Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN DISKUSI

MODUL PENGINDERAAN
PEMICU 2

KELOMPOK DISKUSI 6

Muhammad Redha Diatama I1011131046


Ullya Aisyafitri I1011151007
Alfian Abdul Aziz Dja’afara I1011151014
Josephine Johan Liauw I1011151021
Vincent Sanjaya I1011151022
Lia Pramita I1011151026
Nina Nafila Ritonga I1011151038
Gerry Albilardo I1011151046
Septi Adelia I1011151057
Ade Elsa Sumitro Putri I1011151065
Rodiah I1011151066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2018
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Pemicu
Seorang laki-laki berusia 53 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan
penglihatan mata kanan kabur sejak 5 hari sebelumnya. Pasien juga melihat
bintik gelap yang bergerak-gerak.
Pasien menderita DM sejak 5 tahun sebelumnya, tidak teratur minum obat
dan kontrol. Pasien terakhir kontrol 2 tahun lalu. Pada pemeriksaan tersebut mata
kirinya didiagnosis katarak. Hipertensi (-)
Pemeriksaan fisik: Status generalis : Tekanan darah 150/90 mmHg, Nadi
85 x/m, pernapasan: 18 x/m, suhu 37OC.

Data tambahan :

OD OS
1/60 (pinhole tidak 1/300 (pinhole tidak
Visus
maju) maju)
Ortoforia Posisi bola mata Ortoforia
CI (-), PCI (-) Konjungtiva CI (-), PCI (-)
Neovaskularisasi (+) Iris Neovaskularisasi (-)
Keruh total
Jernih Lensa
Iris shadow test (-)

17 mmgHg TIO 16 mmgHg

2
OD OS

Refleks cahaya (+) Funduskopi Tidak dapat dievaluasi


Neovaskularisasi diskus (+)
Perdarahan (+)
Eksudat (+)
Cotton wool spot (+) di
semua kuadran

1.2. Kata Kunci


a. Laki-laki 53 tahun
b. Mata kanan kabur sejak 5 hari
c. Mata kiri katarak
d. Melihat bintik gelap bergerak-gerak
e. DM tidak terkontrol
f. Terakhir kontrol 2 tahun yang lalu
g. TD 150/90 mmHg

1.3. Rumusan Masalah


Apa yang dialami laki-laki 53 tahun dengan keluhan utama pengelihatan mata
kanan kabur sejak 5 hari yang lalu?

3
1.4. Analisis Masalah
Laki-laki 53 tahun

Anamnesis :
KU :
 Mata kabur sebelah kanan sejak 5
hari lalu
KP :
 Melihat bintik gelap yang bergerak-
gerak
RP :
 DM tidak terkontrol
 Katarak pada OS

Pemeriksaan Fisik
 TD 150/90 mm Hg
 HR normal
 RR normal
 Suhu normal

DD
 Retinopati DM
 Retinopati hipertensi
 Katarak

Dx

Tx

4
1.5. Pertanyaan diskusi
1. Retinopati DM
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Etiologi
d. Epidemiologi
e. Manifestasi klinis
f. Faktor resiko
g. Patogenesis
h. Diagnosis
i. Komplikasi
j. Tatalaksana
k. Prognosis
2. Retinopati hipertensi
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Etiologi
d. Epidemiologi
e. Manifestasi klinis
f. Faktor resiko
g. Patogenesis
h. Diagnosis
i. Komplikasi
j. Tatalaksana
k. Prognosis
3. Katarak
a. Definisi
b. Klasifikasi
c. Etiologi

5
d. Epidemiologi
e. Manifestasi klinis
f. Faktor resiko
g. Patogenesis
h. Diagnosis
i. Komplikasi
j. Tatalaksana
k. Prognosis
4. Hubungan antara katarak dan DM
5. Komplikasi DM yang berhubungan dengan mata
6. Pemeriksaan retinopati DM
7. DD dengan keluhan mata tenang visus turun

1.6. Hipotesis
Laki-laki 53 tahun mengalami retinopati DM pada mata kanan dan
katarak pada mata kiri

6
BAB II

PEMBAHASAN

1. Retinopati DM
a. Definisi
Retinopati diabetik adalah salah satu komplikasi mikrovaskular pada
diabetes mellitus (DM) tipe 1 dan 2 yang terjadi akibat proses
hiperglikemia dalam jangka waktu yang lama. Retinopati diabetik
diklasifikasikan atas non proliferative diabetic retinopathy (NPDR) dan
proliferative diabetic retinopathy (PDR). Non proliferative diabetic
retinopathy merupakan tahap awal dari retinopati diabetik yang terdiri dari
mild, moderate, severe dan very severe NPDR. Proliferative diabetic
retinopathy yang merupakan tahap lanjut dari retinopati diabetik terdiri
atas early, high risk dan advanced PDR.1
b. Klasifikasi
Sistem klasifikasi retinopati DM berdasar ETDRS:2
Klasifikasi Tanda pada pemeriksaan mata
Derajat 1 Tidak terdapat retinopati DM
Derajat 2 Hanya terdapat mikroaneurisma
Derajat 3 Retinopati DM non-proliferatid derajat
ringan-sedang yang ditandai oleh
mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda :
 Venous loop
 Perdarahan
 Hard exudates
 Soft exudates
 Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
 Venous beading

7
Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatif derajat
sedang-berat yang ditandai oleh :
 Perdarahan derajat sedang-berat
 Mikroaneurisma
 IRMA
Derajat 5 Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh
neovaskularisasi dan perdarahan vitreus

Klasifikasi retinopati DM:3


a) Retinopati Diabetes non proliferatif / NPDR (Non proliferative diabetik
retinopathy) adalah suatu mirkoangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus. Kebanyakan orang
dengan NPDR tidak mengalami gejala atau dengan gejala yang minimal pada
fase sebelum masa dimana telah tampak lesi vaskuler melalui ophtalmoskopi.
b) Retinopati Diabetes Proliferatif / PDR Penyulit mata yang paling parah pada
diabetes melitus adalah retinopati diabetes proliferatif, karena retina yang
sudah iskemik atau pucat tersebut bereaksi dengan membentuk pembuluh
darah baru yang abnormal (neovaskuler). Neovaskuler atau pembuluh darah
liar ini merupakan ciri PDR dan bersifat rapuh serta mudah pecah sehingga
sewaktu-waktu dapat berdarah kedalam badan kaca yang mengisi rongga
mata, menyebabkan pasien mengeluh melihat floaters (bayangan benda-benda
hitam melayang mengikuti penggerakan mata) atau mengeluh mendadak
penglihatannya terhalang.

Klasifikasi4
Usulan Tingkat Keparahan Temuan Teramati pada Ophthalmoskopi Dilatasi
Penyakit

8
Tidak ada retinopati yang jelas Tidak ada kelainan
NPDR ringan Hanya microaneurisme
NPDR sedang Lebih dari sekedar microaneurisme tapi kurang
dari NPDR berat
NPDR berat Definisi AS

Salah satu dari berikut (aturan 4-2-1) dan tidak


ada tanda-tanda retinopati proliferatif:

 Perdarahan intraretinal parah dan


mikroaneurisma di masing-masing empat
kuadran
 Vena beading pasti dalam 2 atau lebih
kuadran (Gambar 1)
 IRMA yang menonjol dalam 1 atau lebih
kuadran (Gambar 2)

Klasifikasi Internasional
Salah satu dari berikut dan tidak ada tanda-tanda
PDR
 Lebih dari 20 perdarahan intraretinal di
masing-masing empat kuadran
 Vena beading pasti dalam dua atau lebih
kuadran
 IRMA yang menonjol dalam satu atau
lebih kuadran
PDR Salah satu dari kedua hal berikut:
 Neovaskularisasi (Gambar 3)

9
 Perdarahan vitreous / preretinal (Gambar
4)
IRMA = intraretinal microvascular abnormalities; NPDR = nonproliferative diabetic
retinopathy; PDR = proliferative diabetic retinopathy

Gambar 1. Vena beading pada retinopati diabetes nonproliferatif.4

Gambar 2. Kelainan mikrovaskular intraretinal (IRMA) pada retinopati diabetes


nonproliferatif. Angiogram fluoresen menunjukkan mikroaneurisma, daerah
nonperfusi, dan remodeling kapiler intraretinal.4

10
Gambar 3. Neovaskularisasi retina.1

Gambar 4. Neovaskularisasi sedang di tempat lain dengan perdarahan


preretinal.4
c. Etiologi
Retinopati DM merupakan hasil kerusakan pembuluh darah kecil dan saraf
di retina. Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap
sebagai faktor resiko utama.Lamanya terpapar hiperglikemik
menyebabkan perubahan fisiologi dan biokimia yang akhinya
menyebabkan perubahan kerusakan endotel pembuluh darah. Perubahan
abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah dihubungkan

11
dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 1) adhesi platelet
yang meningkat, 2) agregasi eritrosit yang meningkat, 3) abnormalitas
lipid serum, 4) fibrinolisis yang tidak sempurna, 4) abnormalitas serum
dan viskositas darah.5
d. Epidemiologi
Retinopati diabetes adalah kelainan retina (retinopati) yang ditemukan
pada penderita diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes melitus dalam
jangka waktu yang lama dapat berakibat aneurismata, melebarnya vena,
perdarahan dan eksudat lemak.6
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di
jumpai, terutama di negara barat.7 Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25
tahun mengidap diabetes dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun
adalah penyandang diabetes. Prevalensi retinopati diabetik proliferatif
pada diabetes tipe 1 dengan lama penyakit 15 tahun adalah 50%.7
Retinopati adalah salah satu komplikasi mikrovaskular DM yang
merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa. Penelitian
epdemiologi di Amerika, Australia, Eropa dan Asia melaporkan bahwa
jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada
tahun 2010 menjadi 154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya
terancam mengalami kebutaan.8,9
The DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1785 penderita DM pada 18
pusat kesehatan primer dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa
42% penderita DM mengalami komplikasi retinopati, dan 6,4%
diantaranya merupakan retinopati DM. resiko menderita retinopati DM
meningkat sebanding dengan semakin lamanya seseorang menyandang
DM.10
Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10
tahun tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko berkembangnya
retinopati meningkat setelah pubertas.11

12
e. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis yang dapat dilihat pada pasien dengan retinopati
diabetic yaitu adanya mikroaneurisma, perdarahan intraretina berupa dot
dan blot, hard exudates, venous beading, infark pada nerve fiber layer dan
area nonperfusi. Pada pasien PDR akan ditemukan adanya
neovaskularisasi dan suatu proliferasi jaringan fibrovaskuler yang
melewati lapisan internal limiting membrane (ILM) pada retina.1
f. Faktor resiko
Adapun faktor risiko terjadinya retinopati diabetik, yakni:12
1. Riwayat diabetes yang lama adalah faktor yang paling penting.
Sekitar 50% pasien menderita retinopati diabetik memiliki
penyakit DM lebih dari 10 tahun, risiko menjadi 70% setelah 20
tahun, dan risiko 90 % setelah 30 tahun dari onset penyakit
diabetes mellitus.
2. Jenis Kelamin, insiden lebih sering pada wanita daripada laki-laki
(4:3).
3. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan
perkembangan dan perburukan retinopati diabetik.
4. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan
bertambah beratnya retinopati diabetik dan perkembangan PDR
pada DM tipe I dan II. Studi juga menunjukkan bahwa tekanan
darah diastolik yang tinggi pada usia muda dapat memperburuk
retinopati diabetik.
5. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya
retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang
buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan,
dan perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan
cairan. Sehinnga, pemeriksaan funduskopi bersifat esensial selama
kehamilan. Perubahan hormonal pada kehamilan dan kebutuhan

13
pengontrolan glukosa yang ketat juga memiliki asosiasi yang kuat
dengan perburukan derajat retinopati.
6. Faktor risiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan
hiperlipidemia.
g. Patogenesis
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM
dan terjadi melalui beberapa jalur :3
1. Hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oxygen intermediates
(ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs) yang merusak
perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan
faktor vasoaktif seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-like
growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akanmemperparah
kerusakan
2. Hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang
meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga
terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol
kemudia mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan
disfungsi enzim endotel
3. Hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein
kinase C (PKC). Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan
faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi
ekspresi intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu
terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah
dan menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis
dan oklusi kapiler retina.

Kesuluruhan jalur tersebut menimbulkan ganggun sirkulasi, hipoksia, dan


inflamasi pada retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik
yang berlebihan sehingga merangsang pembentukan pembuluh darah baru

14
yang memiliki kelemahan pada membran basalisnya, defisiensi taut kedap
antarsel endotelnya, dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya, terjadi
kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreus.3

h. Diagnosis4,13,14
Pemeriksaan fisik yang dilakukan adalah:
1. Ketajaman visual
2. Tekanan intraokular
3. Mikrokroskop slit lamp
4. Gonioskopi sebelum melebarkan pupil
5. Pemeriksaan funduskopi pada tiang posterior di bawah pupil melebar
6. Pemeriksaan retina perifer dan vitreous di bawah pupil melebar
7. Temuan pemeriksaan konsisten dengan patofisiologi

15
Gambar 5. Patofisiologi

16
Retinopati diabetik paling baik didiagnosis dengan pemeriksaan dilated eye
exam.
Selama pemeriksaan, dokter akan mencari:
1. Pembuluh darah tidak normal
2. Pembengkakan, darah atau timbunan lemak di retina
3. Pertumbuhan pembuluh darah baru dan jaringan parut
4. Perdarahan pada zat seperti jelly yang jernih yang mengisi bagian
tengah mata (vitreous)
5. Ablasi retina
Aspek penting dari pemeriksaan mengenai retinopati diabetes
meliputi glukosa puasa dan hemoglobin A1c, angiografi fluoresen,
tomografi koherensi optik, dan ultrasonografi B-scan.
1. Glukosa Puasa dan Hemoglobin A1c3
Glukosa puasa dan hemoglobin A1c (HbA1c) adalah tes
laboratorium penting yang dilakukan untuk membantu diagnosis
diabetes. Tingkat HbA1c juga penting dalam perawatan follow-up
jangka panjang pasien diabetes dan retinopati diabetes.
Data dari Epidemiological Study on the Insulin Resistance
Syndrome (DESIR) mengevaluasi retinopati diabetes pada 235
individu dengan diabetes dan 227 individu dengan kadar glukosa
plasma puasa yang terganggu. Studi ini menemukan bahwa risiko
perkembangan retinopati diabetik pada 10 tahun lebih tinggi pada
individu dengan kadar glukosa plasma puasa lebih dari 108 mg /
dL dan kadar HbA1c lebih dari 6%. Mengontrol diabetes dan
mempertahankan tingkat HbA1c dalam kisaran 6-7% adalah tujuan
dalam pengelolaan diabetes dan retinopati diabetes yang optimal.
Jika tingkat dipertahankan, maka perkembangan retinopati diabetes

17
berkurang secara substansial menurut The Diabetes Control and
Complications Trial.
2. Angiografi Fluoresein
Angiografi Fluoresein adalah tambahan yang tak ternilai dalam
diagnosis dan pengelolaan retinopati diabetes. Mikroaneurisma
muncul sebagai lesi hiperfluoresen yang tepat pada fase awal
angiogram dan biasanya bocor pada fase pengujian selanjutnya.
Blot dan dot hemoragik dapat dibedakan dari microaneurisma
sebagai hypofluorescent daripada hyperfluorescent. Area
nonperfusi tampak sebagai homofluorescent homogen atau bercak
gelap yang dibatasi oleh pembuluh darah tersumbat.
Kelainan mikrovaskular intraretinal dibuktikan dengan pembuluh
kolateral yang tidak bocor, biasanya ditemukan di perbatasan
retina nonperfusi. Berkas neovaskular bocor karena permeabilitas
tinggi; dimulai sebagai daerah hyperfluorescent yang meningkat
dalam ukuran dan intensitas pada tahap pengujian selanjutnya.
3. Optical Coherence Tomography (OCT)3
Optical Coherence Tomography (OCT) menggunakan cahaya
untuk menghasilkan citra cross-sectional retina. Ini digunakan
untuk menentukan ketebalan retina dan adanya pembengkakan
pada retina serta daya tarik vitreomakular. Tes ini terutama
digunakan untuk diagnosis dan pengelolaan edema makula
diabetes atau edema makula yang signifikan secara klinis.
4. B-scan Ultrasonografi3
B-scan ultrasonografi dapat digunakan untuk mengevaluasi status
retina jika media terhambat oleh perdarahan vitreous.
i. Komplikasi15,16,17,18
1. Rubeosis iridis progresif

18
Penyakit ini merupakan komplikasi segmen anterior paling
sering.Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu
respon terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai
penyakit, baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering
adalah retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi
pada tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskular pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera
spurmencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan
aquous dengan akibat intra ocular presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.Suatu saat membrane fibrovaskular ini konstraksi
menarik iris perifer sehingga terjadi sinekia anterior perifer (PAS)
sehingga sudut bilik mata depan tertutup dan tekanan intra okuler
meningkat sangat tinggi sehingga timbul reaksi radang intra
okuler.Sepertiga pasien dengan rubeosis iridis terdapat pada penderita
retinopati diabetika. Frekuensi timbulnya rubeosis pada pasien
retinopati diabetika dipengaruhi oleh adanya tindakan bedah. Insiden
terjadinya rubeosis iridis dilaporkan sekitar 25-42 % setelah tindakan
vitrektomi, sedangkan timbulnya glaukoma neovaskuler sekitar 10-
23% yang terjadi 6 bulan pertama setelah dilakukan operasi.
2. Glaukoma neovaskular
Glaukoma neovaskuler adalah glaukoma sudut tertutup sekunder yang
terjadi akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada permukaan iris
dan jaringan anyaman trabekula yang menimbulkan gangguan aliran
aquous dan dapat meningkatkan tekanan intra okuler. Nama lain dari
glaukoma neovaskular ini adalah glaukoma hemoragik, glaukoma
kongestif, glaukoma trombotik dan glaukoma rubeotik. Etiologi
biasanya berhubugan dengan neovaskular pada iris (rubeosis iridis).
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon

19
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit,
baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah
retinopati diabetik. Neovaskularisasi iris pada awalnya terjadi pada
tepi pupil sebagai percabangan kecil, selanjutnya tumbuh dan
membentuk membrane fibrovaskuler pada permukaan iris secara radial
sampai ke sudut, meluas dari akar iris melewati ciliary body dan sclera
spur mencapai jaring trabekula sehingga menghambat pembuangan
akuos dengan akibat Intra Ocular Presure meningkat dan keadaan
sudut masih terbuka.
3. Perdarahan vitreus rekuren
Perdarahan vitreus sering terjadi pada retinopati diabetik
proliferatif.Perdarahan vitreus terjadi karena terbentuknya
neovaskularisasi pada retina hingga ke rongga vitreus.Pembuluh darah
baru yang tidak mempunyai struktur yang kuat dan mudah rapuh
sehingga mudah mengakibatkan perdarahan. Perdarahan vitreus
memberi gambaran perdarahan pre-retina (sub-hyaloid) atau
intragel.Perdarahan intragel termasuk didalamnya adalah anterior,
middle, posterior, atau keseluruhan badan vitreous.
Gejalanya adalah perkembangan secara tiba-tiba dari floaters yang
terjadi saat perdarahan vitreous masih sedikit.Pada perdarahan badan
kaca yang massif, pasien biassanya mengeluh kehilangan penglihatan
secara tiba-tiba.
Oftalmoskopi direk secara jauh akanmenampakkan bayangan hitam
yang berlawanan dengan sinar merah pada perdahan vitreous yang
masih sedikit dan tidak ada sinar merah jika perdarahan vitreous sudah
banyak. Oftalmoskopi direk dan indirek menunjukkan adanya darah
pada ruang vitreous.Ultrasonografi Bscan membantu untuk
mendiagnosa perdarahan badan kaca.
4. Ablasio retina

20
Merupakan keadaan dimana terlepasnya lapisan neurosensori retina
dari lapisan pigmen epithelium.Ablasio retina tidak menimbulkan
nyeri, tetapi bisa menyebabkan gambaran bentuk-bentuk ireguler yang
melayang-layang atau kilatan cahaya, serta menyebabkan penglihatan
menjadi kabur.
j. Tatalaksana19
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah pencegahan.
Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat
mempengaruhi perkembangan retinopatidiabetik nonproliferatif menjadi
proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima
tahun setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes
melitus tipe II telah menderita retinopati saatdidiagnosis diabetes pertama
kali. Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis
ditegakkan. Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik
selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada
pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan
ahli matanya.
2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian
terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan
retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang
tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami
penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan
RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada
penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan

21
bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan
penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian
DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol
glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati
diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya
retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada.
Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan
mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan
sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga
menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan
penglihatan.
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi. Suatu
uji klinik yang dilakukan oleh National Instituteof Health di Amerika
Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar
laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien
dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah
hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina.
Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasi yang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3
metode terapi fotokoagulasi yaitu:
a. scatter (panretinal) photocoagulation = PRP , dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko
tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah
neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada
permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara

22
menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari
macula untuk menyusutkan neovaskular.
b. focal photocoagulation , ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi
mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000
µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan edema macula.
c. grid photocoagulation , suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema
yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan
menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.
k. Prognosis7
Pada mata yang mengalami edema macular dan iskemik yang bermakna
akan memiliki prognosa yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser,
dari pada mata dengan edema dan perfusi yang relatif baik.
2. Retinopati hipertensi
a. Definisi
Retinopati Hipertensi (hypertensive retinopathy) adalah kerusakan pada
retina akibat tekanan darah tinggi. Retinopati Hipertensi adalah kelainan-
kelainan retina dan pembuluh darah retina akibat tekanan darah tinggi.
Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau
setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing
atau sklerose pembuluh darah. Kelainan pembuluh darah ini dapat
mengakibatkan kelainan pada retina yaitu retinopati hipertensi.Retinopati
hipertensi dapat berupa perdarahan atau eksudat retina yang pada daerah
makula dapat memberikan gambaran seperti bintang (star figure).6

b. Klasifikasi20

23
c. Etiologi
Penyebab terjadi retinopati hipertensi adalah akibat tekanan darah tinggi.
Kelainan pembuluh darah dapat berupa penyempitan umum atau
setempat, percabangan pembuluh darah yang tajam, fenomena crossing
atau sklerose pembuluh darah.
Pada gangguan pembuluh darah, seperti spasme dan arteriosclerosis,
faktor-faktor yang berperan terjadinya arteriosclerosis ini adalah
hiperlipidemia dan obesitas. Faktor-faktor ini nanti akan muncul pada
dekade kedua, berupa guratan-guratan lemak di pembuluh-pembuluh
darah besar dan kemudian berkembang menjadi suatu plak fibrosa pada
dekade ketiga, sehingga mengakibatkan hilangnya elastisitas pembuluh
darah dan terjadi pengurangan diameter pembuluh darah akibat

24
tertimbunnya plak tersebut ( arteriosclerosis ). Keadaan ini akan
menimbulkan peningkatan tahanan aliran darah ( hipertensi ). Pada retina,
juga akan terjadi peningkatan tekanan darah pada arteriole-arteriole di
retina (retinopati hipertensi).7
d. Epidemiologi
Retinopati hipertensif secara signifikan lebih tinggi pada usia> 50 tahun
dari <50 tahun (68,48% banding 31,52%) (P value = 0,0004779), jenis
kelamin laki-laki (64,1% vs 35,9%) dan lebih tinggi pada mereka dengan
durasi hipertensi lebih banyak daripada 5 tahun (34,56% vs 23,84%)
(nilai P = 0.00000251). Kerusakan organ target lainnya (IHD, stroke dan
CKD) lebih banyak pada orang dengan retinopati dibandingkan pasien
retinopati (21,73% banding 19,90%).21
Kelainan ini banyak ditemukan pada usia 40 tahun ke atas. Prevalensi
retinopati hipertensi bervariasi antara 2%-15%. Data ini berbeda dengan
hasil studi epidemiologi yang dilakukan oleh Framingham Eye Study
yang mendapatkan hasil prevalensi rata-rata kurang dari 1%. Di Indonesia
hasil survei kebutaan dengan menggunakan metode Rapid Assessment of
Avoidable Blindness (RAAB) yang baru dilakukan di 3 provinsi (NTB,
Jabar dan Sulsel) tahun 2013 -2014 didapatkan prevalensi kebutaan pada
masyarakat usia > 50 tahun rata-rata di 3 provinsi tersebut adalah 3,2 %
dengan penyebab utama adalah katarak (71%). Di Sumatera Utara dan
Medan, prevalensi kebutaan dan morbiditas akibat katarak tahun 2007
sebesar 0,78% dan 7,3%. Menurut Depkes RI tahun 2008, berdasarkan
hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional tahun 2007, proporsi
low vision di Indonesia adalah sebesar 4,8% (Asia 5% - 9%), kebutaan
0,9%, dan katarak sebesar 1,8% (meningkat dari 1,2% menurut SKRT
2001).22,23

e. Manifestasi klinis

25
Gejala pada retinopati hipertensi sering asimptommatik, kadang dapat
menyebabkan penurunan penglihatan. Tanda utamanya berupa general
atau lokal penyempital arteri retina dan sering terjadi bilateral. Tanda
lainnya dapat berupa arteriovenous crossing changes, retinal arteriolus
sklerosis (cooper / silver wering), cotton wool spot, hard eksudat yang
berupa macular star figure, flame haemorrhage, retinal edema, arteriol
makroaneurisme, dan atropi korioretinal (Elschnig spot). Tanda lainnya
yang jarang terjadi adalah ablasio retina, perdarahan vitreous,
penyumpatan di central atau cabang dari arteri atau vena. Dan
neovaskularisasi merupakan komplikasi yang dapat berkembang.6
f. Faktor resiko
Faktor yang diperkirakan penting dalam perkembangan retinopati
termasuk :
1. Lama menderita diabetes mellitus : 80% mengalami retinopati
setelah 20 tahun menderita diabetes mellitus. Lama menderita DM
adalah berapa tahun pasien menderita penyakit DM sejak diketahui
pertama kali sampai saat ini. Diabetes mellitus tak terkontrol DM
tak terkontrol adalah DM yang tidak terkendali sehingga dari
pemeriksaan gula darah yang dilakukan rutin setiap bulan tidak
stabil sehingga hasilnya naik turun dan tidak normal.
2. Hipertensi Hipertensi adalah tekanan darah yang lebih dari normal
yaitu sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90
mmHg, atau bila pasien memakai obat anti hipertensi.
Retinopati dapat menjadi agresif selama kehamilan, setiap wanita
diabetes yang hamil harus diperiksa oleh ahli optalmologi/ dokter mata
pada trimester pertama dan kemudian paling sedikit setiap 3 bulan
sampai persalinan.

g. Patogenesis24

26
Pada keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami
beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap
peningkatan tekanan darah. Terdapat teori bahwa terjadi spasme arterioles
dan kerusakan endothelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis
terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya
elastisitas pembuluh darah.
Pada tahap awal, pembuluh darah retina akan mengalami vasokonstriksi
secara generalisata. Ini merupakan akibat dari peningkatan tonus
arterioles dari mekanisme autoregulasi yang seharusnya berperan sebagai
fungsi proteksi. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan kelihatan
penyempitan arterioles retina secara generalisata.
Peningkatan tekanan darah secara persisten akan menyebabkan terjadinya
penebalan intima pembuluh darah, hiperplasia dinding tunika media dan
degenerasi hyaline. Pada tahap ini akan terjadi penyempitan arteriolar
yang lebih berat dan perubahan pada persilangan arteri vena yang dikenal
sebagai arteriovenous nicking. Terjadi juga perubahan pada refleks
cahaya arteriolar terjadi pelebaran dan aksentuasi dari refleks cahaya
sentral yang dikenal sebagai copper wiring.
Setelah itu akan terjadi tahap pembentukan eksudat, yang akan
menimbulkan kerusakan pada sawar darah retina, nekrosis otot polos dan
sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemik retina.
Perubahanperubahan ini bermanifestasi pada retina sebagai gambaran
mikroaneurisma, hemoragik, hard exudates dan infark pada lapisan serat
saraf yang dikenal sebagai cotton-wool spot. edema diskus optikus dapat
terlihat pada tahap ini, dan biasanya merupakan indikasi telah terjadi
peningkatan tekanan darah yang sangat berat.
Akan tetapi perubahan-perubahan ini tidak bersifat spesifik terhadap
hipertensi saja, karena ia juga dapat terlihat pada penyakit kelainan
pembuluh darah retina yang lain. Perubahan yang terjadi juga tidak selalu

27
berurutan atau berangkai. Contohnya perubahan tekanan darah yang
terjadi mendadak dapat langsung menimbulkan hard exudat tanpa perlu
mengalami perubahan-perubahan lain terlebih dulu.
h. Diagnosis25,26
Diagnosis retinopati hipertensi ditegakkan berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisis. Selain itu pemeriksaan penunjang seperti funduskopi,
pemeriksaan visus, pemeriksaan tonometri terutama pada pasien lanjut
usia dan pemeriksaan USG B-Scan untuk melihat kondisi dibelakang
lensa diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasti.
Pemeriksaan laboratorium juga penting untuk menyingkirkan penyebab
lain retinopati selain dari hipertensi. Pasien dengan hipertensi biasanya
akan mengeluhkan sakit kepala dan nyeri pada mata. Penurunan
penglihatan atau penglihatan kabur hanya terjadi pada stadium III atau
stadium IV perubahan vaskularisasi akibat hipertensi. Arteriosklerosis
tidak memberikan simptom pada mata.
Hipertensi dan perubahan arteriosklerosis pada fundus diketahui melalui
pemeriksaan funduskopi, dengan pupil dalam keadaan dilatasi. Biasa
didapatkan perubahan pada vaskularisasi retina, infark koroid tetapi
kondisi ini jarang ditemukan pada hipertensi akut yang memberikan
gambaran Elschnig’s spot yaitu atrofi sirkumskripta dan dan proloferasi
epitel pigmen pada tempat yang terkena infark. Pada bentuk yang ringan,
hipertensi akan meyebabkan peningkatan reflek arteriolar yang akan
terlihat sebagai gambaran copper wire atau silver wire. Penebalan lapisan
adventisia vaskuler akan menekan venule yang berjalan dibawah
arterioler sehingga terjadi perlengketan atau nicking arteriovenousa. Pada
bentuk yang lebih ekstrem, kompresi inidapat menimbulkan oklusi
cabang vena retina (Branch Retinal Vein Occlusion/ BRVO). Dengan
level tekanan darah yang lebih tinggi dapat terlihat perdarahan intraretinal
dalam bentuk flameshape yang mengindikasikan bahwa perdarahannya

28
berada dalam lapisan serat saraf, CWS dan/ atau edema retina. Malignant
hipertensi mempunya ciri-ciri papiledema dan dengan perjalananwaktu
akan terlihat gambaran makula berbentuk bintang.
Lesi pada ekstravaskuler retina dapat terlihat sebagai gambaran
mikroaneurisme yang diperkirakan akan terjadi pada area dinding kapiler
yang paling lemah. Gambaran ini paling jelas terlihat melalui
pemeriksaan dengan angiografi. Keadaan stasis kapiler dapat
menyebabkan anoksia dan berkurangnya suplai nutrisi, sehingga
menimbulkan formasi mikroanuerisma. Selainitu, perdarahan retina dapat
terlihat. Ini akibat hilang atau berkurangnya integritas endotel sehingga
terjadi ekstravasasi ke plasma, hingga terjadi perdarahan. Bercak-bercak
perdarahan kelihatan berada di lapisan serat saraf kelihatan lebih jelas
dibandingkan dengan perdarahan yangterletak jauh dilapisan fleksiform
luar. Edema retina dan makula diperkirakan terjadi melalui 2mekanisme.
Hayreh membuat postulat bahwa edema retina timbul akibat transudasi
cairankoroid yang masuk ke retina setelah runtuhnya struktur RPE.
Namun selama ini peneliti lain percaya bahwa cairan edematosa muncul
akibat kegagalan autoregulasi, sehingga meningkatkan tekanan
transmural pada arterioles distal dan kapiler proksimal dengan transudasi
cairan kedalam jeringan retina. Absorpsi komponen plasma dari cairan
edema retina akan menyebabkanterjadinya akumulasi protein. Secara
histologis, yang terlihat adalah residu edema dan makrofag yang
mengandung lipid. Walaupun deposit lipid ini ada dalam berbagai bentuk
dan terdapat dimana-mana di dalam retina, gambaran macular star
merupakan bentuk yang paling dominan. Gambaran seperti ini muncul
akibat orientasi lapisan Henle dari serat saraf yang berbentuk radier.
Pemeriksaan laboratorium harus mencantumkan permintaan untuk
pengukuran tekanan darah, urinalisis, pemeriksaan darah lengkap
terutama kadar hematokrit, kadar gula darah,pemeriksaan elektrolit darah

29
terutama kalium dan kalsium, fungsi ginjal terutama kreatinin,profil lipid
dan kadar asam urat. Selain itu pemeriksaan foto yang dapat dianjurkan
termasuk angiografi fluorescein dan foto toraks. Pemeriksaan lain yang
mungkin bermanfaat dapat berupa pemeriksaan elektrokardiogram.
i. Komplikasi
Komplikasi hipertensi melibatkan beberapa organ vital tubuh seperti :
penyakit jantung dan pembuluh darah, penyakit hipertensi
serebrovaskular, hipertensi ensefalopati dan hipertensi retinopati. Pada
keadaan hipertensi, pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri
perubahan patofisiologis sebagai respon terhadap peningkatan tekanan
darah. Terjadi spasme arterioles dan kerusakan endothelial pada tahap
akut, pada tahap kronis terjadi hialinisasi pembuluh darah yang
menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah.6
j. Tatalaksana27
Mengobati faktor primer adalah sangat penting jika ditemukan perubahan
pada fundus akibat retinopati arterial. Tekanan darah harus diturunkan
dibawah 140/90 mmHg. Jika telah terjadi perubahan pada fundus akibat
arteriosklerosis, maka kondisi ini tidak dapat diobati lagi. Beberapa studi
eksperimental dan percobaan klinik menunjukan bahwa tanda-tanda
retinopati hipertensi dapat berkurang dengan mengontrol kadar tekanan
darah. Masih tidak jelas apakah pengobatan dengan obat anti hipertensi
mempunyai efek langsung terhadap struktur mikrovaskuler. Penggunaan
obat ACE Inhibitor terbukti dapat mengurangi kekeruhan dinding arteri
retina sementara penggunaan HCT tidak memberikan efek apa pun
terhadap pembuluh darah retina. Perubahan pola dan gaya hidup juga
harus dilakukan. Pasien dinasehati untuk menurunkan berat badan jika
sudah melewati standar berat badan ideal seharusnya. Konsumsi makanan
dengan kadar lemak jenuh harus dikurangi sementara intake lemak tak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah. Konsumsi alkohol dan garam

30
perlu dibatasi dan pasien memerlukan kegiatan olahraga yang teratur.
Dokter atau petugas kesehatan harus tetap meneruskan pengobatan pada
pasien hipertensi walaupun tanpa tanda-tanda retinopati. Evaluasi dan
manajemen pada pasien dengan hipertensi harus diutamakan supaya tidak
terjadi komplikasi ke target organ yang lain. Terapi terkini untuk
retinopati hipertensi dengan perdarahan intraretinal adalah laser
fotokoagulasi.
k. Prognosis
Pasien dengan retinopati hipertensi berat dan perubahan arteriosklerotik
berisiko tinggi terhadap penyakit koroner, penyakit vaskular perifer, dan
stroke. Karena perubahan arteriosklerosis di retina tidak mengalami
kemunduran, pasien ini tetap berisiko tinggi mengalami oklusi arteri
retina, oklusi vena retina, dan makroana retina. Sebagian besar perubahan
retina sekunder akibat hipertensi ganas akan membaik setelah tekanan
darah terkontrol. Kerusakan pada saraf optik dan makula, bagaimanapun,
dapat menyebabkan pengurangan ketajaman visual jangka panjang.28
3. Katarak
a. Definisi
Katarak berasal dari bahasa Yunanu yang berarti air terjun. Katarak adalah
setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi
(penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa atau terjadi akibat
keduanya.6
b. Klasifikasi
Berdasarkan usia katarak dapat diklasifikasikan dalam :6
1. Katarak kongenital, katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1
tahun
2. Katarak juvenil, katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
3. Katarak sensil, katarak setelah usia 50 tahun.

31
Bila mata sehat dan tidak terdapat kelainan sistemik maka hal ini biasanya
terdapat pada hampir semua katarak senil, katarak herediter dan
kongenital.
1. Katarak Kongenital adalah sebagian pada lensa yang sudah didapatkan
pada waktu lahir. Jenisnya adalah :
a. Katarak lamellar atau zonular
b. Katarak Polaris posterior
c. Katarak Polaris Anterior
d. Katarak Inti ( katarak nuclear )
e. Katarak sutural
2. Katarak Juvenil adalah katarak yang terjadi pada anak-anak sesudah
lahir, merupkan kelanjutan dari katarak kongenital
3. Katarak Senil Adalah kekeruhan lensa yang terjadi karena
bertambahnya usia. Ada beberapa macam yaitu :
a. Katarak Nuklear Kekeruhan yang terjadi pada inti lensa
b. Katarak Kortikal Kekeruhan yang terjadi pada korteks lensa
c. Katarak Kupliform Terlihat pada stadium dini katarak nuclear
atau kortikal
4. Katarak senil dapat dibagi atas stadium :
a. Katarak Insipien adalah katarak yang tidak teratur seperi
bercak-bercak yang berbentuk gerigi dengan dasar di perifer
dan daerah jernih diantaranya
b. Katarak Imatur terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak
atau belum mengenai seluruh lensa sehingga masih terdapat
bagian- bagian yang jernih pada lensa
c. Katarak Matur Bila proses degenerasi berjalan terus maka akan
terjadi pengeluaran air bersama-sama hasil desintegritas
melalui kapsul

32
d. Katarak Hipermatur Merupakan proses degenerasi lanjut
hingga korteks lensa mencair dan dapat keluar melalui kapsul
lensa
5. Katarak Kompilkasi Terjadi akibat penyakit lain. Penyakit tersebut
dapat intra ocular atau penyakit umum
6. Katarak Traumatik Terjadi akibat ruda paksa atau katarak traumatik
c. Etiologi
1. Degeneratif (ketuaan), biasanya dijumpai pada katarak senilis.
2. Trauma, contohnya terjadi pada katarak traumatika, seperti trauma
tembus pada mata yang disebabkan oleh benda tajam/tumpul, radiasi
(terpapar oleh sinar –X atau benda-benda radioaktif).
3. Sinar ultraviolet, dan obat-obat yang diminum.
4. Penyakit mata lain, seperti uveitis. Uveitis adalah peradangan pada
lapisan mata antarasclera dan retina yang banyak pembuluh darah yang
berperan dalam memberikan nutrisipada mata
5. Penyakit sistemik (diabetes militus), contohnya terjadi pada katarak
diabetika.
6. Defek kongenital, salah satu kelainan heriditer sebagai akibat infeksi
virus prenatal).
d. Epidemiologi
Di Amerika Serikat, sekitar 20,5 juta orang yang berusia > 40 tahun
menderita katarak pada satu atau kedua matanya, dan 6,1 juta diantaranya
sudah melakukan operasi pengangkatan lensa. Total penderita katarak
diperkirakan akan meningkat hingga mencapai 30,1 juta orang pada tahun
2020.29
Sedangkan sebuah penelitian di India mengatakan prevalensi katarak di
rumah sakit pendidikan di daerah pedesaan sebesar 53,6%. Menurut
WHO, katarak adalah penyebab kebutaan terbesar di seluruh dunia.
Katarak menyebabkan kebutaan pada delapan belas juta orang diseluruh

33
dunia dan diperkirakan akan mecapai angka empat puluh juta orang pada
tahun 2020. Hampir 20,5 juta orang dengan usia di atas 40 yang menderita
katarak, atau 1 tiap 6 orang dengan usia di atas 40 tahun menderita
katarak.30
e. Manifestasi klinis
Secara umum dapat digambarkan gejala katarak sebagai berikut :6
1. Penurunan tajam penglihatan secara progresif dan penglihatan seperti
berasap
2. Penglihatan untuk membaca dirasakan silau bila penerangan terlalu
kuat sehingga merasa senang membaca dengan penerangan kurang,
pesien akan mengeluh seperti terhalang kabut
3. Terjadi perubahan daya lihat warna dan kabur dengan penyimpangan
gambar
4. Lampu dan matahari sangat mengganggu penderita katarak, gangguan
mengendarai kendaraan malam hari, lampu besar sangat menyilaukan
mata
5. Pada katarak traumatik, penderita langsung mengeluh penglihatannya
kabut, mata merah, lensa keruh dan mungkin ada pendarahan pada
intraocular. Bila dilakukan pemeriksaan akan didapatkan tanda- tanda
sebagai berikut :
a. Katarak dapaat terlihat melaliu pupil yang telah berdilatasi dengan
oftalmoskop slit lampu atau shadow test.Setelah katarak
bertambah matang maka retina semakin sulit dilihat sampai
akhirnya reflek fundus tidak ada dan pupil berwarna putih
b. Pupil mata dapat terlihat kekuningan, abu-abu atau putih terjadi
secara bertahap selama periode tahunan dan sejalan dengan
memburuknya katarak, maka kacamata yang paling kuat sekalipun
tidak dapat menolong lagi

34
c. Tampak sebagai suatu massa tebal yang dapat terdiri atas kapsul
anterior, kapsul posterior, massa lensa
6. Pada katarak Senil dikenal dengan 5 stadium yang akan berdampak
pada munculnya gambaran klinik sebagai berikut :
a. Stadium Katarak Insipen. Kekeruhan berupa bercak- bercak biji
dengan dasar perifer dan daerah jernih. Kekeruhan ini bermula
hanya tampak biji pupil ditebarkan dengan oftalmoskopi
pemeriksaan retina dan dapat menimbulkan poliopia
b. Stadium Imatur. Kekeruhan yang belum mengenai seluruh lapisan
lensa sehingga masih ditemukan bagian- bagian yang jernih. Pada
daerah ini terjadi hidrasi korteks sehigga lensa akan mencembung
dan daya biasanya akan bertambah, yang memberikan miopisasi
pada stadium ini biasanya timbul penyakit glaukoma
c. Stadium Matur. Kekeruhan yang telah mengenai seluruh saluran
massa lensa. Kekeruhan ini biasa terjadi akibat deposisi ion Ca
yang menyeluruh. Visus menurun menjadi 1/300 atau sampai
tidak terhingga
d. Stadium Hipermatur Katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Massa lensa
yang berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa
menjadi mengecil, berwarna kuning dan kering.
f. Faktor resiko
Beberapa faktor resiko katarak :7
1. Usia lanjut.
2. Genetik (keturunan).
3. Radiasi sinar ultra violet.
4. Trauma dan paparan bahan radioaktif.
5. Akibat infeksi penyakit lain, misalnya uveitis rekuren yang parah.
6. Gangguan sistemik.

35
g. Patogenesis6,31
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang
besar. Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral
terdapat nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya
adalah kapsul anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus
mengalami perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar
opasitas terdapat densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus.
Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna, Nampak seperti kristal salju pada jendela. Perubahan fisik dan
kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi. Perubahan pada
serabut halus multipel (zunula) yang memanjang dari badan silier ke
sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan penglihatan
mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai
peran dalam melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan
menurun dengan bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan
pasien yang menderita katarak. Katarak biasanya terjadi bilateral, namun
memiliki kecepatan yang berbeda. Dapat disebabkan oleh kejadian trauma
maupun sistemik, seperti diabetes. Namun kebanyakan merupakan
konsekuensi dari proses penuaan yang normal. Kebanyakan katarak
berkembang secara kronik ketika seseorang memasuki dekade ketujuh.
Katarak dapat bersifat kongenital dan harus
diidentifikasi awal, karena bila tidak terdiagnosa dapat menyebabkan
ambliopia dan kehilangan penglihatan permanen. Faktor yang paling

36
sering berperan dalam terjadinya katarak meliputi radiasi sinar ultraviolet
B, obat - obatan, alkohol, merokok, diabetes, dan asupan vitamin
antioksidan yang kurang dalam jangka waktu lama.
h. Diagnosis6
Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa katarak
adalah pemeriksaan tajam penglihatan, illuminasi oblik, test bayangan iris,
pemeriksaan dengan menggunakan ophthalmoskop langsung, pemeriksaan
dengan menggunakan slit-lamp.
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
padapupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Katarak
terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus ketika mata diperiksa
dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp memungkinkan
pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi opasitas dengan
tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah nukleus, korteks, atau
subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya terletak di subkapsular
posterior.
Insipien Imatur Matur Hipermatur
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan lensa Normal Bertambah (air Normal Berkurang (air +
masuk) massa lensa keluar)
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans
Bilik mata Normal Dangkal Normal Dalam
depan
Sudut bilik Normal Sempit Normal Terbuka
mata
Shadow test Normal Positif Negatif Pseudopos
Penyulit - Galukoma - Uveitis + Glaukoma

37
i. Komplikasi
Terdapat banyak komplikasi yang bisa terjadi dari operasi katarak dan
komplikasi ini bisa dibagi menjadi :
1. Intraoperation
Selama ECCE atau phacoemulsification, ruangan anterior mungkin
akan menjadi dangkal karena pemasukan yang tidak adekuat dari
keseimbangan solution garam kedalam ruangan anterior, kebocoran
akibat insisi yang terlalu lebar, tekanan luar bola mata, tekanan
positif pada vitreus, perdarahan pada suprachoroidal.

2. Postoperation
Komplikasi selama postoperative dibagi dalam Early Complication
Post Operation dan Late Complication Post Operation.
a. Hilangnya vitreous.
Jika kapsul posterior mengalami kerusakan selama operasi maka
gel vitreous dapat masuk kedalam bilik anterior, yang merupakan
resiko terjadinya glaucoma atau traksi pada retina. Keadaan ini
membutuhkan pengangkatan dengan satu instrument yang
mengaspirasi dan mengeksisi gel (vitrektomi).
b. Prolaps iris.
Iris dapat mengalami protrusi melalui insisi bedah pada periode
pasca operasi dini. Terlihat sebagai faerah berwarna gelap pada
lokasi insisi. Pupil mengalami distorsi. Keadaan ini
membutuhkan perbaikan segera dengan pembedahan.
c. Endoftalmitis.
Komplikasi infektif ekstraksi katarak yang serius namun jarang
terjadi. Pasien datang dengan :
- Mata merah yang terasa nyeri.

38
- Penurunan tajam penglihatan, biasanya dalam beberapa
hari setelah pembedahan.
- Pengumpulan sel darah putih di bilik anterior (hipopion).
d. Astigmatisme pascaoperasi.
Mungkin diperlukan pengangkatan jahitan kornea untuk
mengurangi astigmatisme kornea. Ini dilakukan sebelum
pengukuran kacamata baru namun setelah luka insisi sembuh.
e. Ablasio retina.
Tehnik-tehnik modern dalam ekstraksi katarak dihubungkan
dengan rendahnya tingkat komplikasi ini. Tingkat komplikasi ini
bertambah bila terdapat kehilangan vitreous.
f. Edema macular sistoid.
Makula menjadi edema setelah pembedahan, terutama bila
disertai hilangnya vitreous. Dapat sembuh seiring waktu namun
dapat menyebabkan penurunan tajam penglihatan yang berat.
g. Opasifikasi kapsul posterior.
Pada sekitar 20% pasien, kejernihan kapsul posterior berkurang
pada beberapa bulan setelah pembedahan ketika sel epitel residu
bermigrasi melalui permukaannya. Penglihatan menjadi kabur
dan mungkin didapatkan rasa silau.
j. Tatalaksana
Tatalaksana untuk pasien katarak ialah dengan pembedahan, antara
lain:6,7,32
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama
kapsul. Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan
cryophake dan depindahkan dari mata melalui incisi korneal superior
yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada
keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan

39
terjadi katarak sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang
sangat lama populer.ICCE tidak boleh dilakukan atau kontraindikasi
pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan
perdarahan.

Gambar : Teknik ICCE


2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan
pengeluaran isi lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa
anterior sehingga massa lensa dan kortek lensa dapat keluar melalui
robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda,
pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular
posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan
prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya
telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi

40
retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti
prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini
yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.

Gambar : Teknik ECCE

Gambar : ECCE dengan pemasangan IOL


3. Phacoemulsification
Phacoemulsification (phaco) adalah teknik untuk membongkar dan
memindahkan kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang
sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic akan
digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO
akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih.
Sebuah lensa Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui

41
irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan
jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien
dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik
ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan
katarak senilis.

Gambar 2.4 Phacoemulsification


4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8
mm. Namun tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa
jahitan, Penutupan luka insisi terjadi dengan sendirinya (self-sealing).
Teknik operasi ini dapat dilakukan pada stadium katarak immature,
mature, dan hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan pada kasus
glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi
trabekulektomi.

k. Prognosis
95% kasus setelah dioperasi dan tanpa kelainan mata lainnya akan
memiliki visus 6/12. Sedangkan apabila tidak ditatalaksana maka akan
semakin parah hingga gangguan penglihatan yang parah.33

42
4. Hubungan antara katarak dan DM
Ada yang namanya katarak diabetik. Katarak jenis ini merupakan katarak
yang terjadi akibat adanya penyakit diabetes melitus.6
Katarak pada pasien diabetes melitus dapat terjadi dalam 3 bentuk :
1. Pasien dengan dehidrasi berat, asidosis dan hiperglikemia nyata, pada
lensa akan terlihat kekeruhan berupa garis akibat kapsul lensa berkerut
2. Pasien diabetes juvenil dan tua tidak terkontrol, dimana terjadi katarak
serentak pada kedua mata dalam 48 jam, bentuk dapat snow flake atau
bentuk piring subkapsular
3. Katarak pada pasien diabetes dewasa dimana gambaran secara
histologik dan biokimia sama dengan katarak pasien nondiabetik.
Beberapa pendapat menyatakan bahwa pada keadaan hiperglikemia terdapat
penimbunan sorbitol dan fruktosa di dalam lensa. Pada mata terlihat
meningkatkan insidens maturasi katarak yang lebih pada pasien diabetes.
Yang jarang ditemukan adalah “true diabetik” katarak. Pada lensa akan
terlihat kekeruhan tebaran salju subkapsular yang sebagian jernih dengan
pengobatan. Untuk ini diperlukan pemeriksaan tes urine dan pengukuran
darah gula puasa.6
5. Komplikasi DM yang berhubungan dengan mata
Penyakit mata diabetes adalah sekelompok kondisi mata yang bisa menyerang
penderita diabetes.34,35
a) Retinopati diabetik mempengaruhi pembuluh darah di jaringan sensitif
cahaya yang disebut retina yang melapisi bagian belakang mata. Ini
adalah penyebab paling umum kehilangan penglihatan di kalangan
penderita diabetes dan penyebab utama penurunan penglihatan dan
kebutaan di antara orang dewasa usia kerja.
b) Diabetic Macular Edema (DME). Konsekuensi dari retinopati diabetes,
DME membengkak di daerah retina yang disebut makula.1

43
c) Katarak adalah lipatan lensa mata. Orang dewasa dengan diabetes 2-5
kali lebih mungkin dibandingkan mereka yang tidak menderita
diabetes untuk mengembangkan katarak. Katarak juga cenderung
berkembang pada usia dini pada penderita diabetes.
d) Glaukoma adalah sekelompok penyakit yang merusak saraf optik mata
- kumpulan serabut saraf yang menghubungkan mata ke otak.
Beberapa jenis glaukoma dikaitkan dengan tekanan tinggi di dalam
mata. Pada orang dewasa, diabetes hampir melipatgandakan risiko
glaukoma.1 Orang dengan diabetes 40% lebih mungkin menderita
glaukoma daripada orang tanpa diabetes. Semakin lama seseorang
menderita diabetes, glaukoma yang lebih umum terjadi. Risiko juga
meningkat seiring bertambahnya usia.
6. Pemeriksaan retinopati DM6
Segmen anterior Kornea,COA,lensa,iris tidak terdapat
kelainan
Visus Pada non proliferative diabetic retinopathy
tidak memberikan gangguan penglihatan.
Bila pembuluh darah rusak dan bocor dan
masuknya lipid ke makula, makula akan
edem dan visus menurun
Refleks cahaya Positif
Funduskopi 1. Mekroaneurismata, merupakan
penonjolan dinding kapiler,
terutama daerah vena dengan
bentuk berupa bintik merah kcil
yang terletak dekat pembuluh darah
terutama polus posterior
2. Perdarahan dapat dalam bentuk

44
titik, garis bercak yang biasanya
dekat aneurisma
3. Dilatasi vena dengan lumen
ireguler dan berkelok-kelok, bentuk
ini seakan-akan memberikan
perdarahan tapi hal ini tidaklah
demikian. Hal ini karena kelainan
sirkulasi dan kadang disertai
kelainan endotel dan eksudasi
plasma
4. Hard exudate, merupakan infiltrasi
lipid ke dalam retina, gambarannya
iregular, kekuningan.
5. Soft exudate, sering disebut cotton
woll patches yang merupakan
iskemik retina, akan terlihat bercak
berwarna kuning ,difus.
6. Neovaskularisasi, tampak sebagai
pembuluh darah yang berkelok-
kelok, dan kelompok dan iregular.
Mula-mula terletak di retina,
berkembang ke daerah preretinal,
ke badan kaca.
7. Edem retim, hilangnya gambaran
retina terutama daerah makula
sehingga mengganggu tajam
pengkihatan
8. Hiperlipidemia, suatu keadaan

45
yang jarang dan akan segera hilang
bile diberikan pengobatan.

7. DD dengan keluhan mata tenang visus turun6


a. Mata tenang visus menurun mendadak DD nya :
1. Neuritis optik
2. Ablasia retina
3. Oklusi vena retina sentral
4. Oklusi arteri retina sentral
5. Kekeruhan dan perdarahan badan kaca
6. Ambliopia toksik
7. Okulopati iskemik
8. Buta sentral bilateral
9. Retinopati serosa sentral
10. Amaurosis fugaks
b. Mata tenang visus menurun perlahan DD nya :
1. Katarak
2. Retinopati
3. Kelainan refraksi

46
BAB III
KESIMPULAN

Laki-laki 53 tahun mengalami retinopati diabetikum proliferatif pada


mata kanan dan katarak pada mata kiri.

47
Daftar Pustaka

1. American Academy of Ophthalmology and Staff. 2011-2012a. Fundamental


and Principles of Ophthalmology. United State of America: American
Academy of Ophthalmology. p. 273-318.
2. Ratna Sitompul, Retinopati Diabetik.J Indon Med Assoc, Volum: 61, No: 8;
2011
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi .FK UI; 2009
4. American Academy of Opthalmology. Diabetic Retinopathy-Asia. 2016.
Tersedia di https://www.aao.org/topic-detail/diabetic-retinopathy-asia.
Diakses pada tanggal 28 Februari 2018.
5. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I, Simadibrata KM, Setiati S, editors.
Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta:
Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2007.
6. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
7. Vaughan, Daniel G; Asbury, Taylor and Eva, Paul Riordan. Oftalmologi
Umum. 14th ed. Jakarta : Widya Medika. 2007.
8. Noble J, Chaudhary V. Diabetic Retinopathy. CMAJ; 2010: 182 (15): 1646.
9. Fong DS, Aiello L, Gradner TW, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD.
Diabetic Retinopathy. Diabetes Care. 2003; 26 (Supp11): S99-102.
10. Wong TY, Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamourex El, Kowalski J. Global
Prevalance of Diabetic Retinopathy: Pooled data from the United States,
Australia, Europe and Asia. Prosiding The Association for Research in
Vision and Opthalmology Annual Meeting: 2011.
11. Basic and Clinical Science Course, Retina and Vitreous, Section 12,
American - Academy of Ophtalmologi, United State, 1997, page 71-86.
12. Khurana A. Disease of Retina. Comprehensive Opthalmology. 4 ed. New
Delhi: New Age International (P) Limited; 2007. p. 249-51, 59-63.

48
13. Diabetic Retinopathy: Diagnosis and Treatment. 2015. Tersedia di
https://www.mayoclinic.org/diseases-conditions/diabetic-
retinopathy/diagnosis-treatment/drc-20371617. Diakses pada tanggal 28
Februari 2018.
14. Bhavsar AR. Diabetic Retiopathy Workup. 2017. Tersedia di
https://emedicine.medscape.com/article/1225122-workup#showall. Diakses
pada tanggal 28 Februari 2018.
15. Pandelaki K. Retinopati Diabetik. Sudoyo AW, Setyiohadi B, Alwi I,
Simadibrata KM, Setiati S, editors. Retinopati Diabetik. Dalam : Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Penerbit Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
p.1857,1889-1893.
16. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology. London:
Butterworth-Heinemann; 2003. p.439-54,468-70.
17. Bhavsar A. Proliferative Retinopathy diabetic. Publish [ Oct 06,2009 ] Cited
on [ Maret 02, 2018] available from
http://emedicine.medscape.com/article/1225122-overview.
18. WHO. Prevention of Blindness from Diabetes Mellitus. Switzerland : WHO
Library Publication Data; 2005. p 8-14.
19. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy : Diabetic
Retinopathy.Australia : National Health and Medical Research Council ;
2008.
20. American Academy of Ophtamology. Section 12 Retina and Vitreus. USA:
AAO, 7-13.108 ; 2010.
21. Mondal RN, Matin MA, Rani M, Hossain ZM, Shaha AC, et al. Prevalence
and Risk Factors of Hypertensive Retinopathy in Hypertensive Patients. J
Hypertens. 2017; 6(2):1-5.
22. Wong, T.Y., et al., 2007. The 3 Year Incidence and Cumulative Prevalence of
Retinopathy. Am. J. Ophthalmol 143(6): 970–976.

49
23. Wong T.Y., & McIntosh, R., 2005. Hypertensive Retinopathy Signs as Risk
Indicators of Cardiovascular Morbidity and Mortality. British Medical
Bulletin 73
and 74: 57-70
24. Wong TY, 2004, Retinal arteriolar diameter and risk for hypertension, Ann
Intern Med ; 140 ; 248-55
25. Riodan-Eva P. In: Vaughan DG, Asbury T, Riodan-Eva P, editors.
Oftalmologi umum:anatomi dan embriologi mata. 14th ed. Jakarta. Penerbit
Widya Merdeka; 1996. p. 7-9.
26. Lang GK. In: Ophtalmology a short textbook: retina. 1st ed. New York,
Thieme StuttgartGermany; 2000. p. 299-314, 323-5
27. Hughes BM, Moinfar N, Pakainis VA, Law SK, Charles S, Brown LL et al,
editor, Hypertension, http://www.emedicine.com/ oph/topic488.htm , diakses
15 Januari 2010.
28. American Academy of Ophtgalmology. Hypertensive retinopathy. 2017.
Tersedia di http://eyewiki.aao.org/Hypertensive_retinopathy. Diakses pada
tanggal 28 Februari 2018.
29. CDC. (2013). Vision Health Initiative. Retrieved from Centers for Disease
Control and Prevention.
30. Avachat, S. S., Vaishali, P., & Suchit, K. (2014). Epidemiological Correlates
of
Cataract Cases in Tertiary Health Care Center in Rural Area of
Maharashtra. Journal of Family Medicine and Primary Care.
31. WHO. Global Initiative for Global Elimination of Avoidable Blindness:
Vision 2020 – The Right to Sight, WHO: Geneva. 2007.
32. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment: 2010. BR J
Ophthalmol; 2011.
33. Nash, Emma. Cataracts. Sage Publication. 6(9): 555-562. 2013.

50
34. National Eye Institute. Facts About Diabetic Eye Disease. 2015. Terdapat di
https://nei.nih.gov/health/diabetic/retinopathy. Diakses pada tanggal 28
Februari 2018.
35. American Diabetes Association. Eye Complications. 2013. Terdapat di
http://www.diabetes.org/living-with-diabetes/complications/eye-
complications/. Diakses pada tanggal 28 Februari 2018.

51

Anda mungkin juga menyukai