Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER PARU (CA. PARU)

Disusun Oleh:

1. Athaya Zain Putri 16007


2. Bethy Yogha Nendra P 16012
3. Elvi Monica Risnauli Br.Sm 16021
4. Fauziah Septia 16023
5. Ibnu Bhakti 16029
6. Maya Juwitawati 16037

AKADEMI KEPERAWATAN GIRI SATRIA HUSADA


WONOGIRI

2016/2017
LAPORAN PENDAHULUAN KANKER PARU (CA. PARU)

A. PENGERTIAN.
Tumor paru merupakan keganasan pada jaringan paru (Price, Patofisiologi,
1995).
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami
proliferasi dalam paru (Underwood, Patologi, 2000).
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam
jaringan paru-paru yang dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen lingkungan,
terutama asap rokok (Suryo, 2010 : 27).
Menurut World Health Organization(WHO), kanker paru-paru merupakan
penyebab kematian utama dalam kelompok kanker baik pada pria maupun wanita.
Sebagaian besar kanker paru-paru berasal dari sel-sel di dalam paru-paru, tetapi
bisa juga berasal dari kanker di bagian tubuh lain yang menyebar ke paru-
paru(Suryo, 2010 : 27).
Karsinoma bronkogenik atau kanker paru dapat berupa metastasis atau lesi
primer. Kebanyakan tumor ganas primer dari sistem pernapasan bawah bersifat
epithelial dan berasal dari mukosa percabangan bronkhus (Muttaqin, 2008: 198).

B. ETIOLOGI.
Meskipun etiologi sebenarnya dari kanker paru belum diketahui, tetapi ada
beberapa faktor yang agaknya bertanggung jawab dalam peningkatan insiden
kanker paru :
1. Merokok.
Tak diragukan lagi merupakan faktor utama. Suatu hubungan
statistik yang defenitif telah ditegakkan antara perokok berat (lebih dari
dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma bronkogenik).
Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari
pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya
dan telah meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan
perokok dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah
ditemukan dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit
hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di
Schneeberg dan penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 %
meninggal akibat kanker paru) berkaitan dengan adanya bahan radioaktif
dalam bentuk radon. Bahan ini diduga merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan
karbonil nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja
pemecah hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja
dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang
lebih tinggi dari pada mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah
diketahui adanya karsinogen dari industri dan uap diesel dalam atmosfer
di kota. ( Thomson, Catatan Kuliah Patologi,1997).
5. Genetik.
a. Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker
paru, yakni :
b. Proton oncogen.
c. Tumor suppressor gene.
d. Gene encoding enzyme.
6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan
vitamin A menyebabkan tingginya resiko terkena kanker paru. (Ilmu
Penyakit Dalam, 2001).
C. KLASIFIKASI.
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
A. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel
termasuk metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara
khas mendahului timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan
menonjol kedalam bronki besar. Diameter tumor jarang melampaui
beberapa centimeter dan cenderung menyebar langsung ke kelenjar getah
bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
B. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama
bronki.Tumor ini timbul dari sel – sel Kulchitsky, komponen normal dari
epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil dengan inti hiperkromatik
pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum dan kelenjar
limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ –
organ distal.
C. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen
bronkus dan kadang – kadang dapat dikaitkan dengan jaringan parut local
pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi seringkali meluas
melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara klinis
tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang
jauh.
D. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat
buruk dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam.
Sel – sel ini cenderung untuk timbul pada jaringan paru - paru perifer,
tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat – tempat
yang jauh.
E. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
F. Lain – lain.
1) Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2) Tumor kelenjar bronchial.
3) Tumor papilaris dari epitel permukaan.
4) Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5) Sarkoma
6) Tak terklasifikasi.
7) Mesotelioma.
8) Melanoma.
(Price, Patofisiologi, 1995).

D. MANIFESTASI KLINIS.
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh
obstruksi bronkus.
2. Gejala umum.
a) Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa
tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk
sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum
yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b) Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan
tumor yang mengalami ulserasi.
c) Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
E. TINGKATAN KANKER PARU
Kasta (staging) Kanker paru ditentukan oleh tumor (T), keterlibatan
kalenjer getah cerah (N) dan penyebaran jauh (M). sekian banyak sensor
penambahan mesti dilakukan dokter profesional paru bagi tentukan staging
permasalahan. guna jumpa awal bakal dilakukan photo toraks photo( lugu dada).
apabila pengidap mengambil photo yg lebih alamat 1 pekan bagi rata rata dapat
dibuat poto yg baru. poto toraks cuma sanggup memastikan tempat tumor, takaran
tumor, dan ada tidaknya air. photo toraks belum bisa dirasakan lumayan lantaran
tak bisa memastikan keterlibatan kalenjer getah bersih dan metastasis luar paru.
Sampai-sampai guna sekian banyak keadaan contohnya daya tampung
larutan yg bnayak, paru kolaps, sektor luas yg menyengkilit tumor, mampu
mengijinkan bagi photo tak kelihatan. persis seperti guna penguberan tipe
histologis Kanker, sensor terhadap tentukan staging kembali tak mesti persis
kepada seluruh pengidap walaupun jalan berlawanan orang sakit memiliki
prioritas sensor yg berlainan yg mesti serta-merta dilakukan dan tersila
keadaannya kepada kala datang.
Staging (Penderajatan atau kasta) Kanker Paru
Staging kanker paru dibagi bagi type histologis Kanker paru, apakah SLCC atau
NSLCC. langkah ini utama guna memastikan seleksi terapi yg mesti serta-merta
diberikan buat penderita. Staging kalau takaran dan ruang : tumor mendasar,
keterlibatan departemen dekat dada/ sekat dada (T), penyebaran kalenjer getah
bersih (N), atau penyebaran jauh (M).
Tingkat rentetan kanker paru dibedakan jadi 2, yakni :
a. langkah kanker paru type karsinoma sel mungil (SLCC)
§ step terbatas
adalah Kanker yg cuma ditemukan guna wahid sektor paru-paru saja dan bagi
jaringan disekitanya.
§ step ekstensif
yakni Kanker yg ditemukan buat jaringan dada di luar paru-paru ruang asalnya,
atau Kanker yg ditemukan guna organ-organ badan jauh.
b. step Kanker Paru type Karsinoma lain Sel mungil (NSLCC)
§ step tersembunyi
yaitu step ditemukannya sel Kanker kepada dahak (sputum) penanggung dekat
sample air ketika bronkoskopi, lagi pula tak nampak adanya tumor diparu-paru.
§ tingkat 0
adalah step ditemukannya sel-sel Kanker cuma kepada level terdalam paru-paru
dan tak berkeadaan invasif.
§ tingkat I
ialah step Kanker yg cuma ditemukan kepada paru-paru dan belum tersebar ke
kalenjer getah hening sekitarnya.
§ tingkat II
adalah step Kanker yg ditemukan terhadap paru-paru dan kalenjer getah bersih di
dekatnya.
§ Stasium III
adalah step Kanker yg sudah tersebar ke negara disekitarnya, seperti benteng
dada, diafragma, pembuluh agung atau kalenjer getah bersih di segi yg persis
maupun segi berkontes permulaan tumor tersebut.
§ tingkat IV
adalah step Kanker yg ditemukan lebih bersumber wahid lobus paru-paru yg
persis, atau di paru-paru yg lain. Sel –sel Kanker sudah tersebar masih ke sel
badan yang lain, contohnya ke otak, kalenjer adrenalin , karakter dan tulang.

F. PATOFISIOLOGI.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang
terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti
dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk,
hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan
pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur –
struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak,
tulang rangka.

G. PATWAY
H. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK.
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.

2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan
ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).

3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan
cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan
sel tumor.

4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

I. PENATALAKSANAAN.
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
a. Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan
hidup klien.
b. Paliatif.
Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
c. Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal.
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien
maupun keluarga.
d. Supotif.
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian
nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti
infeksi.
(Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan Doenges, rencana Asuhan Keperawatan,
2000)
1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru
lain, untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena
kanker.
a) Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b) Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.
c) Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb
atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak
tuberkulois.
d) Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

e) Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan
paru – paru berbentuk baji (potongan es).
f) Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan
kuratif dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan
komplikasi, seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap
pembuluh darah/ bronkus.
3. Kemoterafi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan
tumor, untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
J. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN KANKER PARU.
1. PENGKAJIAN.
a. Preoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan,1999).
1) Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan rutin,
dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2) Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3) Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4) Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid)
5) Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan masukan
makanan.
Kesulitan menelan
Haus/ peningkatan masukan cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava), edema wajah/
periorbital (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor epidermoid).
6) Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak selalu
pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7) Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan atau
produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran udara), krekels/
mengi menetap; pentimpangan trakea ( area yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8) Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
9) Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal, karsinoma sel kecil)
10) Penyuluhan.
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.

b. Pascaoperasi (Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).


- Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
- Frekuensi dan irama jantung.
- Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum,
Hb dan Ht).
- Pemantauan tekanan vena sentral.
- Status nutrisi.
- Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi
yang di operasi.
- Kondisi dan karakteristik water seal drainase.

1) Aktivitas atau istirahat.


Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2) Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3) Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4) Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5) Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6) Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN RENCANA KEPERAWATAN.
A. Preoperasi (Gale, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi, 2000, dan
Doenges, Rencana Asuhan Keperawatan, 1999).
1) Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan :
Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan GDA
dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/ situasi.
Intervensi :
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi atau upaya
pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya tahanan jalan
nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi tambahan,
misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada pada area yang
sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan dalam area jaringan sebagai akibat
peningkatan permeabilitas membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya
tahanan atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema serta
tumor.
c) Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum sianosis. Sianosis
sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir dan daun telinga adalah paling
indikatif.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan sebagai dasar
evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan perubahan terapi.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah dikeluarkan, bunyi
nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan tertahannya sekret
dan/ atau obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan batuk dengan
posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal dan penekanan
menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret. Penekanan
dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair awalnya normal dan
harus menurun sesuai kemajuan penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/ peningkatan
pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau analgetik sesuai
indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki aliran udara,
mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang dada.
- Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat rentang
intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker. Penggunaan
skala rentang membantu pasien dalam mengkaji tingkat nyeri dan memberikan
alat untuk evaluasi keefktifan analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal dapat
memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien dari pada insisi
anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa
kanker dapat mengganggu kemampuan mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan menurunkan
ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan teknik relaksasi
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk


Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, EGC,
Jakarta
Long, Barbara C, (1996), Perawatan Medikal Bedah; Suatu Pendekatan Proses
Holistik, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran,
Bandung.
Suyono, Slamet, (2001), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi 3, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta.
Underwood, J.C.E, (1999), Patologi Umum dan Sistematik, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai