Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perda Bangunan Gedung sebagai landasan peraturan di tingkat kabupaten/kota merupakanaturan
yang bersifat normatif bagi penyelenggaraan bangunan gedung. Sejak lahirnya Undang-Undang No. 28
tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (UUBG), saat ini ada lebih dari 73,96%kabupaten/kota di
Indonesia yang memiliki Perda Bangunan Gedung. Akan tetapi potretpenyelenggaraan bangunan gedung
di kabupaten/kota tersebut masih belum sesuai denganamanat UUBG, yaitu mewujukan bangunan gedung
yang fungsional, andal, berjati diri, serasidan selaras dengan lingkungannya melalui mekanisme IMB dan
SLF.
Hal tersebut antara lain disebabkan oleh: (1) pemerintah daerah belum sepenuhnyamemahami
substansi amanat UUBG; (2) adanya keterbatasan SDM, baik secara kualitasmaupun kuantitas; (3) belum
familiarnya pemerintah daerah dengan Tim Ahli BangunanGedung (TABG); (4) belum familiarnya
pemerintah daerah dengan fungsi pengkaji teknis; serta(5) adanya keterbatasan pendanaan untuk
melaksanakan implementasi perda bangunangedung.
Oleh karena itu, dalam rangka mempercepat implementasi IMB, TABG, SLF, serta
penerapanSistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) di kabupaten/kota, Pemerintah
perlumelakukan bantuan dan pendampingan kepada kabupaten/kota yang telah memiliki perda
BG.Bantuan dan pendampingan ini ditujukan untuk menjamin keberlangsungan tujuan darikegiatan
implementasi Perda BG berupa penyelenggaraan IMB, SLF, TABG, dan Pendataan BG.
Salah satu bentuk bantuan dan pendampingan implementasi Perda BG adalah pendampingan
penyusunan Peraturan Bupati/Walikota Implementasi Perda BG yang mengatur tentang IMB,SLF,
TABG, dan Pendataan Bangunan Gedung. Perbup/Perwal dibutuhkan sebagai landasanoperasional
penyelenggaraan IMB, SLF, TABG, dan Pendataan BG di daerah karena umumnyaPerda BG masih
bersifat normatif. Perbup/Perwal tentang IMB, SLF, TABG, dan PendataanBangunan Gedung mengatur
tata cara penyelenggaraan IMB, SLF, TABG, dan PendataanBangunan Gedung dengan lebih detail.
Kegiatan pendampingan penyusunan Perbup/Perwal Implementasi Perda BG akandilaksanakan di
kabupaten/kota yang telah memiliki Perda Bangunan Gedung melalui SatkerPenataan Bangunan dan
Lingkungan (Satker PBL) di Provinsi. Dalam rangka efektifitas danefisiensi pelaksanaan kegiatan
tersebut maka diperlukan tenaga konsultan individual yangdapat mengawal substansi serta membantu
koordinasi antara Satker PBL Provinsi denganpemerintah kabupaten/kota. Konsultan individual yang

1
dibutuhkan adalah tenaga ahliarsitektur atau sipil (1 orang per kabupaten/kota) yang telah berpengalaman
dalampenyusunan NSPK khususnya yang terkait penyelenggaraan bangunan gedung.

1.2 Maksud dan Tujuan

Penyelenggaraan KI Pendampingan Penyusunan Perbup/Perwal Implementasi Perda


BGdimaksudkan untuk memberikan fasilitasi pembahasan dan narasumber kepada pemerintahaerah
kabupaten/kota yang telah memiliki Perda BG agar segera menyusun dan menetapkanPerwal/Perbup
sebagai landasan operasional penyelenggaraan implementasi IMB, SLF, TABGdan Pendataan BG.
Tujuan penyelenggaraan KI Pendampingan Penyusunan Perbup/Perwal Implementasi PerdaBG
adalah untuk mendampingi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyusunanPerbup/Perwal tentang IMB,
SLF, TABG, dan Pendataan BG sebagai payung hukum dan acuankerja bagi SKPD yang terkait dengan
penyelenggaraan bangunan gedung terutama dalam halpenerbitan IMB dan SLF.

1.3 Sasaran

Sasaran kegiatan Pendampingan Penyusunan Perbup/Perwal Implementasi Perda BG adalah:ODUL


– 2.8.
Implementasi Perda Bangunan Gedung Tahun 2016.
1. Terbentuknya tim/pokja penyusunan rancangan Perbup/Perwal tentang IMB, SLF, TABG dan
Pendataan BG di Kabupaten/Kota yang di fasilitasi.
2. Terwujudnya koordinasi antara aparat pemda dan kepala daerah dalam rangka penyusunan
rancangan Perbup/Perwal tentang IMB, SLF, TABG, dan Pendataan BG;
3. Tersusunnya rancangan Perbup/Perwal tentang IMB, SLF, TABG, dan Pendataan BG;
4. Terselenggaranya pembahasan rancangan Perbup/Perwal tentang IMB, SLF, TABG, dan
Pendataan BG dengan stakeholder terkait;
5. Ditetapkannya Perbup/Perwal tentang IMB, SLF, TABG, dan Pendataan BG.

1.4 Ruang Lingkup

Lingkup wilayah kegiatan Pendampingan Penyusunan Perbup/Perwal Implementasi Perda


BGadalah pada kabupaten/kota yang difasilitasi penyusunan Perbup/Perwal Implementasi PerdaBG.

2
1.5 Keluaran

Keluaran dari kegiatan Pendampingan Penyusunan Perbup/Perwal Implementasi Perda BG


adalah:
1. Pendalaman terhadap KAK
2. Identifikasi permasalahan Penyusunan Perbup/Perwal Implementasi Perda BG yangdihadapi
kabupaten/kota, baik masalah substansial maupun masalah teknis.
3. Perumusan strategi penyelesaian permasalahan yang dihadapi terkait PenyusunanPerbup/Perwal
Implementasi Perda BG;
4. Perumusan metodologi pelaksanaan fasilitasi, target pencapaian sasaran, jadwalpelaksanaan, tim
teknis pelaksana kegiatan, pemangku kepentingan yang terkait, sertanarasumber yang akan
diundang;
5. Hasil Pembahasan, yang terdiri dari Berita Acara Pembahasan, Notulensi HasilPembahasan,
Daftar Hadir Peserta Pembahasan, Dokumentasi Foto, Materi Pembahasan,dan Penyempurnaan
Penyusunan Rancangan Perbup/ Perwal tentang IMB, SLF, TABG,dan Pendataan BG.;
6. Finalisasi Rancangan Perbup/Perwal tentang IMB, SLF dan Pendataan BG yang siapuntuk
ditetapkan oleh kepala daerah.
7. Laporan kegiatan Pendampingan Penyusunan Perbup/Perwal Implementasi Perda BG yang
meliputi :
- Laporan Pendahuluan
- Laporan Penyelenggara
- Laporan Akhir

3
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH

2.1 Letak Geografis

2.1.1 Kota Tomohon

Kota Tomohon berada pada 1°15' Lintang Utara dan 124°50' Bujur Timur. Luas Kota Tomohon
berdasarkan keputusan UU RI Nomor 10 Tahun 2003 sekitar 11.420 Ha dengan jumlah penduduk
mencapai 87.719 jiwa.

Kota Tomohon terletak di ketinggian kira-kira 700-800 meter dari permukaan laut (dpl), diapit oleh
2 gunung berapi aktif, yaitu Gunung Lokon (1.689 m) dan Gunung Mahawu (1.311 m). Suhu di Kota
Tomohon pada waktu siang mampu mencapai 30 derajat Celsius dan 23-24 derajat Celsius pada malam
hari.

Batas Wilayah Kota Tomohon

Kota Tomohon memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Utara : Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa


- Selatan : Kecamatan Sonder, Kabupaten Minahasa
- Barat : Kecamatan Tombariri, Kabupaten Minahasa
- Timur : Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa

2.1.2 Kabupaten Minahasa

Minahasa adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Sulawesi Utara, terletak diujung utara Pulau
Sulawesi. Ibukota Kabupaten Minahasa adalah Tondano, berjarak sekitar 35 km dari Manado, ibukota
Provinsi Sulawesi Utara. Jika dilihat dari letak geografis, Kabupaten Minahasa terletak pada
1o22’44’’LU/124o 33’ 52’’BT - 1o 01’ 11’’LU /124o 54’ 45’’BT ke 125o 04’ 21’’BT/1o 20’ 25’’ LU.
Kabupaten Minahasa saat ini memiliki 23 Kecamatan antara lain :

Batas Wilayah Kabupaten Minahasa :

- Utara : Laut Sulawesi, Kota Manado dan Kota Tomohon


- Selatan : Laut Maluku dan Kota Tomohon
- Barat : Kabupaten Minahasa Selatan dan Kota Tomohon
- Timur : Laut Maluku, Kabupaten Minahasa Utara dan Kota Tomohon

4
2.2 Wilayah Administratif

2.2.1 Kota Tomohon

Kota Tomohon dapat dicapai dengan menggunakan transportasi darat, jarak dari ibukota Provinsi
Sulawesi Utara, Kota Manado ±25 km. Dari Bandara International Sam Ratulangi ±34 km, dan dari
Pelabuhan International Bitung ±60 km melalui Kabupaten Minahasa Utara dan Minahasa Induk. Jarak
dari Kabupaten Minahasa Induk ±15 km dan Kabupaten Minahasa Selatan ±58 km. Letak wilayah Kota
Tomohon dari sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Pineleng dan Tombulu (Kabupaten
Minahasa), sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Sonder dan Remboken (Kabupaten Minahasa)
dan Kecamatan Tombariri (Kabupaten Minahasa), sebelah Barat dengan Kecamatan Tombariri dan
sebelah Timur dengan Kecamatan Airmadidi (Kabupaten Minahasa Utara).

5
Nama, luas wilayah per-Kecamatan dan jumlah Kelurahan di Kota Tomohon :

Kecamatan Banyaknya Luas Persentase


Kelurahaan (km2) (%)
1. Tomohon Selatan 12 32,95 22,38
2. Tomohon Tengah 9 9,41 6,39
3. Tomohon Timur 5 21,88 14,86
4. Tomohon Barat 8 40,69 27,64
5. Tomohon Utara 10 42,28 28,72
Kota Tomohon
44 147,21 100,00

Sumber: Badan Pertanahan Nasional Kota Tomohon, google

2.2.2 Kabupaten Minahasa

Luas Kabupaten Minahasa adalah 1.641,27 km2yang terdiri dari luas daratan adalah 1.094,88km2
dan luas perairan danau 46,54 km2 serta laut sebesar 599,85 km2. Kabupaten Minahasa terdiri atas 25
kecamatan, dimana kecamatan terluas adalah Kecamatan Tombariri (158,52 km2). Pembagian
Kecamatan, jumlah desa/ kelurahan beserta luasnya, dapat dilihat pada tabel berikut:

6
Tabel Nama, luas wilayah per – Kecamatan dan jumlah desa/ kelurahan
Luas Wilayah
Jumlah
Nama Kecamatan Kelurahan/ Administrasi Terbangun
Desa (%) thd (%) thd
(Ha) (Ha)
total total
Langowan Timur 7 1.098 0,92% 74 0,06%
Langowan Barat 10 3.108 2,60% 97 0,08%
Langowan Selatan 9 5.650 4,72% 71 0,06%
Langowan Utara 7 432 0,36% 36 0,03%
Tompaso
13 3.020 2,52% 591 0,49%
Tompaso Barat
Kawangkoan 10 1.502 1,25% 104 0,09%
Kawangkoan Barat 10 1.927 1,61% 82 0,07%
Kawangkoan Utara 10 1.381 1,15% 85 0,07%
Sonder 14 5.893 4,92% 113 0,09%
Tombariri
18 27.019 22,57% 372 0,31%
Tombariri Timur
Pineleng
15 9.659 8,07% 4.926 4,11%
Mandolang
Tombulu 9 9.807 8,19% 239 0,20%
Tondano Barat 9 2.243 1,87% 257 0,21%
Tondano Selatan 8 1.675 1,40% 117 0,10%
Remboken 11 3.880 3,24% 206 0,17%
Kakas 13 7.355 6,14% 351 0,29%
Kakas Barat 10 4.516 3,77% 191 0,16%
Lembean Timur 11 6.951 5,81% 164 0,14%
Eris 8 3.976 3,32% 187 0,16%
Kombi 13 12.130 10,13% 288 0,24%
Tondano Timur 11 3.671 3,07% 137 0,11%
Tondano Utara 8 2.828 2,36% 141 0,12%
Sumber: google

2.3 Kondisi Fisik Dasar

2.3.1 Kota Tomohon

Tomohon berada di wilayah pegunungan yang terletak antara 01°18’51” Lintang Utara dan
124°49’40” Bujur Timur, memiliki luas 147,21 km2 dan berada pada ketinggian 400-1500 meter dpl
dengan kisaran suhu 18° C - 30° C. Dengan kecepatan angin rata-rata 3,35 knot/bulan, kelembapaan
udara rata-rata 90,67 %/bulan, temperature udara 22,33 °C/bulan, curah hujan rata-rata 291,04 mm/bulan

7
dan tekanan udara 940,10. Terdapat tiga gunung yaitu gunung Lokon (1.579,6 m dpl), gunung Tampusu
(1.474 m dpl), dan gunung Mahawu (1.331 m dpl). Beberapa sungai seperti Sungai Ranowangko, Sungai
Sapa, Sungai Sinambey dan 32 mata air tersebar. Selain itu terdapat dua danau, yaitu danau Linow dan
danau Pangolombian.

Tabel Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kota Tomohon


No DAS Luas (km²)
1 DAS Malalayang 2248.69
2 DAS Nimanga 4757.15
3 DAS Ranowangko 6937.57
4 DAS Sario 28.08
5 DAS Tondano 743.76
Grand Total 14715.25
Sumber : BP. DAS Tondano
Demografi

Jumlah penduduk di wilayah Kota Tomohon pada tahun 2013 adalah 99.625 jiwayang tersebar di
lima wilayah kecamatan, dimana jumlah penduduk terbanyak berada di wilayah kelurahan Tomohon
Utara dengan jumlah 28.483 jiwa atau sekitar 28,61%, yang kemudian diikuti oleh jumlah penduduk di
wilayah Kecamatan Tomohon Selatan dengan jumlah 24.090 jiwa (24,20%). Sedangkan jumlah penduduk
tersedikit berada di wilayah Kecamatan Tomohon Barat dengan jumlah 16.281 jiwa atau hanya sekitar
16,29 % yang disusul oleh jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Tomohon Timur dengan jumlah
11.405 jiwa.

Berdasarkan jumlah penduduk pada Tahun 2013 (99.625 jiwa) dan dengan memperhatikan
jumlah penduduk pada Tahun 2011 (95.757 jiwa) di wilayah Kota Tomohon, maka dapat diperoleh
gambaran pertumbuhan/pertambahan penduduk rata-rata per tahun di Kota Tomohon adalah 3,49%.
Angka pertumbuhan penduduk tertinggi berada di wilayah Kecamatan Tomohon Selatan dengan angka
0,88 % yang kemudian diikuti oleh pertumbuhan penduduk di wilayah Kecamatan Tomohon Timur
dengan angka 0,73 %.

2.3.2 Kabupaten Minahasa


Sebagai daerah beriklim tropis, Minahasa hanya mengenal 2 musim, yaitu musim kemarau dan
musim penghujan. Menurut data yang tercatat pada stasiun Geofisika Tondano, arah angin terbanyak
bertiup menuju arah selatan pada Bulan Mei sampai November. Pada Bulan Januari sampai Februari arah
angin terbanyak bertiup menuju arah barat, sedangkan pada Bulan Maret sampai April menuju arah utara.

8
Kelembaban udara berkisar rata-rata antara 89 sampai 93 persen. Sedangkan rata-rata suhu
minimum dan maksimum berkisar antara 22,1 dan 22,8 derajat Celsius.

Sepanjang tahun 2008 terjadi curah hujan yang merata selama 273 hari hujan dan beragam menurut
bulan. Curah hujan tertinggi tercatat pada Bulan Juni dengan 327,0 milimeter, sedangkan terendah terjadi
pada Bulan Februari setinggi 120,0 milimeter.

Secara hidrologi, Kabupaten Minahasa memiliki beberapa sungai besar dan anak sungai, 1 danau,
dan 12 bendung/ embung. Danau Tondano dan Sungai Tondano mempunyai arti penting dan strategis
bagi pelaksanaan pembangunan di wilayah Provinsi Sulawesi Utara, khususnya Kabupaten Minahasa,
Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Kota Manado, Kota Tomohon dan Kota Bitung. Dikatakan penting
karena Danau Tondano dan Sungai Tondano berfungsi sebagai penyedia air untuk kebutuhan PLTA
Tonsea Lama dan Tanggari, PT. Air Manado, Irigasi dan perikanan bagi penduduk di sekitar danau serta
keindahan alam untuk objek wisata. Adapun profil DAS di Kabupaten Minahasa, sebagai berikut:

Tabel Daerah Aliran Sungai (DAS) di Wilayah Kabupaten Minahasa


Nama DAS Luas (Ha)
DAS Tondano 19.194

Sumber: RTRW Kabupaten Minahasa 2011 – 2031 ,google

Demografi

Dilihat dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010 jumlah penduduk Kabupaten Minahasa terus
mengalami peningkatan. Pada tahun 2010, tercatat penduduk Kabupaten Minahasa sebanyak 309.876
jiwa. Jumlah ini mencakup penduduk bertempat tinggal tetap maupun penduduk tidak bertempat tinggal
tetap.
Sementara, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Minahasa dari tahun 2000-2010 cenderung
mengalami peningkatan, peningkatan signifikan terjadi pada rentang tahun 2008-2010 yaitu dengan rata-
rata laju pertumbuhan penduduk sebesar 1,88 persen. Jika dilihat dari perkembangan penduduk pada
Tahun 2000 – 2010, perkembangan yang terjadi bersifat konstan, dimana terjadi pertambahan penduduk
linear pada setiap tahunnya. Oleh karena itu, untuk memberikan penyimpangan minimum atas data
penduduk masa lampau dengan tetap mengasumsikan bahwa pola perkembangan penduduk di masa
lampau akan berlaku di masa yang akan datang, maka digunakan metoda proyeksi penduduk
menggunakan teknik analisis model regresi linear dengan persamaan matematis berikut:

P(t + x) = a + b(x)

Dimana :
P(t + x) : jumlah penduduk tahun (t + x)

9
X : tambahan tahun terhitung dari tahun dasar
a,b : tetapan yang diperoleh dari rumus sebagai berikut :

2.4 Potensi Bencana Alam

2.4.1 Kota Tomohon

Morfologi Kota Tomohon yang terletak di lereng perbukitan terjal hingga sangat terjal dan
kemiringan lereng yang bervariasi mempunyai gunung berapi masih aktif merupakan salah satu daerah
memiliki potensi bencana alam berupa erupsi gunung berapi, tanah longsor.

2.4.2 Kabupaten Minahasa

Kabupaten Minahasa yang 80% wilayahnya merupakan daerah rawan bencana alam dan yang perlu
di waspadai masyarakat adalah bencana banjir dan tanah longsor.
Untuk daerah rawan banjir bandang di Minahasa yaitu disekitar pesisir danau Tondano sedangkan
daerah rawan longsor terletak didaerah-daerah perbukitan seperti di Kecamatan Langowan Selatan,
Kecamatan Eris, Kecamatan Kombi dan beberapa daerah lainnya.

10
BAB III
TINJAUAN YURIDIS

3.1 Amanah Kewenangan Penetapan Perbup/Perwal Sesuai Ketentuan

3.1.1 Pasal 18 Ayat (6) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

“Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk
melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan”.

3.1.2 UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

Daerah provinsi selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah Administratif
yang menjadiwilayah kerja bagi gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi
gubernur dala menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di wilayah Daerah provinsi.
Daerah kabupaten/kota selain berstatus sebagai Daerah juga merupakan Wilayah
Administratif yangmenjadi wilayah kerja bagi bupati/wali kota dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan umum diwilayah Daerah kabupaten/kota.
Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan sesuai dengan Undang-
Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam menyelenggarakan Urusan
Pemerintahan. Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan UrusanPemerintahan oleh Daerah.
Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan Urusan Pemerintahan
yangdilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah.
Pasal 17
(1) Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan
yangmenjadi kewenangan Daerah.
(2) Daerah dalam menetapkan kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib
berpedomanpada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat.
(3) Dalam hal kebijakan Daerah yang dibuat dalam rangka penyelenggaraan Urusan
pemerintahan yangmenjadi kewenangan Daerah tidak mempedomani norma, standar, prosedur,

11
dan kriteria sebagaimanadimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat membatalkan kebijakan
Daerah sebagaimana dimaksud padaayat (1).
(4) Apabila dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat ( 5 )
Pemerintah pusat belum menetapkan norma, standar, prosedur, dan kriteria, penyelenggara
Pemerintahan Daerah melaksanakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.
Pasal 18
(1) Penyelenggara Pemerintahan Daerah memprioritaskan pelaksanaan Urusan Pemerintahan
Wajib yangberkaitan dengan Pelayanan Dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3).
(2) Pelaksanaan Pelayanan Dasar pada Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan
PelayananDasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada standar pelayanan
minimal yangditetapkan oleh Pemerintah Pusat.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar pelayanan minimal diatur dengan peraturan
pemerintah.
Pasal 19
(1) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Pemerintah Pusat
diselenggarakan:
a. sendiri oleh Pemerintah Pusat;
b. dengan cara melimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat atau kepada
InstansiVertikal yang ada di Daerah berdasarkan asas Dekonsentrasi; atau
c. dengan cara menugasi Daerah berdasarkan asas Tugas Pembantuan.
(2) Instansi Vertikal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dibentuk setelah mendapat
persetujuandari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.
(3) Pembentukan Instansi Vertikal untuk melaksanakan urusan pemerintahan absolut dan
pembentukanInstansi Vertikal oleh kementerian yang nomenklaturnya secara tegas disebutkan
dalam Undang-UndangDasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tidak memerlukan
persetujuan dari gubernur sebagai wakilPemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(4) Penugasan oleh Pemerintah Pusat kepada Daerah berdasarkan asas Tugas Pembantuan
sebagaimanadimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan peraturan menteri/kepala
lembaga pemerintahnonkementerian.
(5) Peraturan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada
ayat (4)ditetapkan setelah berkoordinasi dengan Menteri.

12
Pasal 20
(1) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah provinsi diselenggarakan:
a. sendiri oleh Daerah provinsi;
b. dengan cara menugasi Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas Tugas Pembantuan; atau
c. dengan cara menugasi Desa.
(2) Penugasan oleh Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/kota berdasarkan asas Tugas
Pembantuansebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan kepada Desa sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)huruf c ditetapkan dengan peraturan gubernur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(3) Urusan pemerintahan konkuren yang menjadi kewenangan Daerah kabupaten/kota
diselenggarakansendiri oleh Daerah kabupaten/kota atau dapat ditugaskan sebagian
pelaksanaannya kepada Desa.
(4) Penugasan oleh Daerah kabupaten/kota kepada Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
ditetapkandengan peraturan bupati/wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan..hukumonline.com
Pasal 21
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren diatur dalam
peraturanpemerintah.
Pasal 22
(1) Daerah berhak menetapkan kebijakan Daerah dalam melaksanakan Tugas Pembantuan.
(2) Kebijakan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terkait dengan pengaturan
mengenaipelaksanaan Tugas Pembantuan di Daerahnya.
(3) Anggaran untuk melaksanakan Tugas Pembantuan disediakan oleh yang menugasi.
(4) Dokumen anggaran untuk melaksanakan Tugas Pembantuan disampaikan oleh kepala daerah
penerimaTugas Pembantuan kepada DPRD bersamaan dengan penyampaian rancangan APBD
dalam dokumenyang terpisah.
(5) Laporan pelaksanaan anggaran Tugas Pembantuan disampaikan oleh kepala daerah penerima
TugasPembantuan kepada DPRD bersamaan dengan penyampaian laporan keuangan Pemerintah
Daerahdalam dokumen yang terpisah.

13
3.1.3 Undang-Undang tentang Pembentukkan Daerah
3.1.3a UU No. 10 Tahun 2003 tentang Pembentukkan Daerah Kabupaten Minahasa
dan Kota Tomohon
Dalam Hal in Pembentukkan Daerah Kota Tomohon tertera pada Bab II UU No. 10
Tahun 2003 Pasal 6 ayat 2 yakni :
Kota Tomohon mempunyai batas wilayah :
a. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Pineleng, Kecamatan Tombulu dan
Kabupaten Minahasa.
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Tombulu dan Kecamatan Tondano Barat
Kabupaten Minahasa.
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Remboken, Kecamatan Sonder
Kabupaten Minahasa ; dan
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa.

3.1.3bLembar Negara Nomor 64 Tahun 1919 tentang Daerah Otonom Kabupaten


Minahasa

Dengan lembaran Negara Nomor 64 Tahun 1919, minahasa di jadikan daerah otonom.
Pada saat itu minahasa terbagi dalam 16 distrik : distrik tonsea, manado, bantik, maumbi,
tondano, touliang, tomohon, sarongsong, tombariri, sonder, kawangkoan, rumoong, tombasian,
pineleng, tonsawang, dan tompaso. Tahun 1925, 16 distrik tersebut dirubah menjadi 6 distrik
yaitu distrik manado, tonsea, tomohon, kawangkoan, ratahan, dan amurang.

3.2 Amanah Delegasi Penetapan Perbup/Perwal sesuai Ketentuan Perda Kab/Kota tentang
Bangunan Gedung

- Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

- Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana Undang-undang Nomor 28 Tahun
2002 Tentang Bangunan Gedung.

14
3.3 Ketentuan Penyusunan Peraturan Perundangan

3.3.1 UU No. 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Bahwa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat atasperaturan perundang-undangan yang


baik, perludibuat peraturan mengenai pembentukan peraturanperundang-undangan yang
dilaksanakan dengan caradan metode yang pasti, baku, dan standar yangmengikat semua
lembaga yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan.
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalahpembuatan Peraturan Perundang-
undangan yangmencakup tahapan perencanaan, penyusunan,pembahasan, pengesahan atau
penetapan, danpengundangan.
2. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturantertulis yang memuat norma hukum yang
mengikatsecara umum dan dibentuk atau ditetapkan olehlembaga negara atau pejabat yang
berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam PeraturanPerundang-undangan.
3. Undang-Undang adalah Peraturan Perundangundanganyang dibentuk oleh Dewan
PerwakilanRakyat dengan persetujuan bersama Presiden.
4. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undangadalah Peraturan Perundang-undangan
yangditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentinganyang memaksa.
5. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundangundanganyang ditetapkan oleh Presiden
untukmenjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya.
6. Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundangundanganyang ditetapkan oleh Presiden
untukmenjalankan perintah Peraturan Perundangundanganyang lebih tinggi atau dalam
menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan.
7. Peraturan Daerah Provinsi adalah PeraturanPerundang-undangan yang dibentuk oleh
DewanPerwakilan Rakyat Daerah Provinsi denganpersetujuan bersama Gubernur.
8. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah PeraturanPerundang-undangan yang dibentuk
oleh DewanPerwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota denganpersetujuan bersama
Bupati/Walikota.
9. Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebutProlegnas adalah instrumen
perencanaan programpembentukan Undang-Undang yang disusun secaraterencana, terpadu,
dan sistematis.

15
10. Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebutProlegda adalah instrumen
perencanaan programpembentukan Peraturan Daerah Provinsi atauPeraturan Daerah
Kabupaten/Kota yang disusunsecara terencana, terpadu, dan sistematis.
11. Naskah Akademik adalah naskah hasil penelitianatau pengkajian hukum dan hasil
penelitian lainnyaterhadap suatu masalah tertentu yang dapatdipertanggungjawabkan secara
ilmiah mengenaipengaturan masalah tersebut dalam suatuRancangan Undang-Undang,
Rancangan PeraturanDaerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan DaerahKabupaten/Kota
sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
12. Pengundangan adalah penempatan PeraturanPerundang-undangan dalam Lembaran
NegaraRepublik Indonesia, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia, Berita Negara
RepublikIndonesia, Tambahan Berita Negara RepublikIndonesia, Lembaran Daerah,
Tambahan LembaranDaerah, atau Berita Daerah.
13. Materi Muatan Peraturan Perundang-undanganadalah materi yang dimuat dalam
PeraturanPerundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi,dan hierarki Peraturan Perundang-
undangan.
14. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disingkatDPR adalah Dewan Perwakilan
Rakyat sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia
Tahun 1945
15. Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya disingkatDPD adalah Dewan Perwakilan
Daerah sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang Dasar NegaraRepublik Indonesia
Tahun 1945.
16. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnyadisingkat DPRD adalah Dewan
Perwakilan RakyatDaerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun1945.

3.3.2 Permendagri 1 tahun 2014 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah

Produk Hukum daerah Berbentuk :


- Peraturan; dan
- Penetapan
Produk Hukum Daerah berbentuk Peraturan ialah :
- Perda
- Perkada
- PB KDH; dan
- Peraturan DPRD

16
3.4. Teknis Substansi Penyelenggaraan Bangunan Gedung
3.4.1 Permen PU Tentang IMB
Izin Mendirikan Bangunan adalah surat bukti dari pemerintah daerah bahwa pemilik
bangunan gedung dapat mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan dan
berdasarkan rencana teknis bangunan gedung yang telah disetujuioleh pemerintahan
daerah.Kemudian di atur dalam Peraturan Menteri PU Nomor 5/PRT/M/2016 tentang
Izin Mendirikan Bangunan
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Izin Mendirikan Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat IMB adalah perizinan yang
diberikan oleh pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh
Pemerintah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah,
memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
2. IMB bertahap adalah IMB yang diberikan secara bertahap oleh pemerintah daerah kepada
pemilik bangunan gedung untuk membangun bangunan gedung baru.

3. IMB pondasi adalah bagian dari IMB bertahap yang diberikan oleh pemerintah daerah
kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun konstruksi pondasi bangunan gedung,
yang merupakan satu kesatuan dokumen IMB.

4. Permohonan IMB adalah permohonan yang dilakukan pemilik bangunan gedung kepada
pemerintah daerah untuk mendapatkan IMB.

5. Bangunan gedung sederhana adalah bangunan gedung dengan karakter sederhana serta
memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana.

6. Bangunan gedung tidak sederhana adalah bangunan gedung dengan karakter tidak
sederhana serta memiliki kompleksitas dan/atau teknologi tidak sederhana.

7. Bangunan gedung khusus adalah bangunan gedung yang memiliki penggunaan dan
persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian
atau teknologi khusus.

8. Bangunan gedung untuk kepentingan umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk
kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun sosial dan budaya.

17
9. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung sebagai dasar
pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya.

10. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses
perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran bangunan gedung.
11. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana dan
sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.

12. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung,
komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik
fungsi.

13. Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya, Bangunan
Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai dengan keaslian bahan, bentuk,
tata letak, dan/ atau teknik pengerjaan untuk memperpanjang usianya.

14. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan gedung
dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai dengan aslinya
atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.

15. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang selanjutnya disingkat RTRW Nasional adalah
hasil perencanaan tata ruang wilayah Nasional yang telah ditetapkan dengan peraturan
pemerintah.

16. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRW Provinsi adalah
hasil perencanaan tata ruang wilayah Provinsi yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah
provinsi.

17. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/kota yang selanjutnya disingkat RTRW
kabupaten/kota adalah hasil perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah
ditetapkan dengan peraturan daerah kabupaten/kota.

18. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah penjabaran dari
Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/kota ke dalam rencana pemanfaatan kawasan
perkotaan.

18
19. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang
dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang
penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang.

20. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan yang selanjutnya disingkat RTBL adalah
panduan rancang bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang
memuat rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan rancangan,
rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.

21. Keterangan Rencana Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat KRK adalah informasi
tentang persyaratan tata bangunan dan lingkungan yang diberlakukan oleh Pemerintah
Kabupaten/kota pada lokasi tertentu.

22. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase
perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata
bangunan dan lingkungan.

23. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka persentase
perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan
lingkungan.

24. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka persentase
perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan
bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai
sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

25. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka persentase
perbandingan antara luas tapak basement dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan
yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
26. Dokumen Rencana Teknis adalah gambar teknis bangunan gedung dan kelengkapannya
yang mengikuti tahapan prarencana, pengembangan rencana dan penyusunan gambar kerja
yang terdiri atas: rencana arsitektur, rencana struktur, rencana utilitas, serta rencana spesifikasi
teknis, rencana anggaran biaya, dan perhitungan teknis pendukung sesuai pedoman dan
standar teknis yang berlaku.

19
27. Pertimbangan Teknis adalah pertimbangan dari Tim Ahli Bangunan Gedung yang disusun
secara tertulis dan profesional terkait dengan pemenuhan persyaratan teknis bangunan gedung
baik dalam proses pembangunan, pemanfaatan, pelestarian, maupun pembongkaran bangunan
gedung.

28. Penilaian Dokumen Rencana Teknis adalah evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan
teknis dengan mempertimbangkan aspek lokasi, fungsi, dan klasifikasi bangunan gedung.

29. Persetujuan Rencana Teknis adalah pernyataan tertulis tentang telah dipenuhinya seluruh
persyaratan dalam rencana teknis bangunan gedung yang telah dinilai.

30. Pengesahan Dokumen Rencana Teknis adalah pernyataan hukum dalam bentuk
pembubuhan tanda tangan pejabat yang berwenang serta stempel atau cap resmi, yang
menyatakan kelayakan dokumen yang dimaksud dalam persetujuan tertulis atas pemenuhan
seluruh persyaratan dalam rencana teknis bangunan gedung dalam bentuk izin mendirikan
bangunan gedung.

31. Pemohon adalah orang atau badan hukum, kelompok orang, atau perkumpulan yang
mengajukan permohonan IMB kepada pemerintah kabupaten/kota atau pemerintah provinsi
untuk DKI Jakarta.

32. Pemilik Bangunan Gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau
perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.

33. Perencana Konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang
dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu
mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain.
34. Tim Ahli Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat TABG adalah tim yang terdiri dari
para ahli yang terkait dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan
pertimbangan teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan
terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan
bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per kasus
disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut.

35. Retribusi IMB adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian IMB
yang disediakan dan/ atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi
atau badan yang meliputi kegiatan peninjauan desain dan pemantauan pelaksanaan
pembangunannya agar tetap sesuai dengan rencana teknis bangunan dan rencana tata ruang,

20
dengan tetap memperhatikan koefisien dasar bangunan (KDB), koefisien luas bangunan
(KLB), koefisien ketinggian bangunan (KKB), dan pengawasan penggunaan bangunan yang
meliputi pemeriksaan dalam rangka memenuhi syarat keselamatan bagi yang menempati
bangunan tersebut.

36. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan lembaga atau
organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk masyarakat hukum adat
dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.

37. Kecamatan atau yang disebut dengan nama lain adalah bagian wilayah dari Daerah
kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat.
38. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara
terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap
penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu.

39. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia
yang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri yang memegang kekuasaan pemerintahan
Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.

40. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan
Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintah yang menjadi kewenangan daerah
otonom.

41. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat.

Pasal 18
(1) Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai dapat disediakan
sendiri oleh pemohon dengan ketentuan sebagai berikut:
a. memenuhi persyaratan pokok tahan gempa; dan

b. menggunakan desain prototipe bangunan gedung sederhana 1 (satu) lantai.


(2) Desain prototipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat ditetapkan oleh
pemerintah daerah sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

(3) Dalam hal tidak menggunakan desain prototipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
b, pemohon harus menyediakan dokumen rencana teknis.

21
(4) Dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat digambar oleh:
a. perencana konstruksi; atau

b. pemohon.
(5) Dokumen rencana teknis yang digambar oleh pemohon sebagaimana dimaksud pada ayat
(4) huruf b dapat digambar secara sederhana dengan informasi yang lengkap.

(6) Persyaratan pokok tahan gempa dan desain prototipe bangunan gedung sederhana 1 (satu)
lantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Paragraf 3
Dokumen Rencana Teknis Bangunan Gedung Sederhana 2 (dua) Lantai
Pasal 19
(1) Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai disediakan oleh
pemohon dengan menggunakan jasa perencana konstruksi.

(2) Dalam hal pemohon tidak mampu menggunakan jasa perencana konstruksi, dokumen
rencana teknis disediakan sendiri oleh pemohon dengan menggunakan desain prototipe
bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai.

(3) Desain prototipe bangunan gedung 2 (dua) lantai sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Menteri dan/atau
pemerintah daerah.

(4) Desain prototipe yang ditetapkan oleh pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(3) sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

Pasal 20
(1) Dokumen rencana teknis bangunan gedung sederhana 2 (dua) lantai sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 19 paling sedikit memuat:
a. rencana arsitektur;

b. rencana struktur; dan

c. rencana utilitas.
(2) Rencana arsitektur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
a. gambar situasi atau rencana tapak;

b. gambar denah;

22
c. gambar tampak; dan

d. gambar potongan.
(3) Rencana struktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:
a. gambar rencana pondasi termasuk detailnya; dan

b. gambar rencana kolom, balok, plat dan detailnya.


(4) Rencana utilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit memuat:
a. gambar sistem sanitasi yang terdiri dari sistem air bersih, air kotor, limbah cair, dan limbah
padat;

b. gambar jaringan listrik yang terdiri dari gambar sumber, jaringan, dan pencahayaan; dan

c. gambar pengelolaan air hujan dan sistem drainase dalam tapak.


Paragraf 4
Dokumen Rencana Teknis Bangunan Gedung Tidak Sederhana dan Bangunan Gedung Khusus
Pasal 21
Dokumen rencana teknis bangunan gedung tidak sederhana dan bangunan gedung khusus
harus disediakan oleh pemohon dengan menggunakan perencana konstruksi.
Pasal 22
(1) Dokumen rencana teknis bangunan gedung tidak sederhana dan bangunan gedung khusus
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 paling sedikit memuat:
a. rencana arsitektur;

b. rencana struktur; dan

c. rencana utilitas.
(2) Rencana arsitektur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:
a. gambar situasi atau rencana tapak;

b. gambar denah;

c. gambar tampak;

d. gambar potongan;

e. gambar detail arsitektur; dan

f. spesifikasi umum perampungan bangunan gedung.


(3) Rencana struktur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat:

23
a. perhitungan struktur untuk bangunan gedung dengan ketinggian mulai dari 3 (tiga) lantai,
dengan bentang struktur lebih dari 3 (tiga) meter, dan/atau memiliki basement;

b. hasil penyelidikan tanah;

c. gambar rencana pondasi termasuk detailnya;

d. gambar rencana kolom, balok, plat dan detailnya;

e. gambar rencana rangka atap, penutup, dan detailnya;

f. spesifikasi umum struktur; dan

g. spesifikasi khusus.
(4) Dalam hal bangunan gedung memiliki basement, rencana struktur sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b harus disertai dengan gambar rencana basement termasuk detailnya.

(5) Dalam hal spesifikasi umum dan spesifikasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf f dan huruf g memiliki model atau hasil tes, maka model atau hasil tes harus disertakan
dalam rencana struktur.

(6) Rencana utilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit memuat:
a. perhitungan utilitas yang terdiri dari perhitungan kebutuhan air bersih, kebutuhan listrik,
penampungan dan pengolahan limbah cair dan padat, dan beban kelola air hujan;

b. perhitungan tingkat kebisingan dan/atau getaran;

c. gambar sistem sanitasi yang terdiri dari sistem air bersih, air kotor, limbah cair, limbah
padat, dan persampahan;

d. gambar sistem pengelolaan air hujan dan drainase dalam tapak;

e. gambar sistem instalasi listrik yang terdiri dari gambar sumber listrik, jaringan, dan
pencahayaan;

f. gambar sistem proteksi kebakaran yang disesuaikan dengan tingkat risiko kebakaran;
g. gambar sistem penghawaan/ventilasi alami dan buatan;

h. gambar sistem transportasi vertikal;

i. gambar sistem komunikasi intern dan ekstern;

j. gambar sistem penangkal/proteksi petir; dan

24
k. spesifikasi umum utilitas bangunan gedung.
(7) Penyusunan dokumen rencana teknis bangunan gedung harus mengacu pada persyaratan
teknis bangunan gedung sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
Rencana arsitektur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) harus memuat rencana
penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang disabilitas sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.

3.4.2 Permen PU tentang SLF


Dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan bangunan gedung yang tertib, baik secara
administrasi maupun secara teknis, setiap daerah kini mengharuskan adanya surat Sertifikat
Laik Fungsi (SLF) untuk setiap pembangunan bangunan gedung. Dasar Hukumnya merupakan
kelanjutan dari UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, PP No. 36 tahun 2005, serta
Peraturan Menteri PU No : 25/PRT/M/2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi
Bangunan Gedung yakni :

Pasal 1

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung adalah sertifikat yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah untuk
menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung baik secara administratif maupun teknis,
sebelum pemanfaatannya.

2. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia


yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah daerah adalah Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
adalah Gubernur.

4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan


umum.

25
Bagian Kedua

Maksud, Tujuan, dan Lingkup


Pasal 2

(1) Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi pemerintah daerah, khususnya
instansi teknis pembina penyelenggaraan bangunan gedung dalam menetapkan kebijakan
operasional sertifikat laik fungsi bangunan gedung.

(2) Pedoman ini bertujuan untuk terwujudnya bangunan gedung yang selalu andal dan
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan
fungsinya, guna mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, sesuai dengan tata
bangunan yang serasi dan selaras dengan lingkungannya, yang diselenggarakan secara tertib
untuk menjamin keandalan teknis bangunan gedung, serta terwujudnya kepastian hukum
dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

(3) Lingkup pedoman ini meliputi tata cara penerbitan dan perpanjangan sertifikat laik fungsi
bangunan gedung, pembinaan, dan ketentuan lain.

3.4.3 Permen PU Tentang TABG

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan:

1. Tim Ahli Bangunan Gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait dengan
penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan teknis dalam proses
penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan terbatas, dan juga untuk
memberikan masukan dalam penyelesaian masalah penyelenggaraan bangunan gedung
tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk secara kasus per-kasus disesuaikan dengan
kompleksitas bangunan gedung tertentu tersebut.

2. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

3. Pemerintah daerah adalah Bupati dan Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta
adalah Gubernur.

26
4. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan
umum. Bagian Kedua

Maksud, Tujuan, dan Lingkup

Pasal 2

(1) Pedoman ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi pemerintah daerah dalam menetapkan
kebijakan operasional pembentukan dan penugasan Tim Ahli Bangunan Gedung yang
membantu pemerintah daerah, pemerintah provinsi, dan Pemerintah dalam penyelenggaraan
bangunan gedung tertentu.

(2) Pedoman ini bertujuan untuk terwujudnya bangunan gedung tertentu yang didirikan dengan
memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung sesuai dengan
fungsinya guna mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, sesuai dengan tata
bangunan yang serasi dan selaras dengan lingkungannya, yang diselenggarakan secara tertib
untuk menjamin keandalan teknis bangunan gedung serta terwujudnya kepastian hukum
dalam penyelenggaraan bangunan gedung.

(3) Lingkup pedoman ini meliputi tugas dan fungsi, pembentukan, tata tertib pelaksanaan tugas
Tim Ahli Bangunan Gedung, dan pembiayaan.

BAB II

TUGAS DAN FUNGSI, PEMBENTUKAN, TATA TERTIB


PELAKSANAAN TUGAS TIM AHLI BANGUNAN GEDUNG,
DAN PEMBIAYAAN

Bagian Kesatu

Tugas dan Fungsi Tim Ahli Bangunan Gedung

Pasal 3

(1) Tugas dan fungsi Tim Ahli Bangunan Gedung meliputi:


a. Umum;
b. Tugas dan fungsi;

27
c. Prosedur pelaksanaan tugas Tim Ahli Bangunan Gedung dalam pengesahan dokumen rencana
teknis bangunan gedung tertentu; dan
d. Pelaksanaan tugas Tim Ahli Bangunan Gedung lainnya.

(2) Rincian tugas dan fungsi Tim Ahli Bangunan Gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan peraturan
menteri ini 4

(3) Setiap orang atau badan hukum termasuk instansi Pemerintah, dalam penyelenggaraan
pembangunan bangunan gedung tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memenuhi pedoman yang diatur dalam peraturan ini.

3.4.4 Permen PU Tentang Pendataan Bangunan Gedung


Untuk Melaksanakan ketentuan Pasal 13 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum tentang Pedoman
Teknis Pendataan Bangunan dan Lingkungan.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Bagian Kesatu
Pengertian
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pendataan bangunan gedung adalah kegiatan pengumpulan data suatu bangunan
gedung oleh pemerintah daerah yang dilakukan secara bersama dengan proses izin
mendirikan bangunan gedung, proses sertifikat laik fungsi bangunan gedung, dan
pembongkaran bangunan gedung, serta mendata dan mendaftarkan bangunan gedung
yang telah ada.
2. Penyelengaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses
perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian,
dan pembongkaran.
3. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan
tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan atau di dalam tanah

28
atau di air yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk
hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial budaya
maupun kegiatan khusus.
4. Klasifikasi Bangunan Gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung
berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan teknisnya.
5. Izin Mendirikan Bangunan Gedung (IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh
pemerintah daerah kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah
kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas,
mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan
administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
6. Permohonan Izin Mendirikan Bangunan Gedung (PIMB) adalah permohonan yang
diajukan oleh pemilik/pengguna/pengelola bangunan gedung kepada pemerintah daerah
untuk mendapatkan Izin Mendirikan Bangunan Gedung.
7. Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung (SLF) adalah Sertifikat yang diterbitkan oleh
pemerintah daerah, kecuali untuk bangunan gedung fungsi khusus oleh Pemerintah
untuk menyatakan kelaikan fungsi suatu bangunan gedung baik secara administratif
maupun teknis sebelum pemanfaatannya.
8. Pemanfaatan bangunan gedung adalah kegiatan memanfaatkan/ menggunakan
bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan, termasuk kegiatan
pemeliharaan, perawatan dan pemeriksaan secara berkala.
9. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta prasarana
dan sarananya agar selalu laik fungsi.
10. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan gedung,
komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung
tetap laik fungsi.
11. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan bangunan
gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan tersebut sesuai
dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang dikehendaki.
12. Pembongkaran adalah kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian
bangunan gedung, komponen, bahan bangunan dan/atau prasarana dan sarananya.
13. Pemilik bangunan gedung adalah orang badan hukum, kelompok orang atau
perkumpulan yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
14. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan pemilik
bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan gedung yang

29
menggunakan dan atau mengelola bangunan gedung atau bagian bangunan gedung
sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
15. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
16. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah
sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur.
17. Menteri adalah Menteri Pekerjaan Umum.
Bagian Kedua
Maksud, Tujuan, dan Lingkup
Pasal 2
(1). Pedoman teknis pendataan bangunan gedung dimaksudkan sebagai panduan bagi
Pemerintah, pemerintah daerah, dan pemilik bangunan gedung dalam proses
pendataan dan pendaftaran bangunan gedung.
(2). Pedoman teknis pendataan bangunan gedung ditujukan untuk mencapai tertib
administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, serta sistem
informasi bangunan gedung.
(3). Lingkup pedoman ini meliputi: penyelenggaraan pendataan bangunan gedung;
persyaratan pendataan bangunan gedung; tata cara pelaksanaan yang meliputi
organisasi dan tata laksana; serta prosedur pelaksanaan pendataan bangunan gedung..
BAB II
PENYELENGGARAAN PENDATAAN
BANGUNAN GEDUNG
Bagian kesatu
Umum
Pasal 3
(1) Pendataan bangunan gedung dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, kecuali
Provinsi DKI Jakarta.
(2) Hasil pendataan bangunan gedung dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah atau
masyarakat melalui suatu sistem informasi bangunan gedung.
(3) Pemerintah daerah dalam melakukan pendataan bangunan gedung fungsi khusus
harus berkoordinasi dengan Pemerintah.
Bagian Kedua

30
Maksud, Tujuan, dan Lingkup
Pasal 2
(1). Pedoman teknis pendataan bangunan gedung dimaksudkan sebagai panduan bagi
Pemerintah, pemerintah daerah, dan pemilik bangunan gedung dalam proses
pendataan dan pendaftaran bangunan gedung.
(2). Pedoman teknis pendataan bangunan gedung ditujukan untuk mencapai tertib
administratif pembangunan dan pemanfaatan bangunan gedung, serta sistem
informasi bangunan gedung.
(3). Lingkup pedoman ini meliputi: penyelenggaraan pendataan bangunan gedung;
persyaratan pendataan bangunan gedung; tata cara pelaksanaan yang meliputi
organisasi dan tata laksana; serta prosedur pelaksanaan pendataan bangunan gedung.
BAB II
PENYELENGGARAAN PENDATAAN
BANGUNAN GEDUNG
Bagian kesatu
Umum
Pasal 3
(4) Pendataan bangunan gedung dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota, kecuali
Provinsi DKI Jakarta.
(5) Hasil pendataan bangunan gedung dapat dimanfaatkan oleh pemerintah daerah atau
masyarakat melalui suatu sistem informasi bangunan gedung.
(6) Pemerintah daerah dalam melakukan pendataan bangunan gedung fungsi khusus
harus berkoordinasi dengan Pemerintah.
Bagian Kedua
Proses Pendataan bangunan Gedung
Pasal 4
(1) Proses pendataan bangunan gedung dilakukan pada tahap:
a. perencanaan, meliputi saat permohonan izin mendirikan bangunan gedung (PIMB)
dan permohonan perubahan izin mendirikan bangunan gedung (PPIMB);
b. pelaksanaan, yaitu pada akhir proses pelaksanaan konstruksi yang menjadi dasar
diterbitkannya sertifikat laik fungsi bangunan gedung (SLF) sebelum bangunan
dimanfaatkan;
c. pemanfaatan, yaitu pada saat permohonan perpanjangan sertifikat laik fungsi
(SLFn), atau pada bangunan telah ada/eksisting; dan

31
d. pembongkaran bangunan gedung.
(2) Penyelenggaraan pendataan pada bangunan fungsi khusus dilakukan oleh Pemerintah
melalui menteri teknis terkait.
Bagian Ketiga
Sistem Pendataan Bangunan Gedung
Pasal 5
Sistem pendataan bangunan gedung merupakan sistem terkomputerisasi yang tidak
terpisahkan dengan seluruh tahapan dalam penyelenggaraan bangunan gedung.
Bagian Keempat
Fungsi dan Klasifikasi Bangunan Gedung
Pasal 6
(1) Fungsi bangunan gedung meliputi fungsi hunian, fungsi keagamaan, fungsi usaha,
fungsi sosial dan budaya, serta fungsi khusus.
(2) Klasifikasi bangunan gedung diklasifikasikan berdasarkan tingkat kompleksitas, tingkat
permanensi, tingkat risiko kebakaran, zonasi gempa, lokasi, ketinggian, dan/atau
kepemilikan.
Pasal 7
Rincian tata cara penyelenggaraan pendataan bangunan gedung tercantum dalam lampiran
yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

32
BAB IV
KONDISI IMPLEMENTASI PERDA BG

4.1. Kondisi Implementasi Perda Bangunan Gedung di Daerah


Menurut Survey dan Wawancara yang kami lakukan dengan Pihak Stakeholder bahwa Implementasi
Perda BG di Daerah khususnya di Kabupaten Minahasa dan Kota Tomohon masih terbatas pada
Perijinan IMB, itupun sebagian besar masih merupakan petunjuk perhitungan retribusi.

4.2. Praktek Penyelenggaraan Bangunan Gedung di Daerah (Eksisting)


4.2.1. Praktek Penyelenggaraan IMB
Menurut survey yang dilakukan pada kantor bp2t dikabuapten minahasa dan kota tomohon,
sebagian masyarakat khususnya rumah tinggal mengurus imb tidak pada saat akan membangun
melainkan setelah bangunan berdiri dengan tujuan sebagai dasar pengajuan pinjaman di bank.
Hanya sebagian kecil masyarakat khususnya yang bergerak dibidang usaha (ruko, restoran,
hotel) yang mengurus imb sebelum membangun.

4.2.2. Praktek Penyelenggaraan SLF


Belum Dilaksanakan

4.2.3. Praktek Penyelenggaraan TABG


Belum Dilaksanakan

4.2.4 Praktek Penyelenggaraan Tim Pengkaji Teknis


Belum Dilaksanakan

4.2.5. Praktek Penyelenggaraan Pendataan BG


Belum Dilaksanakan

4.4. Potensi, Permasalahan & Isu Strategis Implementasi Perda BG di Daerah


Menurut hasil pengamatan kami, potensi , permasalahan yang akan timbul jika perda bg tidak
diimplementasikan adalah sebagai berikut:
1. Pembangunan tanpa identitas
2. Pembangunan kota yang semrawut dan tidak tertata dengan baik
3. Pengunaan lahan yang tidak sesuai fungsi tata ruang

33
4. Kenyamanan masyarakat terganggu dari segi akses dan transportasi
5. Muncul area-area kumuh yang berdampak negatif bagi masyarakat
6. Pembangunan di area rawan bencana yang akan mengakibatkan kerugian materil dan korban jiwa
7. Pembangunan daerah menjadi tidak jelas tanpa arah

34
BAB V
PENDEKATAN DAN METODOLOGI
5.1. Pendekatan Pelaksanaan
1. Sosialisasi Perda BG
Pendekatan ini kami nilai sangat efektif guna memberikan pemahaman kepada stakeholder akan
pentingnya implementasi perda bg bagi pembangunan didaerah.
sosialisasi dilakukan dengan mengumpulkan stakeholder disuatu tempat dan dilakukan
diseminasi/transfer pengetahuan tentang perda bg agar tercipta satu presepsi untuk memudahkan
ki melakukan langka pendekatan selanjutnya.
2. Koordinasi Dengan Instansi Terkait
Pendekatan Ini Kami Lakukan Setelah Sosialisasi Berlangsung, Kami Datang Ke Kab/Kota
Untuk Bertemu Instansi Terkait (Dinas Pu, Tataruang, Bp2t) , Kemudian Mengatur Jadwal Untuk
Mengadakan Pertemuan-Pertemuan Selanjutnya Guna Mendapatkan Data Yang Dibutuhkan
3. Pendampingkan
Pendekatan ini dilakukan setelah tahap koordinasi berjalan lancar. Pendampingan kami lakukan
untuk membahasa model perbub/perwal yang akan menjadi dasar/acuan implementasi perda BG

35
5.2. Metodologi Studi

36
5.3. Tahapan Pelaksanaan

No Uraian Kegiatan
Pembentukan Tim Swakelola
1 Pendalaman KAK
2 Penyusunan Metodologi & Renja

3 Evaluasi Substansi Perda BG yang ada

4 Sosialisasi dan Koordinasi dengan Pemerintah Kab/Kota terkait Perda


BG/Perbub/Perwal

6 Pembentukan Tim Pokja


7 Identifikasi permasalahan
8 Penyusuanan Laporan Pendahuluan

9 Pendampingan Penyusunan ranperbub/perwal

10 Penandatanganan Komitmen di Daerah

11 Pembahasan ranperbub 1
Pembahasan ranperbub 2
Pembahasan ranperbub 3
12 Tindak Lanjut Legalisasi
13 Pembahasan dan Penyusunan Laporan Penyelenggaraan

14 Pembahasan dan Peyusunan Laporan Akhir

37
BAB VI
RENCANA KERJA

6.1. Jadwal Pelaksanaan

No Uraian Kegiatan Waktu Tempat


Pembentukan Tim Swakelola Januari 2016 Gedung PIP2B
1 Pendalaman KAK Februari 2016 Gedung PIP2B
2 Penyusunan Metodologi & Renja Maret 2016 Gedung PIP2B

3 Evaluasi Substansi Perda BG yang April 2016 Gedung PIP2B


ada
4 Sosialisasi dan Koordinasi dengan Mei s/d Agustus Gedung PIP2B/ Hotel
Pemerintah Kab/Kota terkait Perda 2016 Formosa Manado
BG/Perbub/Perwal
6 Pembentukan Tim Pokja Agustus 2016 Gedung PIP2B
7 Identifikasi permasalahan Agustus 2016 Gedung PIP2B
8 Penyusuanan Laporan Pendahuluan Agustus 2016 Gedung PIP2B

9 Pendampingan Penyusunan September 2016 Kab/Kota


ranperbub/perwal
10 Penandatanganan Komitmen di Oktober 2016 Kab/Kota
Daerah
11 Pembahasan ranperbub 1 Minggu Pertama Kab/Kota
November 2016
Pembahasan ranperbub 2 Minggu Kedua Kab/Kota
November 2016
Pembahasan ranperbub 3 Minggu Ketiga Kab/Kota
November 2016
12 Tindak Lanjut Legalisasi Minggu Keempat Kab/Kota
November 2016
13 Pembahasan dan Penyusunan Minggu Pertama Gedung PIP2B
Laporan Penyelenggaraan Desember 2016
14 Pembahasan dan Peyusunan Minggu Kedua Gedung PIP2B
Laporan Akhir Desember 2016

38
6.2. Pelaporan Kegiatan

39
6.2. Pelaporan
KOTA
NO SASARAN KAB.MINAHASA BOBOT KENDALA SOLUSI
TOMOHON

UNTUK KOTA
SUDAH, TOMOHN WAKTU
TERBENTUKNYA TIM/POKJA TINGGAL BELUM BISA
DIPASTIKAN LEBIH INTENS LAGI
1 PENYUSUNAN PERBUB/PERWAL BELUM MENUNGGU DI 10%
UNTUK FOLLOWUP
IMPLEMENTASI PERDA BG; TTD OLEH KAB. MINAHASA
WALIKOTA MENJANJIKAN AWAL
NOVEMBER

TERWUJUDNYA KOORDINASI BEBERAPA PEJABAT LEBIH INTENS LAGI


ANTARA APPARAT PEMDA DAN SUDAH TAPI SUDAH TAPI TERKAIT BELUM UNTUK EDUKASI
2 KEPALA DAERAH DALAM RANGKA BELUM BELUM 10% SADAR MANFAAT DAN FOLLOWUP KE
PENYUSUNAN PERBUB/PERWAL MENYELURUH MENYELURUH FASILITASI INSTANSI YANG
IMPLEMENTASI PERDA BG; PERBUB/PERWAL BELUM SADAR

TERSUSUNNYA RANCANGAN
LEBIH INTENS LAGI
3 PERBUB/PERWAL IMPLEMENTASI SUDAH SUDAH 20% TIDAK ADA
UNTUK FOLLOWUP
PERDA BG;

PEMBAHASAN RANCANGAN
PERBUB/PERWAL IMPLEMENTASI LEBIH INTENS LAGI
4 BELUM BELUM 0%
PERDA BG DENGAN STAKEHOLDER UNTUK FOLLOWUP
TERKAIT;

DITETAPKANNYA PERBUB/PERWAL LEBIH INTENS LAGI


5 BELUM BELUM 0%
IMPLEMENTASI PERDA BG. UNTUK FOLLOWUP

PROGRES KEGIATAN PENYUSUNAN PERBUB/PERWAL SAMPAI PADA BULAN OKTOBER ADALAH 40%

40
BAB VII
PROGRAM SURVEI

7.1. Metode Survei

Metode survey yang kami gunakan antara lain :


- Pengumpulan Perda
- Identifikasi substansi perda
- Pengumpulan masukan dan saran dari pokja dan stakeholder terkait substansi perbub/perwal
- Kompilasi masukan/pendapat

7.2. Perangkat Survei


- Laptop
- Scanner
- Printer
- Flash
- LCD
- Kamera
- Handphone

7.3. Identifikasi Kebutuhan Data dan Informasi


- Perda Tomohon dan Minahasa

7.4 Identifikasi Sasaran Narasumber


- Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya
- Dinas Tata Ruang
- KPPT

41
- Biro Hukum
- Satpol PP
- Bappelitbang

42

Anda mungkin juga menyukai