Anda di halaman 1dari 7

TOKSISITAS UNSUR-UNSUR HERBAL

Kebanyakan obat-obat herbal umumnyacukup aman untuk penggunaan klinis,


bukan karena obat-obat ini “alami” tetapi sejarah penggunaannya yang panjang
telah mengungkapkan beberapa efek merugikan. Penggunaan tradisional tidak
selalau merupakan indikasi keamanan yang terpercaya dank arena banyak paseian
yang tidak menganggap fitomedis sebagai “obat”, suatu hubungan mungkin belum
terjalin antara obat dan masalahnya. Selain itu, interval yang panjang antara
penggunaan obat dan onset reaksi dapat mempersulit hubungan tersebut. Seperti
pada semua obat, efek samping, yang diuraikan dalam monografi masing-masing
herba, dan kemungkinan adanya iteraksi dengan obat-obat lain; tetapi ini
merupakan akibat penggunaan terapeutik herba tersebut dan penerapan rasio
resiko: manfaatnya yang lazim. Masalah yang timbul akibat salah identifikasi,
keragaman komposisi, overdosis, kontaminasi oleh mikroorganisme, pestisida,
atau logam berat adalah masalah-masalh mutu: namun, ada sejumlah unsur toksik
yang diketahui dan tidak memberikan manfaat kesehatan yang jelas, dan herba
yangmengandung unsur-unsur toksik tersebut harus dihindari. Reaksi alergi dapat
disebabkan oleh semua obat, dan respon idiosinkrasi yang terkandung didalamnya
tidak dapat diramalkan; hal ini tentu saja tidak terbatas hanya pada tumbuhan
obat, meskipun beberapa family tumbuhan (misalanya Astaraceae,
Ranunculaceae) terkenal karena kemampuannya untuk menimbulkan alergik
(alerginisitas).

Alkaloid pirolizidin

Alkaloid ini hanya pernah dilaporkan terdapat dalam family tumbuhan


Boraginaceae, Asteraceae, Leguminosae, Apocynaceae, Ranunculaceae dan
Scrophulariaceae, dan tidak terdapat dalam semua spesies. Herba obat yang
memiliki alkaloid ini antara lain comfrey (Symphytum spp.), butterbur (Petasites
hybridus), alkanet (Alkanna tinctoria, Boraginaceae), coltsfoot (Tussilago
farfara), hemp agrimony (Eupatorium cannabinum, Asteraceae). Tidak semua
alkaloid pirolizidin bersifat toksik, hanya yang tak jenuh pada posisi 1,2 (misalnya
senesionin; Gbr. 10.2). Alkaloid-alakolid ini merupakan toksin hati dan dapat
menimbulkan penyakit veno-oklusif pada vena hati dan juga bersifat
hepatokarsinogenik, dan efek-efeknya kumulatif. Beberapa contoh klinis yang
terdokumentasi dapat ditemukan dalam pustaka. Meskipun sangat toksik, senyawa
tersebut secara kimia cukup labil sehingga tidak memiliki resiko serius seperti
dugaan awal, setidaknya dalam obat-obat herbal yang telah mengalami proses
panjang dengan menggunakan panas. Sebagai contoh, ketika enam sampel daun
comfrey yang diperdagangkan diuji, tak satupun alkaloid ini yang terdeteksi;
namun, dalam tumbuhan segar, dan juga contoh akar, alkaloid tersebut terdapat
dalam jumlah yang banyak. Dosis maksimum total alkalid ini yang dianjurkan
adalah kurang dari 1 µg per hari selama kurang dari enam minggu per tahun. Jika
produk herbal, yang mengandung alkaloid ini, akan digunakan (dan beberapa
diantaranya sangat bermanfaat, isalnya butterbur dan coltsfoot; lihat Bab 15),
kandungannya harus diperkirakan dan jika perlu alkaloid tersebut harus
dihilangkan sebelum digunakan.

GAMBAR STRUKTUR SENESIONIN

Asam aristolokat

Kebanyakan spesies birthworth (Aristolochia, dikenal sebagai akar ular)


mengandung asam aristolokat dan aristolaktam. Senyawa-senyawa ini dulu
digunakan sebagai obat anti radang dan juga sebagai kontrasepsi di India, yang
telah ditemukan sebagai salah satu bahandalam formula pelangsing badan
bersama dengan deksfenfluramin. Senyawa-senyawa ini tidak lagi digunakan
dalam pengobatan herbal dan dilarang diperdagangkan di Eropa dan AS, tetai
mungkin terdapat dalam obat-obat yang impor dari Cina, dan A.Fangchi telah
diketahui menggantikan Stephania tetranda. Asam aristolokat A (Gbr. 10.3)
bersifat nefrotoksik dan telah menyebabkan beberapa kematian akibat gagal
ginjal.herba yang mengandung zat-zat ini harus dihindari.

GAMBAR STRUKTUR ASAM ARISTOLOKAT A

Monoterpen dan Fenilpropanoid

Kebanyakan monoterpen dan sisterkuiterpen yang telah ditemukan dalam minyak


atsiri cukup aman, tetapi menyebabkan iritasi jika digunakan tanpa diencerkan,
dan alergi pada orang-orang yang peka. Namun beberapa senyawa ini telah
terbukti karsinogenik, contohnya safrol (dari kulit kayu Sassafras), dan β-asaron
(dari Acorus calamus) (Gbr. 10.4). Senyawa tersebut ternyata tidak menimbulkan
masalah jika terdapat dalam jumlah yang sedikit dalam minyak lain. Metistisin,
dari pala, bersifat toksik jika dosisnya besar, dan kemungkinan dimetabolisme
secara in-vivo menjadi bentuk metilen dioksimetamfetamin yang bersifat
halusinogenik. Tujon (Gbr. 10.4), yang terdapat dalam wormwood (Artemisia
absinthium) dan dalam liqueur absinthe, juga bersifat toksik dan halusinogenik.

GAMBAR STRUKTUR SAFROL, Β-ASARON, TUJON


Lakton seskuiterpen

Senyawa ini terdapat dalam banyak tumbuhan Asteraceae, dan sering


menghasilkan aktivitas biologis herba. Sebagian senyawa ini sitotoksikdan
sebagian lagi sangat alergenik. Hal ini dapat menimbulkan masalah jika terjadi
kesalah identifikasi, misalnya, mayweed (Anthemis cotula) yang salah
diidentifikasi sebagai salah satu kamomil (Anthemis nonbilis atau Matricaria
chamaemelum). Antekotulida (Gbr. 10.5) adalah salah satu allergen tersebut, dan
terdapat dalam beberapa spesies Compositae.

GAMBAR STRUKTUR ANTHECOLIDA

Ester diterpen

Ester-ester forbol, dafnan, dan ingenol ditemukan dalam tumbuhan Euphorbiaceae


dan Thymeliaceae. Beberapa ester sangat proradang dan diketahui mengaktifkan
kinase C, dan juga memiliki aktifitas peningkat tumor (ko-karsinogenik).
Senyawa yang terpenting adalah tetrradekanoilforbol asetat (dulu dikenal sebagai
forbol miristat asetat; Gbr. 10.6), yaitu salah satu senyawa yang penting dalam
pemeriksaan biokimia yang digunakan dalam penelitian farmakologis. Beberapa
tumbuhan ini dulu digunakan sebagai laksatif drastic (missal minyak kroton, dari
Croton lignium, Euphorbiaceae), tetapi kini tidak boleh ada dalam produk herbal.
Lektin dan aglutinin dalam tumbuhan

Kacang jarak, yang digunakan umtuk menghasilkan minyak jarak digunakan


dalam obat-obatan dan kosmetik, mengandung lektin yang toksik, yaitu risin.
Senyawa ini didenaturasi selama pembuatan minyak, tetapi minyak tersebut, dan
batang tunas yang tersisa (yang digunakan sebagai pakan hewan) tidak boleh
digunakan sebelum diolah dengan panas.

Pokeweed ( Phytolacca Americana), yang terkadang digunakan sebagai suatu


herbal antiradang, mengandung fitoaglutinin yang disebut motogen pokeweed.
Mitogen ini telah diketahui menyebabkan gangguan gastrointestinal jika
digunakan dalam bentuk herbal segar, tetapi karena labil terhadap panas, senyawa
tersebut dapat terdenaturasi selama pengolahaan.

Furanokumari

Beberapa furanokumarin (misalnya psoralen, xantotoksin dan imperatonin), yang


ditemukan dalam giant hogweed (Heracleum mantegazzianum) dan tumbuhan
Umbeliferae lainnya, serta dalam beberapa kulit jeruk, bersifat fototoksik dan
menyebabkan fotodermatitis dan ruam ketika berkontak. Senyawa ini memiliki
sedikit penggunaan yang resmi pada terapi PUVA (psoralen plus radiasi UV-A)
dalam pengobatan psoriasis, tetapi ini merupakan suatu terapi tak lazim yang
hanya digunakan di klinik rumah sakit spesialis. Senyawa-senyawa ini diketahui
membentuk produk adisi dengan DNA, seperti yang diperlihatkan pada Gbr. 10.7.
Turunan urusiol

Senyawa urusiol (Gbr. 10.8), asam anakardat, dan asam ginkgolat merupakan
senyawa fenolat dengan rantai samping yang panjang. Senyawa urusiol ditemukan
dalam poison ivy (Toxicodendron radicans) dan phone k beracun (T.
quercifolium) dan dapat menyebabkan eksim yang parah. Ini adalah masalah yang
banyak terjadi di AS, tetapi lebih sedikit di Eropa. Asam anakardat kurang toksik;
ditemukan dalam cairan yang melapisi kacang mede (Anacardium occidentale).
Asam ginkgolat terkadang diduga menyebabkan reaksi alergi; namun, senyawa ini
lebih banyak terdapat dalam tubuh Ginkgobiloba daripada di dalam daunnya, yang
merupakan bagian yang bermanfaat sebagai obat. Ginkgo jarang menyebabkan
jenis reaksi ini sehingga dalam praktik dianggap tidak membahayakan kesehatan.

DAFTAR PUSTAKA
Barmes J, Anderson L, Philipson JD 2002 Herbal medicines. A guide for health
care professionals, 2nd edn. Pharmaceutical press, London

Barenbaum M 1989 What is synergyt Pharmacological Reviews 41:93-141

Duke JA, Bodenschutz-Godwin 1999 The synergicprinciple on plants, pathogens,


insects, herbivores and humans. In: Kauffmann et al (eds) Natural products from
plants. CRC Press, New York, p 183-205

Houghton P (ed) 1999 Valeriana. Medicinal and aromatic plants: industrial


profile, vol 1, Harwood Academic Publishers, The Netherlands, p 55-75

Miller LG, Murray WJ 1998 Herbal medicinal. A clinician’s guide.


Pharmaceutical Products Press, USA

Wagner H 1999 New targets in the phytopharmacology of plants. In: Herbal


medicine, a concise overview for healthcare professionals. Butterworth-
Heinemann, Oxford, p 34-42

Williamson EM 2001 Synergy and other interactions in phytomedicines.


Phytomrdicines 8(5): 401-409

Anda mungkin juga menyukai