ABSTRAK
Keberadaan sektor pariwisata bukan lagi sebagai sektor pelengkap, namun telah
menjadi sektor utama yang dapat membangkitkan sektor lainnya di suatu daerah. Selama
kuartal I 2014, Pertumbuhan sektor pariwisata mencapai 6.86%, lebih tinggi dari pertumbuhan
ekonomi nasional yaitu sebesar 5.21%. Guna menghadapi pasar bebas ASEAN tahun 2015,
perlunya mendorong sektor pariwisata menjadi salah satu sektor unggulan yang berdaya
saing. Kota Bandung, sebagai salah satu ikon pariwisata di Jawa Barat, diusulkan menjadi
Kota Kreatif UNESCO selain Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan. Salah satu upaya
meningkatkan peran sektor pariwisata guna mendukung Kota Bandung sebagai Kota Kreatif
sebagaimana yang tercantum dalam RPJMD Kota Bandung dan usulan Kementerian
Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ke UNESCO adalah dengan mengevaluasi kinerja kebijakan
yang telah berjalan atau terimplementasikan saat ini, guna mendapatkan masukan atau
rekomendasi mengenai bentuk kebijakan dimasa yang akan datang.
Makalah Penelitian ini mengunakan teknik analisis data Mixed Methods atau Metode
Kombinasi (kuantitatif dan kualitatif). Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah
evaluasi kinerja kebijakan menurut Riant Nugroho (2012), yang menyatakan bahwa model
penilaian kinerja kebijakan berkenaan dengan: Dimensi hasil, Dimensi proses, Dimensi
sumber daya, Dimensi keberadaan dan perkembangan organisasi, dan Dimensi
kepemimpinan.. Masing-masing dimensi tersebut akan diukur tingkat pencapaiannya, sehingga
pada akhirnya akan dilihat masalah atau isu apa yang menjadi prioritas utama dalam upaya
memperbaiki kebijakan sektor pariwisata. Dimensi-dimensi tersebut di atas akan disandingkan
dengan dengan kriteria Kota Kreatif. Hasil sandingan tersebut menghasilkan isu kebijakan
yang menjadi dasar pertimbangan untuk melakukan review kebijakan pariwisata sehingga
menghasilkan kebijakan baru yang mendukung Kebijakan Kota Bandung sebagai Kota Kreatif.
1
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 tahun 2009
tentang Kepariwisataan, pasal 1
tahun 2015, perlunya mendorong sektor 2. TEORI
pariwisata menjadi salah satu sektor 2.1. Kebijakan Publik
unggulan yang berdaya saing. Kaitan Kebijakan publik pada umumnya
dengan hal tersebut di atas, Kota Bandung dibuat berlandaskan hukum dan
ditetapkan sebagai salah satu ikon kewenangan tertentu. Para warga
pariwisata di Jawa Barat, dan menjadi ujung masyarakat menerima kebijakan
tombak dalam pengembangan pariwisata di pemerintah sebagai suatu produk hukum
provinsi Jawa Barat itu sendiri. Hal tersebut yang absah. Dengan demikian, kebijakan
kemudian diaktualisasi oleh pemerintah publik memiliki daya ikat yang kuat
Kota Bandung dalam rankaian kebijakan terhadap publik secara keseluruhan dan
yang salah satunya tertuang dalam memiliki daya paksa tertentu yang tidak
Peraturan daerah Kota Bandung Nomor 01 dimiliki oleh kebijakan yang dibuat oleh
Tahun 2013 Tentang RIPPDA Tahun 2012 organisasi-organisasi. Dunn (1999:51-52)
– 2025 yang menyebutkan bahwa Visi menjelaskan mengenai kebijakan adalah
Pembangunan Kepariwisataan Daerah sebagai berikut:
adalah Kota Bandung sebagai Destinasi Secara etimologis, istilah kebijakan atau
Pariwisata Perkotaan yang Kreatif, policy berasal dari bahasa Yunani,
Berbudaya, dan Berakhlak Mulia. Sangsekerta dan Latin. Akar kata dari
bahasa Yunani dan Sangsekerta polis
Sektor pariwisata merupakan salah (negara kota) dan pur (kota)
satu sektor unggulan di Kota Bandung dan dikembangkan dalam bahasa latin
menyumbangkan kontribusi yang cukup menjadi polita (negara) dan akhirnya
signifikan terhadap perekonomian Kota dalam bahasa Inggris policie, yang
Bandung. Pemasukan pendapatan daerah berarti mengangani masalah-masalah
dari sektor pariwisata (Pajak Hotel, Pajak publik atau administrasi pemerintah.
Restoran, Pajak Hiburan) pada Tahun 2013
yaitu:realisasi penerimaan Pajak Hotel pada Kebijakan publik dalam proses
tahun 2013 sebesar Rp 127.331.725.457 penyelenggaraan pemerintah mempunyai
atau 86,03% , sedangkan realisasi peranan yang sangat dominan terutama
penerimaan Pajak Restoran pada tahun untuk menentukan hal-hal prinsip yang
2013 sebesar Rp 85.646.245.632 atau menyangkut kepentingan umum.
83,97%. Mustopadidjaja (2002:5) menyebutkan
bahwa “Kebijakan publik pada dasarnya
Kota Bandung, sebagai salah satu adalah suatu keputusan yang dimaksudkan
ikon pariwisata di Jawa Barat, diusulkan untuk mengatasi permasalahan tertentu,
menjadi Kota Kreatif UNESCO selain untuk melakukan kegiatan tertentu, atau
Yogyakarta, Solo, dan Pekalongan. Salah untuk mencapai tujuan tertentu, yang
satu upaya meningkatkan peran sektor dilakukan oleh instansi yang
pariwisata guna mendukung Kota Bandung berkewenangan dalam rangka
sebagai Kota Kreatif sebagaimana yang penyelenggaraan tugas pemerintahan
tercantum dalam RPJMD Kota Bandung negara dan pembangunan”.
dan usulan Kementerian Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif ke UNESCO adalah 2.2. Evaluasi Kinerja Kebijakan
dengan mengevaluasi kinerja kebijakan Menurut William N. Dunn dalam
yang telah berjalan atau terimplementasikan Riant Nugroho (2012) menyatakan bahwa
saat ini, guna mendapatkan masukan atau proses analisis kebijakan2terdiri dari:
rekomendasi mengenai bentuk kebijakan 1. Merumuskan masalah
dimasa yang akan datang. 2. Peramalan masa depan kebijakan
2
Nugroho, Riant, 2012, Public Policy, Jakarta, PT. Elex
Media Komputindo.
3. Rekomendasi kebijakan Keempat komponen kebijakan itulah
4. Pemantauan hasil kebijakan yang menentukan apakah kebijakan akan
5. Evaluasi kinerja kebijakan berhasil-guna atau tidak. Namun, konsep
dalam konsep “evaluasi” sendiri selalu
Tujuan evaluasi kebijakan tidak boleh terikut konsep “kinerja” sehingga evaluasi
hanya tentang “menemukan kesalahan” dan kebijakan publik pada ketiga wilayah
“siapa yang membuat salah”, dan oleh bermakna “kegiatan pasca”. Pada penelitian
karenanya menggantung mereka di kertas ini, dimensi yang akan dibahas dan
untuk dinilai secara politis. Tujuan utama digunakan sebagai pijakan penelitian ini
evaluasi kebijakan adalah untuk menilai adalah dimensi kinerja kebijakan.
kesenjangan atau perbedaan antara harapan
dan kinerja, dan kemudian menemukan cara Evaluasi yang ketiga adalah tentang
untuk menutup kesenjangan tersebut. Oleh kinerja kebijakan. Evaluasi ini paling kritis
karenanya, evaluasi sebaiknya dilaksanakan dan penting karena tujuan evaluasi adalah
secara positif. Karakter-karakter evaluasi untuk membandingkan antara hasil yang
yang tepat3adalah: dimaksud dan hasil yang dilakukan.
1. Tujuannya adalah untuk menemukan Kebijakan dikembangkan untuk mencapai
masalah strategis untuk memengaruhi kinerja tertentu. Kebijakan harus mengarah
kinerja kebijakan ke visi, misi, dan tujuan yang dinyatakan
2. Evaluator mampu membuat jarak dalam strategi yang dipilih.
kepada pembuat kebijakan, Spitzer (2007) dalam Riant Nugroho (2012)
pengimplementasi kebijakan, dan menyatakan bahwa :
target kebijakan. “...salah satu kunci yang paling
3. Prosedur evaluasi secara metodologi penting bagi keberhasilan organisasi
akuntabel. Anda dpat ditemukan di tempat yang
4. Implementasi evaluasi dilakukan tidak sangat tidak memungkinkan – suatu
dalam situasi kebencian. tempat yang kebanykan dari Anda
5. Cakupan evaluasi mencakup anggap rumit, tidak dapat diakses, dan
perumusan kebijakan, implementasi, bahkan mungkin membosankan.
kebijakan, dan konteks (lingkungan) Bagaimana jika... (bahwa) kunci
keberhasilan sudah merupakan salah
satu kekuatan yang paling ada di
aman-mana dan paling berdampak
dalam organisasi Anda?... Kunci
keberhasilan adalah ukuran. Ukuran
yang dilakukan dengan benar dapat
mengubah organisasi Anda. Ukuran
tidak hanya dapat menunjukkan
kepada Anda di mana Anda sekarang,
tetapi dapat membawa Anda untuk
sampai kemanapun yang Anda
inginkan... ukuran bersifat
fundamental bagi kinerja yang tinggi,
perbaikan, dan terutama keberhasilan
dalam bisnis, atau dalam bidang usaha
manusia lainnya... tidak peduli
seberapa penting dan kuatnya
Gambar 1. Konteks Evaluasi Kebijakan penghargaan tersebut, mereka tidak
3
Nugroho, Riant, 2012, Public Policy, Jakarta, PT. Elex
Media Komputindo.
lebih baik dari sistem ukuran yang Hipotesis inilah yang nantinya dikaitkan
digunakan sebagai dasarnya” dengan kriteria kota kreatif Formulasi Kota
Kreatif Landry, 2006 dan Kriteria Kota
Dalam hal ukuran kinerja, Kreatif UNESCO tahun 2013. Hasil
masalahnya bahwa “pengevaluasi” sandingan antara penilaian Kinerja
biasanya hanya berhenti pada “pencapaian Kebijakan Pariwisata dengan Kriteria Kota
kinerja”. Sebagai model berikut dapat Kreatif tersebut menghasilkan isu kebijakan
dijelaskan dimensi penilaian kinerja pariwisata yang baru yang menjadi dasar
kebijakan yang lebih komprehensif yaitu pertimbangan untuk melakukan review
sebagai berikut: kebijakan pariwisata sehingga pada
akhirnya akan menghasilkan kebijakan
yang berkaitan atau mendukung Kebijakan
Kota Bandung sebagai Kota Kreatif.
3. METODE PENELITIAN
Secara operasionalisasi ukuran atau
parameter evaluasi kinerja kebijakan yang
dimaksud dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Dimensi hasil (selisih target dan
pencapaian)
Dimensi hasil yang dimaksud di atas
adalah mengukur atau melihat suatu
keberhasilan yang dicapai
Gambar 2. Model Penilaian Kinerja dibandingkan dengan seperangkat
Kebijakan keberhasilan yang diharapkan (target).
Perbandingan ini kemudian dilanjutkan
Dari model di atas didapatkan dengan pengidentifikasian faktor-
dimensi penilaian kinerja kebijakan yang faktor yang berpengaruh pada
berkenaan dengan: kegagalan dan keberhasilan.
a. Dimensi hasil (selisih target dan Pengukuran dimensi hasil ini dapat
pencapaian) dilakukan secara internal oleh mereka
b. Dimensi proses pencapaian hasil dan yang melakukan proses yang sedang
pembelajaran dievaluasi ataupun oleh pihak lain, dan
c. Dimensi sumber daya yang dapat dilakukan secara teratur maupun
digunakan (efesiensi dan efektivitas) pada saat-saat yang tidak beraturan.
d. Dimensi keberadaan dan Proses ini dilakukan setelah sebuah
perkembangan organisasi kegiatan selesai, dimana kegunaannya
e. Dimensi kepemimpinan dan adalah untuk menilai/ menganalisa
pembelajarannya apakah keluaran, hasil ataupun dampak
dari kegiatan yang dilakukan sudah
Model tersebut di atas akan dijadikan sesuai dengan yang diinginkan.
landasan peneliti dalam melakukan evaluasi Hasilnya tersebut akan digunakan bagi
kinerja kebijakan sektor pariwisata Kota pihak yang berkepentingan untuk
Bandung. Masing-masing dimensi tersebut mengambil keputusan.
akan diukur tingkat pencapaiannya melalui
metode analisis kuantitatif. Selanjutnya 2. Dimensi proses pencapaian hasil dan
hasil analisis kuantitatif tersebut akan pembelajaran
dibandingkan dengan hipotesis awal, Penilaian proses merupakan penilaian
sehingga mengasilkan hipotesis baru. yang menitikberatkan sasaran penilaian
pada tingkat efektivitas, proses Efektivitas selalu terkait dengan
adaptasi, serta inovasi suatu kebijakan hubungan antara hasil yang diharapkan
terkait program dan kegiatan sektor dengan hasil yang sesungguhnya
pariwisata dalam rangka pencapaian dicapai. Efektivitas merupakan
tujuan pembangunan di bidang hubungan antara output dengan tujuan,
pariwisata. Penilaian proses semakin besar kontribusi (sumbangan)
menyangkut penilaian terhadap output terhadap pencapaian tujuan,
kegiatan pelaku pariwisata (pemerintah maka semakin efektif organisasi,
daerah, pelaku usaha pariwisata, dan program atau kegiatan. Efektivitas
masyarakat) serta keterlaksanaan dapat dilihat dari berbagai sudut
program dan kegiatan di bidang pandang (view point) dan dapat dinilai
pariwisata di kota Bandung. Sedangkan dengan berbagai cara dan mempunyai
Hasil yang dimaksud pada dimensi ini kaitan yang erat dengan efisiensi.
adalah merupakan hal yang dapat
dipandang dari pelaku pariwisata di Bila dikaitakan dengan perihal efisiensi
Kota Bandung, yaitu pemerintah dan efektvitas, ada tiga (tiga)
daerah, pelaku usaha pariwisata, dan sumberdaya yang dievaluasi dalam
masyarakat. Dimensi pembelajaran kinerja kebijakan, yaitu man, money,
merupakan tingkat perkembangan dan machine. Sumber daya manusia
pariwisata saat ini yang lebih baik bila (man) merupakan sumber daya yang
dibandingkan pada masa sebelumnya. paling penting, karena manusia
Menurut Muller (1997), tingkat merupakan pengelola dari sumber daya
perkembangan pariwisata tersebut lainnya, jika sebuah organisasi tidak
terwujud pada 1) pertumbuhan mempunyai sumber daya manusia yang
ekonomi yang sehat, 2) kesejahteraan bagus, maka tidak peduli sebagus apa
masyarakat lokal, 3) Kelestarian sumber daya yang tersebut tidak akan
sumber daya alam lokal, 4) kebudayaan bisa digunakan secara maksimal. Oleh
masyarakat lokal yang tumbuh secara karena itu sumber daya manusia (man)
sehat, 5) peningkatan kepuasan merupakan sumber daya yang paling
wisatawan. berharga dalam sebuah organisasi
dalam melaksanakan suatu kebijakan.
3. Dimensi sumber daya yang Sumber daya uang/ finansial (money)
digunakan (efesiensi dan efektivitas) merupakan salah satu sumber daya
Dimensi sumber daya yang dimaksud yang penting yang harus dimiliki oleh
adalah penilaian terhadap suatu kinerja organisasi dalam pelaksanaan
kebijakan dikaitkan dengan tingkat kebijakan, karena organisasi dengan
efesiensi dan efektivitas pelaksanaan sumber daya finansial yang bagus
suatu kebijakan atu organisasi. tentunya akan dengan mudah
Efesiensi adalah ratio input terhadap memperluas jangkauan kegiatannya.
output, yaitu output yang dihasilkan Sumber daya alat (machine) mencakup
dari suatu kebijakan tercapai dengan peralatan dan fasilitas yang dimiliki
sumber daya input yang minimal. oleh suatu organisasi yang berguna
Efisiensi tidak hanya dikaitkan dengan untuk mendukung jalannya proses-
uang, tetapi juga dikaitkan dengan proses yang ada dalam organisasi
waktu, manusianya, dan peralatan yang tersebut, sekaligus membantu dalam
digunakan atau dikeluarkan. merealisasikan kebijakan. Organisasi
Sedangkan Efektivitas berasal dari kata yang memiliki sumber daya alat
efektif yang mengandung pengertian (machine) yang bagus memiliki potensi
dicapainya keberhasilan dalam yang besar untuk menghasilkan produk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. dan layanan yang bagus pula.
Dimensi Efektivitas kebijakan dapat Dimensi keberadaan dan
diuraikan menjadi indikator (1) perkembangan organisasi yaitu
Kejelasan tujuan kebijakan; (2) Kesesuaian, Kecukupan, dan Kesiapan.
Kejelasan startegi pencapaian tujuan Kesesuaian ialah bagaimana usaha atau
kebijakan; (3) perumusan kebijakan strategi yang dilakukan organisasi
yang baik; (4) penyusunan kebijakan dalam mencapai tujuan bersama sesuai
yang tepat; (5) Penyediaan sarana dan dengan arahan kebijakan yang telah
prasarana; (6) Efektivitas operasional dirancang sebelumnya dan terhadap
kebijakan; (7) Efektivitas fungsional eksitensi sumber daya yang ada.
kebijakan; (8) Efektivitas tujuan Kecukupan berkenaan dengan seberapa
kebijakan; (9) Efektivitas sasaran jauh suatu tingkat efektifitas
kebijakan; (10) Efektivitas individu memuaskan kebutuhan, nilai atau
dalam pelaksanaan kebijakan; dan (11) kesempatan yang menumbuhkan
Efektivitas unit kerja dalam masalah. Kriteria kecukupan
pelaksanaan kebijakan. Sementara itu, menekankan pada kuatnya hubungan
Dimensi Efisiensi kebijakan diuraikan antara alternatif kebijakan dengan hasil
menjadi indikator; (12) Hasil yang diharapkan. Kesiapan adalah
perencanaan pekerjaan yang dilakukan; bagaimana sasaran yang ingin dicapai
(13) Hasil pelaksanaan pekerjaan yang dari strategi yang diusahakan bersama
dilakukan; (14) Hasil pencapaian dalam suatu organisasi dalam kondisi
pekerjaan yang dilakukan; (15) yang siap menerima dan melaksanakan
Efisiensi pembiayaan; (16) Efisiensi kebijakan yang ada.
pembiayaan pelaksanaan kebijakan;
(17) Efisiensi waktu pelaksanaan 5. Dimensi kepemimpinan dan
kebijakan; dan (18) Efisiensi pembelajaran
penggunaan anggaran. Dimensi Kepemimpinan dan
pembelajaran yang dimaksud adalah
4. Dimensi keberadaan dan tindakan yang dilakukan seorang
perkembangan organisasi pemimpin dengan maksud
Dimensi keberadaan dan mengembangkan lingkungan kerja
perkembangan organisasi merupakan yang produktif dan memuaskan bagi
usaha atau strategi yang bertujuan bawahannya, serta pada akhirya
meningkatkan efektivitas mampu menciptakan kondisi kerja
keorganisasian dengan organisasi meningkat. Secara implisit
mengintegrasikan keinginan bersama definisi ini mengandung maksud
akan pertumbuhan dan perkembangan bahwa kepemimpinan dan
dengan tujuan keorganisasian. Dimensi pembelajaran merupakan tindakan
ini diwujudkan sebagai suatu disiplin yang mengarah pada terciptanya iklim
perubahan perencanaan yang kerja suatu organisasi yang mampu
menekankan pada penerapan ilmu mendorong terjadinya proses
pengetahuan dan praktek keperilakuan pembelajaran yang optimal. Prinsip
untuk membantu organisasi-organisasi yang harus dianut dalam dimensi
mencapai efektivitas yang lebih besar. kepemimpinan dan pembelajaran ini
Guna menghadapi akselerasi adalah memiliki visi, memiliki sistem
perubahan yang semakin cepat, nilai, dan keberanian. Prinsip-prinsip
Dimensi keberadaan dan tersebut tertuang dalam beberapa
perkembangan organisasi diperlukan indikator sebagai berikut:
untuk bisa mengatasi konsekuensi- (1) mengartikulasikan pentingnya visi,
konsekuensi dari perubahan tersebut. misi, dan tujuan kebijakan yang
Terdapat 3 (tiga) aspek utama dalam menekankan pada nilai efesiensi dan
efektivitas, (2) mengarahkan dan yang akan ditentukan sesuai dengan
membimbing pengembangan kinerja kebutuhan penelitian ini.
organisasi, (3) membimbing
pengembangan dan perbaikan proses 4. ANALISIS
realisasi kebijakan yang meliputi 4.1. Analisis Kuantitatif
perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Peneliti telah menyusun kuesioner
serta pengelolaan kebijakan, (4) dengan 40 pertanyaan yang mewakili
mengevaluasi kinerja organisasi dan masing-masing dimensi yang telah
mengembangannya, (5) membangun diuraikan oleh Riant Nugroho. Kuesioner
iklim kerja yang baik, (6) menerapkan tersebut disebar di Dinas Kebudayaan dan
kepemimpinan visioner dan Pariwisata Kota Bandung. Responden
situasional, (7) melayani masyarakat, untuk populasi kuantitaf adalah meliputi
(8) melakukan perbaikan secara terus orang-orang yang menempati di beberapa
menerus, (9) menerapkan karakteristik bidang yang ada di Dinas Kebudayaan dan
pemimpin yang efektif, (10) Pariwisata Kota Bandung yaitu: Bidang
memotivasi, mempengaruhi, dan Budaya dan Kesenian, Bidang Objek
mendukung prakarsa, kreativitas, Wisata, Bidang Sarana Wisata, dan Bidang
inovasi, dan inisiasi pengembangan Pemasaran. Adapun jumlah responden pada
kebijakan organisasi, (11) membangun penelitian ini adalah 54 responden atau
teamwork yang kompak dalam seluruh pegawai yang ada di Dinas
lingkungan organisasi, dan (12) Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung.
menginspirasi dan memberi contoh
yang baik. Setelah melihat hasil penilaian dari
responden mengenai kinerja kebijakan
Populasi dalam penelitian ini dibagi pariwisata Kota Bandung, maka dapat
menjadi 2 (dua) bagian, yaitu populasi diambil kesimpulan bahwa berdasarkan
untuk analisis kuantitatif dan populasi parameter evaluasi kinerja kebijakan yang
untuk analisis kualitatif. Responden untuk telah dijelaskan sebelumnya, maka dimensi
populasi kuantitaf dalam penelitian ini sumber daya merupakan dimensi yang
adalah pihak yang terlibat dalam kebijakan paling rendah nilainya dibanding dimensi
pariwisata Kota Bandung yaitu Dinas lainnya.
Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung
sebanyak 54 orang. Metode pengambilan
sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sampel total atau sensus dengan
menggunakan seluruh anggota populasinya.
Dari 54 orang tersebut, peneliti menjadikan
seluruh pegawai di Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Bandung sebagai sampel
dalam penelitian ini.
Tabel 1. Keterkaitan Formulasi Kota Kreatif Landry (2006) dan Kriteria Kota Kreatif
UNESCO (2013)