Anda di halaman 1dari 4

Gambaran Kejadian Diare pada Anak Balita di Puskesmas

KTI SKRIPSI

Gambaran Kejadian Diare pada Anak balita di Puskesmas

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan

Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian hampir di
seluruh daerah geografis di dunia dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit
berat dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan anak balita. Di negara berkembang,
anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian
sebesar 15-34% dari semua penyebab kematian. Di negara berkembang, anak-anak balita mengalami
rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian
diare per tahun atau hampir 15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare.1,2

Secara operasional diare balita dapat dibagi 2 klasifikasi, yaitu yang pertama diare akut adalah diare yang
ditandai dengan buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya lebih
sering dari biasanya (3 kali atau lebih sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari, dan yang kedua yaitu
diare bermasalah yang terdiri dari disentri berat, diare persisten, diare dengan kurang energi protein
(KEP) berat dan diare dengan penyakit penyerta.3,4

Penyakit diare di Indonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal ini
disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak kematian
terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.
Angka kesakitan diare pada tahun 2006 yaitu 423 per 1000 penduduk, dengan jumlah kasus 10.980
penderita dengan jumlah kematian 277 (CFR 2,52%). Di Indonesia dilaporkan terdapat 1,6 sampai 2
kejadian diare per tahun pada balita, sehingga secara keseluruhan diperkirakan kejadian diare pada
balita berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000-400.000 balita. Pada survei
tahun 2000 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Depkes di 10 provinsi, didapatkan hasil bahwa dari 18.000
rumah tangga yang disurvei diambil sampel sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu
1,3 episode kejadian diare pertahun.2

Upaya pemerintah dalam menanggulangi penyakit diare, terutama diare pada balita sudah dilakukan
melalui peningkatan kondisi lingkungan baik melalui program proyek desa tertinggal maupun proyek
lainnya, namun sampai saat ini belum mencapai tujuan yang diharapkan, karena kejadian penyakit diare
masih belum menurun. Apabila diare pada balita ini tidak ditangani secara maksimal dari berbagai sektor
dan bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja tetapi masyarakatpun diharapkan dapat ikut serta
menanggulangi dan mencegah terjadinya diare pada balita ini, karena apabila hal itu tidak dilaksanakan
maka dapat menimbulkan kerugian baik itu kehilangan biaya untuk pengobatan yang cukup besar
ataupun dapat pula menimbulkan kematian pada balita yang terkena diare.4

Hal yang menyebabkan seseorang mudah terserang penyakit diare pada balita adalah perilaku hidup
masyarakat yang kurang baik dan sanitasi lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal apabila
tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air dan daging, sehingga bila
terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi.5

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan air
bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak higienis,
kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta penyiapan dan penyimpanan makanan yang
tidak semestinya. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung dapat menjadi faktor
pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent, penjamu, lingkungan dan perilaku. Faktor penjamu
yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare, diantaranya tidak memberikan ASI
selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling
dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi
bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare
serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan
mudah dapat terjadi.6

Angka kejadian diare di dari data dinas kesehatan kota didapatkan pada tahun 2006 sebanyak 53.429
orang, tahun 2007 46.738 orang, tahun 2008 sebanyak 53.824 orang, tahun 2009 sebanyak 54.162
orang, sedangkan pada tahun sebanyak 49.897 orang. Walaupun angka kejadian diare pada tahun
menurun tetapi masih tinggi dengan cakupan wilayah sebesar 81%. Pada tahun 2009 didapatkan angak
kejadian diare pada balita sebanyak 26.413 balita.7

Puskesmas terletak di wilayah Kelurahan 20 ilir D II kecamatan Kemuning Kota dengan luas wilayah 674,3
Ha. Letaknya sangat strategis di tepi jalan raya sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat umum baik
dengan kendaraan umum maupun pribadi.8

Geografi wilayah kerja Puskesmas sebagaian besar terdiri dari daratan dan sebagian kecil di pinggir
sungai dan rawa. Batas wilayah kerja meliputi : sebelah utara dengan sungai Bendung, sebelah selatan
dengan Jln. Mayor Ruslan, sebelah barat dengan Jl. Jendral Sudirman, sebelah timur dengan Sungai
Bendung 9 ilir.8

Jumlah penduduk dalam wilayah kerja Puskesmas adalah 44.188 jiwa, dengan jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 22.286 jiwa dan perempuan sebanyak 21.896 jiwa. Jumlah bayi pada wilayah kerja Puskesmas
sebanyak 822 jiwa sedangkan balita sebanyak 4.037 jiwa.8

Jumlah penyakit diare yang datang ke poli MTBS PKM tahun sebanyak 1.530 balita dengan perincian usia
kurang dari satu tahun sebanyak 258 bayi, umur 1-4 tahun 507 balita, sedangkan usia kurang 5 tahun
sebanyak 765 balita.8
1.2. Rumusan Masalah

a. Bagaimana distribusi balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas , Provinsi Sumatera
Selatan berdasarkan jenis kelamin?

b. Bagaimana distribusi balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas berdasarkan umur
balita?

c. Apa jenis pekerjaan ibu dari balita yang mengalami diare?

d. Bagaimana tingkat pendidikan ibu dari balita yang mengalami diare?

e. Bagaimana sumber air minum yang digunakan balita penderita diare?

f. Bagaimana perilaku higiene ibu dari balita yang mengalami diare?

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi faktor sosiodemografi (pendidikan ibu dan pekerjaan ibu), sumber air minum keluarga,
dan perilaku higiene ibu sehari-hari pada balita yang datang berobat ke Puskesmas .

1.3.2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi distribusi jenis kelamin balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas

b. Mengidentifikasi distribusi umur balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas

c. Mengidentifikasi distribusi jenis pekerjaan ibu dari balita penderita diare yang datang berobat ke
Puskesmas

d. Mengidentifikasi distribusi tingkat pendidikan ibu dari balita penderita diare yang datang berobat ke
Puskesmas .

e. Mengetahui sumber air minum yang digunakan setiap hari oleh balita penderita diare yang datang
berobat ke Puskesmas

f. Mengetahui perilaku higiene ibu dari balita penderita diare yang datang berobat ke Puskesmas
1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Untuk Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran keadaan sosiodemografi berupa tingkat
pendidikan ibu dan pendapatan keluarga, sumber air minum serta perilaku higiene ibu dari balita yang
mengalami diare bagi peneliti dan pembaca. Selain itu juga dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan
untuk penyusunan kebijakan, pengambilan keputusan dalam berbagai penelitian selanjutnya.

1.4.2. Untuk Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat terutama para ibu
tentang pentingnya memperhatikan faktor faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya penyakit diare
pada balita sehingga diharapkan dapat menurunkan angka kejadian diare.

Anda mungkin juga menyukai