Anda di halaman 1dari 4

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kemangi
Kemangi sangat populer di Indonesia. Di daerah Jawa, Sumatera dan
daerah-daerah lainnya daun kemangi sering dikonsumsi sebagai lalapan pelengkap
makanan dan penguat aroma dalam makanan. Daun kemangi juga terdapat
kandungan metabolit skunder seperti minyak atsiri, fitosterol, alkaloid, senyawa
fenolik, tanin, lignin, saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakuinon (Sarma et al.,
2011). Daun kemangi pada lingkungan masyarakat dapat digunakan untuk
mengobati demam, batuk,s elesma, encok, urat syaraf, air susu ibu kurang lancar,
sariawan, panu, radang telinga, muntah-muntah dan mual, peluruh kentut, peluruh
haid, pembersih darah setelah bersalin, borok, dan untuk memperbaiki fungsi
lambung (Sudarsono dkk., 2002).
Daun kemangi (Ocimum sanctum L.) mengandung minyak esensial yang
bersifat antibakteri (Sharma, 2003 dalam Parag et al., 2010). Selain minyak
esensial, flavonoid yang terkandung dalam daun kemangi juga bersifat antibakteri
pula. Flavonoid dapat menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi
membran sitoplasma, dan menghambat metabolisme energi sel (Cushnie and
Lamb, 2005).
2.2 Daging Ayam
Daging ayam salah satu protein hewani yang tidak dapat disimpan dalam waktu
lama sehingga mudah membusuk. Umumnya masyarakat maupun pedagang ayam
mengawetkan makanan di dalam freezer. Namun metode inimasih kurang efektif
karena penyimpanan di dalam freezer hanya mampu mengawetkan makanan
dalam beberapa hari saja. Bahkan yang marak terjadi sekarang banyak pedagang
ayam menggunakan cara-cara sangat tidak etis dan tidak layak dalam
mengawetkan daging ayam, yakni dengan menggunakan bahan kimia berbahaya
seperti boraks dan formalin di pasar tradisional. Penggunaan bahan pengawet
kimia berbahaya jelas akan memengaruhi kesehatan bahkan lambat laun akan
menjadi permasalahan yang serius seperti timbulnya berbagai penyakit (Yuanisa,
2005).
Menurut Direktoral Jenderal Bina Produksi Peternakan (2002), terdapat beberapa
faktor yang dapat dijadikan pedoman untuk memilih daging segar antara
lain:
1. Warna
Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutu daging yang dapat dinilai
langsung. Warna daging ayam segar yang baik adalah warna merah cerah. Warna
daging ayam yang baru dipotong yang belum terkena udara adalah warna merah-
keunguan, jika telah terkena udara selama kurang lebih 15-30 menit akan berubah
menjadi warna merah cerah. Warna merah cerah tersebut akan berubah menjadi
merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan lama terkena udara.
2. Bau
Bau daging segar tidak berbau masam atau busuk. Bau daging dipengaruhioleh
jenis hewan, pakan, umur daging, jenis kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi
penyimpanan. Kebusukan atau kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya
senyawa-senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang
merupakan hasil pemecahan protein oleh mikroba.
3. Tekstur
Daging ayam segar bertekstur kenyal, padat dan tidak kaku, bila ditekan dengan
tangan, bekas pijatan kembali ke bentuk semula. Daging yang tidak baik ditandai
dengan tekstur yang lunak dan bila ditekan mudah hancur.
4. Kenampakan
Daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket di tangan dan terasa
kebasahannya. Daging yang busuk sebaliknya berlendir dan terasa lengket di
tangan. Selain itu permukaan daging berwarna kusam, kotor dan terdapat noda
merah, hitam, biru, putih kehijauan akibat kegiatan mikroba.
2.3 Mikroba Pembusuk Daging Ayam
Menurut Yuanisa (2005) mengatakan bahwa pembusukan merupakan
proses mikrobiologis, kimiawi atau enzimatik, atau kombinasi dari ketiganya.
Menurut Winarno (1980) pembusukan bahan pangan atau daging dapat
disebabkan oleh pertumbuhan atau aktivitas mikroba (bakteri, khamir, kapang),
aktivitas enzim dalam bahan pangan, serangga parasit atau tikus, suhu pemanasan
dan pendinginan, kelembaban udara, sinar serta jangka waktu penyimpanan.
Frazier dan Westhoff (1978) menambahkan bahwa kelemahan daging ayam
merupakan media yang baik untuk perkembangan bakteri.
Dilaporkan oleh Ayres et al. (1980) bahwa pada jumlah bakteri penyebab
pembusukan sudah mencapai lebih dari 10 juta/cm2 maka mulai tercium bau
busuk. Tanda-tanda ini diikuti oleh permukaan yang berair pada daging ayam.
Cairan tersebut akan menjadi putih atau krem dan terakhir menjadi lendir.
Ertiningsih (1993) menyatakan bahwa telah ditemukan lebih dari 300 jenis
mikroba yang berhasil diisolasi dari daging yang mengalami pembusukan, lebih
dari 100 adalah bakteri asam laktat, kurang dari 100 mikrobakteria, 70 biakan
jamur dan 40 biakan mikrokoki. Sebagian besar bakteri akan berkembang optimal
pada pH 7 dan akan dihambat perkembangannya pada lingkungan dengan pH
kurang dari 4 dan lebih dari 9 (Lawrie, 2003).
Berdasarkan beberapa penelitian menyatakan bahwa genus yang
mendominasi pembusukan daging adalah Pseudomonas, Flavobacterium,
Micrococcus, Bacillus, Streptococcus, dan Lactobacillus (Jay,
1978).Ditambahkan oleh Jensen (1987) bahwa daging ayam normal disimpan
pada suhukamar dengan penanganan kurang baik ditemukan mikroba kelompok
psikotrofikdan mesofilik. Kapang yang sering ditemukan pada permukaan daging
adalahCladosporium, Sporotrichum, Penicillium, dan Monilia. Khamir yang
ditemukanadalah Debaryomyces dan Trichospora (Frazier dan Westhoff, 1978).
Pengawetan adalah suatu teknik atau tindakan yang digunakan
olehmanusia pada bahan pangan sedemikian rupa, sehingga bahan tersebut tidak
mudah rusak. Bahan pangan dapat diawetkan dalam keadaan segar ataupun berupa
bahan olahan. Tujuan produsen makanan mengawetkan produknya, antara lain
karena daya tahan kebanyakan makanan memang sangat terbatas dan mudah rusak
(perishable). Dengan pengawetan, makanan dapat disimpan lebih lama, sehingga
menguntungkan pedagang. Bahan pengawet dibedakan menjadi dua yaitu bahan
pengawet alami dan bahan pengawet buatan. Bahan pengawet alami aman
digunakan dan tidak memiliki efek samping, sedangkan bahan pengawetan buatan
memanfaatkan bahan kimia tertentu yang apabila digunakan dalam jumlah banyak
dapat menyebabkan suatu penyakit (Cleveland et al., 2001).
Menurut EFSA (2013) kerusakan pada daging ayam disebabkan semakin
meningkatnya pertumbuhan mikroba, baik setelah proses pemotongan,
pengolahan, maupun pada saat penyimpanan. Adapun berbagai bahan pengawet
yang umum digunakan sebagai alternatif untuk mencegah kebusukan
akibatberkembangnya mikroba pada daging ayam yaitu formalin dan boraks.
Formalin sangat berbahaya bagi kesehatan karena bersifat racun, karsinogenik,
mutagenik, korosif, dan iritatif. Boraks merupakan zat pengawet berbahaya yang
tidak dizinkan untuk digunakan sebagai bahan pengawet makanan. Boraks
berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat di dalam air. Boraks ini
sering disalahgunakan untuk dicampur pada bahan makanan dan pengawetan
daging.
2.5 Flavonoid
Senyawa flavonoid merupakan senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon yang tersusun dalam konfigurasi C 6 -C 3 -C 6 , yaitu dua cincin aromatik
yang dihubungkan oleh 3 atom karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk
cincin ketiga. Flavonoid terdapat dalam semua tumbuhan hijau sehingga dapat
ditemukan pada setiap ekstrak tumbuhan (Markham, 1988). Golongan flavonoid
dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C 6 -C 3 -C 6 , artinya kerangka
karbonnya terdiri atas dua gugus C 6 (cincin benzena tersubstitusi) disambungkan
oleh rantai alifatik tiga karbon (Robinson, 1995).
Kelas-kelas yang berlainan dalam golongan ini dibedakan berdasarkan
cincin hetero siklik-oksigen tambahan dan gugus hidroksil yang tersebar menurut
pola yang berlainan. Flavonoid sering terdapat sebagai glikosida. Golongan
terbesar flavonoid berciri mempunyai cincin piran yang menghubungkan rantai
tiga karbon dengan salah satu dari cincin benzena.
Flavonoid merupakan suatu kandungan khas yang dimiliki tumbuhan hijau
kecuali alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nectar, bunga, buah, dan biji.
Penyebaran jenis flavonoid pada golongan tumbuhan yang terbesar, yaitu
angiospermae (Markham,1988). Segi penting dari penyebaran flavonoid dalam
tumbuhan ialah adanya kecenderungan kuat bahwa tetumbuhan yang secara
taksonomi berkaitan akan menghasilkan flavonoid yang jenisnya serupa. Jadi,
informasi yang berguna tentang jenis flavonoid yang mungkin ditemukan pada
tumbuhan yang sedang ditelaah sering kali dapat diperoleh dengan melihat
pustaka mengenai telaah flavonoid terdahulu dalam tumbuhan yang berkaitan,
misalnya dari marga atau suku yang sama (Markham, 1988).
Pada tumbuhan tinggi, flavonoid terdapat baik dalam bagian vegetatif
maupun dalam bunga. Sebagai pigmen bunga flavonoid berperan jelas dalam
menarik burung dan serangga penyerbuk bunga. Beberapa flavonoid tak berwarna,
tetapi flavonoid yang menyerap sinar UV barangkali penting juga dalam
mengarahkan serangga. Beberapa kemungkinan fungsi flavonoid untuk tumbuhan
yang mengandungnya adalah pengaturan tumbuh, pengaturan fotosintesis, kerja
antimikroba dan antivirus, dan kerja terhadap serangga (Robinson, 1995).

Anda mungkin juga menyukai