Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Etika Prosesi Keperawatan


Etika profesi keperawatan merupakan alat untuk mengukur perilaku
moral dalam keperawatan. Dalam penyusunan alat pengukur ini, keputusan
diambil berdasarkan kode etik sebagai standar yang mengukur dan
mengevaluasi perilaku moral perawat.
Menurut American Ethics Commission Bureau on Teaching, tujuan etika
keperawatan adalah mampu:

1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur norma dalam praktek keperawatan.


2. Membentuk strategi atau cara dan menganalisis masalah norma yang terjadi
dalam praktek keperawatan.
3. Menghubungakn prinsip moral atau pelajaran yang baik dan dapat
dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada
Tuhan, sesuai dengan kepercayaan.

Perawat membutuhkan kemampuan untuk menghungkan dan


mempertimbangkan peran prinsipmoralitas, yaitu keyakinannya terhadap
tindakan yang dihubungkan ajaran agama dan perintah tuhan dalam :

1. Pelaksanaan kode perilaku yang disepakati oleh kelompok profesi, perawat


sendiri, maupun masyarakat.
2. Cara mengambil keputusan yang didasari oleh sikap kebiasaan dan pandangan
(hal yang dianggap benar). Menurut veatch, yang mengambil keputusan
tentang etika profesi keperawatan adalah perawat sendiri, tenaga kesehatan
lainya; dan etika yang berhubungan dengan pelayanan keperawatan ialah
masyarakat/orang awam yang menggunakan ukuran dan nilai umum sesuai
dengan tuntutan masyarakat.
Menurut nasional league for nursing (NLN [pusat pendidikan
keperawatan milik perhimpunan perawat amerika] ),pendidikan keperawatan
bertujuan:

1. Meningkatkan pengertian peserta didik tentang hubungan antarprofesi


kesehatan lain dan mengerti tentang peran dan fungsi anggota tim kesehatan
tersebut
2. Mengembangkan potensi pengambilan keputusan yang bersifat moralitas,
keputusan tentang baik dan buruk yang akan pertanggung jawabkan kepada
tuhan sesuai dengan kepercayaannya.
3. Mengembangkan sifat pribadi dan sikap prefesional peserta didik.
4. Mengembangkan pengetahuan dan keterampilan yang penting untuk dasar
praktik keperawatan prefesional. Diakui bahwa pengembangan keterampilan
ini dilema etika, artinya konflik yang dialami, yang memerlukan
pengambilan keputusan yang baik dan benar dipandang dari sudut profesi,
kemanusiaan, kemasyarakatan, kesehatan dan keperawatan.
5. Memberi kesempatan kepada peserta didik menerapkan ilmu dan prinsip etika
keperawatan dan dalam situasi nyata.

Pendidikan etika sangat penting dalam pendidikan keperawatan yang


berfungsi untuk meningkatkan kemampuan peserta didik tentang perbedaan
nilai, norma yang timbul dalam keputusan keperawatan. Namun, etika
keperawatan tidak cukup hanya diajarkan, tetapi harus ditanamkan dan
diyakinin oleh peserta didik melalui pembinaan, tidak saja dipendidikan,
tetapi dalam lingkungan pekerjaan dan lingkungan profesi.

2.2 Masalah Etika Dalam Profesi Keperawatan.


Pada bagian ini masalah etika keperawatan lebih khusus yang dapat ditemui
dalam praktik keperawatan, sesuai dengan yang diuraikan oleh Elis, Hartley (1980),
yang meliputi self-evaluation (evaluasi diri), evaluasi kelompok, tanggung jawab
terhadap peralatan dan barang, merekomendasikan klien pada dokter, menghadapi
asuhan keperawatan yang buruk, serta masalah peran merawat dan mengobati
(Sciortino, 1991).
Adapun permasalahan etik yang yang sering muncul banyak sekali, seperti berkata
tidak jujur (bohong), abortus, menghentikan pengobatan, penghentian pemberian
makanan dan cairan, euthanasia, transplantasi organ serta beberpa permasalahan etik
yang langsung berkaitan dengan praktek keperawatan, seperti: evaluasi diri dan
kelompok, tanggung jawab terhadap peralatan dan barang, memberikan rekomendasi
pasien pad dokter, menghadapi asuhan keperawatan yang buruk, masalah peran
merawat dan mengobati (Prihardjo,1995).
Disini akan dibahas sekilas beberapa hal yang berikaitan dengan masalah etik yang
berkaitan langsung pada praktik keperawatan, yaitu :

1. Konflik Etik antara Teman Sejawat


Keperawatan pada dasarnya ditujukan untuk membantu pencapaian kesejahteraan
pasien. Untuk dapat menilai pemenuhan kesejahteraan pasien, maka perawat harus
mampu mengenal/tanggap bila ada asuhan keperawatan yang buruk dan tidak bijak,
serta berupaya untuk mengubah keadaan tersebut. Kondisi inilah yang sering sering
kali menimbulkan konflik antara perawat sebagai pelaku asuhan keperawatan dan
juga terhadap teman sejawat. Dilain pihak perawat harus menjaga nama baik antara
teman sejawat, tetapi bila ada teman sejawat yang melakukan pelanggaran atau
dilema etik hal inilah yang perlu diselesaikan dengan bijaksana.
2. Menghadapi Penolakan Pasien terhadap Tindakan Keperawatan
Masalah ini sering juga terjadi, apalagi pada saat ini banyak bentuk-bentuk
pengobatan sebagai alternative tindakan. Dan berkembangnya tehnologi yang
memungkinkan orang untuk mencari jalan sesuai dengan kondisinya. Penolakan
pasien menerima pengobatan dapat saja terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa factor,
seperti pengetahuan, tuntutan untuk dapat sembuh cepat, keuangan, social dan lain-
lain. Penolakan atas pengobatan dan tindakan asuhan keperawatan merupakan hak
pasien dan merupakan hak outonmy pasien, pasien berhak memilih, menolak segala
bentuk tindakan yang mereka anggap tidak sesuai dengan dirinnya, yang perlu
dilakukan oleh perawat adalah menfasilitasi kondisi ini sehingga tidak terjadi konflik
sehingga menimbulkan masalah-masalah lain yang lebih tidak etis.

3. Masalah antara peran merawat dan mengobati


Berbagai teori telah dijelaskan bahwa secara formal peran perawat
adalah memberikan asuhan keperawatan, tetapi dengan adanya
berbagai factor sering kali peran ini menjadai kabur dengan peran
mengobati. Masalah antara peran sebagai perawat yang memberikan
asuhan keperawatan dan sebagai tenaga kesehatan yang melakuka
pengobatan banyak terjadi di Indonesia, terutama oleh perawat yang
ada didaerah perifer (puskesmas) sebagai ujung tombak pelayanan
kesehatan kepada masyarakat.
Dari hasil penelitian, Sciortio (1992) menyatakan bahwa pertentangan
antara peran formal perawat dan pada kenyataan dilapangan sering
timbul dan ini bukan saja masalah Nasional seperti di Indonesia, tetapi
juga terjadi di Negara-negara lain.Walaupun tidak diketahui oleh
pemerintah, pertentangan ini mempunyai implikasi besar. Antara
pengetahuan perawat yang berhubungan dengan asuhan keperawatan
yang kurang dan juga kurang aturan-aturan yang jelas sebagai bentuk
perlindungan hukum para pelaku asuhan keperawatan hal inisemakin
tidak jelas penyelesaiannya.
3. Berkata jujur atau tidak jujur.
Didalam memberikan asuhan keperawatan langsung sering kali perawat tidak
merasa bahwa, saat itu perawat berkata tidak jujur. Padahal yang dilakukan
perawat adalah benar (jujur) sesuai kaedah asuhan keperawatan.
Sebagai contoh: sering terjadi pada pasien yang terminal, saat perawat ditanya
oleh pasien berkaitan dengan kondisinya, perawat sering menjawab “tidak
apa-apa ibu/bapak, bapak/ibu akan baik, suntikan ini tidak sakit”. Dengan
bermaksud untuk menyenangkan pasien karena tidak mau pasiennya sedih
karena kondisinya dan tidak mau pasien takut akan suntikan yang diberikan,
tetapi didalam kondisi tersebut perawat telah mengalami dilema etik. Bila
perawat berkata jujur akan membuat sedih dan menurunkan motivasi pasien
dan bila berkata tidak jujur, perawat melanggar hak pasien.

5. Tanggung Jawab Terhadap Peralatan dan Barang


Dalam bahasa Indonesia dikenal istilah menguntil atau pilfering, yang berarti
mencuri barang-barang sepele/kecil. Sebagai contoh: ada pasien yang sudah
meninggal dan setalah pasien meninggal ada barang-barang berupa obat-
obatan sisa yang belum dipakai pasien, perawat dengan seenaknya
membereskan obat-obatan tersebut dan memasukan dalam inventarisasi
ruangan tanpa seijin keluarga pasien.
Hal ini sering terjadi karena perawat merasa obat-obatan tersebut tidak ada
artinya bagi pasien, memang benar tidak artinya bagi pasien tetapi bagi
keluarga kemungkinan hal itu lain. Yang penting pada kondisi ini adalah
komunikasi dan informai yang jelas terhadap keluarga pasien dan ijin dari
keluarga pasien itu merupakan hal yang sangat penting, Karena walaupun
bagaimana keluarga harus tahu secara pasti untuk apa obat itu diambil.
Perawat harus dapat memberikan penjelasan pada keluarga dan orang lain
bahwa menggambil barang yang seperti kejadian diatas tidak etis dan tidak
dibenarkan karena setiap tenaga kesehatan mempunyai tanggung jawab
terhadap peralatan dan barang ditempat kerja.

Prinsip-prinsip Etika Keperawatan


1. Otonomi
Prinsip otonomi merupakan bentuk resfek terhadap seseorang atau dipandang sebagai
persetujuan tanpa paksaan dan bertindak secara rasional.
Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut
pembedaan diri.
2. Berbuat Baik
Berbuat baik berarti hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan memerlukan
pencegahan kesalahan atau kejahatan, dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang
lain.
3. Keadilan
Keadilan dibutuhkan demi tercapainya derajat dan keadilan terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan.
4. Tidak Merugikan
Prinsip tidak merugikan ini mengandung arti tidak meninbulkan bahasa fisik dan
psikologis pada klien.
5. Kejujuran
Prinsip kejujuran artinya penuh kebenaran yang berhubungan dengan kemampuan
seseorang mengatakan kebenaran.
6. Menepati Janji
Prinsip menepati janji dibutuhkan individuuntuk menghargai janji dan komitmennya
terhadap orang lain.
7. Kerahasiaan
Prinsip kerahasiaan adalah bahwa informasi tentang klien harus dijaga sunguh-
sunguh sebab merupakan sesuatu yang privasi.
8. Akuntabilitas
Akuntabilitas merupakan standar pasti bahwa tindakan seseorang yang profesional
harus dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

Pengertian Hukum Kesehatan dan Keperawatan


Hukum kesehatan adalah semua peraturan hukum yang berhubungan langsung pada
pelayanan kesehatan dan penerapannya pada hukum perdata, hukum administrasi dan
hukum pidana (UU Kesehatan No. 23 tahun 1992).
Hukum kesehatan adalah kumpulan peraturan yang berkaitan langsung dengan
pemberian perawatan dan juga penerapannya kepada hukum perdata, hukum pidana
dan hukum administrasi (Prot. Van der Miju).
Fungsi Hukum dalam pelayanan keperawatan

1. Memberikan kerangka untuk menentukan tindakan keperawatan


2. Membedakan tanggung jawab dengan profesi yang lain
3. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan meletakkan
posisi perawat memiliki akuntabilitas di bawah hukum

PPNI dan Pengesahan Undang- Undang praktik Keperawatan.


Dalam peringatan Hari Perawat Sedunia ini yang jatuh tanggal 12 mei, Persatuan
Perawat Nasional Indonesia (PPNI) lebih mendorong disahkannya Undang-Undang
Praktik Keperawatan. Hal ini karena:

1. Keperawatan sebagai profesi memiliki karateristik yaitu, adanya kelompok


pengetahuan (body of knowledge) yang melandasi keterampilan untuk
menyelesaikan masalah dalam tatanan praktik keperawatan; pendidikan yang
memenuhi standar dan diselenggarakan di Perguruan Tinggi; pengendalian
terhadap standar praktik; bertanggungjawab dan bertanggungugat terhadap
tindakan yang dilakukan; memilih profesi keperawatan sebagai karir seumur
hidup, dan; memperoleh pengakuan masyarakat karena fungsi mandiri dan
kewenangan penuh untuk melakukan pelayanan dan asuhan keperawatan yang
beriorientasi pada kebutuhan sistem klien (individu, keluarga,kelompok dan
komunitas).
2. Kewenangan penuh untuk bekerja sesuai dengan keilmuan keperawatan yang
dipelajari dalam suatu sistem pendidikan keperawatan yang formal dan
terstandar menuntut perawat untuk akuntabel terhadap keputusan dan tindakan
yang dilakukannya. Kewenangan yang dimiliki berimplikasi terhadap
kesediaan untuk digugat, apabila perawat tidak bekerja sesuai standar dan
kode etik. Oleh karena itu, perlu diatur sistem registrasi, lisensi dan sertifikasi
yang ditetapkan dengan peraturan dan perundang-undangan. Sistem ini akan
melindungi masyarakat dari praktik perawat yang tidak kompeten, karena
Konsil Keperawatan Indonesia yang kelak ditetapkan dalam Undang Undang
Praktik Keperawatan akan menjalankan fungsinya. Konsil Keperawatan
melalui uji kompetensi akan membatasi pemberian kewenangan
melaksanakan praktik keperawatan hanya bagi perawat yang mempunyai
pengetahuan yang dipersyaratkan untuk praktik. Sistem registrasi, lisensi dan
sertifikasi ini akan meyakinkan masyarakat bahwa perawat yang melakukan
praktik keperawatan mempunyai pengetahuan yang diperlukan untuk bekerja
sesuai standar.
3. Perawat telah memberikan konstribusi besar dalam peningkatan derajat
kesehatan. Perawat berperan dalam memberikan pelayanan kesehatan mulai
dari pelayanan pemerintah dan swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa
terpencil dan perbatasan. Tetapi pengabdian tersebut pada kenyataannya
belum diimbangi dengan pemberian perlindungan hukum, bahkan cenderung
menjadi objek hukum. Perawat juga memiliki kompetensi keilmuan, sikap
rasional, etis dan profesional, semangat pengabdian yang tinggi, berdisiplin,
kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat memegang teguh etika profesi.
Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki tujuan, lingkup profesi yang
jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama berbagai pihak (masyarakat,
profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya), keterwakilan yang seimbang,
optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan keselarasan, universal,
keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian interprofesional (WHO, 2002).
4. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan khususnya pelayanan
keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya pergeseran paradigma
dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model medikal yang
menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan pengobatan, ke
paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit dan gejala sebagai
informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Disamping itu,
masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan yang mudah dijangkau,
pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian integral dari pelayanan
kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada pemberian dan
penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
Undang- Undang praktik Keperawatan di Negara Tetangga
Negara-negara ASEAN seperti Philippines, Thailand, Singapore, Malaysia, sudah
memiliki Undang Undang Praktik Keperawatan (Nursing Practice Acts) sejak
puluhan tahun yang lalu. Mereka siap untuk melindungi masyarakatnya dan lebih siap
untuk menghadapi globalisasi perawat asing yang masuk ke negaranya dan
perawatnya bekerja di negara lain. Ketika penandatanganan Mutual Recognition
Arrangement di Philippines tahun 2006, posisi Indonesia, bersama dengan Vietnam,
Laos dan Myanmar, yang belum memiliki Konsil Keperawatan. Semoga apa yang
dilakukan oleh PPNI dapat mengangkat derajad bangsa ini dengan negara lain,
khususnya dalam pelayanan kesehatan.
Perawat telah memberi konstribusi yang cukup besar dalam pemberian pelayanan
kesehatan, akan tetapi belum mendapat pengimbangan dari perlindungan hukum,
bahkan sering menjadi objek dalam masalah hukum. Dan yang menjadi pertanyaan
”kemana hak dan jasa untuk profesi keperawatan?“.
Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah dijalankan selama ini
masih memperlihatkan adanya ketidaksesuaian antara pendekatan pembangunan
kesehatan masyarakat dengan tanggapan masyarakat, manfaat yang diperoleh
masyarakat, dan partisipasi masyarakat yang diharapkan. Meskipun di dalam
Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan telah ditegaskan bahwa tujuan
pembangunan kesehatan masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian
masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu pemerintah
maupun pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan
kesehatan masyarakat –termasuk perawat spesialis komunitas— perlu mencoba
mencari terobosan yang kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan
secara optimal dan berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang belum banyak digali
adalah kemampuan perawat spesialis komunitas dalam membangun jejaring
kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama dengan
elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang memiliki
pengaruh signifikan pada keberhasilan program pengembangan kesehatan masyarakat
(Kahan & Goodstadt, 2001). Pada bagian lain Ervin (2002) menegaskan bahwa
perawat spesialis komunitas memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun
dan membina kemitraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan
bahwa kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah
sumber daya yang perlu dioptimalkan (community-as-resource), dimana perawat
spesialis komunitas harus memiliki ketrampilan memahami dan bekerja bersama
anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan di masyarakat.

Undang-undang dalam Praktik Keperawatan


1. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
UU No. 9 tahun 1960, tentang pokok-pokok kesehatan. Bab II (Tugas Pemerintah),
pasal 10 antara lain menyebutkan bahwa pemerintah mengatur kedudukan hukum,
wewenang dan kesanggupan hukum.
2. UU No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan.
UU ini membedakan tenaga kesehatan sarjana dan bukan sarjana. Tenaga sarjana
meliputi dokter, dokter gigi dan apoteker. Tenaga perawat termasuk dalam tenaga
bukan sarjana, termasuk bidan dan asisten farmasi dimana dalam menjalankan tugas
dibawah pengawasan dokter, dokter gigi dan apoteker. Pada keadaan tertentu kepada
tenaga pendidikan rendah dapat diberikan kewenangan terbatas untuk menjalankan
pekerjaannya tanpa pengawasan langsung.
3. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
UU Kesehatan No. 14 tahun 1964, tentang Wajib Kerja Paramedis. Pada pasal 2, ayat
(3)dijelaskan bahwa tenaga kesehatan sarjana muda, menengah dan rendah wajib
menjalankan wajib kerja pada pemerintah selama 3 tahun.
Yang perlu diperhatikan bahwa dalam UU ini, lagi posisi perawat dinyatakan sebagai
tenaga kerja pembantu bagi tenaga kesehatan akademis, sehingga dari aspek
profesionalisasian, perawat rasanya masih jauh dari kewenangan tanggung jawab
terhadap pelayanannya sendiri.
4. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
SK Menkes No. 262/Per/VII/1979 tahun 1979. Membedakan paramedis menjadi dua
golongan yaitu paramedis keperawatan (temasuk bidan) dan paramedis non
keperawatan. Dari aspek hukum, suatu hal yang perlu dicatat disini bahwa tenaga
bidan tidak lagi terpisah tetapi juga termasuk katagori tenaga keperawatan.
5. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
Permenkes. No. 363/Menkes/Per/XX/1980 tahun 1980. Pemerintah membuat suatu
pernyataan yang jelas perbedaan antara tenaga keperawaan dan bidan. Bidan seperti
halnya dokter, diijinkan mengadakan praktik swasta, sedangkan tenaga keperawatan
secara resmi tidak diijinkan. Peraturan ini boleh dikatakan kurang relevan atau adil
bagi profesi keperawatan. Kita ketahui negara lain perawat diijinkan membuka
praktik swasta.
6. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan
SK Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 94/Menpan/1986, tanggal 4
November 1986, tentang jabatan fungsional tenaga keperawatan dan sistem kredit
point.
Dalam sistem ini dijelaskan bahwa tenaga keperawatan dapat naik jabatannya atau
naik pangkatnya setiap dua tahun bila memenuhi angka kredit tertentu. Sistem ini
menguntungkan perawat, karena dapat naik pangkatnya dan tidak tergantung kepada
pangkat/golongan atasannya
7. UU yang berkaitan dengan Praktek keperawatan

 UU Kesehatan No. 23 Tahun 1992, merupakan UU yang banyak memberi


kesempatan bagi perkembangan termasuk praktik keperawatan profesional
karena dalam UU ini dinyatakan tentang standar praktik, hak-hak pasien,
kewenangan,maupun perlindungan hukum bagi profesi kesehatan termasuk
keperawatan.
 Beberapa pernyataaan UU Kes. No. 23 Th. 1992 yang dapat dipakai sebagai
acuan pembuatan UU Praktik Keperawatan adalah :
 Pasal 53 ayat 4 menyebutkan bahwa ketentuan mengenai standar profesi dan
hak-hak pasien ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
 Pasal 50 ayat 1 menyatakan bahwa tenaga kesehatan bertugas
menyelenggarakan atau melaksanakan kegiatan sesuai dengan bidang keahlian
dan kewenangannya
 Pasal 53 ayat 4 menyatakan tentang hak untuk mendapat perlindungan hukum
bagi tenaga kesehatan. Namun kenyataannya sampai sekarang UU praktek
keperawatan belum juga disahkan.

Tujuan Undang- Undang praktek Keperawatan :


1. Tujuan utama
Memberikan landasan hukum terhadap praktik keperawatan untuk melindungi baik
masyarakat maupun perawa
2. Tujuan Khusus

 Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan


kesehatan yang diberikan oleh perawat.
 Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan perawat.
 Menetapkan standar pelayanan keperawatan
 Menapis ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
 Menilai boleh tidaknya perawat untuk menjalankan praktik keperawatan
 Menilai ada tidaknya kesalahan dan atau kelalaian yang dilakukan perawat
dalam memberi pelayanan.

Masalah Hukum dalam Praktik Keperawatan


Berbagai masalah hukum dalam praktik keperawatan telah diidentifikasi oleh para
ahli. Beberapa masalah yang dibahas secara singkat disini meliputi :
1. Menandatangani Pernyataan Hukum
Perawat seringkali diminta menandatangi atau diminta untuk sebagai saksi. Dalam hal
ini perawat hendaknya tidak membuat pernyataan yang dapat diinterprestasikan
menghilangkan pengaruh. Dalam kaitan dengan kesaksian perawat disarankan
mengacu pada kebijakan rumah sakit atau kebijakan dari atasan.
2. Format Persetujuan (Consent)
Berbagai format persetujuan disediakan oleh institusi pelayanan dalam bentuk yang
cukup bervariasi. Beberapa rumah sakit memberikan format persetujuan pada awal
pasien masuk rumah sakit yang mengandung pernyataan kesanggupan pasien untuk
dirawat dan menjalani pengobatan. Bentuk persetujuan lain adalah format persetujuan
operasi. Perawat dalam proses persetujuan ini biasanya berperan sebagai saksi.
Sebelum informasi dari dokter ahli bedah atau perawat tentang tindakan yang akan
dilakukan beserta resikonya.
3. Report
Setiap kali perawat menemukan suatu kecelakaan baik yang mengenai pasien,
pengunjung maupun petugas kesehatan, perawat harus segera membuat suatu laporan
tertulis yang disebut incident report. Dalam situasi klinik, kecelakaan sering terjadi
misalnya pasien jatuh dari kamar mandi, jarinya terpotong oleh alat sewaktu
melakuakan pengobatan, kesalahan memberikan obat dan lain-lain.
Dalam setiap kecelakaan, maka dokter harus segera diberi tahu. Beberapa rumah sakit
telah menyediakan format untuk keperluan ini. Bila format tidak ada maka kejadian
dapat ditulis tanpa menggunakan format buku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pencatatan incident report antara lain :

 tulis kejadian sesuai apa adanya


 tulis tindakan yang anda lakukan
 tulis nama dan tanda tangan anda dengan jelas
 sebutkan waktu kejadian ditemukan

4. Pencatatan
Pencatatan merupakan kegiatan sehari-hari yang tidak lepas dari asuhan keperawatan
yang dilakukan oleh perawat. Pencatatan merupakan salah satu komponen yang
penting yang memberikan sumber kesaksian hukum. Betapapun mahirnya
keterampilan anda dalam memberikan perawatan, jika tidak dicatat atau dicatat tetapi
tida lengkap, tidak dapat membantu dalam persidangan. Setiap selesai melakukan
suatu tindakan maka perawat harus segera mencatat secara jelas tindkan yang
dilakukan dan respon pasien terhadap tindakan serta mencantumkan waktu tindakan
diberikan dan tanda tangan yang memberikan tindakan.
5. Pengawasan Penggunaan Obat
Pemerintah Indonesia telah mengatur pengedaran dan penggunaan obat. Obat ada
yang dapat dibeli secara bebas dan ada pula yang dibeli harus dengan resep dokter.
Obat-obat tersebut misalnya narkotik disimpan disimpan ditempat yang aman dan
terkunci dan hanya oprang-orang yang berwenang yang dapat mengeluarkannya.
Untuk secara hukum hanya dapat diterima dalam pengeluaran dan penggunaan obat
golongan nartkotik ini, perawat harus selalu memperhatikan prosedur dan pncatatan
yang benar.
6. Abortus Dan Kehamilan Diluar Secara Alami
Abortus merupakan pengeluaran awal fetus pada periode gestasi sehingga fetus tidak
mempunya kekuatan untuk bertahan hidup. Abortus merupakan tindakan pemusnahan
yang melanggar hukum, atau menyebabkan lahir prematur fetus manusia sebelum
masa lahir secara alami.
Abortus telah menjadi masalah internasional dan berbagai pendapat telah diajukan
baik yang menyetujui maupun yang menentang. Factor-faktor yang mendorong
abortus antara lain karena :

 Pemerkosaan
 Pria tidak bertanggung jawab
 Demi kesehatan mental
 Kesehatan tubuh
 Tidak mampu merawat bayi
 Usia remaja
 Masih sekolah
 Ekonomi

Yang dimaksud dengan kelahiran yang diluar secara alami meliputi kelahiran yang
diperoleh dengan tidak melalui hubungan intim suami istri sebagai mana mestinya.
Misalnya melalui fertilisasi invirto (bayi tabung).
7. Kontroversi Aborsi
Aborsi di Indonesia masih merupakan perbuatan yang secara jelas dilarang, terkecuali
jika ada indikasi medis tertentu yang mengakibatkan terancamnya hidup dari sang
Ibu. Di dunia Internasional sendiri dikenal dua kelompok besar yaitu pro life (yang
menentang aborsi) dan pro choice (yang tidak menentang aborsi) berikut dengan
berbagai argumentasi yang melatarbelakanginya.
Di Indonesia sendiri, meski aborsi dilarang, namun tetap banyak perempuan-
perempuan yang melakukan aborsi. Baik dilakukan berdasarkan indikasi medis
tertentu maupun indikasi non medis.
Dalam aborsi, kami cenderung melihatnya dari sisi non moral, karena problem moral
haruslah diletakkan dalam koridor moral semata dan tentu bukan dalam koridor moral
yang dimasukkan unsur-unsur hukum. Beberapa contoh bagaimana terkadang moral
dan hukum, dalam pandangannya, tidak mampu untuk menjawab persoalan persoalan
ini.
Contoh A: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang
tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam terminologi
adanya kekuatan yang melakukan pembersihan etnis dimana dia adalah salah satu
etnis yang hendak disapu bersih.
Contoh B: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang
tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks
kejahatan dalam keluarga.
Contoh C: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang
tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks
kejahatan di lingkungan kerja. Dia sendiri sudah bersuami dan memiliki anak-anak
yang baik dan lucu-lucu
Contoh D: Seorang perempuan yang diperkosa ternyata mendapatkan kehamilan yang
tidak dia inginkan. Perempuan ini merupakan korban perkosaan dalam konteks
kejahatan biasa. Dia diperkosa karena ada perampok yang memasuki rumahnya.
Contoh E: Seorang perempuan yang hendak melangsungkan perkawinan, ternyata
telah hamil sebelum perkawinannya berlangsung. Sementara calon suaminya sendiri
kabur entah kemana dan tak dapat dilacak kembali
Jika perempuan-perempuan ini diharuskan memelihara kehamilannya, kami yakin dia
akan menanggung beban psikologis yang berat dan melahirkan anak yang tidak
diinginkan akan merupakan beban dan pukulan kedua yang berat bagi mereka. Dan
bisa jadi anak yang dilahirkannya malah tidak diurus dengan baik, baik oleh dirinya
maupun keluarganya. Kalau sudah begini terjadi lingkaran kekerasan yang tak ada
habisnya
8. Kematian dan Masalah yang Terkait
Masalah hukum yang berkaitan denagn kematian antara lain meliputi pernyataan
kematian, bedah mayat/otopsi dan donor organ. Kematian dinyatakan oleh dokter dan
ditulis secara sah dalam surat pernyataan kematian.
Surat pernyataan ini biasanya dibuat beberapa rangkap dan keluarga mendapat satu
lembar untuk digunakan sebagai dasar pemberitahuan kepada kerabat serta keperluan
ansuransi. Pada keadaan tertentu misalnya untuk keperluan keperluan peradilan, dapat
dilakukan bedah mayat pada orang yang telah meninggal.

Mencegah Masalah Hukum dan Etika yang Terkait dengan


PelayananKeperawatan
1. Strategi Penyelesaian Masalah Hukum
Malpraktik masih menjadi topik dalam dunia kesehatan. Berbagai praktik kesehatan
termasuk keperawatan ini sudah diarahkan untuk mencegah terjadinya malpraktik.
Berbagai UU praktik kesehatan telah mulai diupayakan untuk memberikan arahan
bagi praktik professional dan perlindungan bagi praktik kesehatan. Peradilan profesi
semakin banyak dibicarakan bagi pemikir hukum kesehatan (misalnya PERHUKI dan
pemerintah) yang nantinya dapat memberikan pengayoman hukum bagi tenaga
kesehatan dan bagi masyarakat.
Masalah hukum memang merupakan hal yang kompleks karena menyangkut nasib
manusia. Menanggapi hal ini kita jadi ingat slogan lama “mencegah lebih baik dari
pada mengobati”. Kiranya mencegah masalah hukum lebih baik dari pada
memberikan sanksi hukum. Untuk ini sebagai perawat harus mengetahui prinsip-
prinsip dalam mencegah hukum.
2. Strategi Penyelesaian Masalah Etik
Dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan etis, antara perawat dan dokter tidak
menutup kemungkinan terjadi perbedaan pendapat. Bila ini berlanjut dapat
menyebabkan masalah komunikasi dan kerjasama, sehingga menghambat perawatan
pada pasien dan kenyamanan kerja. (Mac Phail, 1988)Salah satu cara menyelesaikan
permasalahan etis adalah dengan melakukan rounde ( Bioetics Rounds ) yang
melibatkan perawat dengan dokter. Rounde ini tidak difokuskan untuk menyelesaikan
masalah etis tetapi untuk melakukan diskusi secara terbuka tentang kemungkinan
terdapat permasalahan etis.
3. Pembuatan Keputusan dalam Dilema Etik
Menurut Thompson dan Thompson (1985). dilema etik merupakan suatu masalah
yang sulit untuk diputuskan, dimana tidak ada alternative yang memuaskan atau suatu
situasi dimana alternative yang memuaskan dan tidak memuaskan sebanding. Dalam
dilema etik tidak ada yang benar atau salah. Dan untuk membuat keputusan etis,
seseorang harus bergantung pada pemikiran yang rasional dan bukan emosional.
Kerangka pemecahan dilema etik banyak diutarakan oleh beberapa ahli yang pada
dasarnya menggunakan kerangka proses keperawatan dengan pemecahan masalah
secara ilmiah.(sigman, 1986; lih. Kozier, erb, 1991).
Setiap perawat harus dapat mengintegrasikan dasar-dasar yang dimilikinya dalam
membuat keputusan termasuk agama, kepercayaan atau falsafah moral tertentu yang
menyatakan hubungan kebenaran atau kebaikan dengan keburukan. Beberapa orang
membuat keputusan dengan mempertimbangkan segi baik dan buruk dari
keputusannya, ada pula yang membuat keputusan berdasarkan pengalamannya (Ellis,
Hartley, 1980).
4. Teori dasar pembuatan keputusan Etis
a. Teleologi
Teleologi (berasal dari bahasa Yunani telos, berarti akhir). Istilah teleo¬logi dan
utilitarianisme sering digunakan saling bergantian. Teleologi me¬rupakan suatu
doktrin yang menjelaskan fenomena berdasarkan akibat yang dihasilkan atau
konsekuensi yang dapat terjadi. Pendekatan ini sering disebut dengan ungkapan The
end justifies the means atau makna dari suatu tindakan ditentukan oleh hasil akhir
yang terjadi. Teori ini menekankan pada pencapaian hasil dengan kebaikan maksimal
dan ketidakbaikan sekecil mungkin bagi manusia (Kelly, 1987). Teori teleologi atau
utilitarianisme dapat dibedakan menjadi rule utili¬tarianisme dan act utilitarianisme.
Rule utilitarianisme berprinsip bahwa manfaat atau nilai suatu tindakan tergantung
pada sejauh mana tindakan tersebut memberikan kebaikan atau kebahagiaan pada
manusia. Act utilita¬rianisme bersifat lebih terbatas; tidak melibatkan aturan umum
tetapi berupaya menjelaskan pada suatu situasi tertentu, dengan pertimbangan
terhadap tindakan apa yang dapat memberikan kebaikan sebanyak-banyaknya atau
ketidakbaikan sekecil-kecilnya pada individu. Contoh penerapan teori ini misalny a
bayi-bayi yang lahir cacat lebih baik diizinkan meninggal daripada nantinya menjadi
beban di masyarakat.
b. Deontologi (Formalisme)
Deontologi (berasal dari bahasa Yunani deon, berarti tugas) berprinsip pada aksi atau
tindakan. Menurut Kant, benar atau salah bukan ditentukan oleh hasil akhir atau
konsekuensi dari suatu tindakan, melainkan oleh nilai moralnya. Dalam konteknya di
sini perhatian difokuskan pada tindakan melakukan tanggung jawab moral yang dapat
memberikan penentu apakah tindakan tersebut secara moral benar atau salah.
Kant berpendapat prinsip-prinsip moral atau yang terkait dengan tugas harus bersifat
universal, tidak kondisional, dan imperatif. Kant percaya bahwa tindakan manusia
secara rasional tidak konsisten, kecuali bila aturan-aturan yang ditaati bersifat
universal, tidak kondisional, dan imperatif. Dua aturan yang diformulasi oleh Kant
meliputi: pertama, manusia harus selalu bertindak sehingga aturan yang merupakan
dasar berperilaku dapat menjadi suatu hukum moral universal. Kedua, manusia harus
tidak memperlakukan orang lain secara sederhana sebagai suatu makna, tetapi selalu
sebagai hasil akhir terhadap dirinya sendiri. Contoh penerapan deontologi adalah
seorang perawat yang yakin bahwa pasien harus diberitahu tentang apa yang
sebenarnya terjadi walaupun kenyataan tersebut sangat menyakitkan. Contoh lain
misalnya seorang perawat menolak membantu pelaksanaan abortus karena keyakinan
agamanya yang melarang tindakan membunuh.
Dalam menggunakan pendekatan teori ini, perawat tidak menggunakan
pertimbangan, misalnya seperti tindakan abortus dilakukan untuk menyela-matkan
nyawa ibu, karena setiap tindakan yang mengakhiri hidup (dalam hal ini calon bayi)
merupakan tindakan yang secara moral buruk. Secara lebih luas, teori deontologi
dikembangkan menjadi lima prinsip penting; kemurahan hati, keadilan, otonomi,
kejujuran, dan ketaatan
5. Kerangka dan strategi pembuatan keputusan etis.
Kemampuan membuat keputusan masalah etis merupakan salah satu persyaratan bagi
perawat untuk menjalankan praktek keperawatan professional dan dalam membuat
keputusan etis perlu memperhatikan beberapa nilai dan kepercayaan pribadi, kode
etik keperawatan, konsep moral perawatan dan prinsip-prinsip etis.
Beberapa kerangka pembuatan keputusan etis keperawatan dikembang¬kan dengan
mengacu pada kerangka pembuatan keputusan etika medis.
Beberapa kerangka disusun berda¬sarkan posisi falsafah praktik keperawatan,
sementara model-model lain dikembangkan berdasarkan proses pemecahan masalah
seperti yang diajarkan di pendidikan keperawatan. Berikut ini merupakan contoh
model yang dikembangkan oleh Thompson dan Thompson dan model oleh Jameton.
Metode Jameton dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan etika
keperawatan yang berkaitan dengan asuhan keperawatan pasien. Ke¬rangka Jameton,
seperti yang ditulis oleh Fry (1991), terdiri dari lima tahap:

 Identifikasi masalah.
 Perawat harus mengumpulkan data tambahan.
 Perawat harus memikirkan masalah etis secara berkesinambungan.
 Pembuat keputusan harus membuat keputusan.
 Tahap akhir adalah melakukan tindakan dan mengkaji keputusan dan hasil.

Sedangkan Pembuatan keputusan/pemecahan dilema etik menurut, Kozier, erb


(1989), adalah sebagai berikut:
 Mengembangkan data dasar; untuk melakukan ini perawat memerlukan
pengumpulan informasi sebanyak mungkin, dan informasi tersebut meliputi:
Orang yang terlibat, Tindakan yang diusulkan, Maksud dari tindakan, dan
konsekuensi dari tindakan yang diusulkan.
 Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
 Membuat tindakan alternative tentang rangkaian tindakan yang direncanakan
dan mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
 Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil
keputusan yang tepat
 Mendefinisikan kewajiban perawat
 Membuat keputusan.

Daftar Pustaka

1. Wulan, kencana dan Hastuti.2011. Pengantar Etika Keperawatan. Jakarta:


PT.Prestasi pustakaraya.
2. Mimin, Suhaimin. 2003. Etika Keperawatan dalam Praktik Keperawatan.
Jakarta: EGC.
3. Ismani, N. 2001. Etika keperawatan. Jakarta: Widya Medika.
4. Potter, P. A., Buku Ajar Fundamental: Konsep Proses dan Praktik. Alih
Bahasa, Yasmin Asih, Edisi 4, Jakarta, EGC, 2005.
5. Kusnanto. Pengantar Profesi dan Praktik Keperawatan Profesional. Jakarta,
2003.
6. Ali. 2004. Dasar-dasar Keperawatan Profesional. Jakarta: Widya Medika.
7. Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika

Sumber Dari: http://www.ilmukeperawatan.info/2016/03/hukum-profesi-


keperawatan.html#ixzz4ZrkQAcvl

Anda mungkin juga menyukai