Rhinosinusitis Kronis Ec Alergi
Rhinosinusitis Kronis Ec Alergi
Disusun oleh:
Marliani Hanifah Mahmud
11-2016-372
Pembimbing :
Dr Irma Suryati Sp THT-KL
1
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU THT
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU THT
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
NamaMahasiswa : Marliani Hanifah Tanda Tangan
NIM : 11.2016.372
Dokter Pembimbing : dr. Irma S. Sp THT-KL ………………..
I. IDENTITAS PASIEN
Nama lengkap : Nn A Jenis kelamin : Perempuan
Tempat/tanggal lahir : Jakarta 27 Juni 2003 Suku bangsa : Jakarta
Status perkawinan : Belum menikah Pekerjaan : Pelajar
Umur: 14 tahun Agama : Islam
Tanggal masuk rumah sakit :8 Feb 2018
II. ANAMNESIS
Diambil dari: Autoanamnesis Tanggal : 8 Februari 2018, Jam : 1400 WIB
Keluhan Utama:
Hidung keluar ingus terus terusan dari kedua hidung
Keluhan Tambahan:
Hidung tersumbat dan bersin-bersin.
2
sangkal pasien. Saat ini pasien tidak demam dan tidak ada keluhan dari telinga dan
tenggorokan.
Telinga
Kanan Kiri
Region mastoid
3
Tes penala
Kanan Kiri
Hidung
Rhinopharynx
Pemeriksaan transiluminasi
4
Sinus frontalis kiri, grade : tidak dilakukan
Sinus mailaris kanan, grade : tidak dilakukan
Sinus maillaris kiri,grade : tidak dilakukan
Tenggorok
Pharynx
Larynx
RESUME
keluar ingus bening, bersin- bersin sejak kurang lebih 4 tahun SMRS dan memburuk terutama
saat terpapar udara dingin dan debu. hidungnya tersumbat.hidung gatal, wajah dan dahi nyeri.
Telinga
5
Kanan : Tidak ada kelainan
Kiri : Tidak ada kelainan
Tenggorok
Diagnosa Banding
- Rhinitis Alergi
- Rhinitis Vasomotor
- Polip nasi
Working Diagnosis
IX. Penatalaksanaan
- Fluticasone furoate nasal spray 2 puff 2 kali sehari
- Loratadine 5mg, pseudoefiderine HCL 120mg 1 kapsul sehari
- Cetirizine 10mg 1 tab sehari
- Cefixime tablet 200mg 2 kali sehari selama 5 hari
- Nacl 0.9% 3 kali 30ml untuk cuci hidung
X. Prognosis
Ad vitam : bonam.
Ad functionam : bonam.
6
Ad sanationam :dubia ad bonam
.
Tinjauan Pustaka
Definisi Rhinosinusitis
Rinosinusitis adalah inflamasi mukosa hidung dan sinus paranasal yang dapat ditegakkan
berdasarkan riwayat gejala yang diderita, dan sesuai dengan 2 kriteria mayor atau 1 kriteria
Gejala Mayor: nyeri sinus, hidung buntu, ingus purulen, post nasal drip, gangguan
penghidu, Sedangkan Gejala Minor: nyeri kepala, nyeri geraham, nyeri telinga, batuk, demam,
halitosis. 1
Sesuai anatomi sinus yang terkena, sinusitis dapat dibagi menjadi sinusitis maksila,
sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut
Sinusitis yang paling sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid,
Rhinosinusitis selalunya dipicu oleh keluhan rhinitis yang menurut WHO ARIA
(Allergic rhinitis and its impact on asthma) adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-
bersin, rinore, rasa gatal, tersumbat, setelah mukosa hidung terpapar allergen yang diperantai
oleh IgE.
Secara klinis rinosinusitis dapat dikategorikan sebagai rinosinusitis akut bila gejalanya
berlangsung dari beberapa hari sampai 4 minggu, rinosinusitis subakut bila berlangsung dari 4
minggu sampai 3 bulan dan rinosinusitis kronis bila berlangsung lebih dari 3 bulan.
Pada kasus ini, penderita mengeluhkan adanya keluhan seperti hidung keluar ingus,
tersumbat, bersin-bersin terutama saat dingin dan berdebu, mata dan sekitar hidung gatal dan
7
berterusan selama kurang lebih 4 tahun. Berdasarkan definisi, adalah sesuai dengan
rhinosinusitis alergi kronis
Etiologi Rinosinusitis
Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, bermacam
rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip hidung, kelainan
anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan kompleks ostio-meatal
(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinesia silia seperti pada sindrom
Pada kasus ini, penyebab dari keluhan pasien adalah pajanan dari allergen seperti debu
dan cuaca yang dingin. Jadi dapat dkatakan bahawa ini adalah rhinosisnuitis ec alergi
1. Gejala Subjektif
a. Nyeri
Sesuai dengan daerah sinus yang terkena dapat ada atau mungkin tidak. Secara
anatomi, apeks gigi-gigi depan atas (kecuali gigi insisivus) dipisahkan dari lumen sinus hanya
oleh lapisan tipis tulang atau mungkin tanpa tulang hanya oleh mukosa, karenanya sinusitis
maksila sering menimbulkan nyeri hebat pada gigi-gigi ini. Pada kasus ini pasien merasakan
nyeri pada daerah maksilarilas dan frontalis namun tidak sampai nyeri pada gigi.
b. Sakit kepala
Merupakan tanda yang paling umum dan paling penting pada sinusitis. Wolff
menyatakan bahwa nyeri kepala yang timbul merupakan akibat adanya kongesti dan udema di
Penyebab sakit kepala bermacam-macam, oleh karena itu bukanlah suatu tanda khas dari
peradangan atau penyakit pada sinus. Jika sakit kepala akibat kelelahan dari mata, maka
8
biasanya bilateral dan makin berat pada sore hari, sedangkan pada penyakit sinus sakit kepala
Sakit kepala yang bersumber di sinus akan meningkat jika membungkukkan badan
kedepan dan jika badan tiba-tiba digerakkan. Sakit kepala ini akan menetap saat menutup
Nyeri kepala pada sinusitis kronis biasanya terasa pada pagi hari, dan akan berkurang
atau hilang setelah siang hari. Penyebabnya belum diketahui dengan pasti, tetapi mungkin
karena pada malam hari terjadi penimbunan ingus dalam rongga hidung.
Pada kasus ini, pasien tidak mengeluhkan sakit kepala. Hal ini mungkin dikarenakan
pasien tidak merasakan keluhan ini yang paling berat pada dirinya melainkan keluhan yang
Nyeri bila disentuh dan nyeri pada penekanan jari mungkin terjadi pada penyakit di
Pada kasus ini, pasien merasakan nyeri tekan pada daerah frontal dan maksilaris.
d. Gangguan penghidu
Indra penghidu dapat disesatkan (parosmia), pasien mencium bau yang tidak tercium
oleh hidung normal. Keluhan yang lebih sering adalah hilangnya penghidu (anosmia). Hal ini
disebabkan adanya sumbatan pada fisura olfaktorius didaerah konka media. Oleh karena itu
ventilasi pada meatus superior hidung terhalang, sehingga menyebabkan hilangnya indra
penghidu.
Pada kasus kronis, hal ini dapat terjadi akibat degenerasi filament terminal nervus
olfaktorius, meskipun pada kebanyakan kasus, indra penghindu dapat kembali normal setelah
infeksi hilang.4
9
Pada kasus ini pasien mengatakan dia masih bisa menghidu walaupun saat pagi, ketika
2. Gejala Objektif
Jika sinus yang berbatasan dengan kulit terkena secara akut, dapat terjadi
pembengkakan dan udem kulit yang ringan akibat periostitis. Palpasi dengan jari mendapati
Pada pemeriksaan fisik pada kasus ini didapatkan edema pada mukosa hidung dan
b. Sekret nasal
Adanya pus dalam rongga hidung seharusnya sudah menimbulkan kecurigaan adanya
suatu peradangan dalam sinus. Pus di meatus medius biasanya merupakan tanda terkenanya
sinus maksila, sinus frontal atau sinus etmoid anterior, karena sinus-sinus ini bermuara ke
Pada pemeriksaan fisik pada kasus ini, ditemukan adanya secret pada meatus media
3. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan radiologik yang dapat dibuat antara lain: Waters, PA dan Lateral. Tepi
mukosa sinus yang sehat tidak tampak pada foto rontgen, tetapi jika ada infeksi tepi mukosa
akan tampak karena udema permukaan mukosa. Permukaan mukosa yang membengkak dan
udema tampak seperti suatu densitas yang paralel dengan dinding sinus.
10
Pembengkakan permukaan mukosa yang berbatas tegas pada resesus alveolaris antrum
maksila biasanya terjadi akibat infeksi yang berasal dari gigi atau daerah periodontal.
Jika cairan tidak mengisi seluruh rongga sinus, selalu dapat dilihat adanya batas cairan
Sinus maksila, rongga hidung, septum nasi dan konka terlihat pada penampang CT-
Scan aksial dan koronal. Pada sinusitis dengan komplikasi, CT-Scan adalah cara yang terbaik
CT-Scan koronal dari sinus paling baik untuk pembedahan, memberikan visualisasi
yang baik tentang anatomi rongga hidung, komplek osteomeatal, rongga-rongga sinus dan
struktur-struktur yang mengelilinginya seperti orbita, lamina kribiformis, dan kanalis optikus.
Obstruksi anatomi pada komplek osteomeatal dan kelainan-kelainan gigi akan terlihat jelas.
gradasi yaitu staging Lund-Mackay. Sistem ini sangat sederhana untuk digunakan secara rutin
dan didasarkan pada skor angka hasil gambaran CT scan. Lund-MacKay Radiologic Staging
System ditentukan dari lokasi Gradasi Radiologik sinus maksila, etmoid anterior, etmoid
posterior dan sinus sphenoid, Penilaian Gradasi radiologik dari 0-2, Gradasi 0 : Tidak ada
4. Nasoendoskopi
melihat bagian-bagian rongga hidung yang berhubungan dengan faktor lokal penyebab
sinusitis.
11
Pemeriksaan nasoendoskopi dapat melihat adanya kelainan septum nasi, meatus media,
konka media dan inferior, juga dapat mengetahui adanya polip atau tumor.7
Diagnosis Rinosinusitis
(AAOA), dan American Rhinologic Society (ARS) adalah rinosinusitis yang berlangsung lebih
dari 12 minggu dengan 2 gejala mayor atau lebih atau 1 gejala mayor disertai 2 gejala minor
atau lebih.
Berdasarkan kriteria Task Force on Rinosinusitis, gejala mayor skor diberi skor 2 dan
gejala minor skor 1, sehingga didapatkan skor gejala klinik sebagai berikut; Gejala Mayor:
Nyeri sinus = skor 2, Hidung buntu = skor 2, Ingus purulen = skor 2, Post nasal drip = skor 2,
Gangguan penghidu = skor 2, Sedangkan Gejala Minor: Nyeri kepala = skor 1, Nyeri geraham
= skor 1, Nyeri telinga = skor 1, Batuk = skor 1, Demam = skor 1, Halitosis = skor 1 dan skor
total gejala klinik = 16 Pengukuran skor total gejala klinik dikelompokkan menjadi dua, yaitu;
sedang-berat (skor ≥8), dan ringan (skor <8) dengan Skor total gejala klinik: skala nominal.1
Penatalaksanaan
Jika pada pemeriksaan ditemukan adanya faktor predisposisi seperti deviasi septum,
kelainan atau variasi anatomi KOM, hipertrofi adenoid pada anak, polip, kista, jamur, gigi
penyebab sinusitis, dianjurkan untuk melakukan penatalaksanaan yang sesui dengan kelainan
yang ditemukan.
Jika tidak ditemukan faktor predisposisi, diduga kelainan adalah bakterial yang
a. Medikamentosa
1. Antibiotika
12
Meskipun tidak memegang peran penting, antibiotika dapat diberikan sebagai terapi
awal. Pilihan antibiotika harus mencakup β-laktamase seperti pada terapi sinusitis akut lini ke
II, yaitu amoksisillin klavulanat atau ampisillin sulbaktam, sefalosporin generasi kedua,
makrolid, klindamisin. Jika ada perbaikan antibiotik diteruskan mencukupi 10 – 14 hari atau
Jika tidak ada perbaikan dapat dipilih antibiotika alternatif seperti siprofloksasin,
golongan kuinolon atau yang sesuai dengan kultur. Jika diduga ada bakteri anaerob, dapat
diberi metronidazol.
Jika dengan antibiotika alternatif tidak ada perbaikan, maka eveluasi kembali apakah
Pada kasus ini, diberikan antibiotik cefixime tablet dimakan untuk 5 hari.
efek vasokontriksi yang dapat mengurang keluhan sumbatan hidung, meningkatkan diameter
peningkatan tekanan darah tinggi dan penyakit jantung harus dilakukan dengan hati-hati.
Dekongestan topikal mempunyai efek yang lebih cepat terhadap sumbatan hidung,
namun efeknya ini sebetulnya tidak fisiologik dan pemakaian jangka lama (lebih dari 7 hari)
Pada kasus ini, diberikan preparat pseudoephiderine HCL dan loratadine sebagai
dekongestan.
13
Antihistamin, Alergi berperan sebagai penyebab sinusitis kronis pada lebih dari 50%
imunoterapi.
generasi kedua lebih disukai seperti azelastine, acrivastine, cetirizine, fexofenadine dan
loratadine.
Pada kasus ini pasien diberikan ceririzine sebagai antihistamin untuk keluhan gatal
kortikosteroid oral, kortikosteroid topikal mempunyai efek lokal terhadap bersin, sekresi
Meskipun obat semprot ini tidak mencapai komplek osteomeatal, keluhan pasien berkurang
Sedangkan kortikosteroid oral dapat mencapai seluruh rongga sinus. Terapi singkat
selama dua minggu sudah efektif menghilangkan beberapa keluhan. Preparat oral dapat
diberikan mendahului yang topikal, obat oral dapat membuka sumbatan hidung terlebih
Pada kasus ini diberikan semprot hidung kortokosterioid berupa Fluticasone furoate
nasal spray
14
3
Bagan tatalaksana sinusitis kronis adalah seperti berikut
b. Penatalaksanaan Operatif
Sinusitis kronis yang tidak sembuh dengan pengobatan medik adekuat dan optimal serta
Beberapa macam tindakan bedah mulai dari antrostomi meatus inferior, Caldwel-Luc,
trepanasi sinus frontal, dan Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) dapat dilaksanakan
Bedah sinus konvensional tidak memperlihatkan usaha pemulihan drainase dan ventilasi sinus
pula modifikasi bedah sinus konvensional misalnya operasi Caldwel-Luc yang hanya
15
mengangkat jaringan patologik dan meninggalkan jaringan normal agar tetap berfungsi dan
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) merupakan kemajuan pesat dalam bedah
sinus. Jenis operasi ini lebih dipilih karena merupakan tindakan konservatif yang lebih efektif
dan fungsional.
terang, sehingga saat operasi kita dapat melihat lebih jelas dan rinci adanya kelainan patologi
dirongga-rongga sinus.
Dengan ini ventilasi sinus lancar secara alami, jaringan normal tetap berfungsi dan
KESIMPULAN
Rinosinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari
sehari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering seluruh
dunia. Penyebab utamanya adalah selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus,
alergi dan gangguan anatomi yang selanjutnya dapat di ikuti infeksi bakteri.
Gejala yang paling sering di keluhkan ialah nyeri kepala, obstruksi hidung dan adanya
sekret hidung berupa serosa, dan pada pemeriksaan fisik di dapatkan nyeri tekan pada sinus
yang terkena. Pada pemeriksaan rinoskopi anterior di temukan mukosa livide, dan konka
hipertropi. Dan pada pemeriksaan rontgen SPN tampak gambaran radio opak pada sinus yang
16
Daftar Pustaka
.
1. Soepardi EA., Iskndar N., Baharuddin., Restuti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.2010. hal 128-54
2. Benninger, M.S. Rhinosinusitis. In: Browning G.G., et al. Scott-Brown's
Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed. Great Britain: Hodder Arnold,
2008. 1439-1445.
3. Fokkens W, et al. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasal Polyps.
Rhinology 45 . 2007. Supplement 20.
4. Triolit Z. Hubungan Kelainan anatomi Hidung dan Sinus Paranasal Dengan Gejala Klinis
Rinosinusitis Kronis Berdasarkan Gambaran CT-Scan Sinus Paranasal dan Temuan
Durante Bedah Sinus Endoskopi Fungsional. Dalam: Tesis Bagian THT-KL FK
Universitas Sumatera Utara Medan. 2004.
5. BECKER W, at all, Inflamation Of Sinuses Clinical As Pects Of Desease Of Thenose An
Throar, A Pocket Reference Second Edition, Thiem.
6. Hilger, peter. Penyakit Sinus Paranasal Boeis Buku Ajar Penyakit THT Jakarta: EGC.1997
7. HTA Indonesia. Functional Endoscopic Sinus Surgery di Indonesia. 2006.
8. Varonen, H. Acute rhinosinusitis in primary care: a comparison of symptoms, signs,
ultrasound, and radiography. Rhinology Journal. 2003.
9. Lund, V.J. and Jones, J.R. Surgical management of rhinosinusitis. In: Browning G.G., et al.
Scott-Brown's Otorhinolaryngology, Head and Neck Surgery. 7th ed. Great Britain:
Hodder Arnold. 2008. Hal 1481-1495.
10. Giannoni, C.M. and Weinberger D.G. Complications of Rhinosinusitis. In: Bailey, B.J., et
al. Head & Neck Surgery - Otolaryngology. 4th ed. USA: Lippincott Williams & Wilkins,
2006. 495-504
17