BAB III
HASIL PENELITIAN
Salah satu ciri dari kajian sejarah adalah adanya periodesasi masa sebagai
manifestasi dari bentuk kajian yang memanjang dalam waktu. Pembagian periodesasi
ini diantaranya dapat dilihat pada kesamaan cirri peristiwa yang terjadi dalam masa
yang sama. Dalam membahas Sejarah Gorontalo Utara, berdasarkan data yang
diperoleh, peneliti membagi 2 periodesasi masa yakni Periode Kerajaan dan Periode
Kolonial.
dan kerajaan dikawasan teluk tomini. Peristiwa-peristiwa masa lalu Gorontalo hanya
bagaimana hal itu mempengaruhi dinamika budaya dan politik di wilayahnya. Salah
satu ciri mendasar dari wilayah ini adalah peranan Limo lo Pohalaa (Persekutuan
Lima Kerajaan) yang terdiri dari Gorontalo (Hulondalo) Limboto (Limoeto) Bone –
48
49
terakhir Atinggola (Andagile). G.W.W.C baron van howel (dalam Hasanudin dan
Basri)
Gorontalo bahwa sudah terdapat kerajaan--kerajaan kecil yang sudah membentuk satu
Pohalaa”.
utara tersebut telah menampilkan berbagai hubungan yang saling mempengaruhi satu
sama lain dalam berbagai aspek kehidupan kerajaan pada masa itu. Namun dalam hal
ini peneliti akan membahas mengenai wilayah kerajaan yang berada diwilayah
Gorontalo bagian utara (Kab. Gorontalo Utara sekarang) yang tergabung dalam Lima
Lo Pohalaa sala satunya adalah Pohalaa Atinggola dan kerajaan-kerajaan kecil lainya
dikisahkan bahwa kerajaan Atinggola dipimpin oleh Raja Gobel Blongkod yang
memerintah pada tahun 1712, ibu kota kerajaanya berada di wilayah perbukitan Desa
Buata yang berada di hulu Sungai Andagile. Andagile merupakan sungai yang
dulunya dikenal dengan nama Iningolre (dalam Bahasa Atinggola ) yang artinya di
utara yaitu desa Gentuma Ilomata (Kecamatan Gentuma Raya sekarang) dan Desa di
Sedangkan wilayah (desa kotajin , Imana dan Oluhuta) merupakan wilayah dari
kerajaan kaidipang yang dipimpin oleh Raja Korompot yang pusat pemerintahanya
keluarga dari Raja Atinggola yang ditulis pada tahun 1929 (Pulumoduyo 2004,30-
31). Raja Blongkod dengan istri pertama Boki Bambing kemudian menurunkan
seorang putri bernama Manu. Putri manu kemudian menikah dengan seorang laki-laki
Putra mahkota yang bernama Hatibae, Manu dan Hatibae dianugrahi seorang anak
Bintang Berdarah Suku Minahasa bernama Olinggina, yang masuk dan menganut
agama Islam sebelum Menikah dengan sang Pangeran Gobl Blongkod. Hasil
pernikahan Olinggina ini melahirkan 3 (Tiga) orang Putri dan seorang Putra masing-
masing anak tertua Jubalo Blongkod, di ikuti oleh adiknya Juboki Blongkod, Juporou
Blongkod dan Alimudi Blongkod. Di wilayah ini tepatnya di Desa Monggupo dan
Kotajin terdapat beberapa makam keluarga Raja Blongkod yaitu Jubalo Blongkod
putri dari Pangeran Gobl Blongkod, yang semasa hidup beliau di kenal oleh
masyarakat setempat sebagai orang yang sakti, dan seorang pangeran Kerajaan
Atinggola yang Bernama Frans Mopangka Gobel Blongkod makam tersebut berada
51
di Desa Kotajin sedangkan makam dari Raja Blongkod berada di Desa Donggala
kecamatan Tapa Kabupaten Bonebolango, didialam sistem kerajaan ini juga terdapat
seorang jogugu yang bernama Pulumoduyo (Jogugu Saboto”) yang bertugas sebagai
Kata Atinggola sebelum resmi dipakai sebagai nama negri, memang melalui
proses yang dibahas lewat “Jakalra”( Perkumpulan yang dihadiri oleh petua-petua
keputusan yang digali dari pokok-pokok adat dan nilai-nilai agama. Keluruhan adat
dan agungnya agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat kerajaan atinggola itu
kebesaran maha pencipta Allah S.W.T. Itulah pegangan yang dalam bahasa resmi
disebut “Otinogolra” yang sekarang kita kenal Atinggola dalam artian (Otinongolra)
hal.29-31).
antara pangeran kerajaan atinggola yang bernama Frans Mopangka Gobel Blongkod
dengan pasukan dari kerajaan kaidipang dimana pangeran ini melewati wilayah dari
52
mendengar kabar tersebut kemudian raja Gobel Blongkod memberi pesan kepada
kerajaan kaidipang dengan tujai yang artinya “Bahwa Raja dari Kerajaan Atinggola
ini sedang haus Kelapa Muda yang Warnah Merah”. Pasukan dari Kerajaan
wilayah. Dimana wilayah dari kerajaan kaidipang yang berada di seberang sungai
andagile (Desa Kotajin Oluhuta dan Imana sekarang) diserahkan kepada kerajaan
Atinggola sebagai gantinya Wilayah dari Kerajaan Atinggola yang berada di seberang
Kaidipang, hal ini untuk mengantisipasi supaya dikemudian hari tidak terjadi
perselisihan yang akan menimbulkan konflik, hal ini dikarenakan karena, menurut
sumber lokal bahwa Raja dari Kerajaan Atinggola ini suka menentang dan keras
Kerajaan Limboto yang dipimpin oleh raja amai, Yang tergabung dalam persekutuan
lima kerajaan yang ada di Gorontalo. Hal ini dapat dilihat dari kondisi sosial
masayarakat seperti adat istiadat serta budaya dari masyarakat setempat dan dari segi
bahasa, secara umum menggunakan bahasa Gorontalo. Karena wilayah ini merupakan
53
wilayah dari kerajaan Limutu (limboto). (Wawancara dengan Bpk. Kasmir Boki 5
juli 2013)
(perdamaian antara pohala’a hulontalo dan pohala,a limutu) pada tahun 1673 yang
dipelopori oleh Hohuhu (Jogugu) Bumulo dan Khatibi Da’a Eyato dari Hulontalo
serta Hohuhu Popa dan Wuleya Lo Lipu Pomalo dari Limutu, di sebutkan bahwa
ketika Putri Ntobango dan Putri Tili’aya kembali ke Limutu yang dikawal oleh
armada laut Kerajaan Gowa dengan maksud untuk menguasai Hulontalo melalui
Limutu. Ketika Armada Laut Kerajaan Gowa yang membawa 2 putri tersebut sampai
Diantaranya para penjemput tersebut ikut pula Hohuhu (Patih atau Perdana Mentri)
Popa dan Wuleya Lo Lipu Pomalo. Kemudian Rombongan ini singgah di sebuah
Pulau di Sumalata yang bernama Lito Hutokalo. Di Pulau Hutokalo ini, Hohuhu
Popa dan Wuleya Lo Lipu Pomalo berusaha membujuk para Pemimimpin Kerajaan
www.hungguli.hulondhalo.com).
terpaksa singgah di Lito Hutokalo ketika akan menuju Limutu karena ditengah laut
dihadang badai kencang (Barubu), dan akhirnya sangat terpaksa rombongan tersebut
harus merubah rute perjalanan mereka dengan memutar langsung menuju pelabuhan
Hulontalo.
54
Dari kisah di atas, diperkirakan bahwa pada tahun 1600-an wilayah Tumolata
Tumolata pada waktu itu adalah sebuah tempat dari Pohala‟a Limutu dengan keadaan
geografisnya sangat baik untuk bercocok tanam. Apalagi, diketahui pula bahwa
Tumolata menjadi tujuan bagi orang-orang, baik yang berasal dari Hulontalo dan
penambang emas. Karena pada waktu itu, Tumolata adalah salah satu wilayah
yang datang ke Limutu atau Hulontalo sering disebut “taa lontho lemba lo Tumolata”
masyarakat setempat. Suatu saat, ketika mulai melakukan penanaman jagung (milu)
di sekitar lokasi Dusun Pasolo Desa Buladu sekarang, mereka menemukan beberapa
batu kecil berwarna kuning yang ternyata adalah emas murni tersebar di lokasi kebun
Limutu dan wilayah untuk sekedar menjadi penambang emas (Sumber : Reistogten in
de afdeeling Gorontalo, Gedaan op last der Nederlandsch Indische regering; hal 84-
98; Carl Benjamin Hermann Rosenberg (Baron von); F. Muller, 1865 dalam arsip
mantan Kepala Desa Wubudu yakni Akuba Imran (Ti Boungo) yang pernah menjadi
Juru Tulis di tahun 1950 dari Kepala Kampung Deme II bernama T. A. Poneta (…..
s/d 1958) mengatakan bahwa, Hohuhu Popa sempat membentuk beberapa Tim yang
bertugas mensurvey seluruh wilayah Limutu. Untuk mengetahui secara pasti wilayah
personil yang dikenal dengan Palima, Panggoba, Talenga, Wombuwa dan Pangulu.
Dari seluruh wilayah yang telah disurvey, ternyata hampir keseluruhan digenangi
oleh air (rata-rata rawa) sehingga demikian dari 5 (lima) anggota tim sepakat
memberikan nama dari Deme sampai dengan Tolinggula adalah “Tumolata”, artinya
melingkari wilayah perbukitan (lo libudu) dan menemui sebuah pantai yang dihalangi
tujuan (ilotunggula).
56
pemimpin di wilayah Tumolata yang disebut pada masa itu dengan “Wala'o Pulu”.
Dan Wala‟o Pulu yang pertama adalah Wala’o Pulu Hepu, kemudian diganti oleh
Wala’o Pulu Toana dan selanjutnya terakhir Wala’o Pulu Amara, sebelum akhirnya
diganti oleh Hulopango Puti yang mempunyai gelar (gara'i) „Ta Lo Kabulu‟ sebagai
wilayah Gorontalo dirubah oleh Kolonial Belanda, yang dikenal dengan sistem
„Rechehereeks Bestuur‟. Kapan tahun diangkatnya Wala‟o Pulu Hepu sebagai kepala
Sumalata disaat pemerintahan Wala’o Pulu masih merupakan satu wilayah utuh
dari Deme I sampai Tolinggula. Nanti setelah tahun 1889, ketika Sumalata menjadi
sebuah Onder Distirik yang dikepalai oleh seorang Marsaole, barulah wilayah
Sumalata dibagi menjadi 8 (delapan) desa „kambungu‟ yakni Deme I, Deme II,
Buladu, Wubudu, Bulontio, Buloila, Biawu dan Tolinggula. Setelah masa penjajahan
Jepang masuk di Sumalata, maka Tolinggula dipecah menjadi dua yakni Tolinggula
Ulu dan Tolinggula Pantai. Sedang Bulontio di awal tahun 1950-an dimekarkan
Adapun Marsaole Hulopango Puti menjabat tidak sampai 1 (satu) tahun, karena
wafat ketika melaksanakan ibadah haji ke tanah suci Mekkah dan diberi Gara’i
dengan sebutan „Ta Lo Kabulu‟ (yang dikabulkan doanya), mengingat niat dari beliau
untuk wafat ketika menjalankan ibadah haji dan dikuburkan di tanah suci Mekkah.
57
Setelah Hulopango Puti wafat, ditahun itu juga Marsaole Sumalata diganti dengan
Bulonggodu Dangkua yang kemudian diberi gelar adat (Pulanga) Ti Tobuto atau Ti
Bungaya 18 November 1667. Penetapan kontrak Gowa dan ternate pada intinya
VOC. Kedatangan VOC melalui Gubernur Maluku Robertus Padtrbruge pada tahun
1677 dikawasan Nusa Utara Sulawesi negri-negri di bawah pengaruh Gowa dan
Ternate berusaha menguasai wilayah tersebut sebagai bagian dari penaklukanya atas
gowa dan ternate. Dalam memperkuat legitimilasinya, VOC aktif melakukan ekspansi
mendapat pengaruh yang besar dari pihak kolonial hindia-belanda, hal ini terjadi
58
raja serta melepaskan seluruh perjanjian yang telah dilaksanakan oleh raja-raja di
wilayah Lima lo Pohalaa. Dengan melihat pemilhan Raja berdasarkan warisan atau
oleh Raja terdahulu batal kecuali penganti raja tersebut berasal dari keturunanya.
langsung oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda diganti dengan kepala distrik.
maka seluruh pemerintahan kerajaan di jalankan oleh para kepala distrik (Marsaoleh).
sebagai perantara antara penguasa kolonial Belanda dan rakyat. B.J Haga (dalam
terjadi kesewenangan (sistem kerja paksa) yang dilakukan oleh para tentara belanda
Gorontalo massa Kolonial, oleh Hasanudin dan Basri.A) tercatat bahwa ada beberapa
Hal senada pula di sampaikan oleh bapak Kasmir Boki bahwa konflik ini
rakyat pribumi sebagai tenaga penambang emas. konflik ini dipicu oleh adanya
penyiksaan seorang pekerja (orang-orang cina dan rakyat setempat) yang dilakukan
oleh pegawai dari pemerintah konial belanda yang dibawah pimpinan langsung
herman cristian knaper, yang diutus oleh perusahaan tambang emas Noor-Celebes
kolonial Belanda mengutus pasukan militernya dan menangkap Olabu dan Tamuu,
87:88) secara umum dan khusunya wilayah Gorontalo Utara mengubah sistim sosial
Afdeling Gorontalo terdiri atas Lima Distrik, yaitu Distrik Suwawa, Distrik Limboto,
Distrik Kwandang, dan Distrik Boalemo yang masing-masing dikepalai oleh seorang
Jogugu, maka pada masa pemerintahan Jepang istilah distrik dirubah menjadi gun
yang masing-masing gun dipimpin oleh seorang gunco, sedangkan pada tingkat
60
oderdistrik yang semula dipimpin oleh seorang marsaoleh selanjutnya oleh jepang,
istilah onderdistrik ini pun dirubah menjadi son yang setiap son dijabat oleh seorang
sonco. di tingkat struktur pemerintah yang paling bawah seperi desa atau kelurahan,
kuco.
itu menunjukan bahwa Jepang secara langsung telah mengadakan intervensi terhadap
oleh para tokoh-nasionalis terutama para elit lokal seperti Nani Wartabone serta tokoh
-tokoh lainya dan bersedia melakukan kerja sama dengan pihak pemerintahan Jepang.
Ternyata dalam perkembangan sikap kooperatif ini telah dijadikan peluang bagi
(Gorontalo Utara). Dari sini berbgai fenomena baru bermunculan, baik dibidang
yang merupakan salah satu pusat perekonomian dan perdagangan di wilayah ini yang
kebangkrutan di kalangan pengusaha lokal dan beberapa daerah lain yang berada di
sekitarnya.
61
Hal ini disebakan karena peraturan pemerintah jepang dalam mengelolah dan
mengatur hasil pangan dalam pengawasan yang sangat ketat. seperti distribusi bahan
makanan dari kampung ke kapumng harus mendapat ijin dari tentara Jepang. Setelah
dibacakanya pengumuman pada tanggal 30 agustus 1942, salah satu isi pengumuman
Jepang, wekanriken di bawah pimpinan kinoshita. (Lihat J.Apriyanto 2012 hal 90).
Sebelum kedatangan VOC diwilayah ini ( Kab. Gorontalo Utara) pada tahun
1667, sudah terdapat Bangsa Barat yang melakukan ekspansi ke dunia timur
khususnya wilayah Gorontalo bagian utara, yaitu Bangsa Portugis, hal ini dapat
bangsa asing. Dari penduduk pribumi sendiri yaitu untuk mengawasi para penduduk
yang berada di kawasan kerajaan limboto khusunya dan Gorontalo. Sedangkan dari
Bangsa Asing seperti pasukan kolonial Belanda dan pasukan Mangindano dan
Philipin yang berlayar melintasi laut Sulawesi. Benteng-benteng tersebut antara lain
Dari penjelasan diatas ada beberapa hal yang menurut peneliti merupakan
peristiwa penting khusunya pada periode kolonial pertama, dilihat dari letak
geografis wilayah ini merupakan jalur pelayaran dan perdagangan dari bagsa-bangsa
62
asing yang menuju laut cina seperti bangsa philiphin,suku manginano dan bebrapa
kerajaan di nusantara yaitu kerajaan gowa.kedua, tersedianya sumber daya alam yang
kaya wilayah ini merupakan salah satu pusat perekonomian di wilayah Gorontalo,
ketiga, tersedianya sumber daya alam di gorontalo khusunya di wilayah bagian utara
terbunuhnya salah satu pemimpin di tambang emas sumalat Herman Cristian Cnapert
ditujukan kepada menteri dalam negeri di Jakarta dan ketua DPRG RI di Jakarta
waktu itu, karena kondisi negara yang belum stabil akibat pemberontakan PKI dan
(KOPDA-PG) yang di ketuai oleh Alm Drs Hamid Dunggio dan Moch Tajim Boki
sebagai ketua dan sekretaris serta tokoh – tokoh masyarakat antara lain Muchtar
Darise M.si (ketua ) dan Thomas Mopili SE (sekretaris) namun perjuangan ini redup
pada tahapan sosialisasi di karenakan ada beberapa unsure pejabat pemerintah, serta
20 Desember 2003 Kabupaten Pantura mulai bangkit dengan membentuk tim kerja
4. Saymsu Tanaiyo
5. Yos Pomalingo
Dari hasil musyawarah tersebut terbentuklah tim 7 dengan formasi sebagai berikut:
Pada malam hari itu tim 7 kemudian mengadakan rapat kerja yang dihadiri oleh
bapak Abdul Wahab Paudi, Arifin Ibrahim untuk mempersiapkan acara halal bi halal
acara akan dilaksanakan pada tanggal 21-25 desember 2003. Setelah halal bihalal
menyepakati tim Formatur yang terdiri dari berbagai unsur yang hadir untuk memilih
dengan Tim formatur dalam rapat adalah sebagai berikut: (wawancara dengan,
Dari hasil rapat tersebut muncul tiga nama calon yang akan mengisi
kepanitiaan ketua pemekaran antara lain Letkol purn. Yusuf Hunowu, Thariq
Modanggu dan Adnan Pakaya. Dalam hasil rapat tersebut Thariq modanggu S.Ag,
dilakukan secara terencana sejuk akomoditif komprehensif dan strategis. Pada tanggal
kepengurusan bertempat di rumahnya Dedi Sumaga Jl. Trans Sulawesi desa Moluo
membahas struktur keanggotaan panitia yang sudah disiapkan oleh ketua panitia
Utara). Rapat ini juga membahas langkah awal KPK pantura untuk menghadapi
menegaskan bahwa pembentukan perjuangan KPK tidak dikerahkan oleh para elit
perubahan di daerahnya. hasilnya Bupati merestui agenda yang di usung oleh KPK
Gorontalo Utara. (Wawancara: Ketua KPK Gorontalo Utara: Thoriq Modanggu, Juni
2013).
Dari hasil pertemuan tersebut kemudian Pada tanggal 15-19 Januari 2004 di
berdasarkan hasil kajian dan penelitian KPK bahwa Kabupaten Pantura (Pantai Utara)
sudah layak diwujudkan dan mendapatkan respon yang positif oleh masyarakat dan
Januari 1942 KPK Pantura berhasil melaksanakan deklarasi rakyat dengan satu tekat
bulat untuk menjadi satu kabupaten tersendiri. Momentum bersejarah ini dihadiri oleh
berbagai komponen masyarakat di lima kecamatan yang ada di pesisir pantai Utara
Gorontalo. Peristiwa akbar ini diwarnai penandatanganan 500 meter spanduk oleh
masyarakat yang menyatakan lahirnya kabupaten Pantura dan pembacaan pidato itifta
oleh Prof. Dr Nani Tuloli. Deklarasi pembentukan kabupaten Pantura oleh ketua
kabupaten pantura oleh wakil DPRD Kabupaten Gorontalo Abdulah Talani, Wakil
Ketua DPRD Provinsi Gorontalo Muchtar Darise dan Gubernur Gorontalo Fadel
Mohamad.
Kabupaten Gorontalo, pada saat itu lahirlah keputusan DPRD Kabupaten Gorontalo
Kabupaten Pantura.
Tindak lanjut dari deklarasi tersebut, Pada Tanggal 24 februari 2004, lahirlah
DPRD Provinsi meloloskan keputusan DPRD Provinsi Gorontalo No. 1 tahun 2004
pantura di Provinsi Gorontalo kepada menteri dalam negeri RI. Lengkap sudah
dukungan politik lembaga Legislatif dan Eksekutif terhadap aspirasi rakyat di pesisir
pantai Utara Gorontalo untuk memekarkan diri menjadi satu kabupaten. Hal ini akan
mempermudah usul dan aspirasi ke pusat. Oleh KPK pantura rekomendasi Legislatif
dan Eksekutif Kabupaten Dan Provinsi tesebut disatukan dengan Proposal kelayakan
komite Prof. Dr. Nani Tuloli membawa dan mengajukan proposal kelayakan
DPR kabupaten Provinsi Gorontalo ke komisi 2 DPR RI. Saat itu diperoleh informasi
komisi 2 DPR RI meninjau wilayah pemekaran. sebagai tindak lanjut dari proposal
tersebut kemudian Fraksi – fraksi dalam komisi 2 merespon dan dukungan positif,
praksi – praksi di DPR RI dan juga ke DPP masing – masing partai. kemudian
Kabupaten Gorontalo menerima kujungan tim kerja dari komisi 2 DPR RI untuk
itu berbagai upaya, dan pendekatan dilakukan KPK Gorontalo Utara, pemerintah
pembentukan Kabupaten Gorontalo pada pukul 12:05 dalam sidang marathon pada
besar (MUBES II) yang menghimpun aspirasi gagasan dan kehendak rakyat
tanggal 15-17 Desember 1966 yang merupakan MUBES pertama. Produk mubes
pertama yaitu resolusi tuntutan menjadi kabupaten Gorontalo Utara sedangkan mubes
ke 2 adalah resolusi amanah pernyataan tuntutan rakyat atau resolusi pantura serta
terbentuknya komite pembentukan kabupaten pantura atau yang dikenal KPK Gorut
disiarkan oleh RRI Gorontalo berada di rumah salah satu tokoh pejuang pembentukan
Gorut kepada Bupati Gorontalo, calon pejabat Bupati Gorontalo Utara DPRD
Provinsi Gorontalo dan kasupit 3 direktur pejabat Negara Departemen dalam Negri
RI. selain itu mengadakan dialog fokus bertema prospek dan strategi pengembangan
Gorontalo Utara Berdasarkan UU RI No. 11 tahun 2007 tanggal 2 Januari 2007 guna
kesejahteraan rakyat.