.

Karena antihistamin generasi pertama mempunyai efek antikolinergik yang tinggi,

generasi kedua lebih disukai seperti azelastine, acrivastine, cetirizine, fexofenadine dan

loratadine.

Pada kasus ini pasien diberikan ceririzine sebagai antihistamin untuk keluhan gatal

pada daerah mata dan hidungnya.

Kortikosteroid, ada 2 jenis kortikosteroid, yaitu kortikosteroid topikal dan

kortikosteroid oral, kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi

lendir, sumbatan hidung dan hipo/anosmia. Penemuannya merupakan perkembangan besar

dalam pengobatan rinitis dan sinusitis.

Penggunaannya kortikosteroid topikal meluas pada kelainan alergi dan non-alergi.

Meskipun obat semprot ini tidak mencapai komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang

karena udema di rongga hidung dan meatus medius hilang .

Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus. Terapi singkat

selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa keluhan. Preparat oral dapat

diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung terlebih

dahulu sehingga distribusi obat semprot merata.8

Pada kasus ini diberikan semprot hidung kortokosterioid berupa Fluticasone furoate

nasal spray

14
3
Bagan tatalaksana sinusitis kronis adalah seperti berikut

b. Penatalaksanaan Operatif

Sinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan optimal serta

adanya kelainan mukosa menetap merupakan indikasi tindakan bedah.

Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior, Caldwel-Luc,

trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) dapat dilaksanakan

Bedah sinus konvensional tidak memperlihatkan usaha pemulihan drainase dan ventilasi sinus

melalui ostium alami.9

Namun dengan berkembangnya pengetahuan patogenesis sinusitis, maka berkembang

pula modifikasi bedah sinus konvensional misalnya operasi Caldwel-Luc yang hanya

15
mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi dan

melakukan antrostomi meatus medius sehingga drainase dapat sembuh kembali.

Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) merupakan kemajuan pesat dalam bedah

sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan tindakan konservatif yang lebih efektif

dan fungsional.

Keuntungan BSEF adalah penggunaan endoskop dengan pencahayaan yang sangat

terang, sehingga saat operasi kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan patologi

dirongga-rongga sinus.

Dengan ini ventilasi sinus lancar secara alami, jaringan normal tetap berfungsi dan

kelainan didalam sinus maksila dan frontal akan sembuh sendiri.10

KESIMPULAN

Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari

sehari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering seluruh

dunia. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus,

alergi dan gangguan anatomi yang selanjutnya dapat di ikuti infeksi bakteri.

Gejala yang paling sering di keluhkan ialah nyeri kepala, obstruksi hidung dan adanya

sekret hidung berupa serosa, dan pada pemeriksaan fisik di dapatkan nyeri tekan pada sinus

yang terkena. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior di temukan mukosa livide, dan konka

hipertropi. Dan pada pemeriksaan rontgen SPN tampak gambaran radio opak pada sinus yang

terkena. Penatalaksanaan untuk rinosinusitis bisa secara konservatif dan operatif.

16
Daftar Pustaka

.
1. Soepardi EA., Iskndar N., Baharuddin., Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2010. hal 128-54
2. Benninger, M.S. Rhinosinusitis. In: Browning G.G., et al. Scott-Brown's
Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed. Great Britain: Hodder Arnold,
2008. 1439-1445.
3. Fokkens W, et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps.
Rhinology 45 . 2007. Supplement 20.
4. Triolit Z. Hubungan Kelainan anatomi Hidung dan Sinus Paranasal Dengan Gejala Klinis
Rinosinusitis Kronis Berdasarkan Gambaran CT-Scan Sinus Paranasal dan Temuan
Durante Bedah Sinus Endoskopi Fungsional. Dalam: Tesis Bagian THT-KL FK
Universitas Sumatera Utara Medan. 2004.
5. BECKER W, at all, Inflamation Of Sinuses Clinical As Pects Of Desease Of Thenose An
Throar, A Pocket Reference Second Edition, Thiem.
6. Hilger, peter. Penyakit Sinus Paranasal Boeis Buku Ajar Penyakit THT Jakarta: EGC.1997
7. HTA Indonesia. Functional Endoscopic Sinus Surgery di Indonesia. 2006.
8. Varonen, H. Acute rhinosinusitis in primary care: a comparison of symptoms, signs,
ultrasound, and radiography. Rhinology Journal. 2003.
9. Lund, V.J. and Jones, J.R. Surgical management of rhinosinusitis. In: Browning G.G., et al.
Scott-Brown's Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed. Great Britain:
Hodder Arnold. 2008. Hal 1481-1495.
10. Giannoni, C.M. and Weinberger D.G. Complications of Rhinosinusitis. In: Bailey, B.J., et
al. Head & Neck Surgery - Otolaryngology. 4th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins,
2006. 495-504

17

Anda mungkin juga menyukai