Anda di halaman 1dari 5

 Beranda

 FAQ
 Referensi
 Daftar Isi
Sabtu, 09 Juli 2011

Gangguan Prilaku

gangguan prilaku
Gangguan konduksi merupakan masalah yang sering dijumpai selama masa anak-anak
dan remaja. Berdasarkan data yang ada, diperkirakan 6-16% anak laki-laki dan 2-9%
anak perempuan di bawah usia 18 tahun memiliki gangguan prilaku.
Gangguan prilaku lebih sering dijumpai pada laki-laki daripada perempuan dengan ratio 4
: 1 sampai dengan 12 : 1.
Dari data juga diketahui bahwa anak dengan gangguan prilaku lebih banyak didapat dari
anak yang memiliki orangtua yang menderita gangguan kepribadian antisosial dan
ketergantungan alkohol dibandingkan dengan anak yang berasal dari keluarga biasa
lainnya tanpa orang tua dengan ganguan kepribadian antisosial atau ketergantungan
alkohol.
Gangguan prilaku merupakan gangguan yang multifaktoral dan bukan disebabkan oleh
satu etiologi tunggal. Berbagai faktor biopsikososial sangat terlibat dalam perkembanan
gangguan ini.
Pada DSM-III-R, gangguan konduksi dibagi menjadi 3 subtipe yaitu: tipe kelompok, tipe
agresif sendirian dan tipe tidak terdiferensiasi, tetapi pada DSM-IV, gangguan konduksi
dibagi menjadi dua tipe dengan menitikberatkan pada onset usia timbulnya gangguan
prilaku, yaitu: tipe onset anak-anak dan tipe onset masa remaja.

2.1. Defenisi
Berdasarkan DSM-IV gangguan perilaku merupakan suatu pola prilaku yang berulang
dan menetap yang mana perilaku itu bertentangan dengan norma atau peraturan yang
berlaku yang dianggap benar oleh masyarakat untuk anak seusianya dimana pola prilaku
menyimpang ini terdiri atas 4 kategori yaitu:
1. Berlaku agresif atau berlaku kasar terhadap orang lain
2. Merusak barang-barang milik mereka atau milik orang lain
3. Mencuri ataupun berbohong
4. Sering melanggar peraturan yang sesuai untuk usia mereka
Gangguan prilaku biasanya berkaitan dengan gangguan psikiatri lain yaitu ADHD,
depresi, dan gangguan belajar dan biasanya selalu berkaitan dengan beberapa faktor
psikososial seperti kekerasan, hukuman, keluarga yang berantakan, pandangan orang
tua yang buruk, hubungan sosial yang buruk, dan kondisi sosial ekonomi yang buruk.

2.2. Epidemiologi
Tindakan melanggar hukum merupakan hal yang biasa dilakukan sesekali pada masa
anak-anak ataupun remaja, akan tetapi pada gangguan prilaku tindakan melanggar
aturan ini dilakukan berulang-ulang dan menetap.
Gangguan prilaku diperkirakan memiliki prevalensi 1-10% di populasi umum. Gangguan
prilaku cenderung terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita dengan rentang
rasio 4:1 sampai 12:1. Frekuensi tertinggi gangguan prilaku dijumpai pada anak-anak
dengan orang tua yang memiliki gangguan kepribadian dan ketergantungan alkohol
dibandingkan dengan populasi umum.

2.3. Etiologi
Ada beberapa fakor yang saling mempengaruhi dalam timbulnya gangguan prilaku pada
anak. Faktor tunggal sangat jarang menimbulkan gangguan prilaku pada anak. Adapun
faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya ganguan prilaku adalah:
• Faktor Keluarga
o Sikap orang tua terhadap anaknya merupakan faktor yang penting. Masalah dalam
rumah tangga, rasa ketidakcocokan dalam perkawinan sering berdampak pada tidak
harmonisnya kehidupan keluarga, dan anaklah yang mendapat dampak dari
ketidakharmonisan ini.
o Rasa iri hati pada saudara sering kali menyebabkan anak berlaku menyimpang guna
mendapat perhatian dari orang tua mereka. Hal ini cenderung terjadi pada anak pertama
yang cemburu pada adiknya.
o Orang lain dalam rumah sering kali berperan dalam pembentukan prilaku anak,
contohnya nenek yang cenderung akan memanjakan cucunya, sehingga akan terbentuk
prilaku manja dan malas pada anak.

• Faktor Sosioekonomi
Faktor sosioekonomi memegang peranan yang penting dalam perkembangan prilaku
anak. Gangguan prilaku tidak hanya dijumpai pada keluarga yang kekurangan dalam
ekonomi, tetapi banyak juga dijumpai pada keluarga yang berkecukupan. Pada keluarga
miskin, sering kali anak menjadi pelampiasan amarah orang tua karena kekecewaan
orang tua akan hidupnya sebaliknya pada keluarga yang kaya, anak cenderung tidak
mendapat kasih sayang dari orang tua akibat sibuknya orang tua.

• Faktor Psikologis
Anak yang tumbuh didunia yang tidak baik, penuh dengan kekerasan cenderung memiliki
perkembangan emosi yang buruk, mudah marah, frustasi, dan sedih. Anak ini cenderung
buruk dalam mengendalikan emosi, tidak memiliki rasa empati dan susah dalam
mengutarakan keinginannya secara wajar.

• Faktor Neurobiologi
Dari beberapa penelitian diketahui bahwa pada ganguan prilaku , didapati menurunnya
kadar dopamine I2 –hidroxilase, sebuah enzim yang mengubah dopamine menjadi
norepinephrine. Penemuan ini mendukung teori yang mengatakan bahwa fungsi
noradrenergik menurun pada gangguan prilaku. Pada gangguan prilaku juga dikatakan
bahwa kadar serotonin darah meningkat. Penelitian membuktikan bahwa kadar serotonin
darah memiliki hubungan terbalik dengan kadar metabolit serotonin asam 5-
hidroksiindoliasetik (5-HIAA) di dalam cairan serebrospinal (CSF), dan rendahnya kadar
5-HIAA di dalam cairan serebrospinal berkorelasi dengan prilaku agresif dan kekerasan.

• Faktor Neurologi
Berdasarkan studi yang dilakukan dengan menilai aktivitas listrik otak saat istirahat
dengan menggunakan EEG pada bagian lobus frontalis, diketahui bahwa pada anak
yang memiliki prilaku agresif didapati peningkatan aktifitas listrik otak yang relatif
signifikan bila dibandingkan dengan anak lain tanpa prilaku agresif. Penelitian lain juga
menunjukkan bahwa inteligensia emosional anak laki-laki umumnya lebih rendah dari
perempuan demikian juga diketahi bahwa prilaku agresif lebih banyak dijumpai pada
anak laki-laki. Akan tetapi dari penelitian diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
peningkatan aktifitas listrik otak dengan intelegensia emosional. Studi ini memperkirakan
bahwa terdapat hubungan antara pola aktivasi EEG dengan prilaku agresif.

• Kekerasan Pada Anak dan Pola Asuh yang Salah


Sudah secara luas dipercaya bahwa anak yang terpapar secara kronis pada lingkungan
kekerasan akan menunjukkan prilaku yang agresif dan menyimpang. Anak-anak yang
mendapat perlakuan kekerasan umumnya akan mengeluarkan perasaan mereka lewat
prilaku-prilaku yang menyimpang.

• Faktor Komorbid

2.4. Diagnosis dan Gejala Klinis


Kriteria klinis untuk gangguan konduksi adalah:
A. Pola prilaku yang berulang dan persisten dimana hak dasar orang lain atau norma
atau aturan sosial utama yang sesuai dengan usia adalah dilanggar, seperti yang
ditunjukkan oleh adanya (atau lebih) kriteria berikut selama 12 bulan terakhir, dengan
sekurangnya satu kriteria ditemukan dalam 6 bulan terakhir.
Agresi pada orang dan binatang
1. Sering berbohong, mengancam, atau mengintimidasi orang lain
2. Sering memulai perkelahian fisik
3. Telah menggunakan senjata yang menyebabkan bahaya fisik yang serius
bagi orang lain (misalnya, pemukul, batu, botol pecah, pisau, pistol)
4. Telah kejam secara fisik kepada orang lain
5. Telah kejam secara fisik kepada binatang
6. Telah mencuri sambil berhadapan dengan korban (misalnya merampok,
menjambret dompet, memeras, perampokan bersenjata)
7. Telah memaksa orang untuk melakukan aktivitas seksual
Menghancurkan barang milik
1. Secara sengaja menimbulkan kebakaran dengan tujuan menyebabkan
kerusakan yang serius
2. Secara sengaja menghancurkan barang milik orang lain (selain dari
menimbulkan kebakaran)
Tidak jujur atau mencuri
1. Membongkar masuk ke dalam rumah, bangunan atau kendaraan orang
lain
2. Sering berbohong untuk mendapatkan barang-barang atau kemurahan
hati atau untuk menghindari kewajiban (yaitu, “memanfaatkan” orang lain)
3. Telah mencuri barang-barang dengan nilai yang tidak kecil tanpa
menghadapi korban (misalnya, mencuri toko, tetapi tanpa merusak dan
menyelundup, pemalsuan)
Pelanggaran aturan yang serius
1. Sering di luar pada malam hari walaupun dilarang orang tua, dimulai
sebelum usia 13 tahun
2. Telah melarikan diri dari rumah semalaman sekurangnya dua kali saat
tinggal di rumah orang tua atau rumah wali orang tua (atau sekali jika tanpa
kembali untuk periode waktu yang lama)
Sering membolos dari sekolah, dimulai sebelum usia 13 tahun
B. Gangguan prilaku menyebabkan gangguan yang bermakna secara klinis dalam fungsi
sosial, akademik, atau pekerjaan.
C. Jika individu adalah berusia 18 tahun atau lebih, tidak memenuhi kriteria untuk
ganggguan kepribadian antisosial

Tipe berdasarkan onset usia


Tipe onset masa anak-anak : onset sekurangnya satu kriteria karakteristik untuk
gangguan konduksi sebelum usia 10 tahun
Tipe onset masa remaja : tidak adanya kriteria karakteristik untuk gangguan konduksi
sebelum usia 10 tahun.

Tingkat keparahan:
Ringan : beberapa jika ada masalah konduksi yang melebihi yang diperlukan untuk
membuat diagnosis dan gangguan konduksi hanya menyebabkan bahaya kecil bagi
orang lain
Sedang : jumlah masalah konduksi dan efek pada orang lain berada di tengaha-tengah
antara ringan dan berat
Berat : Banyak masalah konduksi yang melebihi dari yang diperlukan untuk membuat
diagnosis atau gangguan konduksi. Menyebabkan bahaya yang cukup besar bagi orang
lain.

2.5. Diagnosa Banding


• Gangguan menentang oposisional
• Gangguan Mood
• Gangguan defisit-atensi/Hiperaktivitas
• Gangguan Belajar

2.6. Terapi
Tidak ada terapi yang dianggap kuratif untuk keseluruhan spektrum prilaku yang
berperan dalam gangguan konduksi. Program terapi multimodalitas yang menggunakan
semua kekuatan keluarga dan masyarakat yang ada kemungkinan memberikan hasil
yang terbaik dalam usaha mengendalikan prilaku gangguan konduksi.
Suatu struktur ligkungan dengan aturan yang konsisten dan akibat yang diperkirakan
dapat membantu mengendalikan masalah prilaku. teknik ini dapat diterapkan di
lingkungan keluarga maupun di sekolah.
Medikasi dan psikoterapi individual berorientasi untuk meningkatkan keterampilan
memecahkan masalah dapat berguna. Medikasi sendiri dapat menjadi terapi tambahan
yang berguna untuk sejumlah gejala yang sering timbul pada gangguan konduksi. Untuk
gangguan agresi yang mungkin muncul dapat diberikan anti-psikotik baik haloperidol,
lithium, carbamazepine dan clonidin.
Karena gangguan konduksi sering terjadi bersama-sama dengan gangguan defisit-
atensi/hiperaktivitas, gangguan belajar, dan dengan berjalannya waktu, gangguan mood
dan gangguan berhubungan zat, terapi tiap gangguan penyerta harus juga dilakukan.

2.7. Prognosis
Pada umumnya semakin cepat onset munculnya gangguan konduksi maka prognosisnya
akan semakin buruk. Orang dengan gangguan konduksi umumnya akan terlibat juga
dengan penyalahgunaan obat sehingga mungkin akan dijumpai gangguan akibat
penyalahgunaan obat pada ganguan konduksi begitu juga halnya dengan gangguan
mood. Gangguan konduksi dengan tipe onset pada masa kanak diketahui memiliki onset
yang lebih buruk dibanding dengan gangguan kondusi dengan tipe onset remaja.
Faktor lingkungan juga merupakan faktor yang sangat menentukan dalam prognosis
penyakit ini. Lingkungan yang baik sangat membantu dalam mendukung perbaikan
prilaku anak.

3.1. Kesimpulan
Gangguan prilaku merupakan gnngguan yang paling umum dijumpai pada masa anak-
anak dan remaja. Gangguan ini merupakan gangguan yang bersifat multifaktorial dengan
berbagai faktor biopsikososial yang sangat berperan dalam timbulnya gangguan ini.
Gangguan prilaku lebih banyak dijumpai pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak
perempuan dengan ratio sekitar 4 : 1 sampai dengan 12 : 1. Terdapat perbedaan antara
DSM-III-R dan DSM-IV dalam pembagian kelainan ini, dimana DSM-III-R membaginya
tasa 3 subtipe yaitu: tipe kelompo, tipe agresif sendirian dan tipe tidak terdiferensiasi,
sedangkan DSM-IV lebih menitikberatkan pada onset usia timbulnya penyakit yaitu onset
masa anak-anak dan onset masa remaja yang dapat juga untuk membantuk menentukan
prognosis penyakit.
Pengobatan gangguan prilaku sendiri bukanlah menitikbertakan pada farmakologi tetapi
lebih kearah terapi multimodalitas yang melibatkan seluruh aspek masyrakat dan
keluarga penderita sendiri. Penggunaan obat-obatan hanyalah untuk terapi gangguan
penyerta lain yang menyertai gangguan prilaku karena gangguan ini umumnya disertai
dengan gangguan lain seperti prilaku agresif yang menyerang.
.

REFERENSI
1. Kaplan, H I, Sadock B J. 2010. Gangguan Prilaku Mengacau: Gangguan Konduksi dan
Gangguan Mengacau yang Tidak Ditentukan. Dalam: Wiguna I M. Editor. Sinopsis
Psikiatri: Ilmu Pengetahuan Prilaku Psikiatri Klinis. Jilid Dua. Tangerang: Binarupa
Aksara. Hal 758-764.
2. Shaffer, D et al. 2000. Disorders Usually First Diagnosed in Infancy, Childhood, and
Adolescence: Conduct Disorder. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder.
Fourt Edition. Text Revision. Washington DC: American Psychiatry Association. Hal 93-
99.
3. Karnik, N S, Steiner H. 2005. Disruptive Behavior Disorder. Dalam: Klykylo W M, Kay, J
L. Editor. Clinical Child Psychiatry. Edisi 2. England: Jhon Wiley & Sons. Hal 191-199.
4. Toy, E C, Klamen, D. 2009. Conduct Disorder. Dalam. Case File Psychiatry. Edisi 3.
New York: Lange McGraw Hill. Hal. 186-190.
5. Maslim, R. 2001. Gangguan Prilaku dan Emosional Dengan Onset Biasanya Pada
Masa Kanak dan Remaja. Dalam: Maslim R. Editor. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan
Ringkas PPDGJ-III. Jakarta: PT Nuh Jaya. Hal. 136-150.
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Anda mungkin juga menyukai