Menurut sejarah, Jazirah Gorontalo terbentuk kurang lebih 400 tahun lalu
dan merupakan salah satu kota tua di Sulawesi selain KotaMakassar,
Pare-pare dan Manado. Gorontalo pada saat itu menjadi salah satu pusat
penyebaran agama Islam di Indonesia Timur yaitu dari Ternate, Gorontalo,
Bone. Seiring dengan penyebaran agama tersebut Gorontalo menjadi
pusat pendidikan dan perdagangan masyarakat di wilayah sekitar seperti
Bolaang Mongondow (Sulut), Buol Toli-Toli, Luwuk Banggai, Donggala
(Sulteng) bahkan sampai ke Sulawesi Tenggara.Gorontalo menjadi pusat
pendidikan dan perdagangan karena letaknya yang strategis menghadap
Teluk Tomini (bagian selatan) dan Laut Sulawesi (bagian utara).
Pohala'a Gorontalo
Pohala'a Limboto
Pohala'a Suwawa
Pohala'a Boalemo
Pohala'a Atinggola
Jadi asal usul nama Gorontalo (arti katanya) tidak diketahui lagi, namun
jelas kata "hulondalo" hingga sekarang masih hidup dalam ucapan orang
Gorontalo dan orang Belanda karena kesulitan dalam mengucapkannya
diucapkan dengan Horontalo dan bila ditulis menjadi Gorontalo.
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah lagi menjadi lima distrik yaitu :
Distrik Kwandang
Distrik Bone
Distrik Gorontalo
Distrik Boalemo
Afdeling Boalemo
Afdeling Buol
Gorontalo memiliki empat rumah adat yang menjadi ciri khas provinsi
Gorontalo, yaitu rumah adat Dulohupa yang berada di kota Gorontalo,
rumah adat Bandayo Poboide yang berada di Limboto, rumah adat Malihe
atau Potiwaluya dan yang terakhir rumah adat Gobel yang berada di Bone
Bolango.
Pilar utama atau wolihi menempel di atas tanah langsung ke rangka atap.
Pilar ini merupakan simbol ikrar persatuan dan kesatuan yang kekal abadi
antara dua bersaudara 14 Gorontalo-Limboto (janji lou dulowo mohutato-
Hulontalo-Limutu) pada tahun 1664. Selain itu angka 2 menggambarkan
delito (pola) adat dan syariat sebagai prinsip hidup penduduk Gorontalo
dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti pilar utama, pilar depan juga menempel di atas tanah langsung ke
rangka atap. Pilar ini menggambarkan 6 sifat utama atau ciri penduduk lou
dulowo limo lopahalaa yaitu sifat tinepo atau tenggang rasa, sifat tombulao
atau hormat, sifat tombulu atau bakti kepada penguasa, sifat wuudu atau
sesuai kewajaran, sifat adati atau patuh kepada peraturan, sifat butoo atau
taat pada keputusan hakim.
Selain pilar, jumlah anak tangga pada rumah adat Dulohupa juga memiliki
makna tersendiri. Jumlah anak tangga terdiri dari 5 7 anak tangga. Angka
5 menggambarkan rukun islam dan 5 filosofi hidup penduduk Gorontalo,
yaitu Bangusa talalo atau menjaga keturunan, Lipu poduluwalo atau
mengabadikan diri untuk membela negeri, dan Batanga pomaya, Upango
potombulu, Nyawa podungalo yang berarti mempertaruhkan nyawa untuk
mewakafkan dan mengorbankan harta. Sedangkan angka 7
menggambarkan 7 tingkatan nafsu pada manusia yaitu amarah, lauwamah,
mulhimah, muthmainnah, rathiah, mardhiah, dan kamilan.
Rumah Adat Malihe atau Rumah Adat Potiwoluya merupakan rumah adat
yang digunakan sebagai tempat tinggal penduduk Gorontalo. Dalam
bahasa Gorontalo Malihe berarti mahligai. Rumah Adat Malihe ini berupa
rumah panggung yang membentuk bujur sangkar atau persegi empat yang
ditopang oleh pilar dengan tinggi pilar satu sampai empat meter. Atap
rumah adat Malihe ini juga berbentuk persegi panjang, tampak depan atap
(watopo) membentuk segitiga dan tampak samping atap membentuk jajar
genjang. Bahan atap menggunakan daun rumbia dan bahan dinding
rumah menggunakan bambu yang dibelah dan dianyam. Bangunan ini
memiliki kamar tidur, ruang tamu, dapur dan serambi dan setiap kamar
dilengkapi jendela.
Pembagian kamar tidur pun memiliki aturan tertentu dimana kamar anak
laki-laki dibangun di bagian depan dan kamar anak perempuan di bagian
belakang. Selain itu terdapat pula aturan penerimaan tamu ke dalam ruang
tamu. Tamu pria hanya boleh diterima di serambi atau teras sedangkan
tamu wanita harus masuk ke dalam ruang tamu. Hal ini sesuai dengan
syariat islam yang dipegang oleh para penduduk Gorontalo untuk
menghindarkan bertemunya pria dan wanita yang bukan mahramnya.
Penduduk Gorontalo memiliki kepercayaan mengenai posisi kamar berjejer
kebelakang atau posisi bersilang dengan posisi kamar tidur utama berada
pada sisi kanan pintu masuk rumah, yaitu bila pemilik rumah pergi dari
rumah, ia akan tetap ingat untuk pulang. Selain itu arah kamar dibuat
sesuai arah aliran sungai, hal ini dipercaya bisa mendapatkan rejeki yang
terus mengalir seperti derasnya aliran air sungai.
Rumah adat Gobel adalah salah satu rumah adat yang berlokasi di
Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango. Akan tetapi tidak banyak
sumber yang membahas mengenai rumah adat ini. Dahulu rumah adat
Gobel merupakan rumah keluarga kerajaan Raja Gobel namun saat ini
rumah adat Gobel sering digunakan untuk acara acara resmi pemerintah
setempat, seperti foto berikut ini yang memperlihatkan bagian dalam rumah
adat Gobel saat digunakan untuk acara Musyawarah Besar Rakyat
Bolango II.