Kerajaan Mekongga adalah adalah salah satu kerajaan yang pernah berdiri di
Kabupaten Kolaka. Masyarakatnya berasal dari Suku Tolaki. Pusat Kerajaan Mekongga
awalnya di Bende, kemudian dipindahkan ke Wundulako. Raja-rajanya bergelar Bokeo.
Mitologi Mekongga
Menurut mitologi burung Kongga, bahwa Sawerigading, salah seorang cucu Batara
Guru yang diutus oleh para dewata datang ke dunia untuk memerintah dan mendirikan
kerajaan-kerajaan. Cucu penguasa langit tersebut diturunkan ke Luwu yang kemudian
menyebar ke beberapa wilayah lain, termasuk wilayah Sulawesi Tenggara yang dikenal Luwu
dengan nama Tana Alau (Negeri di Timur) karena merujuk pada wilayah yang terletak
ditempat mereka melihat matahari tersebut di pagi hari.
Pada abad 14 dua orang dari keluarga Sawerigading menuju Sulawesi Tenggara
(Tanah Alau). Kedua saudara tersebut yaitu Larumbalangi (laki-laki) dan Wekoila (puteri).
Wekoila merupakan nama julukan, terdiri atas ‘We’ menyatakan wanita, dan ‘Koila’ adalah
sejenis siput di laut yang putih bersih. Wekoila ini adalah seorang puteri yang cantik,
kulitnya putih bersih seperti koila. Nama sebenarnya dari Wekoila adalah Tenrirawe (We
Tenrirawe). Larumbalangi membentuk kerajaan Mekongga yang bertempat tinggal di
Wundulako, Ulu Balandete. Adapun Wekoila terus ke daerah Kendari dan membentuk
Kerajaan Konawe.
Kedatangan Belanda ke daerah ini pada tahun 1906, susunan pemerintahan dirubah
menjadi terdiri atas Bokeodan Kapita. Wilayah Kolaka dijadikan tujuh distrik, setiap distrik
dikepalai oleh seorang Anakia yang bergelar Mokole. Jadi kedudukan Mokoleyang tadinya
meliputi seluruh Kerajaan Mekongga, maka dengan ini turun menjadi tingkatan Kepala
Distrik. Tonomutuoditiadakan dan diganti dengan Kepala Kampung, dibantu seorang yang
bergelar Sarea. Ketujuh distrik tersebut yaitu: Distrik Kolaka (ibu negerinya Kolaka), Distrik
Mambulo (ibu negerinya Rate-Rate), Distrik Singgere (ibu negerinya Tinondo), Distrik
Tawanga (ibu negerinya Tawanga), Distrik Lapai (ibu negerinya Tongauna), Distrik
Konaweha (ibu negerinya Watumendonga), dan Distrik Kondeeha (ibu negerinya Mala-
Mala). Seiring dengan perjalanan waktu, akibat politik Belanda, maka kekuasaan
pemerintahan di Daerah Mekongga yang sebelumnya berada penuh di tangan Raja
Mekongga, yaitu Bokeo(Mokole) beralih ke tangan Controleurdan Sulewetang.
Selanjutnya Distrik Kolaka dibagi dua bagian, yaitu Utara dan Selatan, masing-masing
dikepalai oleh Sapati dan Bokeo. Distrik Solewatu dikepalai oleh Kapita, Distrik Patampanua
dikepalai oleh Mokole Patampanua. Dengan sendirinya Bokeo, Kapita dan Sapati menjadi
Kepala Distrik dan Sulewatang yang berkuasa. Setiap distrik terdiri dari tiga Order Distrik
dengan gelaran Kepala Distrik Bawahan.
Masa Penjajahan Jepang
Pada zaman penjajahan Jepang susunan pemerintahan tidak berubah, akan tetapi
sebutan untuk jabatan pemerintahan diubah kedalam bahasa Jepang. Selanjutnya pada
zaman Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, perubahan juga
tidak ada, Sulewetang waktu itu Andi Kasim diangkat menjadi Kepala Pemerintah Negeri
Republik Indonesia di Daerah Kolaka.
Setelah itu terjadi pertempuran yang hebat antara rakyat (PKR) dengan NICA, NICA
menduduki Kota Kolaka pada tanggal 7 Februari 1946. Selanjutnya NICA membentuk
pemerintahan dengan susunan sebagai berikut : (1) Bokeo, (2) Kapita, (3) Pabitara, dan (4)
Sapati. Adat kampung mulai dikembalikan seperti semula, tetapi tidak berkembang dengan
pesat. Pada zaman Negara Indonesia Timur daerah ini menjadi Neo Swapraja. Keuangan
Swapraja Kendari dan Kolaka disatukan menjadi Kas Konawe. Oleh sebab itu Distrik
Patampanua memisahkan diri dari Kolaka dan tetap pada status afdeeling Luwu pada tahun
1947 sampai keluarnya UU No. 29/1959. Dengan demikian Daerah Kolaka hanya terdiri dari
dua distrik, yaitu Distrik Kolaka (ibukotanya Kolaka) dan Distrik Solewatu (Ibukotanya
Mowewe).
Pada tanggal 30 April 1950 Pemuda Republik Indonesia (PRI) Kolaka (yang dibentuk
pada tanggal 17 September 1945) mengadakan rapat dan salah satu keputusannya adalah
bahwa semua Negara bagian yang ada di seluruh Indonesia segera melebur dan masuk ke
Republik Indonesia.