Anda di halaman 1dari 5

SEJARAH KERAJAAN MEKONGGA

Kerajaan Mekongga adalah adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di
Kabupaten Kolaka. Masyarakatnya berasal dari Suku Tolaki. Pusat Kerajaan Mekongga
awalnya di Bende, kemudian dipindahkan ke Wundulako. Raja-rajanya bergelar Bokeo.

Sejarah Daerah Mekongga

Dahulu wilayah Kerajaan Mekongga disebut Wonua Sorume(Negeri Anggrek),


karena wilayah ini dikenal sebagai tempat tumbuhnya berbagai jenis Anggrek. Nama
Mekongga baru digunakan setelah kerajaan tersebut terbentuk dengan maksud
mengabadikan peristiwa terbunuhnya Kongga Owose(Burung Elang Raksasa) oleh Sangia
Larumbalangi Raja Pertama Kerajaan Mekongga.

Mitologi Mekongga

Menurut mitologi burung Kongga, bahwa Sawerigading, salah seorang cucu Batara
Guru yang diutus oleh para dewata datang ke dunia untuk memerintah dan mendirikan
kerajaan-kerajaan. Cucu penguasa langit tersebut diturunkan ke Luwu yang kemudian
menyebar ke beberapa wilayah lain, termasuk wilayah Sulawesi Tenggara yang dikenal Luwu
dengan nama Tana Alau (Negeri di Timur) karena merujuk pada wilayah yang terletak
ditempat mereka melihat matahari tersebut di pagi hari.

Pada zaman Sawerigading (diperkirakan abad XIV) Larumbalangi, salah seorang


keluarga dekat Sawerigading berangkat ke Tanau Alau untuk mendirikan kerajaan baru.
Dalam perjalanannya ke arah timur kemudian menetap dan bermukim di Kolumba (Ulu
Balandete) lalu mendirikan Kerajaan Mekongga. Di wilayah tersebut sebelumnya telah
didiami oleh masyarakat yang menyebut dirinya ‘Orang Tolaki’ yang berarti ‘orang-orang
pemberani’. Sebagaimana yang diriwayatkan dalam mitologi Burung Kongga bahwa pada
masa pemerintahan Larumbalangi, di wilayah Kerajaan Mekongga terdapat gangguan
berupa datangnya seekor burung raksasa (sejenis Burung Elang) yang dalam bahasa Tolaki
disebut Kongga. Kepanikan terjadi dimana-mana, jika burung tersebut telah menampakkan
dirinya. Pada penduduk dapat dipastikan mengalami kerugian yang sangat besar bahkan
tidak sedikit korban jiwa manusia yang akan disambar oleh burung tersebut jika tidak
menemukan korban rusa, babi atau binatang lain yang dapat dimangsanya.Dalam situasi
yang panik seperti ini, dengan segala keperkasaan, keberanian dan kesaktian seorang cucu
Dewata, Larumbalangi turun tangan untuk memberikan petunjuk agar para penduduk
secara bersama-sama memberikan perlawanan terhadap burung pemangsa yang ganas
tersebut. Secara bahu membahu antara para warga masyarakat dengan pimpinannya
berusaha memancing datangnya burung yang meresahkan kehidupan masyarakat. Hingga
akhirnya datanglah sang angkara yang akan menyambar korbannya, namun disambut
dengan satu lemparan tombak (sungga) dari Larumbalangi yang tepat menancap dibagian
jantung burung raksasa tersebut. Secara beramai-ramai, warga masyarakat menyusul
menancapkan bambu runcingnya hingga Burung Kongga tersebut mati kehabisan darah.
Lokasi terbunuhnya makhluk tersebut adalah suatu bantaran sungai yang sekarang disebut
Lamekongga. Berdasar pembentukan kata, makna kata ‘La’ menunjuk arti ‘bantaran sungai’
yang merujuk pada peristiwa yang dapat berarti mencari, menangkap dan membunuh.
Sedangkan ‘Kongga’ adalah merujuk pada nama ‘Burung Elang’.

Wilayah Kolaka zaman dahulu merupakan wilayah Kerajaan Mekongga yang


penduduk aslinya bersuku bangsa Tolaki (artinya orang berani). Pada zaman dahulu jazirah
Sulawesi Tenggara dikenal dengan nama “Tanah Alau”, yang artinya tanah di sebelah timur,
karena orang di Sulawesi Selatan selalu melihat bahwa matahari selalu terbit di sebelah
timur tempat mereka. Nama asli daerah Kolaka adalah “Wonua Sorume” artinya negeri
Anggrek sebab di daerah ini banyak Anggrek berwarna kuning emas dan mengkilat, Anggrek
tersebut biasanya dibuat tikar, tempat rokok dan lain-lain yang harganya mahal. Pada
zaman dahulu hanya raja-raja dan bangsawan saja yang boleh memakai benda-beda yang
terbuat dari Anggrek ini.

Pada abad 14 dua orang dari keluarga Sawerigading menuju Sulawesi Tenggara
(Tanah Alau). Kedua saudara tersebut yaitu Larumbalangi (laki-laki) dan Wekoila (puteri).
Wekoila merupakan nama julukan, terdiri atas ‘We’ menyatakan wanita, dan ‘Koila’ adalah
sejenis siput di laut yang putih bersih. Wekoila ini adalah seorang puteri yang cantik,
kulitnya putih bersih seperti koila. Nama sebenarnya dari Wekoila adalah Tenrirawe (We
Tenrirawe). Larumbalangi membentuk kerajaan Mekongga yang bertempat tinggal di
Wundulako, Ulu Balandete. Adapun Wekoila terus ke daerah Kendari dan membentuk
Kerajaan Konawe.

Susunan Pemerintahan Kerajaan Mekongga

1. Pemerintah Pusat Kerajaan, terdiri atas


a. Mokole atau Bokeo adalah Raja
b. Kapita, adalah tangan besi Mokole
c. Pabitara, adalah Penyambung Lidah
d.Sapati, adalah urusan umum dan rumah tangga kerajaan serta kesejahteraan
rakyat
2. Penguasa Wilayah atau Pu Tobu, menguasai beberapa daerah dan tugasnya adalah
mengatur Osara (adat) di wilayah hukumnya.
3. Penguasa Daerah, tiap daerah dikepalai oleh Tonomotuo, yang dibantu oleh:
- Pabitara, bertugas mengawasi dan menyelesaikan perkara
- Tolea, bertugas menangani pernikahan/perceraian dan
- Posudo,sebagai pembantu umum.
Sejarah Perkembangan Pemerintahan Tanah Mekongga

Lokasi Kerajaan Mekongga terletak di daratan Sulawesi Tenggara. Pusat


pemerintahan atau Ibukota Kerajaan Mekongga pada awalnya terletak di Kolumba (Ulu
Balandete) yang berjarak kira-kira enam kilometer dari Kota Kolaka sekarang.
Namun dalam perkembangannya pusat pemerintahan Kerajaan Mekongga kemudian
berpindah ke Puunaha (wilayah Wundulako sekarang).4 Wilayah Kerajaan Mekongga
meliputi empat wilayah hukum (Siwolembatohuuo),yakni sebagai berikut:
a. Wilayah sebelah Utara dikuasai oleh seorang yang bergelar Kapitayang
berkedudukan di Balandete
b. Wilayah sebelah Timur dikuasai oleh seorang yang bergelar Pabitarayang
berkedudukan di Epe.
c. Wilayah sebelah Selatan dikuasai oleh seorang yang bergelar Putobuuyang
berkedudukan di La Mekongga.
d. Wilayah sebelah Barat dikuasai oleh seorang Sapatiyang berkedudukan di Lelewawo.

Masa Penjajahan Belanda

Kedatangan Belanda ke daerah ini pada tahun 1906, susunan pemerintahan dirubah
menjadi terdiri atas Bokeodan Kapita. Wilayah Kolaka dijadikan tujuh distrik, setiap distrik
dikepalai oleh seorang Anakia yang bergelar Mokole. Jadi kedudukan Mokoleyang tadinya
meliputi seluruh Kerajaan Mekongga, maka dengan ini turun menjadi tingkatan Kepala
Distrik. Tonomutuoditiadakan dan diganti dengan Kepala Kampung, dibantu seorang yang
bergelar Sarea. Ketujuh distrik tersebut yaitu: Distrik Kolaka (ibu negerinya Kolaka), Distrik
Mambulo (ibu negerinya Rate-Rate), Distrik Singgere (ibu negerinya Tinondo), Distrik
Tawanga (ibu negerinya Tawanga), Distrik Lapai (ibu negerinya Tongauna), Distrik
Konaweha (ibu negerinya Watumendonga), dan Distrik Kondeeha (ibu negerinya Mala-
Mala). Seiring dengan perjalanan waktu, akibat politik Belanda, maka kekuasaan
pemerintahan di Daerah Mekongga yang sebelumnya berada penuh di tangan Raja
Mekongga, yaitu Bokeo(Mokole) beralih ke tangan Controleurdan Sulewetang.

Pada tahun 1933 Belanda mengadakan perubahan lagi susunan pemerintahan


distrik, yaitu: Bokeo, Kapita, dan Sapati. Akan tetapi tujuh distrik yang dibentuk Belanda
dijadikan tiga distrik saja, yaitu:
1. Distrik Kolaka (ibukotanya Kolaka)
2.Distrik Sulewatu (ibukotanya Mowewe)
3. Distrik Patampanua (Ibukotanya Mala-Mala).

Selanjutnya Distrik Kolaka dibagi dua bagian, yaitu Utara dan Selatan, masing-masing
dikepalai oleh Sapati dan Bokeo. Distrik Solewatu dikepalai oleh Kapita, Distrik Patampanua
dikepalai oleh Mokole Patampanua. Dengan sendirinya Bokeo, Kapita dan Sapati menjadi
Kepala Distrik dan Sulewatang yang berkuasa. Setiap distrik terdiri dari tiga Order Distrik
dengan gelaran Kepala Distrik Bawahan.
Masa Penjajahan Jepang

Pada zaman penjajahan Jepang susunan pemerintahan tidak berubah, akan tetapi
sebutan untuk jabatan pemerintahan diubah kedalam bahasa Jepang. Selanjutnya pada
zaman Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, perubahan juga
tidak ada, Sulewetang waktu itu Andi Kasim diangkat menjadi Kepala Pemerintah Negeri
Republik Indonesia di Daerah Kolaka.
Setelah itu terjadi pertempuran yang hebat antara rakyat (PKR) dengan NICA, NICA
menduduki Kota Kolaka pada tanggal 7 Februari 1946. Selanjutnya NICA membentuk
pemerintahan dengan susunan sebagai berikut : (1) Bokeo, (2) Kapita, (3) Pabitara, dan (4)
Sapati. Adat kampung mulai dikembalikan seperti semula, tetapi tidak berkembang dengan
pesat. Pada zaman Negara Indonesia Timur daerah ini menjadi Neo Swapraja. Keuangan
Swapraja Kendari dan Kolaka disatukan menjadi Kas Konawe. Oleh sebab itu Distrik
Patampanua memisahkan diri dari Kolaka dan tetap pada status afdeeling Luwu pada tahun
1947 sampai keluarnya UU No. 29/1959. Dengan demikian Daerah Kolaka hanya terdiri dari
dua distrik, yaitu Distrik Kolaka (ibukotanya Kolaka) dan Distrik Solewatu (Ibukotanya
Mowewe).

Masa Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada tanggal 30 April 1950 Pemuda Republik Indonesia (PRI) Kolaka (yang dibentuk
pada tanggal 17 September 1945) mengadakan rapat dan salah satu keputusannya adalah
bahwa semua Negara bagian yang ada di seluruh Indonesia segera melebur dan masuk ke
Republik Indonesia.

Selanjutnya beberapa organisasi politik yang ada di Kolaka membuat pernyataan,


menuntut agar Daerah Kolaka yang berstatus Kewedanan menjadi kabupaten ( Kabupaten
Kolaka). Perjuangan ini berlangsung sejak tahun 1950, namun terwujud pada tahun 1960.
Perjuangan pertama menuntut agar Kabupaten Sulawesi Tenggara dipecah dua, menjadi
Kabupaten Buton/Muna, dan Kabupaten Kendari/Kolaka. Dengan adanya perkembangan
baru, yaitu lahirnya ide dari Pemerintah Provinsi Sulawesi untuk menjadikan setiap
kewedanan menjadi kabupaten, maka Kolaka menuntut menjadi kabupaten sendiri dan
terwujud pada tahun 1960, berdasarkan UU No. 29/1959. Berdasarkan Undang- Undang
tersebut istilah distrik ditiadakan. Daerah Kolaka dibagi atas tiga kecamatan, yaitu :
Kecamatan Kolaka (ibukota Wundulako), Kecamatan Tirawuta (ibukota Rate-Rate) dan
Kecamatan Batu Putih (ibukota Wawo). Wilayah administrasi pemerintah Kabupaten Kolaka
pada tahun 1999 terdiri dari 10 wilayah kecamatan, 173 desa dan 39 kelurahan. Daerah ini
juga dibagi atas dua wilayah kerja pembantu Bupati, yaitu:

a. Pembantu Bupati Wilayah Kolaka Bagian Selatan dan Timur berkedudukan di


Anaiwoi
b. wilayah kerja meliputi : Kecamatan Tirawuta, Ladongi, Mowewe, Wundulako,
Pomalaa, Watubangga dan Kolaka
c. Pembantu Bupati Wilayah Kolaka Utara dan Barat yang berkedudukan di Mala-Mala
dengan wilayah kerja meliputi Kecamatan Wolo, Lasusua, dan Pakue.

Anda mungkin juga menyukai