Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

ASMA

D
I
S
U
S
U
N
Oleh:

MAYA JUWITAWATI (16037)

AKADEMI KEPERAWATAN GIRI SATRIA HUSADA


WONOGIRI
2018
LAPORAN PENDAHULUAN
ASMA

A. PENGERTIAN
Asma merupakan penyakit inflamasi kronik saluran napas yang
disebabkan oleh reaksi hiperresponsif sel imun tubuh seperti sel mast,
eosinofil, dan limfosit-T terhadap stimulus tertentu dan menimbulkan gejala
dyspnea, wheezing, dan batuk akibat obstruksi jalan napas yang bersifat
reversibel dan terjadi secara episodik berulang (Brunner & Suddarth, 2001).
Pendapat serupa juga menyatakan bahwa asma merupakan reaksi
hiperresponsif saluran napas yang berbeda-beda derajatnya dan menimbulkan
fluktuasi spontan terhadap obstruksi jalan napas (Lewis et al., 2000).

B. ETIOLOGI
Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi
pencetus asma yaitu Pemicu Asma (Trigger) dan Penyebab Asma (Inducer).
Sedangkan Lewis et al (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik.
Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:
1. Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a. Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu
binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
b. Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-
buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-
obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).
c. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas
merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau
bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast
sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat
mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin
dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.
2. Olahraga
Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan
aktivitas jasmani atau olahraga yang berat. Serangan asma karena aktifitas
biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi
oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise
Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah
latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan
dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan
wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3
menit sebelum latihan.
3. Infeksi bakteri pada saluran napas
Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan
eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada
sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena
itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.
4. Stres
Stres/gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu
juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan
motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum
diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
5. Gangguan pada sinus
Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya
rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan
inflamasi membran mukus.

C. MANIFESTASI KLINIK
Menurut Jones dan Barlett (2001) ada beberapa gejala serangan asma, yaitu:
 Batuk. Batuk adalah respon tubuh terhadap iritasi pada saluran napas.
Pada penderita asma akan membatukkan lender untuk melonggarkan
jalan napas. Batuk akan meningkat jika berbaring.
 Mengi. Bunyi ini disebabkan oleh menyempitnya jalan napas daan
terdengar pada saat menghirup dan menghembuskan napas.
 Sesak dada dan napas pendek. Ini terutama terjadi pada latihan yang
keras. Selama serangan yang parah, cuping hidung mengembang dan
otot bantu pernapasan digunakan.
 Peningkatan denyut nadi dan kecepatan pernapasan
 Kulit pucat
 Keletihan
 Gelisah

D. KLASIFIKASI
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan
pola keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit
penting bagi pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang.
Semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan (Depkes RI, 2007).
Pengklasifikasian asma dapat dilakukan dengan pengkajian terhadap gejala
dan kemampuan fungsi paru. Semakin sering gejala yang dialami, maka
semakin parah asma tersebut. Begitu juga dengan kemampuan fungsi paru
yang diukur dengan Peak Flow Meters untuk mengetahui Peak Expiratory
Flow (PEF) dan Spyrometers untuk mengukur Force Expiratory Volume
dalam satu detik (FEV1) disertai dengan Force Vital Capacity (FVC).
Semakin rendah kemampuan fungsi paru, maka semakin parah asma tersebut
(GINA, 2004).
Menurut Somantri (2008), berdasarkan etiologinya, asma bronkial dapat
diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan reaksi alergi
oleh karena faktor-faktor pencetus yang spesifik, seperti debu, serbuk
bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin) dan spora jamur.
Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi. Paparan terhadap alergi akan mencetuskan
serangan asma. Gejala asma umumnya dimulai saat kanak-kanak.
2. Intrinsik (idiopatik atau non alergik)
Tipe asma ini merupakan jenis asma yang ditandai dengan adanya reaksi
non alergi yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik atau tidak
diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernapasan, emosi dan aktivitas. Serangan asma ini
menjadi lebih berat dan sering sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat
berkembang menjadi bronkitis kronik dan emfisema. Pada beberapa
pasien, asma jenis ini dapat berkembang menjadi asma gabungan.
3. Asma gabungan
Jenis asma ini merupakan bentuk asma yang paling umum dan sering
ditemukan. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergi maupun
bentuk idiopatik atau nonalergik.

E. PATOFISIOLOGI
Kejadian patofisiologis
ini mengakibatkan
obstruksi jalan napas
yang memburuk saat
ekspirasi. Obstruksi jalan
napas menyebabkan
ketidakcocokan V/Q dan
hipoksemia sejak dini.
Terperangkapnya udara
menyebabkan otot-otot
pernapasan berada pada
posisi mekanis yang tidak menguntungkan dengan peningkatan beban kerja
pernapasan yang kemudian mengakibatkan penurunan ventilasi dan
hiperkapnia. Dengan demikian, sebagian besar pasien dengan gejala akut
mulai dengan respirasi cepat, hipoksemia, dan alkalosis respirasi, tetapi
obstruksi jalan napas persisten mengakibatkan ventilasi dangkal yang tidak
efisien dan asidosis respirasi.

Pathway

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
2. Tes provokasi :
1) Untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronkus.
2) Tes provokasi dilakukan bila tidak dilakukan lewat tes spirometri.
3) Tes provokasi bronkial seperti :
a. Tes provokasi histamine
b. Metakolin
c. Alergen
d. Kegiatan jasmani
e. Hiperventilasi dengan udara dingin
f. Inhalasi dengan aqua destilata.
4) Tes kulit : Untuk menunjukkan adanya anti bodi Ig E yang spesifik
dalam tubuh.
3. Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
4. Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
5. Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
6. Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
7. Pemeriksaan sputum.

G. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien
a. Riwayat kesehatan masa lalu :
Riwayat keturunan, alergi debu, udara dingin
b. Riwayat kesehatan sekarang :
Keluhan sesak napas, keringat dingin.
c. Status mental :
Lemas, takut, gelisah
d. Pernapasan :
Perubahan frekuensi, kedalaman pernafasan.
e. Gastro intestinal :
adanya mual, muntah.
f. Pola aktivitas :
Kelemahan tubuh, cepat lelah
2. Pemeriksaan Fisik
a. Dada
1) Contour, Confek, tidak ada defresi sternum
2) Diameter antero posterior lebih besar dari diameter transversal
3) Keabnormalan struktur Thorax
4) Contour dada simetris
5) Kulit Thorax ; Hangat, kering, pucat atau tidak, distribusi warna
merata
6) RR dan ritme selama satu menit.
b. Palpasi
1) Temperatur kulit
2) Premitus : fibrasi dada
3) Pengembangan dada
4) Krepitasi
5) Massa
6) Edema
c. Auskultasi
1) Vesikuler
2) Broncho vesikuler
3) Hyper ventilasi
4) Rochi
5) Wheezing
6) Lokasi dan perubahan suara napas serta kapan saat terjadinya.
3. Pemeriksaan Penunjang
1) Spirometri
2) Tes provokasi
3) Pemeriksaan kadar Ig E total dengan Ig E spesifik dalam serum.
4) Pemeriksaan radiologi umumnya rontgen foto dada normal.
5) Analisa gas darah dilakukan pada asma berat.
6) Pemeriksaan eosinofil total dalam darah.
7) Pemeriksaan sputum.
H. Asuhan Keperawatan
1. Diagnosa 1
Diagnosa:
Bersihan jalan nafas tak efektif berhubungan dengan akumulasi mukus.
Tujuan :
Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, Jalan nafas kembali efektif
Kriteria Hasil :
a. Sesak berkurang
b. Batuk berkurang
c. Klien dapat mengeluarkan sputum
d. Wheezing berkurang/hilang
e. Vital dalam batas normal
f. Keadaan umum baik.
Intervensi :
a. Observasi system pernafasan klien
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi
jalan nafas. Bunyi nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak
ada fungsi nafas (asma berat).
b. Berikan Air Hangat
Rasional : penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme
bronkus.
c. Beritahu tentang batuk efektif
Rasional : Batuk efektif akan sangat membantu dalam mengurangi
akumulasi mukus
d. Kolaborasi obat sesuai indikasi
Membebaskan spasme jalan nafas akan sangat membantu keefektifan
bersihan jalan nafas klien.
2. Diagnosa 2
Diagnosa:
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru.
Tujuan :
Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, pola nafas klien kembali efektif
Kriteria Hasil :
a. Pola nafas efektif dengan perbandingan inspirasi dan ekspirasi 1 : 2
b. Bunyi nafas normal atau bersih
c. TTV dalam batas normal
d. Batuk berkurang
e. Ekspansi paru mengembang.
Intervensi :
a. Observasi frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat
upaya pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan /
pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan
bervariasi tergantung derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang
berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada.
b. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional : duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru optimal dan
memudahkan dalam pernafasan.
c. Beritahu tentang batuk efektif
Rasional : Batuk efektif akan sangat membantu dalam mengurangi
akumulasi mukus
d. Kolaborasikan pemberian humidifikasi
Rasional : memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas,
memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu
pengenceran sekret.
3. Diagnosa 3
Diagnosa:
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik akibat
kekurangan energi oksigen
Tujuan :
Dalam asuhan keperawatan 1 x 24 jam, klien dapat melakukan aktivitas
sehari-hari secara mandiri.
Kriteria Hasil :
a. KU klien baik
b. Badan tidak lemas
c. Klien dapat beraktivitas secara mandiri
d. Kekuatan otot terasa pada skala sedang
Intervensi :
a. Kaji respons pasien terhadap aktivitas. Catat laporan dyspnea
peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan
setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi.
b. Bantu pasien memilih posisi nyaman untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : posisi yang nyaman dalam beristrirahat mampu
meningkatkan kualitas istirahat yang dijalani pasien
c. Jelaskan pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan selama fase akut untuk
menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
d. Kolaborasikan tentang pemberian kruk
Rasional : pemberian kruk akan membantu keseimbangan pasien yang
mengalami kelemahan fisik dalam beraktifitas
DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8,
Jakarta : EGC.
Lewis , Heitkemper, Dirksen. (2000). Medical Surgical Nursing fifth edition, St
Louis Missouri : Mosby.
Jones and Barlett. (2001). Pertolongan Pertama Dan RJP Pada Anak Ed. 4.
Jakarta: Arcan
Brashers, Valentina L. (2008). Aplikasi Klinis Patofisiologi Pemeriksaan &
Manajemen Edisi 2. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika
Doegoes, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai