Anda di halaman 1dari 18

PERATURAN PEMBANGUAN PONDASI

JALAN RAYA DAN JEMBATAN

Disusun Oleh :

MUHAMMAD ABI HARTONO (NIM 4116110009)


2 – KONSENTRASI JALAN TOL

Dosen Pengajar :

PUTERA AGUNG MAHA AGUNG

PROGRAM STUDI TEKNIK PERANCANGAN JALAN DAN JEMBATAN


KONSENTRASI JALAN TOL
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
2018
TATA CARA PELAKSANAAN LAPIS PONDASI JALAN DENGAN BATU PECAH
(SNI 03-2853-1992)

 RUANG LINGKUP
Tata cara ini digunakan untuk mendapatkan lapis pondasi jalan dengan
menggunakan batu pecah yang memenuhi syarat sebagai lapis pondasi

 RINGKASAN
Bahan yang digunakan adalah agregat kasar, agregat halus, dan agregat
campuran. Peralatan yang digunakan antara lain: Alat penghampar agregat,
grader, mesin gilas statis, mesin gilas ban pneumatic, mesin gilas dengan
penggetar, mesin pemadat timbris getar, dan alat-alat bantu.
Penyiapan agregat meiputi kegiatan pencampuran aggregat, proses
pencampuran, penyiapan material, pemasangan lapis pondasi batu pecah
antara lain :
Persiapan bahan, drainase, penghamparan, peralatan awal, bentuk penampang,
pembentukan akhir, kemudian pelaksanaan pemadatan, dan perlindungan
untuk jangka waktu yang lama .
Pengendalian mutu adalah pengujian bahan hasil pengamatan, kontrol kadar
air, dan penyiapan permukaan akhir lapis pondasi.

Tata cara ini juga menunjukkan metode sederhana menanggulangi segregesi


dengan ilustrasi gambar. Prosedur pengerjaan, pemasangan patok-patok,
pengangkutan, penghamparan, pembentukan, dan pemadatan.
TATA CARA PERENCANAAN TEKNIS PONDASI SUMURAN UNTUK JEMBATAN
SNI 03-3447-1994

 RUANG LINGKUP
Tata cara ini meliputi persyaratan dan ketentuan tentang perencanaan pondasi
sumuran berdasarkan kondisi ultimit terdiri dari daya dukung tanah,
kemantapan terhadap deformasi lateral, deformasi vertikal, geser, dan guling,
keawetan bahan serta kekuatan struktur sumuran.

 RINGKASAN
Tata cara ini sebagai acuan dan pegangan untuk merencanakan pondasi sumuran
yang berfungsi sebagai pendukung jembatan dengan tujuan untuk
menyeragamkan cara perencanaan pondasi sumuran untuk jembatan sehingga
memenuhi tuntutan kekuatan, kemantapan, keawetan, dan efisien untuk
pembangunan jembatan.
Tata cara perencanaan ini antara lain:
1. Hitung semua gaya vertikal dan lateral ultimit yang berasal dari bangunan
bawah berdasarkan ketentuan
2. Siapkan data geoteknik pada lokasi sumuran, meliputi stratigrafi, dan semua
parameter tanah yang diperlukan.
3. Tentukan bentuk dan dimensi sumuran
4. Hitung daya dukung tanah ultimit dan faktor keamanan.
5. Hitung kemantapan lateral pondasi
6. Hitung kemantapan terhadap guling dan faktor keamanan.
7. Hitung deformasi vertikal
8. Hitung kekuatan struktur balok pondasi, dinding sumuran, dan sambungan
sumuran dengan balok pondasi
9. Buat gambar rencana

Keterangan gambar terdapat di halaman berikutnya.


SPESIFIKASI TIANG PANCANG BETON PRACETAK UNTUK PONDASI JEMBATAN,
UKURAN (30 x 30, 35 x 35, 40 x 40) CM2 PANJANG 10-20 METER DENGAN BAJA
TULANGAN BJ 24 DAN BJ 40
(SNI 03-4434-1997)

1. Maksud dan Tujuan


1.1 Maksud
Spesifikasi tiang pancang beton pracetak ini dimaksudkan sebagi acuan dan
pegangan dalam membuat pondasi tiang pancang beton untuk pondasi jembatan di
laboratorium dan di lapangan.
1.2 Tujuan
Tujuan spesifikasi ini adalah untuk memudahkan bagi perencana dan pelaksana
pembangunan jembatan, sehingga tercapai efisiensi batas ultimit, dengan kekuatan
beton sebesar 25 Mpa (K-250) serta tegangan leleh baja tulangan sebesar
400 Mpa (Bj-40)

2. PERSYARATAN TEKNIS
2.1. Spesifikasi Kualitatif
a). tiang pancang beton yang tercantum dalam spesifikasi ini dihitung berdasarkan
keadaan batas ultimit.
b). tiang pancang beton pracetak harus kuat memikul beban dan gaya-gaya dalam
arah vertikal dan lateral yaitu akibat :
1. beban dan gaya-gaya yang bekerja pada pilar atau kepala jembatan.
2. pemindahan dan pengangkutan.
3. pemancangan.
4. deformasi lateral dan vertikal
5. gaya lateral akibat proses konsolidasi lapisan tanah di bawah timbunan oprit
di belakang kepala jembatan
6. gaya gesek negatif
7. gaya tekuk.

2.2. Spesifikasi Kuantitatif


1) Persyaratan bahan :
(1) Beton
 beton yang digunakan untuk tiang pancang pracetak harus mempunyai kuat
tekan 25 Mpa.
 agar beton dapat memenuhi persyaratan, setiap pembuatan tiang harus
didasarkan kepada rencana campuran, dengan menggunakann komponen
bahan yang memenuhi ketentuan metode pengujian kuat tekan beton (SNI 03-
1974-1990), dan selama pelaksanaan pengecoran beton harus diikuti dengan
pengendaliam mutu.
(2) Baja tulangan
 baja tulangan utama untuk tiang pancang beton pracetak harus menggunakan
baja ulir dan dengan tegangan leleh minimum 240 Mpa (Bj- 24), bebas dari
korosi dan kotoran yang menempel pada baja.
 baja tulangan lainnya menggunakan baja polos dengan tegangan leleh minimum
240 Mpa (Bj-40) dan bebas dari korosi dan kotoran yang menempel pada baja.
 Untuk menjamin tercapainya mutu baja yang diisyaratkan, sebelum digunakan
harus dilakukan pengujian mutu sesuai dengan SNI 07-2529-1991 tentang
Metode pengujian tarik baja beton.

2) Klasifikasi Tiang
Tiang pancang beton pracetak, dibuat dengan variasi panjang sesuai dengan

3) Persyaratan Struktur

Dimensi tiang dapat dilihat pada tabel 2.


TATA CARA PERENCANAAN TEKNIS PONDASI TIANG UNTUK JEMBATAN

SNI 03-6747-2002

Ruang Lingkup:

Tata cara perencanaan teknis pondasi tiang untuk jembatan yang membahas tentang
persyaratan dan ketentuan – ketentuan perenanaan teknis pondasi tiang dengan cara
ultimit, terdiri dari, pemilihan jenis tanah, daya dukung axial dan lateral, kemantapan
terhadap penurunan, guling, dan geser serta struktur tiang dan sambungan tiang dengan
balok pondasi.

RINGKASAN:

Jembatan adalah bangunan pelengkap jalan yang terputus oleh sungai, saluran, lembah,
selat, atau laut, jalan raya, dan jalan kereta api. Pondasi tiang adalah bagian dari struktur
jembatan dengan mekanis pelimpahan beban dan gaya-gaya melalui strutur tiang
pondasi.

Persyaratan kondisi geoteknik, pondasi tiang untuk jembatan dapat digunakan:

1. Sampai kedalaman 10,00 m atau lebih dari permukan tanah, terdiri dari lapisan:
a. Tanah kohesif yang sifatnya bervariasi dari sangat lembek, lembek, teguh, atau
kenyal.
b. Tanah non kohesif yang sifatnya bervariasi dari sangat lepas, lepas, atau agak
padat
2. Lapisan tanah keras dengan sondir q, ≥ 15000 kPa atau penetrasi standar N ≥ 50
terletak pada kedalaman lebih dari 10,00 m

Persyaratan keawetan tiang, struktur tiang pondasi harus memenuhi keawetan sebagai
berikut:

1. Tiang beton
a. Pada lingkungan korosif, tiang harus dibuat dengan menggunakan rencana
campuran beton kedap air sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Tebal minimum selimut beton adalah 45 mm untuk kondisi non korosif dan 55
mm pada kondisi korosif
2. Tiang baja dan komposif baja beton
a. Bagian tiang yang terletak menonjol di atas dasar sungai harus di proteksi
terhadap korosi, terutama bagian yang terletak di sekitar fluktuasi muka air.
b. Tiang terletak pada aliran sungai yang pada waktu banjir banyak mengalirkan
benda-benda hanyutan maka mutu baja yang digunakan harus tahan aus
terhadap abrasi pada permukaannya

Ketentuan, untuk daya dukung aksial ultimit tiang vertikal tunggal harus dihitung
berdasarkan tahanan ultimit pada ujung tiang dan tahanan gesek ultimit pada permukaan
selimut tiang (lihat gambar dibawah ini)
SPESIFIKASI AGREGAT LAPIS PONDASI BAWAH,
LAPIS PONDASI ATAS DAN LAPIS PERMUKAAN
SNI 03-6388-2000

1. Ruang Lingkup
Spesifikasi ini meliputi mutu dan gradasi campuran lempung beipasir; kerikil; batu atau
slag basil penyaringan; atau pasir; sirtu pecah yang terdiri atas kerikil, batu pecah atau
slag dengan atau tanpa tanah pengikat atau kombinasi dari bahan tersebut untuk
digunakan pada bahan lapis pondasi bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan. Syarat-
syarat pada spesifikasi ini terbatas hanya untuk bahan-bahan yang mempunyai sifat-sifat
berat jenis, penyerapan air, dan gradasi yang normal. Bila digunakan bahan-bahan lain,
batas-batas spesillkasi yang sesuai harus ditentukan.

2. Acuan
 AASHTO M 147-65 (1990). Standard Specification for Materials for Aggregate and
Soil-Aggregate Subbase, Base and Surface Course
 SNI 03-2417-1991. Metode Pengujian Keausan Agregat Den-an Mesin Abrasi Los
Angeles
 SNI 06-4170-1996. Spesifikasi Kalsium Klorida

3. Persyaratan Umum
A. Agregat Kasar
 Agregat kasar tertahan pada saringan 2,00 mm (no.10) harus terdiri atas
butiran-butiran atau pecahan-pecahan batu, kerikil atau slag yang keras dan
awet.
 Nilai keausan agregat kasar, sesuai dengan SNI 03-2417-1991, tidak lebih dari
50 persen.
Catatan : Persyaratan nilai keausan yang lebih tinggi atau lebih rendah dapat
ditentukan oleh Direksi Teknik sesuai dengan bahan yang tersedia.
B. Agregat Halus
 Agregat halus, lolos saringan 2,00 mm (no. 10) harus terdiri atas pasir alam
atau abu batu, dan mineral yang lolos saringan 0,075 mm (no. 2"00).
 Fraksi yang lolos saringan 0.075 mm (no.200) harus tidak lebih dari dua pertiga
fraksi yang lolos saringan 0,425 mm (no. 40). Fraksi yang lolos sarin(-,an 0,425
mm tidak boleh memiliki batas cair lebih besar dari 25 dan batas pl,astis tidak
boleh lebih dari 6.
C. Gradasi bahan agregat-tanah
Harus memenuhi persyaratan gradasi yang ditunjukkan dalam Tabel I
Persyaratan gradasi untuk agregat gabungan akan ditetap'kan oleh Direksi Tekreik.
Semua bahan harus bebas dari tumbuh-tumbuhan dan gumpalan lempung.
D. Bahan Lapis Pondasi Bawah
Bahan lapis pondasi bawah dengan gradasi A, B, C, D, E, atau F harus memenuhi
persyaratan umum seperti tersebut pada butir 3. Jenis bahan dan gradasi yang
diinginkan harus ditetapkan.
E. Bahan Lapis Pondasi
Bahan lapis pondasi dengan gradasi A, B, C, D, E, atau F harus memenuhi
persyaratan umum seperti tersebut pada butir 3. Jenis bahan dan gradasi yang
diinginkan harus ditetapkan.
F. Bahan Lapis Permukaan
Bahan lapis permukaan dengan gradasi C, D, E, atau F harus memenuhi
persyaratan umum seperti tersebut pada butir 3. Jenis bahan dan gradasi yang
diinginkan harus ditetapkan.
G. Kadar Air
Kadar air bahan harus sama atau sedikit dibawah optimum, agar kepadatan
rencana dapat dicapai.
H. Bahan Tambah
Bila untuk mengendalikan air digunakan kalsium klorida, bahan tersebut harus
memenuhi syarat sesuai dengan SNI 06-4170-1996.
I. Pekerjaan Lapis Pondasi Jalan
(Bina Marga No 002-01/ BM/ 2006)
1. Lapis pondasi
1.1. Umum
Lapis pondasi merupakan bagian perkerasan jalan raya yang terletak antara lapis
Permukaan jalan dan tanah dasar dimana salah satu fungsi utamanya pada perkerasan
Lentur adalah untuk menyebarkan beban kendaraan agar tegangan yang sampai ke
tanah dasar tidak melampaui tegangan yang dapat menimbulkan deformasi berlebih.
Pada Perkerasan kaku, fungsi utama lapis pondasi dalahu untuk mencegah pemompaan.
Atas pertimbangan efisiensi bahan, lapis pondasi dapat terdiri atas dua
bagian, yaitu lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah. Pada perkerasan kaku,
istilah lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah kadang-kadang digunakan secara
bergantian. Karena letaknya yang langsung di bawah lapis permukaan sehingga
menerima tegangan yang besar akibat beban roda kendaraan,maka lapis pondasi atas
dan lapis pondasi bawah pada perkerasan lentur harus mempunyai ketahanan yang
tinggi terhadap deformasi. Karena posisinya yang terletak di bawah lapis pondasi
atas, lapis pondasi bawah dapat mempunyai mutu yang lebih rendah daripada mutu
lapis untuk pondasi. Untuk memnuhi fungsi diatas ,lapis pondasi atas dan lapis
pondasi bawah dapat dibuat dari berbagai jenis bahan,tergantung pada ketersediaan
bahan ,efisiensi pengerjaan serta fungsi lainnya posisi lapisan pondasi atas dan
lapisan bawah,baik pada perkerasan lentur maupun perkerasan kaku,ditunjukan pada
gambar 1.1
1.2. Fungsi lapis pondasi
Di atas disebutkan bahwa salah satu fungsi lapis pondasi adalah untuk menyebarkan
tegangan atau untuk meningkatkan kapasitas struktural perkerasan, terutama pada
perkerasan lentur. Disamping fungsi tersebut, terdapat fungsi-fungsi lain lapis
pondasi, tergantung pada jenis perkerasan. Pada perkerasan kaku, fungsi lain lapis
pondasai adalah:
 Mencegah terjadinya pemompaan( pumping).
 Mengalirkan air yang masuk dalam perkerasan.
 Mencegah atau memperkecil terjadinya pemuaian pada tanah dasar.
 Sebagail lantai kerja.
Sebagai pencegah pemompaan, lapis pondasi harus mudah mengalirkan air (freed
raining) atau mempunyai ketahanan yang tinggi terhadap erosi. Agar mudah
mengalirkan air, lapis pondasi dapat terdiri bahan yang bergradasi menerus atau
bergradasi lain,tetapi bahan halus yang terkandungnya harus sedikit atau sama sekali
tidak ada. Ditinjau dari kepentingan struktural, lapis pondasi tidak perlu mempunyai
sifat mudah mengalirkan air, tetapi akibat beban kendaraan, lapis tersebut harus
tahan deformasi sehingga apabila dibuat dari agregat, gradasinya harus menerus.
Agar tahan terhadap deformasi, seringkali bahan untuk lapis pondasi distabilisasi
dengan bahanl ain,diantaranya aspal, semen, kapur. Lapis pondasi dan lapis pondasi
bawah pada perkerasan lentur ditujukan untuk meningkatkan daya dukung
perkerasan, baik melalui penambahan kekakuan dan ketahanan lelah maupun melalui
pembentukan lapisan yang relatif tebal sehingga dapat menyebarkan beban secara
lebih luas. Hal tersebut merupakan fungsi utama lapis pondasi pada perkerasan
lentur, meskipun tetap dituntut adanya fungsi drainase dan fungsi perlindungan
terhadap pemuaian tanah dasar.

1.3. Lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah pada perkerasan lentur
Sebagaimana disebutkan di atas bahwa fungsi utama lapis pondasi atas dan lapis
pondasi bawah pada perkerasan lentur adalah sebagai media untuk menyebarkan
tegangan yang ditimbulkan oleh beban kendaraan yang bekerja pada permukaan
perkerasan. Dengan demikian, maka tegangan yang sampai pada permukaan tanah
dasar tidak mengakibatkan deformasi yang berlebih. Lapis pondasi pada perkerasan
lentur biasanya terdiri atas lapisan hasil pemadatan batu pecah, kerikil atau slag yang
bergradasi tertentu, lapis pondasi bawah dapat terdiri atas bahan yang atau bahan
hasils tabilisasi sedangkan sama seperti untuk lapis pondasi, tetapi dengan mutu yang
lebih rendah. Untuk memastikan bahwa tanah dasar tidak menerima tegangan
berlebih, maka lapis pondasi atas dan lapis pondasi bawah harus mempunyai tebal
memadai.
1.3.1. Lapis pondasi atas
Untuk mencegah terjadinya keruntuhan akibat tegangan yang terjadi langsung di
bawah permukaan, lapis pondasi atas harus terdiri atas bahan bermutu tinggi. Apabila
lapis pondasi atas terdiri atas agregat, maka agregat tersebut harus gradasi yang
sesuai dengan gradasi yang dicantumkan dalam spesifikasi. untuk kondisi lalu-lintas
dan cuaca tertentu, penentuan persyaratan gradasi harus mempertimbangkan berat isi
dan stabilitas. CBR yang harus dipenuhi bahan lapis pondasi biasanya ditetapkan 100
persen.Namun demikian, lapis pondasi pada perkerasan yang melayani lalu-lintas
rendah mungkin tidak menuntut bahan bermutu tinggi, tetapi cukup bahan bermutu
lebih rendah. Penggunaan bahan bermutu rendah untuk lapis pondasi dapat
dikompensasi dengan mempertebal lapis permukaan. Lapis pondasi yang terdiri atas
bahan yang distabilisasi aspal atau semen dapat menghemat biaya, karena lapis
pondasi dengan bahan tersebut akan menjadi lebih tipis.
1.3.2. Lapis pondasi bawah
Untuk lapis pondasi bawah dapat digunakan bahan pilihan, misal kerikil alam. Bahan
pilhan biasanya mempunyais tabilitas cukup tinggi, tetapi mempunyai karakteristik
lain yang menjadikan bahan tersebu tidak sepenuhnya memenuhi syarat sebagai lapis
pondasi atas. Agar dapat dijadikan lapis pondasi bawah, bahan pilihan mungkin perlu
distabilisasi atau mungkin langsung digunakan dalam kondisi aslinya. Tujuan
pemasangan lapis pondasi bawah adalah untuk mendapatkan perkerasan yang relatif
tebal tetapi dengan biaya yang lebih murah. Oleh karena itu, bahan untuk lapis
pondasi bawah dapat mempunyai mutu yang rentang batas-batasnya lebar, sejauh
persyaratan tebal dipenuhi. Persyaratan berat isi dan kadar air seyogyanya ditetapkan
Berdasarkan pengujian laboratorium atau lapangan.
2.1.2.2 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pondasi
dalam
2.1.2.2.1 Jenis pondasi dalam
Jenis pondasi dalam yang merupakan tiang pancang dapat bersifat tiang gesek, tiang
tumpu, atau tiang yang merupakan kombinasi, dan material tiang tersebut dapat
terbuat dari beton, baja dan kayu.
2.1.2.2.2 Kedalaman tiang
o Kedalaman tiang harus ditentukan dengan mempertimbangkan:
o Daya dukung atau sifat kompresibilitas tanah atau batuan.
o Penurunan yang diijinkan dari struktur.
o Perkiraan kedalaman gerusan setempat.
o Kemungkinan pergerakan tanah.
o Penggalian badan sungai atau degradasi dasar sungai di kemudian hari
yangberdekatan dengan pondasi.
o Letak dan kedalaman pondasi dari struktur yang berdekatan.
o Muka air tanah.
Penentuan panjang tiang hendaknya didasarkan atas evaluasi yang cermat berdasar
informasi karakteristik tanah yang tersedia, perhitungan kapasitas statik vertikal dan
lateral, dan/atau berdasarkan riwayat/pengalaman sebelumnya.
2.1.2.2.3 Jarak tiang dan kedalaman tiang yang masuk kedalam tanah
Jarak dari tiang-tiang harus dipertimbangkan terhadap kondisi dari tanah dan harus
dipilih dengan memperhatikan pemadatan dan metode pemasangan/pelaksanaannya.
Jarak tiang harus diukur dari as ke as. Untuk tiang-tiang yang paralel, jarak minimum
tiang adalah 5 kali diameter atau jarak terkecil dari tiang. Bila kepala tiang tergabung
dalam suatu kumpulan kepala tiang (pile-cap) beton, jarak dari satu sisi tiang ke tepi
terdekat dari kumpulan kepala tiang, tidak boleh kurang dari 250 mm. Kepala tiang
harus tertanam ke dalam beton tidak kurang dari 300 mm sesudah semua material
yang rusak akibat pemancangan dibuang. Untuk tiang-tiang beton dan pipa bajaRSNI
T-12-2004 80 dari 117 yang diisi beton harus dibuat kait angkur atau
pembesian yang diperpanjang kedalam pilecap beton, maka masuknya kepala tiang
dapat dikurangi sampai 100 mm.
2.1.2.2.4 Pergerakan tiang
Penurunan dari tiang-tiang yang dibebani secara aksial dan grup tiang pada beban
yang diijinkan harus diperhitungkan. Analisis elastis, cara transfer beban dan/atau
cara elemen hingga dapat digunakan. Penurunan dari tiang atau grup tiang tidak
boleh melebihi batas pergerakan struktur yang diijinkan. Untuk perhitungan
pergerakan tiang sebagaimana dalam Standar Perencanaan Teknis Pondasi Tiang
untuk Jembatan SK SNI T-15-1993-03.
2.1.2.2.5 Pengaruh dari pemancangan tiang dan struktur yang berdekatan
Pemilihan dan pemancangan tiang perlu dipertimbangkan terhadap pengaruh
pemadatan yang disebabkan oleh berpindahnya tanah terhadap tiang dan struktur
yang berada di dekatnya. Dan perlu juga dilihat pengaruh timbal balik antara struktur
dekat pondasi tiang serta pondasi tiang itu sendiri.
2.1.2.2.6 Gaya akibat pengangkatan
Kekuatan struktural tiang harus cukup untuk menahan pengaruh beban yang
dihasilkan akibat pengangkatan dan pemancangan. Ketahanan tiang tidak boleh
melampaui kondisi perencanaan ultimit dan layanan akibat pengaruh beban-beban
tersebut. Dalam memperhitungkan tegangan akibat pengangkatan, maka beban statik
harus ditingkatkan sebesar 50% sebagai akibat gaya tumbukan dan kejutan.
2.1.2.2.7 Sambungan
Apabila mungkin sambungan tiang dihindarkan. Jika tidak, maka sambungan harus
direncanakan mempunyai kekuatan penuh pada penampang melintang tiang. Jika
sambungan tidak dapat menahan momen lentur penuh, maka kekuatan dan lokasi
sambungan tidak boleh berada pada daerah yang mempengaruhi perilaku dan kinerja
selama pengangkatan, pemancangan atau dalam posisi akhir.
2.1.2.2.8 Pelindung ujung tiang atau sepatu tiang pancang
Ujung atau sepatu tiang disarankan digunakan, kecuali jika diketahui dari
pengalaman sebelumnya, penyelidikan khusus atau tiang uji bahwa hal ini memang
tidak diperlukan. Penggunaan sepatu tiang dipertimbangkan untuk tiang yang bersifat
tumpu, dan dipancang pada daerah permukaan batuan keras. Dan untuk tiang
pancang yang terletak pada suatu permukaan batuan keras miring di mana ujung
tiang dapat tergelincir penggunaansepatu RSNI T-12-2004 81 dari 117 tiang
dihindarkan. Adanya kebutuhan ujung sepatu bisa digunakan untuk berbagai tipe
tiang yaitu tiang beton, baja dan kayu.
Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan
(RSNI T-12-2004)
2 Ketentuan struktur bawah
2.1 Pondasi
2.1.1 Ketentuan pondasi dangkal
2.1.1.1 Umum
 Pondasi dangkal harus direncanakan dengan pertimbangan terhadap:
 Daya dukung tanah pada kemampuan layannya atau keadaan batas ultimit.
 Jenis struktur, penurunan total, penurunan differensial, dan pergerakan lainnya
yang dapat diterima.
 Sifat dan lamanya pembebanan.
 Kedalaman pondasi.
 Pengaruhnya terhadap pondasi lain dari struktur bangunan yang sudah berdiri
disekitarnya, pada waktu pelaksanaan konstruksi jembatan yang direncanakan.
2.1.1.2 Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan pondasi
dangkal
2.1.1.2.1 Kedalaman pondasi
 Kedalaman pondasi dangkal ditentukan dengan mempertimbangkan:
 Daya dukung dan sifat kompresibilitas tanah.
 Perkiraan kedalaman gerusan.
 Kemungkinan pergerakan tanah dasar.
 Kemungkinan penggalian di masa yang akan datang yang berdekatan dengan
pondasi.
 Muka air tanah.
 Besarnya perubahan volume tanah kohesif akibat iklim/musim.
 Jarak dan kedalaman pondasi yang berdekatan dengan lereng yang mempunyai
resiko stabilitas secara keseluruhan.
 Mencapai suatu kedalaman di mana pondasi tidak akan terganggu oleh kontruksi
baru di masa mendatang.
 Kemungkinan adanya jalur pemipaan dalam tanah.
 Kemungkinan adanya tekanan apung air tanah.
 Kemungkinan terjadinya perubahan morfologi badan sungai, seperti gerusan
setempat, penggalian dasar sungai(akibat galian C), dan degradasi dasar
sungai.
2.1.1.2.2 Penurunan pondasi
Penurunan di atas tanah keras tidak perlu diperhitungkan. Sedangkan untuk tanah-
tanah yang lain harus diperiksa penurunannya dengan menggunakan pembebanan
yang mendekati keadaan batas pada kemampuan daya layannya.Pergeseran pondasi
dapat diakibatkan karena pergerakan total seluruh pondasi atau sebagai pergerakan
diferensial. Tiga tipe utama pergerakan pondasi yang harus dipertimbangkan adalah:
 Penurunan
 Pergerakan horizontal ( geser )
 Terguling ( rotasi )
2.1.1.2.3 Kapasitas pondasi
Ketahanan daya dukung ultimit pondasi harus memperhitungkan pengaruh dari
pergerakan tanah di bawahnya. Konsekuensinya adalah tidak dimungkinkan untuk
membuat satu nilai universal untuk perencanaan pondasi, yang mana nilai-nilai
tersebut harus didapat dari pengujian geoteknik di lapangan dan/atau laboratorium.
RSNI T-12-2004 78 dari 117.Bila diperkirakan adanya resiko, longsor harus
Dipertimbangkan pada level permukaan perletakan pondasi pada kondisi batas ultimit.
2.1.1.2.4 Lebar pondasi
Lebar pondasi harus dirancang berdasarkan :
 Tekanan pada tanah di level kedudukan pondasi harus cukup rendah.
 Pertimbangan praktis menyangkut penggalian yang ekonomis.

2.1.1.3 Ketentuan perencanaan berdasarkan PBL


2.1.1.3.1 Analisis pergerakan pondasi
Penurunan pondasi dapat muncul sebagai penurunan total dari keseluruhan pondasi
atau sebagai penurunan diferensial dari kelompok pondasi atau balok pondasi atau
pondasi rakit. Penurunan total adalah gabungan dari penurunan elastis, konsolidasi
dan sekunder. Penurunan elastis harus ditentukan dengan menggunakan beban mati
tidak terfaktor yang ditambah dengan beban hidup dan kejut tidak terfaktor.
Penurunan konsolidasi dan sekunder dapat ditentukan dengan hanya menggunakan
beban mati yang tidak terfaktor. Penurunan dapat dihitung berdasarkan teori elastis,
teori konsolidasi atau dengan menggunakan hasilhasil uji lapangan. Pergerakan
pondasi yang ditolerir baik vertikal maupun horisontal harus dikembangkan
konsisten dengan fungsi dan jenis struktur, umur layan yang diantisipasi, dan
konsekuensi dari pergerakan pada kinerja struktur.
2.1.1.3.2 Pondasi dengan beban eksentris yang sangat besar
Pondasi dengan beban ini harus direncanakan terhadap situasi:
 Terjadinya tegangan pojok yang sangat tinggi pada kasus pondasi di atas batuan
keras.
 Masuknya tekanan air jika terdapat sebuah celah di bawah pondasi.
 Deformasi besar yang mengarah pada tergulingnya pondasi.

Anda mungkin juga menyukai