Anda di halaman 1dari 24

BUKU AJAR

OSTEOPOROSIS

Oleh
Tedjo Rukmoyo, SpBo

SUB BAGIAN BEDAH ORTHOPAEDI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
JOGJAKARTA
SATUAN ACARA PENGAJARAN

Mata Kuliah : Osteoporosis


Pertemuan : Satu
Waktu Pertemuan : Satu Jam
Nomor Kode / SKS : ........... /...

A. Tujuan Instruksional
1. Umum
Pada akhir pertemuan dan diskusi mahasiswa dapat memahami
osteoporosis dan melakukan diagnosis osteoporosis secara dini sehingga
dapat mencegah komplikasi dan meningkatkan puncak kepadatan tulang

2. Khusus
Memahami faktor resiko, patogenesis, diagnosis dan penatalaksanaan
pada osteoporosis agar kualitas hidup penderita meningkat sehingga
angka morbiditas dan mortalitas dapat dikurangi.

B. Pokok Bahasan : Osteoporosis


C. KEGIATAN BELAJAT MENGAJAR

Tahap Kegiatan Pengajaran Kegiatan Media /Alat


Mahasiswa
1 2 3 4
Pendahuluan − Menjelaskan Memperhatikan Multimedia
masalah pokok dan memahami
osteoporosis
− Menjelaskan TIU
dan TIK
Pengajaran 1 − Menjelaskan Memperhatikan Multimedia
dan berdjskusi dan berdiskusi
masalah faktor
resiko
Pengajaran 2 − Menjelaskan Memperhatikan Multimedia
dan berdiskusi dan memahami
masalah klasifikasi
dan penyakit-
penyakit
penyebab
osteoporosis
Pengajaran 3 − Menjelaskan & Memperhatikan Multimedia
berdiskusi masalah dan berdiskusi
patogenesis
osteoporosis
Pengajaran 4 − Menjelaskan Memperhatikan Multimedia
membuat dan memahami
prognosisberdasark
an klasifikasi
Pengajaran 5 − Menjelaskan Memperhatikan Multimedia
dan berdiskusi dan berdiskusi
tentang
pencegahan
osteoporosis
Pengajaran 6 − Menjelaskan Memperhatikan Multimedia
penanganan dan berdiskusi
osteoporosis
OSTEOPOROSIS

Mahasiswa harus bisa :


1. Memahami factor-faktor yang berpengaruh terhadap osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit sistemik, ditandai dengan rendahnya masa
tulang dan perubahan arsitektur mikro jaringan tulang. Perubahan ini
mengakibatkan peningkatan kerapuhan tulang dengan risiko terjadi patah tulang.
Selain berkurangnya massa skeletal atau tulang itu tanpa disertai perubahan
mineralisasi tulang. Osteoporosis merupakan penyakit yang tersamar (Silent
disease) yang sering tidak memberikan gejala dan tidak diketahui sampai saat
terjadinya fraktur.
Manusia Usia Lanjut Manula sangat rentan terhadap resiko fraktur karena
kehilangan massa tulang secara lambat dan terus menerus selama proses
penuaan berlangsung masa ini disebut sebagai aging process. Pada wanita usia
60 - 70 tahun lebih dari 30 % menderita osteoporosis dan jumlah ini meningkat
sampai 70 % pada usia 80 tahun. Keadaan ini merupakan suatu penyakit yang
serius dan mahal terutama pada wanita manula akibat mengalami fraktur
pergelangan tangan, tulang belakang, atau panggul.
Puncak kepadatan massa tulang diduga sebagai salah satu penentu
utama dari mutu tulang pada usia lanjut, karena puncak kepadatan massa tulang
mengurangi timbulnya faktor resiko. Pembentukan massa tulang menuju ke
puncak kepadatan diatur terutama oleh faktor genetik atau keturunan (heredity),
gizi (nutrition) terutama kalsium, gaya hidup seperti merokok dan alkhohol yang
berlebihan, kegiatan fisik, penyakit menahun atau akibat pemberian obat-obatan
seperti kortikosteroid, antikonvulsan, dan sebagainya.
Tulang mencapai puncak kepadatan pada usia dekade ke-3.
Osteoporosis bermula dengan kehilangan massa tulang secara diam-diam,
dengan pengurangan kepadatan mineral tulang (BMD), sebagai akibat terjadinya
ketidak-seimbangan antara proses penyerapan oleh sel osteoklas dengan
pembentukan tulang oleh sel osteoblas. Kemudian dimanifestasikan sebagai
fraktur pada tulang sendi panggul (collum femur), corpus vertebra dan
pergelangan tangan yang merupakan morbiditas utama serta memerlukan biaya
yang cukup tinggi dalam pengobatan. Wanita lebih sering mengalami
Osteoporosis dan incidence (kerapan) timbulnya fraktur collum femur pun lebih
tinggi. Pengalaman sendiri menunjukkan bahwa kasus fraktur collum femur pada
manula menunjukkan bahwa kasus fraktur collum femur pada manula lebih
sering dijumpai pada wanita. Gambaran di Amerika yaitu pada pria 65 tahun
keatas 4-5 / 1000 sedangkan pada usia yang sama 8-10 / 1000. Hal ini mungkin
disebabkan selain pada wanita didapat osteoporosis pasca menopause juga
akibat reaksi terhadap refleks jatuh kurang gesit dibanding pria, namun mortalitas
pria usia 75 tahun ke atas pada usia yang sama, pria jauh lebih tinggi dari wanita.
Kegiatan fisik merupakan faktor yang penting pula dalam pembentukan
dan mempertahankan massa tulang; mengurangi kebiasaan aktivitas fisik
merupakan salah satu faktor utama timbulnya risiko fraktur akibat osteoporosis.
Tiga hal yang berperan dalam pembentukan tulang yaitu kalsium, hormon
(terutama sex hormon, pada laki-laki: testoteron, perempuan: estrogen) serta
aktivitas fisik manula. Apabila ke-3 hal ini berkurang, maka timbulnya
osteoporosis akan dipercepat karena proses degenerasi akan menyebabkan hal
tersebut yaitu menurunnya jumlah kalsium, hormon dan kegiatan fisik.
Berapa cepat hal ini akan timbul (risiko) tergantung dari beberapa faktor,
seperti:
− Puncak kepadatan massa tulang.
− Gizi
− Kegiatan fisik dan gaya hidup seperti merokok, alkhohol
− Perubahan hormonal yang terjadi baik wanita maupun pria.
− Penyakit menahun yaitu penyakit hati dan ginjal dan pemeberian obat -
obatan seperti kortikosteroid dan antikonvulsan dan atau radiasi.
Selain daripada faktor tersebut diatas, maka untuk mengetahui kegiatan proses
degenerasi tersebut, diperlukan pemeriksaan
kegiatan proses degenerasi tersebut, diperlukan pemeriksaan penunjang seperti:
− Klasifikasi masalah geriatric
− Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui bone turn over
− Pencitraan / densitometry
− Biopsi: histomorfometri
Klasifikasi Osteoporosis

2. Memahami Klasifikasi osteoporosis


Rigg membagi osteoporosis menjadi 2 bagian :
1. Osteoporosis primer, ada 2 tipe :
− Tipe I : Osteoporosis pasca menopause
− Tipe II : Osteoporosis senilis

2. Osteoporosis sekunder, sebagai akibat gangguan :


™ Endokrin :
− Tiroid hormon meningkat
− Paratiroid hormon meningkat
− Hipogonadism
− Cushing's disease
− DM(Diabetis Melitus)
− Steroid (endogenik; iatrogenik) sebagai pengobatan
penyakit.

™ Keganasan:
− Multiple myeloma
− Leukimia

™ Diit :
− Anorexia nervosa
− Tinggi Protein
− Tinggi Phosphatase
− Rendah kalsium
− Alkhohol
3. Memahami diagnostic osteoporosis
Adanya osteoporosis dapat ditentukan dengan memakai beberapa cara
pemeriksaan seperti pemeriksaan radiologis, sinar rontgen (X-ray polos) yang
baru dapat dideteksi apabila massa tulang sudah berukurang 30%. Dapat juga
dengan sinar rontgen yang sudah diperlakukan secara khusus untuk mengukur
massa tulang seperti QCT (Quantitative Computerized Tomography ) atau OCT
(Osteo Computerized Computerized Tomography ) atau OCT (Osfeo
Computerized Tomography), gelombang ultrasonik, SPA (Single Photon
Absorptomer) dengan menggunakan sinar gamma, DPA (Dual photon
Absorptometry), DEXA (Dual Energy X-ray Absorptometry) atau dengan
pemeriksaan histomorfometri tulang.

4. Memahami dan mengetahui potogenesis osteoporosis


PATOGENESIS OSTEOPOROSIS
Tulang, seperti jaringan tubuh lainnya, merupakan jaringan ikat yang
dinamik dalam arti metabolisme pembentukan dan penyerapan tulang yang
dinamakan bone remodelling yang merupakan fungsi 2 sel tulang yaitu osteoblas
dan osteoklas. Osteoklas ini berfungsi dalam proses penyerapan resorpsi tulang,
sedangkan osteoblas untuk pembentukan tulang.
Dalam masa pertumbuhan bone remodelling atau bone turn over
bergeser kearah pembentukan, sampai mencapai puncak pada usia dekade ke-
3. Kemudian akan bergeser ke arah penyerapan lebih banyak akibat proses
degenerasi, sehingga terjadi osteopenia dan mungkin bahkan sampai terjadi
osteoporosis yang rentan terhadap timbulnya fraktur.
Kegiatan osteoblas dan osteoklas dipengaruhi oleh muti-faktor. Faktor
pada manula itu mungkin karena penurunan asupan kalsium dam dietnya, atau
penyerapan usus terhadap kalsium menurun, defisiensi Vit. D, perubahan
hormonal (estrogen, PTH, kalsitonin) serta kegiatan fisik yang menurun atau
gaya hidup. Berkat perkembangan IPTEK dan pemahaman mengenai
metabolisme tulang, maka disamping pemeriksaan penunjang lainnya secara
pencitraan (imaging) untuk mengetahui kepadatan massa tulang (BMD) dan
histomorfometri (biopsi tulang ), sekarang bone turn overdapat ditentukan
dengan pemeriksaan parameter biokimia, ditentukan dengan pemeriksaan
parameter biokimia. Pemeriksaan itu dilakukan dengan cara mengukur aktifitas
osteoklas dan osteoblas secara tidak langsung sebagai uji saring diagnosis dini
dan pemantauan terapi, yaitu dengan cara mengukur senyawa tertentu yang
dihasilkan sebagai aktivitas osteoblas dan osteoklas.
Tulang terdiri dari 2 bagian yaitu bagian dalam yang terdiri dari tulang
trabekula berbentuk seperti sarang lebah (spongiosa) dan bagian luar yang padat
disebut korteks. Pada proses penuaan, trabekula akan berkurang dan tulang
korteks pun akan menipis sebagai akibat dari metabolisme negatif tulang (artinya
katabolik lebih besar dari anabolik), karena pengaruh hormonal. Hal ini jelas
tampak karena osteopenia dan ospeoporosis lebih sering terdapat pada wanita
pasca menopause karena berkurangnya estrogen.
Ada perbedaaan proses penuaan pada osteoporosis pada wanita dan
pria yaitu trabekulasi pada wanita nampak spongiosa berlobang dan jumlahnya
berukurang sedangkan pada pria hanya terjadi penipisan.
Apabila kegiatan antara resorpsi dan pembentukan tulang seimbang
secara berkesinambungan yang disebut coupling , maka tidak akan terjadi
keadaan osteopenia bahkan osteoporosis.
Derajat remodelling sangat dipengaruhi oleh faktor sistemik, seperti
hormon estrogen, testosteron, PTH, tiroksin, kalsitonin, 1,25 dihidroksivitamin D3.
Reseptor estrogen terdapat pada osteoblas, tetapi tidak pada osteoklas.
Dengan demikian menurunnya produksi estrogen akan mengurangi kegiatan
osteoblas, sehingga pembentukan tulang baru juga menurun, maka terjadi
keadaan yang disebut incoupling yaitu gangguan keseimbangan antara
penyerapan dan pembentukan tulang baru.
Estrogen juga merangsang growth factor yang menyebabkan
pembentukan tulang. Oleh karena itu pada masa pertumbuhan, pembentukan
tulang lebih banyak dari kerusakan dan mencapai puncaknya pada usia dekade
ke-3 . Setelah usia 30 aktvitas osteoklas tak dapat diimbangi lagi oleh osteoblas.
Oleh karena itu terjadi penurunan kadar estrogen osteoblas. Oleh karena itu
terjadi penurunan kadar estrogen akibat proses degenerasi, maka rangsangan
pada osteoblas juga berkurang. Sehingga terjadilah keadaan yang disebut
osteopenia (BMD) - 1 SD dan -2,5 SD dari 7 Scoce). Apabila terus berlanjut akan
terjadi osteoporosis (-2,5 SD dari T Score atau kurang ) denga resiko timbulnya
fraktur walaupun hanya cedera yang ringan saja.
Kalsium yang merupakan mineral dasar pembentukan tulang, apabila
jumlahnya dalam makanan berkurang atau karena ada gangguan penyerapan di
usus, dan bila pengaruh vitamin D juga berkurang maka keadaan ini akan
mempengaruhi pembentukan massa tulang.

5. Menegakkan diagnosis osteopororsis


DIAGNOSIS
Osteoporosis adalah penyakit yang tersamar (silent disease) dan
progresif, oleh karena itu gejala timbulnya osteoporosis tak dapat diketahui
sampai adanya fraktur. Namun dengan pemeriksaan yang teratur dapat diketahui
adanya pengurangan dan penurunan massa tulang. Gejala klinik osteoporosis
adalah:
− Keluhan nyeri tulang belakang (back pain) yang menahun yang hilang
timbul dan akan makin nyata, apabila terjadi nyeri yang hebat akibat
timbulnya fraktur kompresi tulang vertebra yang mengakibatkan
berkurangnya tinggi badan dan kelainan bentuk.
− Gejala timbulnya fraktur tulang panjang hanya sebagai akibat cedera
yang ringan.
Pemeriksaan penderita pada umumnya terdiri dari:
− Anamnesis : mengenai penyakit yang pernah diderita, termasuk obat-
obatan yang diberikan serta pembedahan yang pernah di alami,
pekerjaan, gizi,, kebiasaan dan gaya hidup.
− Pemeriksaan Fisik : kelainan bentuk tulang belakang serta tinggi dan
berat badan.
− Pemeriksaan penunjang : (1) laboratorium ; (2) pencitraan.

1. Laboratorium : serum darah dan urin terhadap kadar biokimia:


− Darah rutin, elektrolit, kreatin, ureum darah, kalsium, fosfor,
protein albumin, alkali fosfatase dan enzim hati.
− Test terhadap fungsi kelenjar tiroid
− Khusus : pada laki-laki diperiksa kadar testosterone dan pada
wanita dilakukan pemeriksaan estrogen.
− Serum :
• 25 hidroksi vitamin D3
• 1,25 dihidroksi vitamin D3
• Osteocalsin
• Hormon paratiroid
− Urin
• Calcium & fosfor urine

2. Pencitraan
− Radiografi:
• baru bisa tampak bila sudah berkurang 30%
• Panggul dengan singh index
• Pada tulang belakang tampak perubahan korpus vertebra
seperti cod fish deformity atau fish month pada diskus
intervertebralis.
• CT-scan bila dicurigai ada keganasan
− Densitometri dengan SPA, DPA dan atau DEXA

3. Pemeriksaan biopsi tulang : histomorfometri


6. Mamahami cara dan anjuran pencegahan osteporosis
PENCEGAHAN
Walaupun usaha pencegahan telah dilakukan dengan baik namun secara
alamiah tetap akan terjadi proses penuaan: hanya perlambatan prosesnya saja
yang dapat dicegah, sehingga sampai ajal tidak akan menimbulkan keluhan atau
penyakit degenerasi yang dapat mengganggu kehidupan sehari-hari.
Yang banyak dijumpai akibat osteoporosis pada manula adalah fraktur
yang terjadi karena trauma yang ringan. Daerah yang rentan terhadap timbulnya
fraktur adalah tulang belakang, sendi panggul; dan pergelangan tangan, sebagai
akibat refleks yang menurun karena proses penuaan, dan menurunnya
kelenturan jaringan terutama sistem muskuloskeletal.
kelenturan jaringan terutama sistem muskuloskeletal. Pencegahan
osteoporosis dibagi menjadi 3 tahapan:
I. Semasa pertumbuhan dimana diharapkan dapat dicapai Peak Bone Mass
pada akhir dekade ke – 3
II. Mulai proses degenerasi dimana akan terjadi osteopenia, terutama pada
wanita pra dan pasca menopause.
III. Apabila telah terjadi osteoporosis, dijaga jangan sampai terjadi fraktur dan
dampak buruk dari fraktur.
Pada tahap l
Yang berperan adalah gizi, aktivitas dan gaya hidup
Pada tahap II
Pada tahap ini mulai terjadi proses penuaan. Pencegahan dilakukan
seperti pada tahap I disamping memperhatikan keluhan yang samar, seperti
penurunan tinggi badan serta deformitas tulang belakang. Khusus pada wanita,
perhatikan siklus menstruasi apabila timbul gangguan kadar estrogen (sex
hormon) yang berperan pada kegiatan OK dan OB. Pada tahap ini yang paling
penting dilakukan pemeriksaan klinis, laboratoris dan pencitraan , baik secara
pemeriksaan dengan X-ray maupun pemeriksaan kepadatan massa tulang
dengan densitometri. Kalau perlu mulai dengan pemberian obat-obatan untuk
mencegah kehilangan tulang dan obat-obatan yang merangsang pembentukan
tulang. Kegiatan fisik seperti senan osteoporosis yang memegang peranan
penting masih dapat dilaksanakan pasa usia ini.
Pada tahap III
Pencegahan dilakukan seperti pada tahap II, apabila telah terjadi fraktur,
maka usahakan agar tidak terlalu lama immobilisasi dengan menggunakan
support dengan brace atau tindakan pembedahan. Masalah pada manula adalah
faktor ekonomi sosial budaya, dimana kemandihan seseorang sudah ekonomi
sosial budaya, dimana kemandirian seseorang sudah menurun dan faktor
dementia. Oleh karenannya pada penderita osteoporosis perlu adanya bantuan
care giver, karena walaupun tindakan pembedahan telah dikerjakan, anjuran
mobilisasi seeing mengalami hambatan yang bila tidak dikerjakan dapat
menimbulkan bertambahnya osteoporosis. Obat-obatan pun sering lupa
dimakan, oleh karena itu sebaiknya hindari faktor eksternal yang dapat
menimbulkan seseorang mudah jatuh, antara lain lantai yang licin, terutama
kamar mandi, penerangan yang kurang cukup dimalam hari.

7. Memahami penatalaksanaan osteporosis


TUJUAN PENCEGAHAN OSTEOPOROSIS
Tujuannya adalah membentuk cadangan dengan pembentukan massa
tulang agar tercapai Maximum Peak Bone Mass dengan cara pencegahan
sebagai berikut:
Tahap I perhatikan:
− Gizi
− Kegiatan fisik dan gaya hidup
− Mengurangi obat-obatan yang osteoporosis

Tahap II menegakkan diagnosis dini pada penderita wanita dengan


menggunakan risiko sulih hormon (HRT) atau pengganti HRT misalnya
Raloxifene /SEMs (selective Modulators).

Tahap III menghindari faktor resiko dan gunakan obat-obatan. Pada saat ini
sudah ada bermcam-macam preparat yang dapat dipergunakan sebagai
pencegahan timbulnya osteoporosis.
TERAPI
Apabila penderita mengeluh gangguan sakit di tulang (ostealgia), perlu
dipertimbangkan kemungkinan timbulnya osteopenia – osteoporosis
Sebaiknya dilakukan pemeriksaan seperti tersebut di atas untuk tindakan
pencegahan dan pengobatan. Pencegahan terdiri dari:
• Memperbaiki gizi, kegiatan fisik (senam osteoporosis) dan gaya hidup,
mengurangi penggunaan obat-obatan yang mempengaruhi timbulnya
osteoporosis.
• Pemberian obat-obatan yang dapat merangsang pembentukan tulang
baru dan mencegah penyerapan tulang lebih lanjut.
• Pada wanita khusunya pasca menopause, dengan Hormon Replacement
Therapy (HRT) atau apabila ada kontra indikasi dengan HRT, digunakan
risedronate, raloxifine, alendronate.

HRT masih dianggap sebagai Gold standar pengobatan saat ini, nemun
perlu pengawasan dan monitoring oleh pakarnya karena kemungkinan timbulnya
keganasan.
Tujuan dari pengobatan osteoporosis adalah untuk mencegah
berlanjutnya kehilangan massa tulang. Pada saat ini tidak ada terapi baku
(standard protocol) yang dapat menjamin pengobatan agar BMD dapat pulih
kepada keadaan normal. Sekarang ini sudah ada bermacam-macam preparat
yang dapat dipergunakan sebagai pencegahan timbulnya osteoporosis. Adapun
obat-obatan yang beredar sekarang antara lain adalah:
− Calcitonin : Myacalcic dalam bentuk suntik dan nasal spra
− Calcitrol: m Rocaltrol
• Kolkatriol, dalam bentuk ora
− Biphosphornate
• Alovell (alendronate), Riseddronate (Actonel)
• Ostac (Clorodonate
• Bonefose (dorodonate)
− Ossopan : Ossein Hydroxyapatite
− Preparat kalsium
• Osteocare : kalsium dan magnesi
• Calsium San
• Calsium D-redoxon dan vitamin
• Anlene : susu kalsium
− Hormon anabolic
• Orgabolin: oral
• Decadurabulin: suntikan
− Hormon Replacement Therapy: livial

Kegiatan fisik untuk usia lanjut dapat dilakukan dengan latihan


− Senan osteoporos
− ORHIBA
− Wai Tang Kung
− Tai Chi
Latihan disesuaikan dengan keadaan fisik dan usia penderita.
Penanganan Fraktur Pada Osteoporosis
Pada umumnya penderita dengan Osteoporosis adalah manula, baru
datang berobat ke ahli orthopaedi apabila mengalami patah tulang, wanita lebih
sering dari pria hal ini disebabkan wanita manula berisiko dan reaksi terhadap
jatuh juga lebih lamban. Fraktur paling sering pada Osteoporosis adalah fraktur
kollum femur, fraktur Colles, fraktur vertebra dan fraktur intertrokhanter femur.
Pada prinsipnya penangan patah tulang adalah 4 R yaitu:
1. Recognition
2. Reductio
3. Retaining
4. Rehabilitation
1. Recognition
Yaitu membuat diagnosis patah tulang dengan baik agar dapat dibuat
rencana terapinya, apakah tulang yang terjadi simple, kominutif atau segmental
pada daerah epifisis, metafisis atau diafisis. Patah tulang akibat osteoporosis
biasanya terjadi pada daerah metafisis (daerah cancellous bone). Osteoporosis
memang terjadi lebih banyak di daerah kanselous karena permukaan yang lebih
luas dibanding tulang kortikal, Perlu diketahui pula prognosis dari kemungkinan
union, seperti pada daerah collum femur dimana sebagian besar akan terjadi non
union disamping kemungkinan terjadinya avaskuler nekrosis kaput femoris.

2. Reduction
Setelah dibuat diagnosis patah tulang , maka tindakannya adalah
memperbaiki kedudukan fragmen agar terjadi penyambungan yang baik, apakah
harus segera atau dapat ditunda (emergency atau ASAP : as soon as possible)

3. Retaining
Pada patah tulang akibat osteoporosis perlu dipertimbangkan cara
mempertahankan hasil reposisi, Menggunakan implant maka implant harus dapat
memegang fragmen yang ada, kalau tidak ada cara lain yang cukup memadai
yaitu dengan imp/ant yang sederhana yang bersifat adaptasi atau splinting
dengan kirscher wire dan pemasangan fiksasi luas (gips). Selain itu kualitas
tulang perlu diperhatikan dan kalau perlu dapat diperkuat fiksasi bila
dipergunakan bone cement

4. Rehabilitation
Tindakan rehabilitasi adalah untuk mencegah timbulnya kecacatan
dengan mengupayakan fungsi alat atau anggota yang masih baik guna
memberikan kesempatan bagian yang
cedera agar menjalani istirahat guna penyembuhan. Imobilisasi yang lama dapat
menyebabkan beberapa penyulit, baik yang bersifat umum akibat tirah baring
lama mengenai beberapa sistem tubuh seperti sistem kardiorespirator, ginjal,
juga sistem muskuloskeletal yaitu kekakauan sendi terutama distal dari fraktur
dan menambah timbulnya disuse osteoporosis dan fracture disesase vertebrae
yang kolaps. Penyuntikan bone cement tersebut dapat memperbaiki deformitas
dan memberikan kepadatan pada corpus vertebrae. Kekuatan yang lebih dapat
pula memberi tekanan pada corpus vertebrae cranial dan distal, karenanya
tindakan terhadap terapi osteoporosis perlu dilaksanakan.

PATAH TULANG COLLUM FEMUR (FEMORAL NECK)


Pada umumnya patah tulang collum femur sering terjadi non union atau
nekrosis avaskuler kaput femoris. Tindakan yang dapat dilakukan untuk
mencegah timbulnya penyulit tirah baring yang lama yaitu dengan tindakan
bedah pemasangan endoprothesis (Austin Moore Prosthesis - AMP) atau Total
Hip Replacement (THR).
Operasi ini merupakan tindakan yang cukup berat, oleh karena itu pra
bedah perlu dilakukan pemeriksaan general check -up untuk mengetahui fungsi
kardio respirasi, hati dan ginjal. Selama persiapan dapat dilakukan traksi untuk
mengurangi rasa sakit, karena setiap gerakan akan membuat reaksi otot
berkontraksi atau spasme dengan tujuan melakukan imobilisasi. Splinting
mekanisme ini timbul dengan mengadakan kontraksi otot berkelanjutan yang
akan menimbulkan reaksi inflamasi dan menimbulkan nyeri.
Apabila keadaan penderita setelah di check-up cukup memadai , maka
dilakukan tindakan operasi dengan narkose umum atau anestesi spinal.
Tindakan ini merupakan tindakan definitif untuk mencegah tirah baring lama
dengan segala risikonya. Pasca bedah penderita dapat segera melakukan
program rehabilitasi mobilisasi dini dengan jalan gradual full weight bearing.
Namun perlu diingat bahwa patah tulang yang timbul adalah akibat dari
osteoporosis, karena itu perlu diikuti dengan pengobatan terhadap
osteoporosisnya. Tindakan pengobatan osteoporosis termasuk untuk mencegah
migrasi dari AMP baik migrasi ascendance maupun discendence.
Apabila operasi tidak dapat dikerjakan karena keadaaan fisiknya, hasil
check -up kurang baik, atau penderita menolak tindakan operatif, maka setelah 3
minggu dalam traksi dilakukan mobilisasi secara bertahap.
Gerakan daerah patah tulang akan menyebabkan jarak antara kedua
fragmen, tidak terjadi gesekan lagi dan terjadi pseudoarthrosis. Walaupun akan
terjadi leg discrepancy, selisih panjang ini dapat dikompensasi dengan
pemberian ganjal (build up heel and sole) pada alas kaki (sepatu - sandal) untuk
mencegah timbulnya NPB.

PATAH TULANG RADIUS DISTAL


Patah tulang ini timbul disebabkan reaksi penderita yang jatuh selalu
berusaha menahan badan dengan tangannya. Pada pergelangan tangan terjadi
cedera kompresi, rotasi dan angulasi yang menimbulkan Colles fracture. Pada
patah tulang yang segar, reposisi tertutup dan pemasangan gips cukup
memadai. Lain halnya bila datang terlambat dengan malposisi. Walaupun
demikian penderita manula biasanya tidak mengeluh dengan kelainan bentuk
dan gangguan gerak yang terbatas, baik fleksi ekstensi maupun pro dan
supinasi. Orif (Open Reduction Internal Fixation) dengan implant yang minimal
yaitu kirshner wire hanyalah untuk mempertahankan kedudukan setelah reposisi
dan kemudian perlu dipasang gips.

PATAH TULANG BELAKANG


Patah tulang belakang pada penderita osteoporosis sebagian besar
terjadi karena jatuh terduduk, bila osteoporosisnya parah dapat juga terjadi
fraktur karena mengangkat barang berat bahkan kadang duduk terlalu kencang
di tempat duduk. Patah tulang yang terjadi biasanya bentuk kompresi. Paling
banyak pada tulang belakang tengah (Thorakal XII & Lumbal I ). Bila jatuhnya
keras tidak jarang terjadi kelemahan kekuatan otot-otot tungkai bahkan
kelumpuhan sampai gangguan kencing & BAB , hal ini terjadi karena penekanan
saraf oleh fragmen tulang yang patah.
Penanganan patah tulang belakang, bila ringan hanya perlu memakai
Brace, bila menimbulkan kelemahan harus dilakukan operasi dengan tujuan
membebaskan saraf yang terjepit fragmen tulang yang patah sekaligus stabilisasi
dengan implant. Pada awal tahun 2000 ini ditemukan vertebroplasty cara baru
penanganan patah tulang belakang tanpa operasi yang bertujuan menghilangkan
nyeri dan mereposisi fragmen fraktur yang mengalami kompresi dengan cara
menyuntikkan semen tulang kedalam tulang belakang yang patah.

KEPUSTAKAAN
1. Apley, AG and Solomon, M (1993). System of Orthopaedics and
Fractures, Seventh edit. Butterworth - Heinemann, Oxford.
2. Harris, NH (1993). Post Graduate Textbook of Clinical Orthopaedics.
William & Wilkins Baltimore. 162-164.
3. Miller, MD (2000). Review of Orthopaedics, WB Saunders Company, 3rd
edit. 35 -37.
4. Netter, FH (1987). The CIBA COLLECTION OF MEDICAL
ILLUSTRATIONS, Musculoskeletal System Vol. 8, Part 1. CIBA-GEIGY
Corporation Summit, New Jersey,216-227.
5. Salter, RB (1989). The Musculoskeletal System. Osteoporosis. 2nd Edit.
Williams & Wilkins. Baltimore. 152 - 153.
6. Simon, SR (1994). Orthopaedic Basic Science. American Academy of
Orthopaedic Surgeons. 173 - 183.
7. Turek, SL (1984). Orthopaedics Principles and Their Applications. Vol. 1.
Fourth Edit. JB Lippincott Company, Philadelphia. 251 - 253.

Anda mungkin juga menyukai