Hakikat Asesmen Otentik Sebagai Penilaia
Hakikat Asesmen Otentik Sebagai Penilaia
1. Pendahuluan
Abad Melinium yang dicirikan dengan era global telah menuntut peningkatakan
daya saing dan kompetisi yang terbuka. Hal itu, telah menimbulkan orientasi baru dalam
pendidikan, yaitu sangat perlunya diciptakan dan ditekankan adanya pendidikan yang
bermakna, karena dengan pendidikan yang bermakna akan dapat menolong kita,
sedangkan pendidikan yang tidak bermakna hanya menjadi beban hidup. Karena itu
pembelajaran yang bermakna menjadi isu penting dalam pendidikan seperti yang telah
dilaporkan oleh the International Commission on Education for the Twenty-first Century
(Delors, 1995), suatu komisi yang dibentuk oleh UNESCO dan bertugas mengkaji
pendidikan yang tepat untuk abad ke-21.
Laporan itu mengatakan bahwa untuk memenuhi tuntutan kehidupan masa depan,
pendidikan tradisional yang sangat quantitatively-oriented and knowledge-based tidak lagi
relevan. Melalui pendidikan, setiap individu mesti disediakan berbagai kesempatan belajar
sepanjang hayat; baik untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap maupun
untuk dapat menyesuaikan diri dengan dunia yang kompleks dan penuh dengan saling
ketergantungan. Untuk itu, pendidikan yang relevan harus bersandar pada empat pilar
pendidikan, yaitu (1) learning to know, yakni peserta didik mempelajari pengetahuan, (2)
learning to do, yakni peserta didik menggunakan pengetahuannya untuk mengembangkan
keterampilan, (3) learning to be, yakni peserta didik belajar menggunakan pengetahuan
dan keterampilannya untuk hidup, dan (4) learning to live together, yakni peserta didik
belajar untuk menyadari bahwa adanya saling ketergantungan sehingga diperlukan adanya
saling menghargai antara sesama manusia. Dengan demikian, pendidikan saat ini harus
mampu membekali setiap peserta didik dengan pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai
dan sikap, dimana proses belajar bukan semata-mata mencerminkan pengetahuan
(knowledge-based) tetapi mencerminkan keempat pilar di atas. Melalui keempat pilar
itulah dapat terbentuk kompetensi.
1
Makalah disampaikan pada In House Training (IHT) SMA N 1 Kuta Utara
2
Guru Besar Makropedagogik Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja.
1
Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai yang dimiliki dan
dikuasai peserta didik yang dapat tertampilkan secara nyata dalam memecahkan
/menyelesaikan tugas-tugas dalam kehidupan. Jadi seseorang dikatakan kompeten apabila
padanya terbentuk suatu kemampuan yang dapat diandalkannya dalam menghadapi
tuntutan kehidupan. Dengan kata lain, kompetensi dibangun agar setiap individu dapat
survived dalam menghadapi kehidupan yang penuh dengan tantangan dalam era global ini.
Pembentukan kompetensi mensyaratkan dilakukannya asesmen yang bersifat
komprehensif, dalam arti, asesmen dilakukan terhadap proses dan produk belajar. Bila
pada masa yang lalu fokus pembelajaran adalah pada produk belajar, pada masa
sekarang proses dan produk mendapat porsi perhatian yang seimbang. Hal ini didasari
oleh asumsi bahwa suatu produk yang baik seyogyanya didahului oleh proses yang baik.
Untuk meyakinkan hal tersebut, perlu dilakukan pemantauan terhadap proses. Di samping
itu, dengan dilakukannya pemantauan selama proses, terbuka peluang bagi peserta didik
untuk mendapatkan umpan balik yang dapat digunakannya untuk menghasilkan produk
terbaik.
2
dalam berbagai aspek yang dinilai. Nitko (1996) mengatakan bahwa asesmen merupakan
suatu proses mendapatkan data yang digunakan untuk pengambilan keputusan mengenai
pebelajar, program pendidikan, dan kebijakan pendidikan. Jika dikatakan ’mengases
kompetensi pebelajar’, maka itu berarti pengumpulan informasi untuk dapat ditentukan
sejauhmana seorang pebelajar telah mencapai suatu target belajar.
3
Asesmen kinerja adalah penelusuran produk dalam proses. Artinya, hasil-hasil
kerja yang ditunjukkan dalam proses pelaksanaan program itu digunakan sebagai basis
untuk dilakukan suatu pemantauan mengenai perkembangan dari satu pencapaian program
tersebut.
Terdapat tiga komponen utama dalam asesmen kinerja, yaitu tugas kinerja
(performance task), rubrik performansi (performance rubrics), dan cara penilaian (scoring
guide). Tugas kinerja adalah suatu tugas yang berisi topik, standar tugas, deskripsi tugas,
dan kondisi penyelesaian tugas. Rubrik performansi merupakan suatu rubrik yang berisi
komponen-komponen suatu performansi ideal, dan deskriptor dari setiap komponen
tersebut. Cara penilaian kinerja ada tiga, yaitu (1) holistic scoring, yaitu pemberian skor
berdasarkan impresi penilai secara umum terhadap kualitas performansi; (2) analytic
scoring, yaitu pemberian skor terhadap aspek-aspek yang berkontribusi terhadap suatu
performansi; dan (3) primary traits scoring, yaitu pemberian skor berdasarkan beberapa
unsur dominan dari suatu performansi.
b. Evaluasi Diri
Menurut Rolheiser dan Ross (2005) evaluasi diri adalah suatu cara untuk melihat
kedalam diri sendiri. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat melihat kelebihan maupun
kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi tujuan perbaikan (improvement
goal). Dengan demikian, peserta didik lebih bertanggungjawab terhadap proses dan
pencapaian tujuan belajarnya.
Salvia dan Ysseldike (1996) menekankan bahwa refleksi dan evaluasi diri
merupakan cara untuk menumbuhkan rasa kepemilikan (ownership), yaitu timbul suatu
pemahaman bahwa apa yang dilakukan dan dihasilkan peserta didik tersebut memang
merupakan hal yang berguna bagi diri dan kehidupannya.
Rolheiser dan Ross (2005) mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan
kontribusi evaluasi diri terhadap pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan bahwa,
ketika mengevaluasi sendiri performansinya, peserta didik terdorong untuk menetapkan
tujuan yang lebih tinggi (goals). Untuk itu, peserta didik harus melakukan usaha yang
lebih keras (effort). Kombinasi dari goals dan effort ini menentukan prestasi
(achievement); selanjutnya prestasi ini berakibat pada penilaian terhadap diri (self-
judgment) melalui kontemplasi seperti pertanyaan, ‘Apakah tujuanku telah tercapai’?
Akibatnya timbul reaksi (self-reaction) seperti ‘Apa yang aku rasakan dari prestasi ini?’
4
Goals, effort, achievement, self-judgment, dan self-reaction dapat terpadu untuk
membentuk kepercayaan diri (self-confidence) yang positif. Kedua penulis menekankan
bahwa sesungguhnya, evaluasi diri adalah kombinasi dari komponen self-judgment dan
self-reaction dalam model di atas. Model tersebut digambarkan dalam bagan berikut.
(1) (2)
Goals Effort
(3)
Achievement
Self-evaluation
(4)
Self-judgment
(5)
Self-reaction
(6)
Self-confidence
Evaluasi diri adalah suatu unsur metakognisi yang sangat berperan dalam proses
belajar. Oleh karena itu, agar evaluasi dapat berjalan dengan efektif, Rolheiser dan Ross
menyarankan agar peserta didik dilatih untuk melakukannya. Kedua peneliti mengajukan
empat langkah dalam berlatih melakukan evaluasi diri, yaitu: (1) libatkan semua
komponen dalam menentukan kriteria penilaian, (2) pastikan semua peserta didik tahu
bagaimana caranya menggunakan kriteria tersebut untuk menilai kinerjanya, (3) berikan
umpan balik pada mereka berdasarkan hasil evaluasi dirinya, dan (4) arahkan mereka
untuk mengembangkan sendiri tujuan dan rencana kerja berikutnya.
Untuk langkah pertama, yaitu menentukan kriteria penilaian. Guru mengajak
peserta didik bersama-sama menetapkan kriteria penilaian. Pertemuan dalam bentuk
sosialisasi tujuan pembelajaran dan curah pendapat sangat tepat dilakukan. Kriteria ini
dilengkapi dengan bagaimana cara mencapainya. Dengan kata lain, kriteria penilaian
adalah produknya, sedangkan proses mencapai kriteria tersebut dipantau dengan
menggunakan ceklis evaluasi diri. Cara mengembangkan kriteria penilaian sama dengan
5
mengembangkan rubrik penilaian dalam asesmen kinerja. Ceklis evaluasi diri
dikembangkan berdasarkan hakikat tujuan tersebut dan bagaimana mencapainya.
c. Esai
(Tes) esai menghendaki peserta didik untuk mengorganisasikan, merumuskan, dan
mengemukakan sendiri jawabannya. Ini berarti peserta didik tidak memilih jawaban, akan
tetapi memberikan jawaban dengan kata-katanya sendiri secara bebas.
Tes esai dapat digolongkan menjadi dua bentuk, yaitu tes esai jawaban terbuka
(extended-response) dan jawaban terbatas (restricted-response) dan hal ini tergantung pada
kebebasan yang diberikan kepada peserta didik untuk mengorganisasikan atau menyusun
ide-idenya dan menuliskan jawabannya. Pada tes esai bentuk jawaban terbuka atau
jawaban luas, peserta didik mendemonstrasikan kecakapannya untuk: (1) menyebutkan
pengetahuan faktual, (2) menilai pengetahuan faktualnya, (3) menyusun ide-idenya, dan
(4) mengemukakan idenya secara logis dan koheren. Sedangkan pada tes esai jawaban
terbatas atau terstruktur, peserta didik lebih dibatasi pada bentuk dan ruang lingkup
jawabannya, karena secara khusus dinyatakan konteks jawaban yang harus diberikan oleh
peserta didik. Esai terbuka/tak terstruktur merupakan bentuk asesmen otentik.
Tes esai memiliki potensi untuk mengukur hasil belajar pada tingkatan yang lebih
tinggi atau kompleks. Butir tes esai memberi kesempatan kepada peserta didik untuk
menyusun, menganalisis, dan mensintesiskan ide-ide, dan peserta didik harus
mengembangkan sendiri buah pikirannya serta menuliskannya dalam bentuk yang tersusun
atau terorganisasi. Kelemahan esai adalah berkaitan dengan penskoran.
Ketidakkonsistenan pembaca merupakan penyebab kurang objektifnya dalam memberikan
skor dan terbatasnya reliabilitas tes. Namun hal ini dapat diminimalkan melalui
penggunaan rubrik penilaian, dan penilai ganda (inter-rater).
d. Asesmen Portofolio
Portofolio adalah sekumpulan artefak (bukti karya/kegiatan/data) sebagai bukti
(evidence) yang menunjukkan perkembangan dan pencapaian suatu program. Penggunaan
portofolio dalam kegiatan evaluasi sebenarnya sudah lama dilakukan, terutama dalam
pendidikan bahasa. Belakangan ini, dengan adanya orientasi kurikulum yang berbasis
kompetensi, asesmen portofolio menjadi primadona dalam asesmen berbasis kelas.
Perlu dipahami bahwa sebuah portofolio (biasanya ditaruh dalam folder) bukan
semata-mata kumpulan bukti yang tidak bermakna. Portofolio harus disusun berdasarkan
6
tujuannya. Wyatt dan Looper (2002) menyebutkan, berdasarkan tujuannya sebuah
portofolio dapat berupa developmental portfolio, bestwork portfolio, dan showcase
portfolio. Developmental portfolio disusun demikian rupa sesuai dengan langkah-langkah
kronologis perkembangan yang terjadi. Oleh karena itu, pencatatan mengenai kapan suatu
artefak dihasilkan menjadi sangat penting, sehingga perkembangan program tersebut dapat
dilihat dengan jelas. Bestwork portfolio adalah portofolio karya terbaik. Karya terbaik
diseleksi sendiri oleh pemilik portofolio dan diberikan alasannya. Karya terbaik dapat
lebih dari satu. Showcase portfolio adalah portofolio yang lebih digunakan untuk tujuan
pajangan, sebagai hasil dari suatu kinerja tertentu.
Bagaimanakah asesmen portofolio membantu memantau pencapaian target
kompetensi? Asesmen portofolio adalah suatu pendekatan asesmen yang komprehensif
karena: (1) dapat mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotor secara bersama-sama,
(2) berorientasi baik pada proses maupun produk belajar, dan (3) dapat memfasilitasi
kepentingan dan kemajuan peserta didik secara individual. Dengan demikian, asesmen
portofolio merupakan suatu pendekatan asesmen yang sangat tepat untuk menjawab
tantangan KBK.
Asesmen portofolio mengandung tiga elemen pokok yaitu: (1) sampel karya
peserta didik, (2) evaluasi diri, dan (3) kriteria penilaian yang jelas dan terbuka.
7
menunjukkan perkembangan peserta didik sebagai pebelajar. Catatan dan bahan evaluasi-
diri juga merupakan bagian dalam folder.
(2) Evaluasi Diri dalam Asesmen Portofolio
O’Malley dan Valdez Pierce (1994) bahkan mengatakan bahwa ‘self-assessment is
the key to portfolio’. Hal ini disebabkan karena melalui evaluasi diri peserta didik dapat
membangun pengetahuannya serta merencanakan dan memantau perkembangannya
apakah rute yang ditempuhnya telah sesuai. Melalui evaluasi diri peserta didik dapat
melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini menjadi
tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian peserta didik lebih
bertanggungjawab terhadap proses belajarnya dan pencapaian tujuan belajarnya.
Evaluasi diri dalam asesmen portofolio persis sama dengan evaluasi diri yang
dibahas dalam bagian b. di atas. Memang, asesmen portofolio adalah asesmen otentik
yang paling komprehensif dalam khasanah asesmen otentik karena melibatkan jenis-jenis
asesmen yang lain seperti asesmen kinerja dan esai.
8
semua hasil seleksi dan refleksi tersebut dalam suatu dokumen yang seringkali disebut
folder.
Folder portofolio merupakan bahan yang akan diases oleh guru. Pada umumnya,
beberapa hal yang harus ada dalam folder portofolio adalah (1) cover letter, yaitu
rangkuman dari apa yang telah dibuat peserta didik sebagai bukti hasil belajarnya, (2)
daftar isi portofolio, (3) entri (dengan tanggal pada setiap entri). Entri dibedakan menjadi
dua, yaitu entri wajib dan entri pilihan; (4) draf setiap entri (untuk pemantauan proses
yang dilalui), dan (5) refleksi dan evaluasi diri.
Berikut ini adalah modifikasi dari model asesmen portofolio oleh Moya dan
O’Malley (1994). Model tersebut (Portfolio Assessment Model) disesuaikan dengan tiga
komponen pembelajaran, yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, dan Analisis.
a). Perencanaan
(1) Menentukan tujuan dan fokus (standar kompetensi, kompetensi dasar, kriteria
keberhasilan)
(2) Merencanakan isi portofolio, yang meliputi pemilihan prosedur asesmen,
menentukan isi/topik, dan menetapkan frekuensi dan waktu dilakukannya asesmen.
(3) Mendesain cara menganalisis portofolio, yaitu dengan menetapkan standar atau
kriteria penilaian, menetapkan cara memadukan hasil penilaian dari berbagai
sumber, dan menetapkan waktu analisis.
(4) Merencanakan penggunaan portofolio dalam pembelajaran, yaitu berupa
pemberian umpan balik.
(5) Menentukan prosedur pengujian keakuratan informasi, yaitu menetapkan cara
mengetahui reliabilitas informasi dan validitas penilaian.
9
(1) Mengumpulkan folder
(2) Menganalisis berbagai sumber dan bentuk informasi
(3) Memadukan berbagai informasi yang ada
(4) Menerapkan kriteria penilaian yang telah disepakati
(5) Melaporkan hasil asesmen
e. Projek
Projek, atau seringkali disebut pendekatan projek (project approach) adalah
investigasi mendalam mengenai suatu topik nyata. Dalam projek, peserta didik mendapat
kesempatan mengaplikasikan keterampilannya. Pelaksanaan projek dapat dianalogikan
dengan sebuah cerita, yaitu memiliki awal, pertengahan, dan akhir projek. Karena itu,
projek biasanya memiliki tiga fase utama, yaitu:
(1) Fase Perencanaan; dalam fase ini guru menyusun suatu Tugas Projek yang berisi: tema
atau topik projek, dan petunjuk tentang apa yang mesti dilakukan oleh peserta didik.
Biasanya, sebelumnya hal-hal tersebut di atas didiskusikan dulu oleh guru dengan peserta
didik.
Tugas projek dapat berbentuk pertunjukan (misalnya, drama), konstruksi
(misalnya, membangun sebuah kolam ikan), karya tulis (misalnya, KIR). Contoh tugas
projek:
(2) Fase Pengembangan; dalam fase ini peserta didik mencari bahan, memodifikasi
naskah, berdiskusi dengan ahli, berlatih secara terbimbing maupun mandiri.
(3) Fase Akhir; dalam fase ini peserta didik menampilkan hasil kerja mereka, yaitu berupa
petunjukan drama.
5. Penutup
10
Setiap inovasi dalam dunia pendidikan tidak terlepas dari kebijakan-kebijakan
institusional baik yang bersifat lokal, regional, maupun nasional. Dalam kaitannya dengan
penggunaan asesmen otentik dalam pembelajaran, perlu ditentukan/disepakati paling tidak
dalam lingkup sekolah (peserta didik, guru, dan administratur sekolah) bagaimana
asesmen dapat dilakukan. Misalnya, untuk menilai ketiga domain belajar melalui asesmen
portofolio, guru dapat berdiskusi dengan sesama guru mengenai bobot setiap domain.
Demikian pula untuk penilaian dalam rapor, perlu dibicarakan dengan administratur
sekolah (disamping pertimbangan profesional guru itu sendiri) sejauhmanakah hasil
penilaian portofolio dapat digunakan untuk menentukan nilai rapor. Ini juga tergantung
pada kebijakan terhadap portofolio itu sendiri, apakah hanya dihargai sebagai tugas, atau
sebagai bahan penilaian formatif, dan bahkan sumatif (penulis sendiri tidak setuju jika
portofolio dihargai hanya sebagai tugas mengingat informasi dari portofolio sangat
otentik). Sebagai perbandingan, beberapa distrik di Amerika Serikat menggunakan
portofolio sebagai bahan asesmen secara menyeluruh (formatif dan sumatif); bahkan
belakangan ini santer dibicarakan agar asesmen portofolio digunakan sebagai standar
penilaian nasional.
11
Referensi
Buchori, M. (2000). Pendidikan Antisipatoris. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
O’Malley, J.M. & Valdez Pierce, L. (1996). Authentic Assessment for English Language
Learners. New York: Addison-Wesley Publishing Company.
Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment, What Teachers Need to Know. Boston:
Allyn and Bacon.
Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta
Salvia, J. & Ysseldyke, J.E. (1996). Assessment. 6th Edition. Boston: Houghton Mifflin
Company.
Rolheiser, C. & Ross, J. A. (2005) Student Self-Evaluation: What Research Says and What
Practice Shows. Internet download.
Wyaatt III, R.L. & Looper, S. (1999). So You Have to Have A Portfolio, a Teacher’s Guide
to Preparation and Presentation. California: Corwin Press Inc.
12
LAMPIRAN : Contoh-Contoh Implementasi Asesmen Otentik
Contoh Implementasi Asesmen Portofolio
Berikut ini diberikan contoh penggunaan asesmen portofolio dalam pembelajaran Bidang Studi Bahasa
Indonesia. Kemampuan bahasa yang terlibat secara terpadu adalah membaca, menulis, dan apresiasi (sastra).
Jurnal Membaca
Judul Buku: ………..
Tanggal mulai : Tanggal selesai:
NO. TGL. HALAMAN RINGKASAN KOMENTAR
(misalnya, hal. (tentang isi yang dibaca) (perasaan/pendapat tentang
1 – 15) alur/topik/tokoh, dll).
13
Kompetensi Dasar 2.4: Proses Menulis
Catatan:
Guru dapat menggunakan ceklis-ceklis ini dalam proses menulis, dapat pula mengembangkan
ceklis baru sesuai keperluan. Guru juga perlu mempertimbangkan tingkat kelas peserta didik, untuk cocok
tidaknya ceklis ini digunakan. Berdasarkan pertimbangan tertentu, guru dapat juga hanya memberikan
umpan balik secara umum kepada tulisan peserta didik (pada saat konferensi peserta didik-guru), untuk
selanjutnya peserta didik melakukan perbaikan.
Berdasarkan pengalaman penulis, cukup sulit bagi peserta didik untuk membangun kebiasaan baru
menggunakan ceklis evaluasi-diri ini. Karena itu, pada awal-awal menggunakan asesmen portofolio, guru
harus berbicara dengan peserta didik tentang maksud asesmen tersebut, menjelaskan cara-cara melakukan
kegiatan asesmen, menolong mereka melakukannya, dan membangun rasa percaya diri peserta didik untuk
bisa menerima kelebihan dan kekurangannya sebagai seorang pebelajar.
14
Kompetensi Dasar 2.6: Minat Menulis/Mengarang
Minat Menulis
Nama Peserta didik: ____________________________________
Saya suka/tidaksuka*) membuat karangan karena
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
………………………………
Bagi saya, pelajaran menulis/mengarang penting/tidakpenting*)
karena……………………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………
*) pilih salahsatu
Komentar Guru:__________________________________________________
_______________________________________________________________
_______________________________________________________________
Kisi-kisi jawaban atas pertanyaan yang diberikan tentang isi bacaan (esai)
No. Soal Poin yang harus ada Kriteria Penilaian
1. 5 poin (……,……,……,…..,……) Setiap poin nilai 20
2. 4 poin (….......,………..,………,……..) Setiap poin nilai 25
Dst….
15
Kompetensi Dasar 2.5: Kemampuan Menulis
Asesmen Kinerja
Contoh dalam Bidang Studi Bahasa
Rubrik Penilaian Kemampuan Menulis
Folder Portofolio
Folder portofolio adalah sekumpulan bukti proses dan hasil belajar yang disimpan dalam suatu
folder yang terbuat dari kantong plastik, amplop besar atau yang lain. Instrumen-instrumen portofolio di atas
mengumpulkan informasi dari berbagai kegiatan kebahasaan yang telah dilakukan, dan disimpan dalam
folder portofolio peserta didik. Informasi itu mencakup domain kognitif (menjawab pertanyaan bacaan
secara esai, membuat ringkasan dari apa yang dibaca, dan lain-lain), domain afektif (minat, kerjasama), dan
psikomotor (karangan dan drama pendek).
Pada akhir masa pembelajaran ini, peserta didik akan menyetorkan foldernya kepada guru. Isi
folder portofolio tersusun berturut-turut dari atas ke bawah adalah:
16
1) Kata pengantar yang isinya penilaian peserta didik terhadap kelebihan dan kekurangan dari
portofolionya, dan dirinya sebagai pebelajar bahasa.
2) Daftar isi Portofolio
3) Entri/karya (termasuk karya terbaik hasil pilihan peserta didik dengan temannya, dan atau
dengan guru), baik berupa naskah, rekaman, foto, dll.
4) Draf-draf untuk mencapai karya-karya tersebut di atas
5) lembar evaluasi diri (misalnya, ceklis minat membaca)
6) Catatan-catatan guru (termasuk penilaian guru terhadap portofolio tersebut).
Asesmen Projek
Bidang Studi Sejarah
17
Penilaian :
Rubrik Penilaian Projek Peninggalan Purbakala
No. Dimensi Bobot Skor Deskriptor
1. Artefak 2 4 3 2 1 Jelas dan sangat mendekati artefak
aslinya meskipun berupa miniaturnya
2. Deskripsi artefak 2 4 3 2 1 Deskripsi jelas dan mudah ditelusuri
sesuai dengan artefak yang diamati
3. Isi Laporan 4 4 3 2 1 Laporan kunjungan detail dan nyata,
deskripsi ada, pendahuluan,
pembahasan, dan penutup tersusun
secara sistematis dan tepat
4. Penggunaan Bahasa 2 4 3 2 1 Penggunaan tatabahasa, ejaan, dan
tanda baca tepat, tulisan rapi, bersih,
dan sesuai dengan format makalah
18
HAKIKAT ASESMEN OTENTIK SEBAGAI PENILAIAN
PROSES DAN PRODUK DALAM PEMBELAJARAN YANG
BERBASIS KOMPETENSI
Makalah disampaikan pada In House Training (IHT) SMA N 1 Kuta Utara
NDIDIKA
N PE N
E ME PENDIDIKA NA
T A S N S
IT
ER R
IO NE
UNIV DEPA
G
S
NA SH A
A
L
U NDI
KSHA
OLEH
PROF. DR. NYOMAN DANTES
19