Anda di halaman 1dari 28

BAB IV

POLA PENGAMANAN PANTAI

4.1. Umum

Pengamanan dan perlindungan pantai bertujuan untuk melindungi dan mengamankan masyarakat,
fasilitas umum, dataran pantai dari ancaman gelombang, abrasi maupun erosi, dan juga bertujuan
untuk melindungi perlindungan alami pantai (hutan mangrove, terumbu karang, sand dunes) serta
kerusakan akibat dari pencemaran lingkungan perairan pantai.

4.1.1. Kriteria Kerusakan Pantai

Pada arah tegak lurus pantai, batas wilayah daerah pantai dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.1 Deskripsi Pembagian Daerah Pantai

Penilaian kerusakan pantai memerlukan suatu kriteria agar dapat digunakan sebagai acuan di
dalam menangani/mengamankan wilayah pantai dengan tipe penanganan yang efektif dan efisien.
Kriteria kerusakan pantai yang digunakan dalam studi ini adalah dengan menggunakan
pendekatan engineering judgement dengan titik tinjau berupa:
a. Pengurangan daerah pantai
- Pengurangan daerah pantai berpasir atau lunak disebut erosi
- Pengurangan daerah pantai berbatu/bangunan disebut abrasi
b. Sedimentasi dan pendangkalan muara
c. Kerusakan lingkungan pantai

A.1. Erosi
I. Perubahan garis pantai
- Ringan : < 0.50 m/tahun
- Sedang : 0.50 - 2.00 m/tahun

IV-1
- Berat : 2.00 - 5.00 m/tahun
- Amat berat : 5.00 – 10.0 m/tahun
- Amat sangat berat : > 10.0 m/tahun

II. Gerusan di kaki bangunan


- Ringan : tidak membahayakan konstruksi
- Sedang : tidak begitu berbahaya terhadap konstruksi
- Berat : agak membahayakan stabilitas konstruksi
- Amat berat : membahayakan stabilitas konstruksi
- Amat sangat berat : membahayakan stabilitas bangunan tsb dan bangunan lain sekitarnya

III. Daerah yang terkena erosi/gerusan dan pengaruhnya terhadap daerah lain
- Ringan : lokal (50 – 10 m)
- Sedang : lokal dan sekitarnya (10 – 100 m)
- Berat : daerah yang agak luas (100 – 500m)
- Amat berat : daerah yang cukup luas (500 – 2000m)
- Amat sangat berat : daerah yang luas sekali (> 2000m)

A.2. Abrasi
I. Abrasi di batuan
- Ringan : tidak membahayakan lingkungan
- Sedang : tidak begitu berbahaya terhadap lingkungan
- Berat : agak membahayakan stabilitas lingkungan
- Amat berat : membahayakan stabilitas lingkungan
- Amat sangat berat : membahayakan stabilitas lingkungan dan bangunan lain yang
berada di sekitarnya

II. Abrasi di tembok laut/pelindung pantai


- Ringan : tidak membahayakan lingkungan
- Sedang : tidak begitu berbahaya terhadap konstruksi
- Berat : agak membahayakan stabilitas konstruksi
- Amat berat : membahayakan stabilitas konstruksi
- Amat sangat berat : membahayakan stabilitas bangunan tersebut dan bangunan lain di
sekitarnya

III. Daerah yang terkena abrasi dan pengaruhnya terhadap daerah sekitar
- Ringan : lokal
- Sedang : lokal dan sekitarnya
- Berat : daerah yang agak luas
- Amat berat : daerah yang cukup luas
- Amat sangat berat : daerah yang luas sekali

A.3. Pendangkalan Muara dan Sedimentasi


I. Lamanya muara tertutup
- Ringan : 0 – 1 bulan
- Sedang : 1 – 2 bulan
- Berat : 2 – 3 bulan
- Amat berat : 3 – 6 bulan

IV-2
- Amat sangat berat : >6 bulan

IV-3
II. Presentase pembukaan muara
- Ringan : > 90 %
- Sedang : 70 – 90 %
- Berat : 50 – 70 %
- Amat berat : 30 - 50 %
- Amat sangat berat : < 30 %

III. Daerah yang terkena sedimentasi dan pengaruh sedimentasi tersebut


- Ringan : lokal
- Sedang : lokal dan sekitarnya (1 - 2 km2)
- Berat : daerah yang agak luas (2 – 3 km2)
- Amat berat : daerah yang cukup luas (3 – 5 km2)
- Amat sangat berat : daerah yang cukup luas sekali ( > 5 km2)

A.4. Kerusakan Lingkungan


I. Permukiman
- Ringan : beberapa rumah (1 – 5 rumah), berada pada sempadan pantai dan
tidak terjangkau oleh gempuran gelombang
- Sedang : 5 – 10 rumah berada pada sempadan pantai dan tidak terjangkau oleh
gempuran gelombang
- Berat : 5 – 10 rumah berada pada sempadan pantai dan terjangkau oleh
gempuran gelombang
- Amat berat : 10 – 15 rumah berada pada sempadan pantai dan terjangkau oleh
gempuran gelombang
- Amat sangat berat : pemukiman padat ( > 15 rumah) berada pada sempadan pantai dan
terjangkau oleh gempuran gelombang

II. Kualitas air laut


- Ringan : pencemaran berada di bawah ambang batas
- Sedang : pencemaran berada di sekitar ambang batas, daerah yang tercemar
seluas 1 – 2 km2
- Berat : pencemaran berada pada tingkat 50 s/d 100 % di atas ambang batas
pada daerah seluas 1 – 2 km2. Atau pencemaran pada tingkat sekitar
ambang batas pada daerah yang cukup luas ( > 2 km2)
- Amat berat : pencemaran berada pada tingkat 100 s/d 200 % di atas ambang batas
pada daerah seluas 1 – 2 km2. Atau pencemaran pada tingkat lebih
rendah namun mencakup daerah yang sangat luas
- Amat sangat berat : pencemaran berada pada tingkat lebih 200 % di atas ambang batas
pada daerah yang cukup luas (> 2 km2)

III. Terumbu karang


- Ringan : kerusakan ringan dan sifatnya lokal
- Sedang : kerusakan ringan pada daerah seluas 1 – 2 km 2
- Berat : kerusakan sedang pada daerah seluas 1 – 2 km 2
- Amat berat : kerusakan sedang pada daerah seluas 2 – 3 km 2. Atau kerusakan berat
pada daerah seluas 1 – 2 km2
- Amat sangat berat : kerusakan sedang sampai berat pada daerah yang cukup luas ( > 2
km2)

IV-4
IV. Hutan mangrove
- Ringan : kerusakan ringan dan sifatnya lokal
- Sedang : kerusakan ringan pada daerah seluas 1 – 2 km 2
- Berat : kerusakan sedang pada daerah seluas 1 – 2 km 2, kombinasi dengan
erosi
- Amat berat : kerusakan sedang pada daerah seluas 2 – 3 km 2 atau kerusakan berat
pada daerah seluas 1 – 2 km2, kombinasi dengan erosi
- Amat sangat berat : kerusakan sedang sampai berat pada daerah yang cukup luas (> 2 km 2)
dan kombinasi dengan erosi

V. Bangunan bermasalah
- Ringan : berada pada sempadan pantai, namun tidak menimbulkan kerusakan
lingkungan
- Sedang : bangunan berada pada sempadan pantai dan mengganggu
keterbukaan pantai untuk umum
- Berat : bangunan berada pada sempadan pantai menyebabkan pantai tertutup
untuk umum
- Amat berat : bangunan berada pada sempadan pantai atau perairan pantai dan
meyebabkan kerusakan lingkungan (erosi, tebing longsor dan
sebagainya)
- Amat sangat berat : bangunan berada pada sempadan pantai atau perairan pantai dan
menyebabkan kerusakan pantai yang cukup serius.

4.1.2. Bobot Kerusakan dan Tingkat Kepentingan

Dari penilaian terhadap faktor-faktor kerusakan daerah pantai, akan dapat ditentukan kemudian
bobotnya yang kemudian akan menghasilkan urutan prioritas penanganan. Urutan prioritas
penanganan ditentukan dari 2 (dua) parameter penilaian, yaitu bobot terhadap tingkat kerusakan
dan bobot terhadap tingkat kepentingan (Litbang Pengairan).

Tabel 4.1. Bobot Tingkat Kerusakan


No. Tingkat Kerusakan Jenis Kerusakan
Erosi - Abrasi Sedimentasi Lingkungan
1. R (ringan) 50 25 50
2. S (sedang) 100 50 100
3. B (berat) 150 75 150
4. AB (amat berat) 200 100 200
5. ASB (amat sangat berat) 250 125 250

IV-5
Tabel 4.2. Bobot Tingkat Kepentingan
No. Tingkat Kepentingan Bobot
1. Tempat usaha, tempat ibadah, industri besar, cagar budaya, daerah wisata 175 – 250
yang mendatangkan devisa, jalan negara, daerah perkotaan, dsb.
2. Desa, jalan propinsi, pelabuhan laut/sungai, bandar udara, industri 125 – 175
sedang/kecil.
3. Tempat wisata domestik, tambak dan lahan pertanian intensip. 100 – 125
4. Lahan pertanian dan atau tambak tradisional. 75 – 100
5. Hutan lindung, bakau, api-api. 50 – 75
6. Sumber material, bukit pasir dan lahan kosong. 00 – 50

Bobot tingkat kerusakan dan kepentingan dijumlahkan, kemudian ditentukan prioritas penanganan
daerah pantai dengan penilaian sebagai berikut:
Bobot Keterangan
 500 (A) amat sangat diutamakan
400 – 499 (B) sangat diutamakan
300 – 399 (C) diutamakan
200 – 299 (D) kurang diutamakan
 200 (E) tidak diutamakan

4.2. Metodologi Perencanaan


4.2.1. Analisis Pantai

4.2.1.1. Metode Peramalan Gelombang

Gelombang adalah suatu fenomena yang terjadi di laut dan membawa pengaruh terhadap daratan.
Pengaruh inilah yang menjadi sebab terjadinya erosi karena akibat dari gelombang. Kerusakan
pantai ini terjadi apabila proses keseimbangan pantai terganggu oleh beberapa sebab (manusia
atau proses alami).

Metode peramalan gelombang dalam studi ini berdasarkan input data angin, meliputi penjelasan
langkah data angin dan konsep analisa peramalan gelombang untuk input data angin hingga
diperoleh gelombang rencana. Konsep analisa peramalan gelombang tersebut kemudian
diimplementasikan ke dalam suatu analisa. Output dari analisa peramalan disajikan dalam
Windrose dan Waverose yang menggambarkan karakteristik gelombang maksimum untuk
kedelapan arah mata angin serta tabel-tabel hasil perhitungan peramalan gelombang.

Struktur program dibangun berdasarkan formulasi peramalan gelombang yang direkomendasikan


oleh Shore Protection Manual, 1984 dan Coastal Engineering Manual, 2002. Tujuan dari
peramalan gelombang ini adalah untuk memperoleh karakteristik gelombang laut yang meliputi
informasi tinggi gelombang maksimum dan periode gelombang maksimum, distribusi kecepatan
dan arah angin jam-jaman dalam delapan arah tahunan dan bulanan untuk rentang waktu
pengamatan.

IV-6
 Data angin dan fetch
Data yang diperlukan untuk peramalan gelombang ini adalah data arah angin dan kecepatan
angin jam-jaman. Arah dan kecepatan angin dijadikan masukan untuk program peramalan dan
disimpan dalam file input dalam format jam, arah dan kecepatan.
Sedangkan arah angin dinyatakan dalam satuan derajat. Data angin yang tidak tercatat
ditandai dengan memasukkan nilai arah angin 999 dan kecepatan 99. Berikut ini model
distribusi arah dan tinggi gelombang jam-jaman dan tabel persentase kejadian gelombang.

4
3
2 00
1 %
00 0 %
% %
%

Gambar 4.2. Distribusi arah dan tinggi gelombang jam-jaman

Secara teoritis, untuk perhitungan pembangkitan gelombang, data angin harus melewati koreksi
antara lain:
a. Koreksi elevasi
Jika data angin tidak dicatat pada elevasi 10 meter maka kecepatan angin di koreksi dengan
rumus :

10
U(10)  U(z) x( )1 / 7
Z

Dimana :
U(10) = Kecepatan angin pada elevasi 10 meter (m/det)
U(z) = Kecepatan angin diukur pada z meter (m/det)
Z = Elevasi pengukuran (m)

b. Koreksi stabilitas
Jika ada perbedaan temperatur udara laut ∆T as= Ta-Ts, dimana Ta adalah temeratur udara dan
Ts adalah temeratur air laut, maka perlu dilakukan koreksi stabilitas dengan R T adalah faktor
koreksi.

U = RT . U(10)

Dimana :
U = Kecepatan angin (m/det)
U(10) = Kecepatan angin pada elevasi 10 meter (m/det)
RT = Faktor koreksi

Besarnya faktor koreksi RT dapat dicari dari grafik hubungan antara Air sea temperature
difference (Ta-Ts) ˚C dengan RT (Resio dan Vincent, 1977). Pada grafik tersebut terlihat bahwa
untuk ∆Tas positif (air laut lebih panas daripada udara) variasi R T tidak terlalu besar

IV-7
pengaruhnya terhadap kecepatan dan nilai R T adalah lebih kecil daripada 1,0. Dalam
perhitungan selanjutnya, dengan suatu pertimbangan untuk mengaplikasikan kondisi ekstrim
kecepatan angin maka harga RT diambil sama dengan 1,0. Jika ∆Tas bernilai negatif (air laut
lebih dingin daripada udara), maka pengaruh R T cukup banyak. Dengan anggapan bahwa
∆Tas di laut Bali adalah - 5˚ maka diambil RT = 1,1.

c. Koreksi lokasi

Seringkali data angin yang dicatat di laut tidak tersedia, oleh karena itu untuk peramalan
gelombang dipakai data angin dari stasiun pencatat angin di darat terdekat. Data angin di
darat dimungkinkan untuk dipakai sebagai data angin di laut jika keduanya memberikan
gradien tekanan udara yang sama Anemometer yang terpasang di darat harus sedekat
mungkin ke pantai supaya data angin yang tercatat adalah data dari angin yang disebabkan
oleh gradien tekanan atmosfer yang sama. Jika anemometer dipasang di dekat pantai, angin
yang berhembus di atas air tidak perlu dikoreksi sehingga dipakai nilai R L = 1,0. Jika
anemometer tidak dipasang di dekat pantai, maka data angin yang tercatat dikoreksi dengan
nilai RL.

d. Faktor koreksi durasi


Jika data kecepatan angin jam-jaman tidak tersedia, sedangkan yang tersedia adalah data
angin harian, maka data angin tersebut harus dikonversi dulu dalam bentuk kecepatan angin
rata-rata dalam 1 jam.
Langkah-langkah perhitungannya adalah sebagai berikut:
- Mencari waktu yang diperlukan untuk melintasi jarak 1 mil.

1609
t
Uf

dimana :
Uf = U10 terkoreksi (m/det)
= U10 x RT x RL

Ut
- Mencari nilai , dengan rumus:
U 3600

Ut  45 
 1.277  0.296. tanh 0.9 log 10  , untuk 1 < t < 3600 detik
U 3600  t 

Ut
 0.15. log10 t  1.5344 , untuk 3600 < t < 36000 detik
U 3600

- Mencari kecepatan angin rata-rata dalam 1 jam


Ut
U t 3600 
Ut
U 3600

IV-8
e. Faktor tegangan angin

Rumus-rumus pembentukan gelombang menyatakan kepercayaan angin dalam bentuk faktor


angin tegangan (wind-strees factor) UA. Kecepatan angin dikoreksi menjadi U A sesuai dengan
rumus sebagai berikut :
UA = 0.71 U1.23

Dimana U = Kecepatan angin terkoreksi (m/det).

 Fetch Gelombang
Fetch adalah daerah pembentukan gelombang yang diasumsikan memiliki kecepatan dan
arah angin yang relatif konstan. Adanya kenyataan bahwa angin bertiup dalam arah yang
bervariasi atau sembarang, maka panjang fetch diukur dari titik pengamatan setiap interval 5º
dengan setiap penjuru angin memiliki daerah pengaruh selebar 22,5 o ke sebelah kiri dan
kanannya sampai menabrak daratan/pantai di ujung lainnya.

Panjang fetch dihitung untuk 8 (delapan) mata angin dan ditentukan berdasarkan rumus :

ΣL f cos  i
Lf 
Σcos  i

Dimana : Lf = Panjang fetch


α = Sudut pengukuran fetch
i = Jumlah pengukuran fetch

Daratan

Titik pengamatan
Garis pantai

Gambar 4.3. Skema Penentuan Fetch dari suatu pantai.

IV-9
Gambar 4.4. Fetch digambarkan sebagai arah mata angin

Jika panjang fetch yang diukur sangat panjang (tidak ada pantai), maka panjang fetch
ditentukan dengan harga 200 km.

 Kedalaman
Kedalaman yang dimaksudkan adalah kedalaman dominan pada daerah / perairan tersebut.
Kriteria laut “dalam” dan “dangkal” didasarkan pada perbandingan antara panjang gelombang
( L ) dan kedalaman dasar laut ( h ), bukannya pada harga mutlak kedalaman perairan.

Perairan pada lokasi studi adalah perairan dalam, sehingga rumus-rumus yang dipakai untuk
peramalan gelombang adalah rumus-rumus yang berlaku untuk perairan dalam. Beda metode laut
dalam dangkal adalah bahwa dalam metode laut dangkal diperhitungkan faktor gesekan antara
gerakan air dan dasar laut, gesekan mana mengurangi tinggi gelombang yang terbentuk.

Untuk perhitungan gelombang signifikan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

1/ 2
gHs  gF 
2
 1.6  10  3  2 
UA UA 
1/ 3
gTs  gF 
 2.857  101  2 
UA UA 
2/3
gt  gF 
 6.88  101  2 
UA UA 

dengan :
Hs = tinggi gelombang signifikan (m)
Ts = periode gelombang signifikan (detik)
t = lama hembus angin (detik)
F = panjang fetch efektif (km)
g = percepatan gravitasi (m/det2)
UA = faktor tegangan angin (m/det)

IV-10
Atau dapat juga menggunakan grafik Coastal Water Wave Forecasting Curve (Darbyshire-
Draper,1963).

Grafik 4.1. Kurva Peramalan Gelombang Signifikan

IV-11
4.2.1.2. Perhitungan Gelombang Rencana

Pada saat gelombang dari tengah laut menuju ke pantai dimana suatu konstruksi akan dibangun,
maka gelombang tersebut akan mengalami perubahan tinggi. Perubahan tersebut disebabkan oleh
deformasi gelombang dan gelombang pecah. Proses perubahan tinggi tersebut dapat
menyebabkan tinggi gelombang berubah atau berkurang. Setelah ditinjau proses tersebut, maka
yang dipilih adalah tinggi ge;ombang maksimum yang terjadi.

Pada perhitungan gelombang rencana ini dilakukan perhitungan untuk gelombang maksimum
tahunan dan gelombang rencana.
1. Gelombang maksimum tahunan
Hasil akhir dari analisa matematis peramalan gelombang menghasilkan informasi tentang
gelombang maksimum tahunan untuk masing-masing arah mata angin. Informasi ini
menjelaskan tinggi gelombang dan periodenya dalam rentang tahun pengamatan.

2. Gelombang rencana
Gelombang rencana untuk periode ulang dapat ditentukan secara statistik dengan
menganggap bahwa gelombang tersebut memiliki distribusi tertentu, dalam perhitungan untuk
perairan Pantai Kabupaten Tabanan ini digunakan distribusi Gumbel.

4.2.1.3. Kala Ulang Gelombang

Analisa frekwensi gelombang adalah kejadian yang diharapkan terjadi, rata-rata sekali setiap N
tahun. Kejadian pada suatu kurun waktu tertentu tidak berarti akan terjadi sekali setiap 10 tahun
akan tetapi terdapat suatu kemungkinan dalam 1000 tahun akan terjadi 100 kali kejadian 10
tahunan.
Persamaan umum E.J. Gumbel untuk menghitung analisa frekwensi adalah sebagai berikut :

X Tr = X + K . Sx

dimana :
X Tr = Besarnya gelombang untuk periode tahun berulang Tr tahun (m).
Tr = Periode tahun berulang (return period) (th).
X = Gelombang maksimum rata-rata selama tahun pengamatan (m).
Sx = Standar deviasi.
K = Faktor frekwensi.

E.J. Gumbel mengunakan distribusi dari nilai ekstrim dengan distribusi double exponential.
Besarnya faktor frekwensi dalam metode ini adalah :

YTr  Yn
K
Sn

Sn dan Yn merupakan fungsi dari jumlah data, sedangkan YTr adalah reduced variate yang didapat
dari persamaan :

IV-12
  Y 
YTr   0.834  2.303. log Tr  
  Tr  1  
4.2.1.4. Analisis Gelombang Pecah

Kondisi gelombang pecah tergantung pada kemiringan dasar pantai dan kecuraman gelombang.
Gelombang dari air dalam akan bergerak menuju pantai sampai air menjadi cukup dangkal untuk
mulai pecah. Kedalaman saat tersebut disebut kedalaman pecah (db).

Untuk menentukan gelombang pecah, dipergunakan persamaan Munk (1949).


db 1

Hb b   a.Hb / gT 2 
dengan a dan b merupakan fungsi kemiringan dasar pantai (m).


a  4,75 1  e 19 m 
1.56
b
1  e19.5m 
dengan :
Hb = tinggi gelombang pecah (m)
Ho’= tinggi gelombang di laut dalam tidak terefraksi (m)
Lo = panjang gelombang di laut dalam (m)
db = kedalaman air tempat gelombang pecah (m)
m = kemiringan dasar laut

Ataupun menggunakan grafik Indeks Gelombang Pecah (after Goda, 1970).

Grafik 4.2. Indeks Gelombang Pecah


IV-13
4.2.1.5. Metode Analisa Refraksi dan Pendangkalan Gelombang

Refraksi adalah peristiwa berubahnya arah perambatan dan tinggi gelombang akibat variasi dasar
laut. Pada perairan dalam gelombang laut tidak merasakan pengaruh dasar laut karena jarak
vertikal yang jauh antara permukaan laut tempat gelombang beraksi dan dasar laut. Sedangkan
pendangkalan adalah perubahan tinggi gelombang akibat perubahan kedalaman air dimana
gelombang tersebut menjalar.

Analisa refraksi dan shoaling dihitung dengan:


gT 2  2d 
L . tanh 
2  L 

L gT  2d 
C  tanh 
T 2  L 

 C 
sin    . sin  o sin
 C0 

cos  0
KR 
cos 

1
Ks 
 4d / L 
1  sinh(4d / L) . tanh 2d / L
 

H  H 0 .K R .K S

dengan :
L = panjang gelombang di lokasi (m)
T = periode gelombang di lokasi
d = kedalaman air di lokasi (m)
C0 = kecepatan gelombang di laut dalam (m/det)
C = kecepatan gelombang pada kedalaman d
0 = sudut arah gelombang di laut dalam
 = sudut arah gelombang di lokasi
KR = koefisien refraksi
KS = koefisien shoaling
H = tinggi gelombang pada kedalaman d (m)

IV-14
4.2.2. Analisis Sungai

4.2.2.1. Analisis Hidrologi

Analisis data hujan dilakukan untuk mendapatkan besar curah hujan pada periode tertentu. Data
hujan yang digunakan adalah data hujan harian maksimum yang tercatat pada stasiun pencatat
curah hujan. Jika suatu DAS dipengaruhi oleh lebih dari satu stasiun hujan maka untuk menghitung
arah hujan di DAS tersebut dilakukan dengan metode Poligon Thiessen dengan rumus sebagai
berikut :

R
 A .R n n

A n
__
A 1 . R 1  A 2 . R 2  . . . .  A n . R n 
R 
A
__
R  W1 . R 1  W 2 . R 2  . . . .  W n . R n

dengan :
R : curah hujan daerah
R1, R2, … , Rn : curah hujan di tiap titik pengamatan
A1, A2, … , An : bagian luas yang mewakili tiap titik pengamatan
W1, W2,…, Wn : koefisien Thiessen
Wn : An / An
n : jumlah titik pengamatan

4.2.2.2. Analisa curah hujan rancangan

Berdasarkan data curah hujan dilakukan analisis curah hujan rencana beberapa periode ulang
untuk tiap-tiap DAS pada lokasi studi. Perhitungan curah hujan maksimum dilakukan dengan
menggunakan metode Log Pearson Type III.

LogX Tr  log x  G.S d

dengan :
XTr = besarnya curah hujan untuk periode tahun tertentu (mm)
X = curah hujan rata-rata selama pengamatan
Sd = standar deviasi
G = faktor frekuensi

4.2.2.3. Uji Kesesuaian Distribusi

Dari curah hujan rancangan yang didapat, maka perlu dilakukan uji kesesuaian distribusi untuk
melihat apakah hasil curah hujan teoritis sesuai dengan curah hujan pengamatan. Metode yang
digunakan adalah Uji Smirnov-Kolmogorof dan Uji Kai Kuadrat.

IV-15
4.2.2.4. Analisa Debit Banjir Rancangan

Untuk memperkirakan besarnya debit banjir yang lewat pada sungai-sungai di lokasi studi, maka
digunakan metode Rasional, dengan persamaan:

1. Debit rata-rata harian


Q = 0.00278.C.I.A
dengan :
Q = Debit rata-rata harian (m³/det)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas hujan selama waktu konsentrasi tc
A = Luas DAS (Ha)

2. Waktu konsentrasi (tc) menurut Kirpich (1940)


tc = 0.0195 L0.77 I-0.385
dengan :
tc = Waktu konsentrasi (menit)
L = Panjang lereng (m)
i = Kemiringan lereng

3. Intensitas (I)
R24  67.75 
I  
200  t c  1.45 
dengan :
I = Intensitas hujan
R24 = Curah hujan rata–rata harian untuk tiap DAS (mm)
tc = Waktu konsentrasi (jam)

4.2.2.5. Analisa Sedimentasi

Laju angkutan sedimen ditentukan untuk mengetahui volume pasir endapan yang terbawa aliran
sungai-sungai yang menuju muara di pesisir pantai yang nantinya akan mengubah letak garis
pantai bila volume endapan ini cukup besar, pengaruhnya terhadap besarnya erosi yang dilakukan
gelombang.

Laju angkutan sedimen dihitung terhadap 2 komponen angkutan yaitu :


- Angkutan dasar (bed load)
- Angkutan layang (suspended load)

Kedua komponen angkutan di atas didasarkan pada aliran sungai dengan debit rata-rata harian
yang ditentukan dengan metode yang telah dijelaskan pada uraian sebelum ini. Perhitungan laju

IV-16
angkutan sedimen menggunakan metode perhitungan dari formula Van Rijn (1984) dengan
prosedur sebagai berikut :
- Komponen angkutan dasar (bed load)
1) Hitung d*(diameter partikel)

 ΔρG1 / 3 
d*  D  
50  2 
 V 

Dimana :
 Ps  p 
Δρ   
 p 

2) Hitung U*cr (critical bed shear velocity, shield)

U *cr  (Vcr (s  1). g .d 50 )1 / 2

3) Hitung C’ (konsentrasi)

 12. R 
C'  18 lg 
 3. d 
 90 

4) Hitung U* (overall bed shear velocity)

g.u
U* 
C'

5) Hitung T (transport stage parameter)

U *2  (U *,CR ) 2
T 
(U *,CR )

6) Hitung ζb (bed load transport)

0.53.T 2.1
b  0.3
( ) 0.5 .d 50
1.5

d*

- Komponen angkutan layang (suspended load)

1) Hitung d*(diameter partikel)


 ( s  1).g 1 / 2 
d *  d 50  
 v2 

2) Hitung U*cr (critical bed shear velocity, shield)

IV-17
U *cr  Vcr  s  1.g .d 50 
1/ 2

3) Hitung U*’ (over bed shear velocity)


g .u
U *' 
C'
4) Reference level α
α = 0,5 . Δ

5) Hitung T (transport stage parameter)

T
U   U 
' 2
* *,cr
2

U  *,cr

6) Hitung Ca (reference cocentration)


d 50 T 1.5
Ca  0.015 .
a D* 0.3
7) Hitung ds (particle size of suspended sedimen)
ds
 1  0.011( s  1)(T  25) , dimana  = 2.5
d 50
8) Hitung Vs (fall velocity of suspended sedimen)

Vs = 1,1 ((s-1) g . Ds)0,5

9) Hitung faktor β
2
 Ws 
β  1  2 
U 
 *

10) Hitung U* (overall bed shear velocity)

U* = (g . H . S)0,5

11) Hitung faktor φ


0,8 0,4
 Wt   Ca 
  2,5   
U   Co 
 * 

12) Hitung ZR (suspended parameter) dan ZR'


ZR' = ZR + φ

13) Hitung faktor F

ZR ' 1/ 2
a a
   
Ws F
H H
ZR  ZR
U* . β . K   a 
1     (1,2  Z R )
  H 

14) Hitung ζs (suspended load)


ζs = F . U . H . Ca

IV-18
15) Laju angkutan total Qsed
Qsed = ζb + ζs

4.2.3. Analisa Perubahan Garis Pantai

Pergeseran garis pantai adalah fungsi dari erosi dan akresi dari pantai yang bersangkutan.
Gelombang badai yang terjadi dalam waktu singkat dapat menyebabkan terjadinya erosi pantai.
Selanjutnya gelombang biasa yang terjadi sehari-hari akan membentuk kembali pantai yang
sebelumnya tererosi. Dengan demikian dalam satu siklus yang tidak terlalu lama profil pantai
kembali pada bentuk semula, dengan kata lain dalam satu siklus tersebut pantai dalam kondisi
stabil.

Sebaliknya, akibat pengaruh transpor sedimen sepanjang pantai, sedimen dapat terangkut sampai
jauh dan menyebabkan perubahan garis pantai. Untuk mengembalikan perubahan garis pantai
pada kondisi semula diperlukan waktu cukup lama dan apabila gelombang dari satu arah lebih
dominan daripada gelombang dari arah yang lain, akanlah sulit untuk mengembalikan garis pantai
pada posisi semula. Jadi transpor sedimen sepanjang pantai merupakan penyebab utama
terjadinya perubahan garis pantai.

Pada pemodelan perubahan garis pantai hanya akan diperhitungkan transpor sedimen sepanjang
pantai. Transpor sedimen lain seperti diberikan dalam imbangan sedimen pantai diabaikan.

Model perubahan garis pantai didasarkan pada persamaan kontinuitas sedimen, sehingga pantai
dibagi menjadi sejumlah ruas. Pada setiap ruas akan ditinjau angkutan sedimen yang masuk dan
keluar. Sesuai dengan hukum kekekalan massa, jumlah laju aliran massa netto di dalam ruas
adalah sama dengan laju perubahan massa di dalam ruas tiap satuan waktu. Gambar 4.5
menunjukkan pembagian pantai menjadi sejumlah ruas dengan panjang yang sama yaitu x dan
angkutan sedimen yang masuk dan keluar ruas dan perubahan volume sedimen yang terjadi.

Laju aliran massa sedimen netto di dalam ruas adalah :

Mn =s (Qm - Qk) = -s (Qk - Qm) = -s Q

Laju perubahan massa dalam ruas tiap satuan waktu adalah :


 sv
Mt 
t

IV-19
dimana s adalah rapat massa sedimen, Q m dan Qk masing-masing adalah debit sedimen masuk
dan keluar ruas. Dari kedua persamaan di atas didapatkan ;

Gambar 4.5. Pembagian pantai menjadi ruas-ruas

 sv
 s  Q 
t
d y x
 Q 
t

y 1 Q

t d x

Persamaan di atas adalah persamaan kontinuitas sedimen, dan untuk ruas (elemen) yang kecil
dapat ditulis menjadi :
y 1Q

t d x

dengan :
y : jarak antara garis pantai dan garis referensi Q : transpor sedimen sepanjang pantai
t : waktu
x : absis searah panjang pantai

IV-20
d : kedalaman air yang tergantung pada profil pantai. Seperti terlihat dalam Gambar 4.5, nilai d
y adalah luas tampang dari sedimen yang diendapkan atau tererosi. Kedalaman d dapat
dianggap sama dengan kedalaman gelombang pecah.

Dari persamaan di atas, nilai t, d dan x adalah tetap, sehingga nilai y tergantung pada Q.
Apabila Q negatip (transpor sedimen yang masuk lebih kecil dari yang keluar ruas) maka y akan
negatip, yang berarti terjadi erosi; dan sebaliknya pada pantai yang terjadi akresi (sedimentasi).
Apabila nilai Q = 0 maka y=0 yang berarti pantai stabil.

Transpor sedimen sepanjang pantai tergantung pada sudut datang gelombang pecah b. Sudut
gelombang pecah akan berubah dari satu ruas ke ruas yang lain karena adanya perubahan garis
pantai. Seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 4.6, sudut  yang dibentuk oleh garis pantai
dengan garis sejajar sumbu x, antara ruas i dan i+1 diberikan oleh :
yi  y (i  1)
tg i 
x

Gambar 4.6. Hubungan antara sudut gelombang pecah o, sudut orientsi garis pantai
i, dan total sudut gelombang pecah terhadap garis pantai b

Apabila gelombang datang dengan membentuk sudut o dengan arah sumbu x, maka sudut
datang gelombang pecah terhadap garis pantai adalah :
b = i + o

Sudut gelombang pecah dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut ini ;
tg  i  tg  o
tg  b  tg ( i   o ) 
1  tg i tg  o

Model perubahan garis pantai dilakukan dengan urutan langkah berikut ini :
a. Tentukan bentuk garis pantai awal
b. Bagi garis pantai dalam sejumlah ruas
c. Tentukan berbagai sumber sedimen dan sedimen yang hilang pada seluruh pias
d. Hitung transpor sedimen pada setiap pias berdasarkan tinggi dan periode gelombang serta
sudut datang gelombang
e. Hitung perubahan garis pantai untuk setiap langkah waktu t

IV-21
Simulasi yang dilakukan mengacu pada kondisi garis pantai sekarang dan meramalkan perubahan
garis pantai untuk jangka waktu 1 tahun, 5 tahun dan 10 tahun ke depan.

4.2.4. Bangunan Pelindung Pantai

Alternatif bangunan pelindung pantai pada pengamanan daerah pantai dibedakan menjadi 2 (dua)
alternatif, yaitu pengamanan dengan struktural dan non struktural.

4.2.4.1. Pengamanan Pantai Dengan Struktural


a. Detached Break Water
Detached break water adalah jenis pemecah gelombang yang ditempatkan secara terpisah-
pisah pada jarak tertentu dari pantai dengan posisi sejajar pantai. Pemecah gelombang ini
dimaksudkan untuk melindungi pantai dari hantaman gelombang yang datang dari lepas
pantai. Dengan dibangunnya pemecah gelombang, karakteristik gelombang datang akan
terganggu struktur tersebut. Sebagian gelombang akan dipantulkan dan dipecahkan, sebagian
lagi akan diteruskan melalui struktur pemecah gelombang dan celah antara pemecah
gelombang (gap). Adanya rintangan ini mengakibatkan pembelokan arah dan perubahan
karateristik gelombang yaitu tinggi, arah dan panjang. Gejala ini disebut defraksi gelombang.

ENDAPAN

TOMBOLO

POSISI PANTAI
ASLI
GERUSAN

Gambar 4.7. Konstruksi Breakwater

b. Groin
Groin adalah bangunan yang berfungsi untuk mencapai kestabilan pantai. Pada umumnya
dipasang tegak lurus garis pantai atau dapat juga dipasang dengan membentuk sudut dengan
pantai dan relatif tidak panjang bila dikombinasikan dengan navigasi jetty. Groin dapat
berbentuk I, T, U atau L yang sangat ditentukan oleh karakteristik dari morfologi pantai,
gelombang, estetika dan fenomena pergerakan sedimen.

Keuntungan pemakaian groin, antara lain :


- Groin efektif menahan angkutan sedimen sejajar pantai.
- Data-data yang ada merubah karakter suft zone. Tinggi gelombang sepanjang pantai
setelah pembangunan groin tidak berubah sehingga tidak menggangu kegiatan selacar
dan renang di sekitar pantai.

IV-22
- Groin dapat dibuat dari berbagai bahan, misalnya rubble mound (batuan besar), sheet pile
baja, sheet pile beton dan kayu.
- Dengan mengatur dimensi dan permeabilitasnya, groin dapat dirancang menahan
angkutan sejajar pantai atau memperkenankan pelepasan pasir ke laut (sand by passing).

Kerugian pemakian groin antara lain :


- Tidak efektif mencegah angkutan sedimen ke laut lepas.
- Dapat mengakibatkan rip current yang berkembang di sepanjang sisinya sehinggga dapat
menimbulkan kehilangan pasir ke laut lepas.
- Groin dapat menimbulkan gerusan pantai di hilir (down drif).
- Kurang efektif dipakai pada pantai berlumpur.
- Pada perencanaan yang kurang teliti terjadi kehancuran pantai pada daerah lain akibat
perubahan arah arus.

ENDAPAN

POSISI PANTAI ASLI

GERUSAN

Gambar 4.8. Konstruksi Groin model T

c. Sand Nourishment
Sand nourishment adalah pengisian pasir untuk mengganti sedimen yang terbawa arus,
dilakukan sebagai kegiatan pendukung bangunan pelindung pantai lainnya untuk menambah
lebar pantai dan untuk menciptakan kesetimbangan/kestabilan garis pantai yang rusak.

Kerugian dari metode ini :


- Biaya pelaksanaan dan operasional tinggi.
- Susah untuk menemukan gradasi, sifat fisik dan volume yang besar supply pasir yang
cocok dengan pasir pantai asli.

d. Seawall / Revetment / Bulkhead


Seawall/Revetment/Bulkhead adalah tiga tipe bangunan pelindung pantai yang berbeda
bentuknya namun memiliki fungsi yang sama yaitu untuk mempertahankan posisi garis pantai
yang ada dan melindungi daratan di belakangnya. Konstruksinya harus dirancang cukup baik
dalam menahan dan menghancurkan energi gelombang.

IV-23
Gambar 4.9. Konstruksi seawall

e. Jetty
Jetty adalah bangunan menjorok ke laut guna stabilisasi dan melindungi daerah muara
supaya tidak berpindah-pindah dan terutama dibangun untuk kepentingan navigasi.
Pendangkalan muara masih tetap terjadi namun tidak separah kondisi sebelum adanya jetty
dan dapat dilakukan penggelontoran pada saat debit besar.

Keuntungan bangunan jetty:


- Perubahan garis pantai akibat bangunan minimal
- Biaya konstruksi tidak terlalu besar

Kerugian:
- Masih terjadi pendangkalan muara

IV-24
Gambar 4.10. Konstruksi Jetty

IV-25
f. Artificial Reef
Karang buatan (artificial reef) adalah konstruksi yang dipersiapkan untuk mengurangi efek
yang ditimbulkan arus. Artificial reef mampu mengurangi energi gelombang yang datang,
sehingga kerusakan pantai dapat dihindari.

Keuntungan pemakaian karang buatan:


- Efektif mengurangi konsentrasi gaya gelombang yang sampai di pantai.
- Untuk daerah pariwisata seperti Bali, keberadaan artificial reef sangat membantu
tumbuhnya reef alami dengan metode tertentu.

Kerugian yang timbul oleh artificial reef ;


- Pada bahan yang kurang baik akan mengakibatkan berkurangnya usia guna bangunan.
Hal ini disebabkan pengaruh terhadap karang buatan ini sangat besar.
- Diperlukan analisa yang panjang mengenai tipe pantai, gelombang dan kontur dasar laut
untuk memberikan gambaran desain bangunan ini.

g. Reboisasi / Vegetasi kembali


Tindakan ini dilakukan dengan menanami kawasan pantai dengan tumbuhan pelindung pantai
seperti pohon api-api, bakau atau tumbuhan mengrove yang sangat cocok untuk kawasan
pantai berlumpur atau lempung.

Manfaat yang diperoleh dengan upaya reboisasi di kawasan pantai adalah sebagai berikut :
- Pohon bakau dapat menghacurkan energi gelombang, sehingga dapat melindungi pantai
dari bahaya gerusan akibat gempuran gelombang.
- Bermanfaat untuk pelestarian flora dan fauna di kawasan pantai seperti ikan, burung,
hewan lainnya serta tumbuh-tumbuhan pantai.
- Membantu mempercepat pertumbuhan pantai, lumpur yang terbawa air dapat diendapkan
disela-sela akar tumbuhan.

4.2.4.2. Pengamanan Pantai Non Struktural

a. Adaptation
Adaptation adalah suatu tindakan dimana aktifitas manusia beradaptasi dengan ancaman
alam dengan membangun atau menyesuaikan utilitas manusia dari kerusakan akibat
gelombang, limpasan gelombang, erosi/abrasi, maupun badai. Tindakan ini antara lain
dengan membuat bangunan dengan dasar bangunan cukup tinggi, sehingga hantaman
gelombang maupun limpasan tidak mengganggu bangunan atau dengan membatasi garis
bangunan (landuse) dari garis pantai.

b. Set – Back/Retreat
Set back atau retreat merupakan tindakan final dari adaptation dengan menciptakan daerah
sempadan pantai sejauh 100 m dari batas muka air tertinggi, sehingga semua aktifitas/utilitas
manusia dibangun diluar sempadan pantai. Daerah sempadan pantai diciptakan supaya
pantai dibiarkan mencapai kondisi stabil.

IV-26
Gambar 4.11. Ilustrasi tindakan ‘retreat’

4.3. Pemilihan Rencana Pengaman Pantai

Pemilihan penanganan suatu pantai adalah hal yang melibatkan berbagai kepentingan dan tujuan
dari pantai itu sendiri. Untuk menyusunan penanganan pantai ini dilakukan beberapa hal yang
menjadi patokan dalam perencanaan detail desainnya antara lain :
 Kondisi dari hasil analisa data sangat mempengaruhi pemilihan tipe penanganan, hal ini
diakarenakan karakteristik pantai yang berbeda-beda.
 Penanganan ini dititik beratkan pada penyelamatan fasilitas-fasilitas umum yang sudah ada di
pantai serta kondisi sosial budaya masyarakat sekitar, dengan pertimbangan teknis dan
ekonomis. Oleh karena itu, pemilihan alternatif bangunan pengaman akan menyesuaikan
dengan kondisi dari masing-masing pantai.
 Semua upaya teknis yang akan diambil dalam kegiatan merupakan hasil dari sosialisasi awal
dan tipe penanganan. Maka pola penanganan terpilih merupakan hasil kesepakatan pihak
konsultan, proyek dan masyarakat disekitar lokasi studi. Hal ini menjadi suatu acuan dari
suksesnya pola penanganan pantai di Indonesia, mengingat aspirasi masyarakat sangat
menentukan berhasilnya suatu proyek.
 Untuk menentukan pemilihan konstruksi yang akan dilaksanakan dilakukan seleksi dengan
cara memberi skor agar diperoleh hasil yang optimum. Parameter seleksi yang ditinjau meliputi
efek bangunan secara teknis, stabilitas konstruksi, biaya konstruksi, serta efek terhadap
lingkungan sekitar.

IV-27
Pemasalahan Erosi
Pemasalahan Erosi

Pengumpulan data primer


Pengumpulan data primer
dan sekunder
dan sekunder

Analisis Masalah
Analisis Masalah
DISKUSI
DISKUSI
Peramalan Gelombang
Peramalan Gelombang Analisis Sedimen
Analisis Sedimen
Analisa Perubahan Garis Pantai Tanpa
Analisa Perubahan Garis Pantai Tanpa
Penentuan Penyebab Erosi Bangunan (1, 5, 10 tahun)
Penentuan Penyebab Erosi Bangunan (1, 5, 10 tahun)

Alternatif Bangunan
Alternatif Bangunan
Penanggulangan Erosi
Penanggulangan Erosi
Analisa Perubahan Garis Pantai Dengan
Analisa Perubahan Garis Pantai Dengan
Bangunan Pengaman (1, 5, 10, tahun)
Bangunan Pengaman (1, 5, 10, tahun)
Pemilihan Bangunan
Pemilihan Bangunan
Penanggulangan Erosi
Penanggulangan Erosi

Analisis Biaya, Manfaat


Analisis Biaya, Manfaat
dan Lingkungan
dan Lingkungan

tidak
?

ya

Bangunan Terpilih
Bangunan Terpilih

Perencanaan Detail
Perencanaan Detail
Bangunan Terpilih
Bangunan Terpilih
DISKUSI
DISKUSI

Penyusunan
Penyusunan
Laporan dan Dokumen Tender
Laporan dan Dokumen Tender

Gambar 4.12. Bagan Alir Perencanaan Bangunan Pelindung Pantai

IV-28

Anda mungkin juga menyukai