Anda di halaman 1dari 4

“Nursing Advocacy”

Nursing advocacy adalah suatu proses dimana perawat secara objektif memberikan klien informasi yang
dibutuhkan untuk membuat keputusan dan mendukung klien apapun keputusannya. Perawat sebagai
advokat yaitu sebagai penghubung antara klien dan tim kesehatan lain. Membela dan melindungi
kepentingan klien dan membantu klien memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang
diberikan tim kesehatan.

Peran Advokat Keperawatan :

Melindungi hak klien sebagai manusia dan secara hukum

Membantu klien dalam menyatakan hak-haknya bila dibutuhkan

Memberi bantuan yang mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi

KASUS

Ibu Jonah, 50 tahun, datang dengan keluhan nyeri saat BAK. Ibu Jonah mengeluhkan bila BAK hanya
sedikit-sedikit dan itupun terasa panas di perkemihan. Keluhan BAK di malam hari meningkat (lebih dari
5 kali) serta sering kali celana dalamnya basah tanpa sadar bahwa beliau telah BAK. Hal ini sangat
menggangu aktifitas beliau dan membuat tidak nyaman.

Dari kasus diatas, ada beberapa tindakan yang harus kita lakukan.

Ibu Jonah mengeluhkan nyeri saat BAK, tindakan yang harus kita lakukan aldalah mengkaji tingkat nyeri
dengan menggunakan skala nyeri 1 – 10. Untuk pembagiannya sebagai berikut.

Tingkat nyeri 1 – 3 berarti nyeri dalam keadaan ringan,

Tingkat 4 – 6 berarti nyeri dalam keadaan sedang,

Tingkat 7 – 10 berarti nyeri dalam keadaan berat,

Tingkat 10 berarti nyeri dalam keadaan sangat berat sekali.

Ibu Jonah mengeluhkan bila BAK hanya sedikit-sedikit dan terasa panas di perkemihan, tindakan yang
harus kita lakukan adalah :

Dengan BAK yang sedikit-sedikit maka kita harus memasangi kateter, tetapi sebelumnya kita harus
melakukan inform concent untuk advocacy kepada pihak keluargank klien dan tenaga kesehatan itu
sendiri.
Bila BAK, terasa panas di perkemihan, berarti itu adanya tanda-tanda infeksi, maka kita harus memberi
terapi antibiotika kepada pasien. Adapun tanda-tanda infeksi itu antara
lain rubor (kemerahan), kalor(panas), dolor (rasa sakit), dan tumor (pembengkakan).

Keluhan BAK di malam hari meningkat (lebih dari 5 kali) serta sering kali celana dalamnya basah tanpa
sadar bahwa beliau telah BAK, tindakan yang harus kita lakukan adalah :

Dengan BAK di malam hari meningkat (lebih dari 5 kali), maka itu bisa terjadi gejala Diabetes Millitus,
dimana tanda-tanda diabetes secara umum adalah :

– Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)

– Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)

– Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)

– Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)

– Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya

– Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki

– Cepat lelah dan lemah setiap waktu

– Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba

– Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya

– Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl
atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai level 180
mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random (sewaktu) dapat membantu
diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih
lagi bila dia atas 200 mg/dl.

Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan
mengurangi berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka
pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet
tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah.
Ibu Jonah sering kali celana dalamnya basah tanpa sadar bahwa beliau telah BAK, berarti ibu Jonah
terkena Inkontinensia Urin yaitu pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang
cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan sosial. Variasi dari inkontinensia urin
meliputi keluar urin hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga
disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses). Ini merupakan salah satu keluhan utama
terutama pada penderita lanjut usia.

Penyebab Inkontinensia Urine (IU) antara lain terkait dengan gangguan di saluran kemih bagian bawah,
efek obat-obatan, produksi urin meningkat atau adanya gangguan kemampuan/keinginan ke toilet.
Gangguan saluran kemih bagian bawah bisa karena infeksi. Jika terjadi infeksi saluran kemih, maka
tatalaksananya adalah terapi antibiotika. Apabila vaginitis atau uretritis atrofi penyebabnya, maka
dilakukan tertapi estrogen topical. Terapi perilaku harus dilakukan jika pasien baru menjalani
prostatektomi. Dan, bila terjadi impaksi feses, maka harus dihilangkan misalnya dengan makanan kaya
serat, mobilitas, asupan cairan yang adekuat, atau jika perlu penggunaan laksatif.

Inkontinensia Urine juga bisa terjadi karena produksi urin berlebih karena berbagai sebab. Misalnya
gangguan metabolik, seperti diabetes melitus, yang harus terus dipantau. Sebab lain adalah asupan
cairan yang berlebihan yang bisa diatasi dengan mengurangi asupan cairan yang bersifat diuretika
seperti kafein.

Gagal jantung kongestif juga bisa menjadi faktor penyebab produksi urin meningkat dan harus dilakukan
terapi medis yang sesuai. Gangguan kemampuan ke toilet bisa disebabkan oleh penyakit kronik, trauma,
atau gangguan mobilitas. Untuk mengatasinya penderita harus diupayakan ke toilet secara teratur atau
menggunakan substitusi toilet. Apabila penyebabnya adalah masalah psikologis, maka hal itu harus
disingkirkan dengan terapi non farmakologik atau farmakologik yang tepat. Pasien lansia, kerap
mengonsumsi obat-obatan tertentu karena penyakit yang dideritanya. Nah, obat-obatan ini bisa sebagai
‘biang keladi’ mengompol pada orang-orang tua. Jika kondisi ini yang terjadi, maka penghentian atau
penggantian obat jika memungkinkan, penurunan dosis atau modifikasi jadwal pemberian obat.
Golongan obat yang berkontribusi pada IU, yaitu diuretika, antikolinergik, analgesik, narkotik, antagonis
adrenergic alfa, agonic adrenergic alfa, ACE inhibitor, dan kalsium antagonik. PATOFISIOLOGI

Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:

– Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Bisa
juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing.

– Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.

– Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam
kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.
Dalam masalah ini kita dapat melakukan pemasangan pempres kepada pasien, karena BAK yang tidak
disadari, tetapi sebelumnya harus kita berikan penkes kepada pasien serta keluarganya mengenai
bagaimana cara pemasangan serta penggunaan pempres ketika pasien beraktivitas.

Dengan adanya tindakan yang dilakukan oleh perawat seperti langkah-langkah diatas, semoga itu akan
dapat mengurangi sekaligus memulihkan keadaan pasien sehingga pasien merasa aktifitasnya tidak
terggangu lagi dan beliau merasa nyaman kembali .

Anda mungkin juga menyukai