Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHU

LUAN

BAB 4
KONSEP DASAR PENGELOLAAN
LIMBAH TINJA

4.1 UMUM
Ruang lingkup dalam petunjuk teknis ini memuat ketentuan
teknis dan cara persiapan pengoperasian, pelaksanaan
pengoperasian, pelaksanaan pemeliharaan dan pelaksanaan
pengendalian IPLT. Ketentuan umum yang harus dipenuhi untuk
pengoperasian dan pemeliharaan IPLT adalah sebagai berikut:
a. di instalasi dilengkapi dengan gambar bangunan;
b. setiap peralatan harus dilengkapi katalog dan daftar
operasi dan pemeliharaan;
c. air Iimbah yang diolah adalah lumpur tinja;
d. tersedia influen air Iimbah;
e. tersedia fasilitas penyediaan air bersih yang
memadai;
f. telah diuji coba terhadap pengaliran air (profil hidrolis) dan
kebocoran;
g. ada penanggunjawab pengolah air Iimbah yang
ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;
h. tersedia biaya pengolahan yang dialokasikan pada
institusi pengelola
i. kegiatan pengoperasian dan pemeliharaan IPLT harus
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundangan
pengolahan air Iimbah dan ketentuan kesehatan dan
keselamatan kerja
j. masyarakat sudah diberi informasi

IV-1
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

4.2 KARAKTERISTIK LUMPUR TINJA


Air limbah adalah bahan buangan cair yang berasal dari
berbagai aktivitas manusia baik secara individual maupun
kelompok yang tidak dapat digunakan lagi secara langsung dan
memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke
badan air penerima maupun sebelum dimanfaatkan ulang untuk
beberapa keperluan (Willgooso, 1979). Berdasarkan
karakteristiknya, air limbah dibedakan menjadi air limbah
kegiatan domestik (rumah tangga), air limbah kegiatan pertanian
dan peternakan, air limbah kegiatan industri serta air limbah
kegiatan perdagangan dan komersial (pasar, restoran, toko,
kantor, rumah sakit) (USEPA, 1977).
Lumpur tinja merupakan limbah domestik yang berasal dari
aktifitas manusia sehari-hari. Lumpur tinja pada umumnya
disebut dengan black water. Karakteristik dari lumpur tinja
sendiri pada umumnya mengandung air dan lumpur juga
mikroorganisme organisme pembusuk. Hal ini menimbulkan bau
tidak sedap, karena adanya proses penguraian bahan organik
dalam air limbah oleh mikroorganisme saprofit tersebut.
Karakteristik limbah lumpur tinja tersebut secara umum dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4. 1
Tipikal Karakteristik Limbah Lumpur Tinja
Parameter Satuan Nilai
Timbulan limbah tinja (dalam keadaan
basah) gr/orang/hari 135 - 270
Timbulan limbah tinja (dalam keadaan
kering) gr/orang/hari 20 - 35
Kandungan air % 66 - 80
Bahan organik % 88 – 97
Nitrogen % 5–7
Pospor (sebagai P2O5) % 3 - 5,4
Potasium (sebagai K2O) % 1 - 2,5
Karbon % 44 - 55
Kalsium (sebagai CaO) % 4,5 - 5
TS mg/l 400.000
TVS* mg/l 25.000
TSS mg/l 15.000
IV-2
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Parameter Satuan Nilai


BOD5* mg/l 10.000
COD* mg/l 7.000
Total Nitrogen Kjedahl* mg/l 15.000
NH3-N* mg/l 700
Total P* mg/l 150
Lemak* mg/l 8.000
pH* 6
Sumber: Duncanmara dalam Sugiharto, 1987;
* EPA Handbook – Septage teratment & disposal

IV-3
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

4.3 KAPASITAS IPLT

Untuk mendesain unit-unit IPLT dibutuhkan kapasitas lumpur


tinja yang akan diolah. Kapasitas IPLT dihitung berdasarkan jumlah
penduduk di wilayah perkotaan di akhir periode perencanaan, yaitu 20
tahun dikali dengan laju timbulan lumpur tinja basah (lumpur tinja dan
air dari tangki septik) sebesar 0,5 liter/orang/hari. Ringaksan proyeksi
jumlah penduduk Kota Bima dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2.
Jumlah Penduduk Kota Bima di Wilayah Perkotaan
Jumlah penduduk
Kecamatan (jiwa)
2028 2038
Rasanae Barat 49941 65834
Mpunda 52144 68738
Rasanae Timur 44774 59023
Raba 55909 73701
Asakota 55909 73701
Jumlah 258676 340998
Sumber : Hasil Analisis, 2016
Pada tahun 2038 (20 tahun mendatang), diharapkan IPLT Kota
Bima dapat melayani sebesar 15% dari total jumlah penduduk wilayah
perkotaan Kota Bima pada tahun tersebut. Dari hasil proyeksi
penduduk, jumlah penduduk wilayah perkotaan Kota Bima pada tahun
2038 sebesar 340.998 jiwa. Sehingga kapasitas IPLT Kota Bima dapat
dihitung dengan cara sebagai berikut :

Kapasitas IPLT = ( %pelayanan x jumlah penduduk tahun 2038 x laju


lumpur tinja)/1000
Kapasitas IPLT (tahun 2038) sebesar :
IPLT = (15% x 340.998 jiwa x 0,5 liter/orang/hari) / 1000
= 170,5 m3/hari ≈ 170 m3/hari

4.4 RENCANA LOKASI IPLT

IPLT di Kota Bima direncanakan hanya melayani wilayah


perkotaan saja, yaitu Kecamatan Rasanae Barat, Mpunda, Rasanae

IV-4
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Timur, Raba, dan Asakota. Lokasi rencana IPLT Kota Bima yaitu di TPA
So Mango Kelurahan Kodo Kecamatan Rasanae Timur Kota Bima .
Lokasi rencana berada di dekat TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
eksisting So Mango. Luas lahan yang tersedia ± 2. Karena sudah ada
TPA eksisting, sehingga akses untuk truk sudah tersedia. Kondisi lahan
saat ini merupakan lahan milik pemerintah daerah dan merupakan
sawah. Kondisi lokasi IPLT dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Lokasi IPLT Kota Bima TPA So Mango Kel.


Kodo
Luas lahan disediakan : 2 Ha
X : 8°30'23.95"S
Y : 118°47'1.20"E
Z : 139 m (Google Earth)
Gambar 4. 1
Lokasi Rencana IPLT

4.4.1 Wilayah Layanan


Wilayah perencanaan dalam kegiatan DED IPLT ini dibatasi
pada fasilitas di wilayah perkotaan, dimana di Kota Bima ini
wilayah perkotaannya meliputi Kecamatan Rasane Barat,
Mpunda, Raba, Rasanae Timur, dan Asakota. Sedangkan fasilitas
yang nantinya dilayani adalah fasilitas pendidikan, fasilitas
kesehatan, hotel, rumah makan, perkantoran, dan masyarakat
yang memiliki sarana septik tank.
Dalam kegiatan ini akan diasumsikan kapasitas pelayanan
untuk menentukan kapasitas IPLT yang akan dibangun.
Penentuan kapasitas pelayanan didasarkan beberapa faktor,
antara lain yaitu :

IV-5
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

 Data kualitatif tentang kepemilikan unit septictank dan


kondisinya (sesuai kriteria teknis)
 Asumsi pelayanan minimal (15 % dari total penduduk
dalam wilayah perencanaan, dengan proyeksi umur design
selama 10 tahun.
Peta rencana layanan IPLT dapat dilihat pada Gambar 4.2.

LT
IP
n
na )
ya go
la an
Pe M
h So
ya PA
la (T
Wi LT
a IP
an si
nc ka
Re Lo
a
an
nc
Re

IV-6
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Gambar 4. 2
Cakupan Pelayanan IPLT Kota Bima

4.5 SISTEM PENGELOLAAN LIMBAH DOMESTIK


TINJA

Pengelolaan air limbah domestik sangat penting dilakukan


untuk meminimalisasi pencemaran terhadap lingkungan
terutama badan air. Air limbah domestik terutama lumpur tinja
umumnya dikelola menggunakan sistem setempat (on-site).
Pengelolaan diawali dengan pengolahan pendahuluan (pre-
treatment), yaitu tinja yang berasal dari WC disalurkan ke tangki
septik (baik individual maupun komunal) yang sesuai dengan
SNI. Di dalam tangki septik tersebut, tinja akan terjadi proses
biodegradasi membentuk biomassa yang terakumulasi dan
mengendap dalam bentuk lumpur pada tangki septik sehingga
pada 2 – 3 tahun tangki septik akan membutuhkan pengurasan.
Lumpur tinja yang telah terakumulasi dalam tangki septik akan
dikuras dengan dilakukan penyedotan oleh truk khusus sedot
tinja. Lumpur tinja memiliki beban pencemar yang sangat tinggi,
sehingga lumpur tinja tidak boleh langsung dibuang ke badan air
melainkan hari melalui pengolahan (treatment) terlebih dahulu.
Lumpur tinja diolah di IPLT agar memiliki kualitas yang sesuai
dengan baku mutu dan tidak mencemari lingkungan.

IV-7
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Gambar 4. 3
Skema Pengelolaan Limbah Domestik Tinja

4.6 SISTEM PENGOLAHAN DI IPLT

Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) adalah instalasi


pengolahan lumpur tinja hasil proses sedot tinja dari tangki
septik yang merupakan unit pengolahan air limbah rumah tangga
individual maupun komunal. IPLT merupakan sarana pengolahan
air limbah perkotaan yang menjadi kesatuan pada sistem
pengelolaan air limbah domestik secara setempat (on site).
Dalam pengolahan air limbah domestik secara setempat, limbah
tinja (black water) yang dihasilkan, dilakukan pengolahan
pendahuluan (pre treatment) dalam tangki septik, dimana dari
proses biodegradasi limbah tinja tersebut terbentuk biomassa
yang terakumulasi dan mengendap dalam bentuk lumpur pada
tangki septik. Sehingga, tangki septik tersebut memerlukan
pengurasan lumpur tinja secara berkala setiap periode tertentu.
Lumpur tinja hasil sedot tinja pada pengurasan tangki septik
tersebut memerlukan pengolahan sebelum dibuang ke
lingkungan (badan air penerima), kandungan bahan organik air
dalam lumpur tersebut masih cukup tinggi. Oleh karena itu,
pembangunan IPLT diperlukan dalam rangka penyediaan sarana
pra sarana perkotaan dalam pengolahan air limbah domestik.
Adapun tahap-tahap pengelolaan lumpur tinja meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a. Pengangkutan dengan armada tinja (hauling), dimana proses
pengangkutan ini adalah proses distribusi lumpur tinja hasil
sedot tinja dari proses pengurasan tangki septik;
b. Pra pengolahan (pretreatment), dimana proses pra pengolahan
dilakukan menggunakan tangki septik tanpa atau dengan
resapan, yang dibangun di tiap rumah sebagai sumber limbah;
IV-8
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

c. Pengolahan lumpur tinja di IPLT, merupakan proses pengolahan


lumpur tinja hasil sedot tinja dari proses pengurasan tangki
septik yang dilakukan secara fisik dan biologi menggunakan
teknologi pengolahan yang ditentukan sesuai dengan kondisi
dan karakteristik lokasi IPLT dan lumpur tinja yang dihasilkan;
d. Pengeringan lumpur, merupakan proses pengeringan dari
lumpur tinja yang telah diolah di IPLT, yang bertujuan untuk
mengurangi kadar air dalam lumpur, sehingga lumpur tinja
olahan dapat menjadi padatan yang bermanfaat untuk
kegiatan lainnya (misalnya sebagai pupuk).
Pada dasarnya, sistem pengolahan lumpur tinja IPLT
terdapat 2 macam, yaitu sistem pengolahan dengan pemisahan
padatan dan cairan (sistem terpisah) dan sistem pengolahan
dengan tanpa pemisahan padatan dan cairan (sistem
tercampur). Skema kedua sistem pengolahan tersebut dapat
dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4. 4
Sistem Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT

IV-9
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Kedua sistem tersebut memiliki perbedaan dari segi


kapasitas, kebutuhan energi, kompleksitas operasional, dan
kemudahan pemeliharaan. Berbandingan kedua sistem tersebut
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3.
Perbandingaan Antar Sistem Pengolahan Lumpur Tinja di IPLT
No Parameter IPLT Sistem IPLT Sistem
. Terpisah Tercampur
1. Kapasitas Bebas Terbatas (maksimal
penduduk ≤ 50.000)
2. Kebutuhan Lebih irit, karena Lebih mahal, energi
Energi beban dan bisa 2-3 kali lipat
konsentrasi lebih sistem terpisah
rendah
3. Kompleksitas Lebih kompleks Lebih sederhana
Operasional
4. Kemudahan Lebih mudah Lebih sulit karena
Pemeliharaan pencampuran antara
air dan padatan lumpur
tinja

Berdasarkan faktor pertimbangan tersebut, dapat


disimpulkan bahwa sistem tepisah lebih efektif, murah, dan
sederhana dalam konstruksi maupun operasi dan
pemeliharaannya; serta kapasitas dan efisiensi pengolahan yang
sebaik mungkin. Melalui pertimbangan kemudahan operasional,
kualitas effluen, kemudahan konstruksi dan pemeliharaan, tim
konsultan mengusulkan 3 alternatif sistem pengolahan di IPLT
Kota Bima yang terdapat dalam Gambar 4.5 sampai Gambar 4.7.

IV-10
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Gambar 4. 5
Teknologi Pengolahan IPLT Kota Bima Alternatif I

Gambar 4. 6
Teknologi Pengolahan IPLT Kota Bima Alternatif II

IV-11
IV-11
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Gambar 4. 7
Teknologi Pengolahan IPLT Kota Bima Alternatif III

IV-12
IV-12
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Penjelasan prinsip kerja pada masing-masing unit pada


alternatif teknologi IPLT Kota Bima adalah sebagai berikut.
- Unit Pengolahan Lumpur (ASD + SDB)-
Lumpur tinja yang disedot melalui truk sedot tinja
dimasukkan ke unit pengolahan lumpur, rangkaian unit
pengolahan lumpur merupakan kombinasi dari unit Anaerobic
Sludge Digester (ASD) dan Sludge Drying Bed (SDB). Unit ini
merupakan unit yang berfungsi sebagai pemisah antara lumpur
dengan supernatan (air). Pada unit ini, proses biologi secara
anaerobik yang menghasilkan gas methane. Gas methane dapat
dimanfaatkan sebagai energi pengganti yang dapat digunakan
untuk memasak atau lampu penerangan. Bentuk unit ASD
merupakan kolam tertutup tanpa perlu alat mekanis apapun
dengan jenis aliran plug-flow. Dalam unit pengolahan lumpur
diawali dengan proses pemisahan antara lumpur dengan air
secara gravitasi. Bagian dasar bak didesain berbentuk kerucut
agar lumpur mudah mengendap. Lumpur (slurry) memiliki berat
jenis yang lebih besar daripada air sehingga lumpur (slurry) akan
mengendap dibawah dan terpisah dengan air. Lumpur tersebut
selanjutnya diolah di SDB. sedangkan supernatan atau air yang
terpisah dengan lumpur diolah kembali di unit pengolahan air
sebelum dibuang ke badan air. Prinsip kerja pada ASDS dapat
dilihat pada Gambar 4.8. IV-13

IV-13
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Gambar 4. 8
Prinsip Kerja pada Anaerobic Sludge Digestion (ASD)
Seperti pada anaerobic digester pada umumnya, pada unit
ini juga terjadi proses stabilisasi lumpur. Proses stabilisasi
berlangsung cukup lama yaitu sekitar 10 hingga 30 hari.
Stabilisasi lumpur bertujuan untuk menghindari terjadinya
pembusukan lumpur sehingga lumpur yang telah terstabilisasi
tidak menimbulkan bau dan konsentrasi materi volatile dan
kandungan patogen lumpur berkurang. Proses yang terjadi di
dalam ASD melibatkan mikroorganisme anaerobik.
Mikroorganisme di dalam reaktor akan mereduksi zat-zat organik
yang terkandung dalam sludge untuk menghindari/mengurangi
proses dekomposisi zat organik setelah lumpur keluar dari ASD.
IV-14
Dalam proses reduksi tersebut dihasilkan gas methane (CH 4) dan
karbon dioksida (CO2). Pembentukan gas-gas tersebut terjadi
dalam 2 tahap yaitu asidifikasi (pembentukan asam) dan
methagenesis (pembentukan methane). Gas methane dan gas
karbon dioksida yang dihasilkan dari proses ini ditangkap pada
digester gas untuk selanjutnya bisa dimanfaatkan sebagai energi
pengganti untuk memasak dan lampu penerangan.

-Solid Separation Chamber (SSC)-

IV-14
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Fungsi unit SSC adalah untuk memisahkan padatan dan air


dengan memanfaatkan sifat fisik air limbah. Lumpur tinja yang
dihamparkansecara merata di atas media SSC akan mengalami
pemisahan antara padatan di bagian bawah dan cairan di bagian
atas. Sebagian cairan dapat terpisah dari lumpur tinja melalui
proses perembesan media SSC sehingga kemudian dapat
disalurkan bersama cairan yang telah dipisahkan di bagian atas
lumpur tinja untuk diolah di dalam unit IPLT. Sementara padatan
yang telah mengalami penirisan akan dikeringkan di unit Drying
Area.

-Kolam Anaerobik-
Pengolahan lumpur tinja dengan cara alami diantaranya
adalah Kolam Stabilisasi. Kolam Stabilisasi terdiri dari Kolam
Anaerobik, Kolam Fakultatif, dan Kolam Maturasi. Prinsip dari
ketiga kolam tersebut hampir sama namun perbedaannya
terletak pada kedalaman kolam. Kolam Anaerobik berfungsi
untuk menguraikan kandungan zat organik (BOD) dan padatan
tersuspensi (TSS) dengan cara anaerobik atau tanpa oksigen.
Waktu detensi dari kolam anaerobik adalah 1 hingga 2 hari
(untuk temperatur 20 hingga 30°C). Kolam tersebut memiliki
kedalaman 3 meter sehingga proses anaerobik terjadi di dalam
kolam dikarenakan tidak adanya/meratanya transfer oksigen IV-15
hingga ke dasar kolam. Bakteri anaerob menguraikan bahan
organik menjadi karbon dioksida dan metana. Prinsip dari reaksi
biologi adalah pembentukan asam dan fermentasi metana.
Proses ini mirip dengan yang terjadi pada proses kondisi
anaerobik pada pengolahan lumpur. Pada proses ini juga
dihasilkan penyebab bau seperti asam-asam organik dan
hidrogen Sulfida (H2S). Prinsip kerja pada Kolam Anaerobik dapat
dilihat pada Gambar 4.9.

IV-15
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Gambar 4. 9
Prinsip Kerja pada Kolam Anaerobik

-Kolam Fakultatif-
Kolam Fakultatif berfungsi untuk menguraikan dan
menurunkan konsentrasi bahan organik yang ada di dalam
limbah yang telah diolah pada kolam anaerobik. Kedalaman
kolam fakultatif biasanya adalah 1,2-2,5 m (4-8 ft) yang memiliki
lapisan aerob dan anaerob dan mengandung lumpur. Waktu
detensi pada kolam ini biasanya adalah 5-30 hari. Kandungan
organik dalam air limbah terurai oleh aktifitas bakteri dan
melepaskan fospor, nitrogen, dan karbondioksida. Oksigen yang
dibutuhkan pada proses aerob berasal dari udara luar dan hasil
dari proses fotosistesis. Pada proses fotosintesis alga
menggunakan nutrien dan karbondioksida yang dihasilkan
bakteri sehingga menghasilkan oksigen yang akan terlarut di
dalam air. Oksigen terlarut tersebut digunakan kembali oleh
bakteri. Hal ini menunjukkan terjadinya hubungan keduanya
IV-16
yang terbentuk dalam sebuah siklus. Di bagian bawah kolam, di
zona anaerob dihasilkanlah gas-gas seperti metan(CH 4),
karbondioksida (CO2), dan hidrogen sulfida (H2S). Diantara zona
aerob dan anaerob terdapat suatu zola lapisan yang disebut
sebagai zona fakultatif (facultative zone). Suhu merupakan faktor
utama yang mempengaruhi aktifitas simbiosis biologi tersebut.
Prinsip kerja pada Kolam Fakultatif dapat dilihat pada Gambar
4.10.

IV-16
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Gambar 4. 10
Prinsip Kerja pada Kolam Fakultatif

-Kolam Maturasi-
Kolam maturasi merupakan salah satu pengolahan air
limbah secara aerobik dan alami. Prinsip kerja kolam maturasi
adalah air masuk melalui inlet secara kontinyu ke kolam dangkal
(kedalaman maksimal 2 m) dan keluar melalui outlet. Waktu
detensi air di dalam kolam berkisar 5 hingga 15 hari, selama air
berada di kolam akan terpapar sinar matahari sehingga dapat
menghilangkan mikroba patogen. Kedalaman kolam dirancang
dangkal agar pasokan oksigen (O2) bebas di udara merata ke
seluruh kolam sehingga suasana aerobik tetap terjaga. Selain itu,
kolam maturasi juga berfungsi untuk menurunkan konsentrasi
padatan tersuspensi (TSS) dan BOD yang masih terkandung
dalam effluen ABR. Air effluen dari kolam maturasi siap untuk
dibuang ke badan air. Prinsip kerja pada Kolam Maturasi dapat
dilihat pada Gambar 4.11.
IV-17

Gambar 4. 11
Prinsip Kerja pada Kolam Maturasi

-Drying Area-

IV-17
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Unit Drying Area berfungsi untuk mengeringkan lumpur


yang berasal dari unit kolam anaerobik. Lumpur yang keluar dari
sludge drying bed diharapkan sudah memiliki kandungan
padatan yang sangat tinggi (sekitar 70%) sehingga lumpur
benar-benar tampak kering. Lumpur yang telah kering dapat
digunakan sebagai kompos. Bak Drying Area berupa bak dangkal
berisi media penyaring berupa pasir dan kerikil. Lumpur basah
yang masuk ke unit DA akan tersaring melalui media penyaring,
padatan akan tertinggal pada lapisan teratas DA sedangkan air
hasil penirisan mengalir ke saluran yang terdapat pada bagian
bawah dasar bak. Pengeringan dilakukan dengan memanfaatkan
sinar matahari sebagai desinfeksi serta angin untuk pengurangan
kelembaban atau pengeringan. Lamanya proses pengeringan
didasarkan pada koefisien laju kematian mikroorganisme.
Susunan media penyaring pada DA dapat dilihat pada Gambar
4.12.

Gambar 4. 12
IV-18
Drying Area

-Anaerobic Baffled Reactor (ABR)-


ABR merupakan tangki septik yang dimodifikasi dengan
menambahkan beberapa kompartemen. Unit ABR merupakan
salah satu dari proses pengolahan biologis secara anaerobik. ABR
berbentuk segiempat dengan sekat-sekat di dalamnya dan
dilengkapi dengan pipa pembuangan gas (ventilator) untuk

IV-18
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

melepaskan biogas yang dihasilkan selama proses anaerobik.


Keuntungan unit Anaerobic Baffled Reactor (ABR) antara lain:
a. Konstruksi
- Desainnya sederhana
- Tidak membutuhkan peralatan pengadukan
- Kecil kemungkinan terjadi clogging
- Kecil kemungkinan terjadi ekspansi sludge bed
- Biaya konstruksi rendah
- Biaya operasi dan pemeliharaan rendah
b. Biomassa
- Tidak memerlukan biomassa dengan pengendapan
khusus
- Pertumbuhan sludge rendah
- Solid Retention Time (SRT) tinggi
- Tidak memerlukan fixed media atau solid settling
chamber
c. Operasi
- Hydraulic Retention Time (HRT) rendah
- Tingkat stabilitas tinggi terhadap hydraulic shock
loading dan organic loading.
- Pengoperasian panjang tanpa pembuangan sludge

IV-19
Gambar 4. 13
Anaerobic Baffled Reactor (ABR)

-Aerobic Biofilter-
Unit ini menggunakan media untuk menyaring air limbah.
Media tersebut dapat berupa pecahan genteng, batu apung,
kerikil, atau plastik. Pengolahan air limbah dibantu oleh
mikroorganisme yang tumbuh melekat pada media tersebut.
Kelebihan unit Aerobic Biofilter:

IV-19
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

1) Tahan terhadap shock loading


2) Tidak menimbulkan bau maupun lalat
3) Luas lahan yang digunakan tidak banyak
4) Pengelolaannya sangat mudah.
5) Biaya operasinya rendah.
6) Dibandingkan dengan proses lumpur aktif, Lumpur yang
dihasilkan relatif sedikit.
7) Dapat menghilangkan nitrogen dan phospor yang dapat
menyebabkan euthropikasi.
8) Suplai udara untuk aerasi relatif kecil.
9) Dapat digunakan untuk air limbah dengan beban BOD yang
cukup besar.
10) Dapat menghilangkan padatan tersuspensi (SS)
dengan baik
Kelemahan Aerobic Biofilter:
1) Membutuhkan start up yang relatif lama
2) Perlu pencucian berkala terhadap media agar tidak terjadi
penyumbatan
3) Membutuhkan energi listrik

IV-20

Gambar 4. 14
Aerobic Biofilter
Dari ketiga alternatif
tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing yang
dirinci pada Tabel 4.2.

IV-20
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Tabel 4. 2
Perbandingan Antar Alternatif Teknologi Pengolahan
Alternatif 1 Alternatif 2 Alternatif 3
Kelebiha -Konstruksi sederhana -Konstruksi sederhana -Konstruksi
n -Kebutuhan lahan kecil -Kebutuhan lahan kecil sederhana
-Kualitas BOD <30 mg/l -Kualitas BOD <30 mg/l -Perawatan
-menghasilkan -menghasilkan mudah (alami)
methane dari ASD dan methane dari ABR
ABR

Kekurang -Membutuhkan energi -Membutuhkan energi -Kebutuhan lahan


an (listrik) untuk aerobik (listrik) untuk aerobik besar
filter filter -Kualitas BOD
-Perlu pembersihan -Perlu pembersihan <100mg/l
media filter berkala media filter berkala
Sumber : Hasil Analisa, 2017

IV-21
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
IV-21
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

4.7 KRITERIA DESAIN


Kriteria desain masing-masing unit IPLT yang akan diterapakan
adalah sebagai berikut :
1. Kolam Anaerobik
Td saat temperatur 20-30°C = 1 – 2 hari
Rasio panjang : lebar = (2 – 4) : 1
Rasio Talud =1:3
(Sumber : Rancangan Peraturan Menteri PU tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem
Pengelolaan Air Limbah)
2. Kolam Fakultatif
Waktu retensi, td = 20 – 40 hari
Efisiensi penurunan BOD = 70 – 90%
Efisiensi penurunan Coliform = 60 – 99%
Kedalaman kolam (m) = 1,5 – 2,5
Rasio panjang : lebar = (2 – 4) : 1
Periode pengurasan (tahun) = 5 - 10
(Sumber : Rancangan Peraturan Menteri PU tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem
Pengelolaan Air Limbah)
3. Kolam Maturasi
Waktu detensi (td) = 5 – 15 hari
% penurunan BOD = >60%
Kedalaman (h) = 1 – 2 meter
Rasio panjang : lebar = (2-4) : 1
Beban BOD volumetrik = 40 – 60 g BOD/m3.hari
(Sumber : Rancangan Peraturan Menteri PU tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem
Pengelolaan Air Limbah)
4. Anaerobic Baffle Reactor (ABR)
Waktu retensi, td : (6-20) jam
Organic Loading Rate (OLR) : (0,1-8) kg BOD/m3.hari
Laju aliran ke atas, vup : <2,0 m/jam
Penyisihian BOD : 70-95%

IV-22
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

(Sumber : Rancangan Peraturan Menteri PU tahun 2014


tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem
Pengelolaan Air Limbah)
5. Aerobic Biofilter
Waktu Tinggal (Retention Time) rata-rata, td =
6–8 jam
Tinggi ruang lumpur, hl = 0,5
m
Tinggi Bed Media filter =
(0,9 – 150) m
Tinggi air di atas media filter = 20
cm
Beban BOD per satuan permukaan media filter :
(5–30) g BOD/m2.hari
(0,5 – 4) kg BOD per m3.hari media
(Sumber : Rancangan Peraturan Menteri PU tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pengelolaan Air
Limbah)
6. Anaerobic Sludge Digestion (ASD)
anaerobic digester tanpa pengadukan.
BOD = 5,0 kg/m3
TSS = 20 kg/m3
VSS Loading (Volumetric Loading) = 1 – 3,5 kg
VSS/hari/m3
Solid Retention Time (SRT) = 10 -25 hari
Hidrolis Retention Time (td) = 10 – 25 hari
Rasio panjang : lebar =2:1
% penurunan TSS = 50 – 75%
Kedalaman (h) = >6 meter
(Sumber : Rancangan Peraturan Menteri PU tahun 2014
tentang Penyelenggaraan Pengembangan Sistem
Pengelolaan Air Limbah)
7. Solid Separation Chamber (SSC)
Waktu Pengeringan (t) = 5 – 12 hari
Waktu pengambilan cake matang (T) = 1 hari
Ketebalan cake (hc) = 10 – 30 cm
Tebal lapisan kerikil = 20 – 30 cm
Tebal lapisan pasir = 20 – 30 cm

IV-23
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima
LAPORAN PENDAHU
LUAN

Kadar air = 20%


Kadar solid = 80%
(Sumber : Rancangan Peraturan Menteri PU tahun 2014 tentang
Penyelenggaraan Pengembangan Sistem Pengelolaan Air
Limbah)

IV-24
DED Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Kota Bima

Anda mungkin juga menyukai