DASAR TEORI
20
sebagian air akan meresap ke dalam tanah melalui peristiwa yang disebut infiltrasi.
Sebagian lagi akan kembali ke atmosfir melalui penguapan dan transpirasi oleh
tanaman (evapotranspirasi).
Di bawah permukaan tanah, pori-pori tanah berisi air dan udara. Daerah ini
dikenal sebagai zona kapiler (vadoze zone), atau zona aerasi. Air yang tersimpan di
zona ini disebut kelengasan tanah (i), atau air kapiler. Pada kondisi tertentu air dapat
mengalir secara lateral pada zona kapiler, proses ini disebut interflow. Uap air
dalam zona kapiler dapat juga kembali ke permukaan tanah kemudian menguap.
Kelebihan kelengasan tanah akan ditarik masuk oleh gravitasi dan proses ini
disebut drainase gravitasi. Pada kedalaman tertentu, pori-pori tanah atau batuan
akan jenuh air. Batas atas zona jenuh air disebut muka air tanah (watertable). Air
yang tersimpan dalam zona jenuh air disebut air tanah. Air tanah ini bergerak
sebagai air tanah melalui batuan atau lapisan tanah sampai akhirnya keluar ke
permukaan sebagai sumber air (spring) atau sebagai rembesan ke danau, waduk,
sungai atau laut (Suripin, 2004).
Gambar 3.1
Skema Siklus Hidrologi
21
jumlah yang berlebihan terutama pada musim hujan. Selain itu, sistem penyaliran
tambang dalam penelitian ini dimaksudkan untuk menjaga agar tidak ada genangan
air pada front penambangan dan stockpile batugamping sehingga tidak mengganggu
proses penambangan dan proses pengolahan selanjutnya.
22
terbuka adalah air hujan. Curah hujan yang tinggi di wilayah indonesia sangat
mempengaruhi kegiatan tambang terbuka maka perlu dilakukan penanganan air
pada lokasi penambangan.
Pengolahan data curah hujan dimaksudkan untuk memperoleh data curah
hujan yang siap dipakai untuk membuat perencanaan sistem penyaliran tambang.
Pengolahan data curah hujan dapat ditempuh dengan beberapa metode, namun
dalam penelitian ini digunakan metode Gumbell, yaitu :
𝑋̅ = (∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 )/𝑛 ..................................................................(3.1)
Keterangan :
𝑥̅ = rata-rata hujan maksimum
xi = Curah hujan maksimum data ke-i
n = Jumlah data
Xt = 𝑥̅ + k.Sd .......................................................................(3.2)
Keterangan :
(standar deviasi dari reduksi variat, tergantung dari jumlah data (n))
k = Reduced Variate Factor
k = (Yt – Yn ) / Sn /𝑛
Yt = Reduced Variate
(nilai reduksi variat dari variabel yang diharapkan terjadi pada PUH)
Sd = Standard deviation
23
adalah satu kali dalam batas periode ulang tahun yang ditetapkan.
Penentuan periode ulang hujan dilakukan dengan menyesuaikan data dan
keperluan pemakaian saluran yang berkaitan dengan umur tambang serta tetap
memperhitungkan resiko hidrologi (Hidrology Risk).
Pemilihan periode ulang hujan lebih ditekankan pada masalah kebijakan dan
resiko yang perlu diambil sesuai kegiatan yang akan direncanakan. Menurut Kite,
G.W. ( 1977 ), pedoman untuk menentukan PUH dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1
Periode Ulang Hujan Recana
Keterangan Periode ulang hujan (tahun)
Keterangan :
Pr = Resiko hidrologi (kemungkinan suatu kejadian akan terjadi minimal satu kali
pada periode ulang tertentu).
Tr = Periode ulang
TL = Umur Tambang (tahun)
24
dinotasikan dengan huruf ’’I’’. Kondisi yang menggambarkan hubungan derajad
curah hujan dan intensitas curah hujan dapat dilihat pada tabel 3.2.
Tabel 3.2
Keadaan Curah Hujan dan Intensitas Curah Hujan
Derajad curah Intensitas curah
Kondisi
hujan hujan (mm/jam)
Hujan
sangat < 1,20 Tanah agak basah atau dibasahi sedikit
lemah
Hujan lemah 1,20 – 3,00 Tanah menjadi basah semuanya
Hujan
3,00 – 18,0 Bunyi hujan terdengar
normal
Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan
Hujan deras 18,0 – 60,0 bunyi keras hujan terdengar berasal dari
genangan
Hujan Hujan seperti ditumpahkan, sehingga saluran dan
> 60
sangat deras drainase meluap.
Sumber : Suripin, 2004
Untuk menentukan intensitas hujan dihitung dengan menggunakan rumus
Mononobe, yaitu :
2/3
R 24
I 24 ….………………………………………………(3.4)
24 t
Keterangan:
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
R24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
t = Durasi hujan (jam)
25
Untuk memperkirakan debit air limpasan maksimal digunakan rumus
rasional, yaitu :
Q = C.I.A
Q = C.I(mm/jam).A(km2)
Q = C.I(10-3 m/jam).A(106 m2)
Q = C.I.A (103 m3/3600 detik)
Q = 0,278. C. I. A ...........................................................................(3.5)
Keterangan:
Q = Debit air limpasan (m3/detik)
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah limpasan (km2)
Koefisien limpasan dipengaruhi oleh faktor-faktor tutupan tanah, kemiringan,
serta intensitas dan lamanya hujan. Koefisien ini merupakan suatu konstanta yang
menggambarkan dampak proses infiltrasi, penguapan, kondisi penggunan lahan,
dan kemiringan lahan. Jadi yang harus diperhatikan dalam penentuan koefisien
limpasan adalah :
1) Kerapatan Vegetasi
Daerah dengan vegetasi yang rapat akan memberikan nilai Koefisien
limpasan yang kecil, karena air hujan yang jatuh tidak langsung mengenai tanah,
tetapi akan tertahan oleh tumbuh-tumbuhan dan akan memperbesar infiltrasinya.
Sebaliknya bila hujan jatuh ditanah yang gundul, akan memberikan nilai Koefisien
limpasan yang besar.
2) Tata Guna Lahan
Lahan persawahan atau rawa-rawa akan memberikan nilai koefisien limpasan
yang kecil daripada daerah hutan atau perkebunan, karena air hujan yang jatuh
didaerah persawahan akan tertahan oleh petak-petak sebelum akhirnya menjadi
limpasan permukaan.
3) Kemiringan Tanah
Daerah dengan kemiringan yang kecil (<1%) menghasilkan nilai koefisien
limpasan yang kecil, karena infiltrasi yang terjadi akan lebih besar dari pada daerah
dengan kemiringan tanah yang sedang atau curam.
26
Menurut Suripin (lihat tabel 3.3) setiap permukaan tanah mempunyai
koefisien yang berbeda-beda berdasarkan faktor topografi, tanah, dan vegetasi.
Tabel 3.3
Nilai Koefisien Limpasan (Rudy Sayoga, 1999)
27
Setelah arah aliran air dibuat, maka dapat dilakukan perhitungan luas daerah
tangkapan hujan dengan menggunakan software autoCAD 2007. Perhitungan
dilakukan dengan membuat poligon tertutup 2D.
28
Dalam menentukan dimensi saluran bentuk trapesium yang memiliki
penampang hidrolik optimum digunakan persamaan sebagai berikut :
A = h2 √3 P = 2 h √3
ℎ
R = 0,5 . h a =
sin 𝜃
2
B = h √3
3
b =B+2xmxh
1
= B + 2. .h
√3
Keterangan :
A = Luas penampang basah saluran (m2)
P = Keliling basah (m)
R = Jari-jari hidrolik (m)
b = Lebar permukaan aliran (m)
B = Lebar dasar saluran (m)
a = Penampang sisi saluran dari dasar ke permukaan air (m)
d = Kedalaman penampang saluran (m)
h = Kedalaman aliran air (m)
penambahan tinggi jagaan adalah 15% dari d.
Kemiringan dinding saluran tergantung pada macam material atau bahan
yang membentuk saluran terbuka. Dimensi penyaliran bentuk trapesium dengan
luas penampang optimum dan mempunyai sudut kemiringan 600 , maka :
m = Cotg 𝛼
= Cotg 600
= 0,58
Sehingga harga b/d adalah :
B/h = 2 {(1+m2)0,5 – m}
B = 1,15 . h
Perhitungan kapasitas saluran terbuka dapat dihitung menggunakan rumus
Manning, yaitu :
Q = 1⁄𝑛. A . S1/2 . R2/3 …...……………………………………...(3.7)
Keterangan :
Q = Debit pengaliran maksimum (m3/detik)
29
A = Luas penampang (m2)
S = Kemiringan dasar saluran (%)
R = Jari-jari hidrolis (m)
n = Koefisien kekerasan dinding saluran menurut Manning (Tabel 3.4.)
Tabel 3.4
Koefisien Kekerasan Dinding Saluran Menurut Manning (n)
30
tambang (floor) yang paling rendah, jauh dari aktifitas penggalian material yang
ditambang, jenjang disekitarnya tidak mudah longsor, dekat dengan kolam
pengendapan, mudah untuk dibersihkan.
Gambar 3.3
Grafik Penentuan Volume Sump Air Tambang
3.5.3 Pompa
Pompa dan pipa digunakan dalam kegiatan penanganan air apabila air yang
masuk ke bukaan tambang tidak dapat dialirkan menurut hukum gravitasi. Air yang
keluar dari sump dianggap sebagai kapasitas pompa, karena penguapan dianggap
tidak berpengaruh.
Dalam perencanaan kebutuhan pompa, perlu diketahui debit yang diinginkan,
head yang dihasilkan berdasarkan rencana konstruksinya, kecepatan putaran mesin
(RPM), efisiensi, dan daya mesin. Kemudian dari faktor-faktor tersebut
dihubungkan dalam grafik spesifikasi pompa.
Head (julang) adalah energi yang diperlukan pompa untuk mengalirkan
sejumlah air menuju tempat yang ditentukan.
Perhitungan Head total pompa dapat ditulis sebagai berikut:
𝑉2
H = hs + hp + hf + (2.𝑔).....………………………………………..(3.8)
Keterangan:
H = Head Total Pompa (m)
hs = Head Statis (m)
31
hp = perbedaan Head tekanan pada kedua permukaan air (m)
hf = Head untuk mengatasi berbagai hambatan pada pompa dan pipa (m), meliputi
head gesekan pipa, head belokan dan lain-lain.
𝑉2
(2.𝑔) = Head kecepatan (m)
Keterangan :
hp1 = Julang tekanan pada sisi isap
hp2 = Julang tekanan pada sisi keluaran
hp = Julang tekanan (m)
𝜌 = Massa jenis (Kg/m3)
𝑔 = Percepatan gravitasi (m/detik2)
𝑘𝑔 𝑚
𝛾 = Berat Jenis [𝜌. 𝑔] (𝑚3 𝑥 𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘 2)
32
Head kecepatan dinyatakan dengan persamaan :
𝑣2
hv= ( )…………..………………….....……………(3.12)
2. 𝑔
Keterangan :
hv = velocity head (m)
v2 = Kecepatan aliran fluida (air) dalam pipa (m/detik)
g = percepatan gravitasi bumi (m/detik2)
Keterangan :
λ = Koefisien kerugian gesek (0,020 + 0,0005/D)
L = Panjang pipa (m)
v = Kecepatan aliran air dalam pipa (m)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
D = Diameter dalam pipa (m)
b. Head Curve
Head Curve merupakan kerugian dalam pipa yang terjadi akibat adanya
belokan dan sambungan, head ini dapat ditentukan dengan mengggunakan
persamaan:
v2
hf2 = k ……………….………..……............................(3.14)
2g
Keterangan :
k = Koefisien tahanan, yang besarnya tergantung dari jenis sambungan
dan sudut belokan.
v = Kecepatan aliran air dalam pipa (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
33
𝐷 𝜃
k = [0,131 + 1,847 (2𝑅)3,5 ] x (90)0,5 ................................(3.15)
𝐷
R= 1 .........................................................................(3.16)
tan2 𝜃
Keterangan :
R = Jari-jari lengkung belokan pipa (m)
𝜃 = Sudut belokan pipa (°)
D = Diameter dalam pipa (m)
Keterangan :
f = Koefisien kerugian pada katup isap (lihat tabel 3.5)
v = Kecepatan aliran dalam pipa (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
34
kekeruhan pada sungai atau laut sebagai pembuangan akhir. Selain itu juga tidak
menimbulkan pendangkalan sungai akibat dari partikel padatan yang terbawa
bersama air.
Bentuk kolam pengendapan biasanya hanya digambarkan secara sederhana,
yaitu berupa kolam berbentuk empat persegi panjang, tetapi sebenarnya bentuk
tersebut dapat bermacam-macam, disesuaikan dengan keperluan dan keadaan
lapangannya. Walaupun bentuk kolam pengendapan dapat bermacam-macam,
menurut Huisman L (1977) terdapat empat zona sebagai akibat adanya proses
pengendapan partikel di dalam kolam pengendapan (lihat Gambar 3.4).
Empat zona tersebut adalah sebagai berikut :
a. Zona masukan, tempat dimana air lumpur masuk ke dalam pengendapan
dengan asumsi campuran air dan padatan terdistribusi secara seragam. Zona
ini panjangnya 0,5-1 kali kedalaman kolam (1).
b. Zona pengendapan, tempat dimana partikel padatan (solid) akan mengendap.
Panjang zona pengendapan adalah panjang kolam pengendapan dikurangi
panjang zona masuk dan keluaran (2).
c. Zona endapan lumpur, tempat dimana partikel padatan dalam cairan (lumpur)
mengalami pengendapan (terpisah dari cairan) dan terkumpul di dasar kolam
pengendapan (3).
d. Zona keluaran, tempat keluarnya buangan cairan yang jernih. Panjang zona
ini kira-kira sama dengan kedalaman kolam pengendapan, diukur dari ujung
lubang pengeluaran (4).
1. Ukuran Kolam Pengendapan
Luas kolam pengendapan secara analitis dapat dihitung berdasarkan
parameter dan asumsi sebagai berikut :
a. Hukum Stokes berlaku bila persen padatan kurang dari 40%, sedangkan untuk
persen padatan lebih besar dari 40% maka berlaku hukum Newton.
b. Diameter partikel padatan tidak lebih dari 9 x 10-6 m, karena jika lebih besar
akan diperoleh ukuran luas kolam yang tidak memadai.
c. Kekentalan air 1,31 x 10-6 kg/m.detik (Rijn,L.C.Van, 1985).
Luas kolam pengendapan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
𝑄𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
A= 𝑉𝑡
..............................................................................(3.18)
35
Tabel 3.5
Koefisien kerugian dari berbagai katup
Jenis Diameter (mm)
Katup 100 150 200 250 300 400 500 600 700 800 900 1000 1200 1350 1500 1650 1800 2000
Katup 0,14 0,12 0,10 0,09 0,07 =0
Sorong
Katup kupu- 0,6-0,16 (bervariasi menurut konstruksi dan diameternya)
kupu
Katup putar 0,09-0,026 (bervariasi menurut diameternya)
Katup cegah 1,2 1,15 1,1 1,0 0,98 0,96 0,94 0,92 0,9 0,88
jenis ayun
Ketup cegah
tutup-cepat 1,2 1,15 1,1 1,0 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4
jenis tekanan
Katup cegah
jenis angkat 1,44 1,39 1,34 1,3 12
bebas
Katup cegah
tutup-cepat 7,3 6,6 5,9 5,3 4,6
jenis pegas
0,9-0,5 (bervariasi menurut
Katup kepak - - - - - - - - -
diameternya)
Katup isap
dengan 1,97 1,91 1,84 1,78 1,72
saringan
Sumber : Sularso dan Haruo Tahara, 1987
36
Keterangan :
A = Luas kolam pengendapan (m2)
Q total = Debit air yang masuk kolam pengendapan (m3/detik)
𝑉𝑡 = Kecepatan pengendapan partikel padat (m/detik)
Adapun rumus dari hukum Stokes apabila persen padatan dalam aliran <40%
:
𝑔 𝑥 𝐷2 𝑥 (𝜌𝑠− 𝜌𝑎)
𝑉𝑡 = ..........................................................(3.19)
18 𝑥 𝜇
Keterangan :
v = Kecepatan pengendapan partikel (m/detik)
g = Percepatan gravitasi (m/detik2)
s = Massa jenis partikel padatan (kg/m3)
2. Persentase Pengendapan
Perhitungan persentase pengendapan ini bertujuan untuk mengetahui berapa
banyak padatan yang mampu terendapkan di dalam kolam pengendapan. Data-data
yang menunjang untuk perhitungan persentase pengendapan antara lain persen
padatan dan persen air (%) yang terkandung dalam lumpur, kecepatan pengendapan
partikel (m/detik), dan dimensi kolam pengendapan yang sudah ada. Perhitungan
persentase pengendapan ditempuh dengan rumursan sebagai berikut.
Waktu yang dibutuhkan partikel padat untuk mengendap dengan kecepatan
(vt) sejauh (h) adalah (Gambar 3.5):
ℎ
tv = ..................................................................................(3.20)
𝑉𝑡
Keterangan :
tv = waktu pengendapan partikel padat (detik)
h = kedalaman kolam (m)
𝑚
𝑉𝑡 = kecepatan pengendapan partikel padat (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)
Waktu yang dibutuhkan partikel untuk keluar dari kolam pengendapan (th)
dengan kecepatan (vh) adalah :
37
𝑄𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙
𝑉ℎ = ............................................................................(3.21)
𝐴
Keterangan :
𝑉ℎ = kecepatan mendatar partikel padat (detik)
𝑚3
𝑄𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 = debit aliran air (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)
Keterangan :
th = waktu partikel padat keluar kolam (detik)
P = panjang keseluruhan kolam (m)
𝑚
𝑉ℎ = kecepatan mendatar partikel padat (𝑑𝑒𝑡𝑖𝑘)
Proses pengendapan dapat berjalan dengan baik, apabila (tv) tidak lebih besar
dari (th) maka berlaku rumus.
th
Persentase pengendapan = 𝑥 100% ...............................(3.23)
(th +tv )
Keterangan :
th = waktu partikel padat keluar kolam (detik)
tv = waktu pengendapan partikel padat (detik)
38
Gambar 3.4
Pembagian zona dalam kolam pengendapan
Penentuan jadwal pengerukan dapat dihitung dengan persamaan sebagai
berikut :
𝑉
T = 𝑉𝑇 ...............................................................................(3.25)
𝑃
Keterangan :
T = jadwal pengerukan kolam pengendapan (hari)
𝑉𝑇 = volume total kolam pengendapan (𝑚3 )
𝑚3
𝑉𝑃 = volume padatan yang berhasil terendapkan (ℎ𝑎𝑟𝑖)
39