Anda di halaman 1dari 3

Nama : Reski Erik Sandi

Nim. : E041191020
Prodi. ; Ilmu Politik
Tugas WSBM : asal usul kerajaan Bone
Pada paruh pertama abad ke-14, suatu kerajaan baru mewarnai wajah pesisir Teluk Bone.
Kemunculan peradaban ini, dari segi apapun praktis sama dengan peradaban lain di sekitarnya.
Pada dasarnya semua berasal dari nenek moyang yang sama,yakni para imigran Deutro Melayu
yang melebur dengan Proto Melayu (imigran sebelumnya). Kedua kelompok tersebut berasal
dari yunan. Dengan meleburnya ras Proto dan dan Deutro Melayu otomatis mengusir penghuni
pesisir Sulawesi Selatan ke pedalaman. Mereka adalah kelompok imigran juga yang duluan
sampai Sulawesi (sekitar tahun 2000 SM), yakni ras weddoid yang berasal dari Sri Lanka.
Baik Proto Melayu, Deutro Melayu, maupun Weddoid memiliki konsep kepercayaan yang
sama, yakni animistik yang kemudian kepercayaan tersebut ikut melebur pula ke dalam konsep
Hindu Budha. Di kerajaan kerajaan Sulawesi Selatan, urusan-urusan yang bersifat religius
dipercayakan kepada Bissu (lelaki sejati yang berpenampilan perempuan, merupakan pakar
kepercayaan yang awal hidupnya selaras dengan alam dan menjadi panutan.). Semua urusan
yang berhubungan dengan pemerintah dan rakyat selalu bernilai religius, dapatlah kita
bayangkan betapa sibuknya Bissu waktu itu. Yang sayangnya setelah islam masuk (abad ke-
7), mereka menjadi pengangguran.
Wilayah kerajaan Bone tentu tidak bisa kita ketahui secara pasti karena sebelum abad ke-
14 pembatasan teritorial sangat sederhana, hanya mengandalkan sungai, hutan, atau gunung
sebagai batas alami.
Pada umumnya, kerajaan taklukan menjadi kerajaan bawahan yang tetap berdiri sendiri,
tapi terpaksa menjalin hubungan bilateral vertikal, dan wajib mengirim upeti tahunan yang
nilainya lebih cenderung simbolis daripada ekonomis, katakanlah sebagai tanda persahabatan.
Pemetaan wilayah teritorial kerajaan baru populer setelah Belanda bercokol di Nusantara.
Paling tidak, yang sekarang kita kenal sebagai kabupaten Bone, dulunya adalah wilayah
pusat kerajaan, meskipun tidak menutup kemungkinan jauh lebih luas daripada itu. Jika
meninjau segi geografis, kerajaan Bone praktis sama dengan kerajaan lain yang ada di Sulawesi
Selatan, suatu bentuk imperium pesisir. Aspek maritim jadi andalan untuk mayoritas
kepentingan pedagang, militer, dan mobilitas umum. Sedangkan sektor perekonomian utama
kerajaan tentu saja pertanian.
Sejak abad ke-14 penggundulan hutan untuk membuka lahan pertanian dengan sistem
tebang bakar. Sistem itu ada pengaruhnya terhadap struktur sosial, adat istiadat, karakter dan
pola hidup masyarakat secar umum. Mereka pandai bertani, juga senang berdagang, berlayar
dan sebagian besar suka merantau ke negeri asing. Masyarakat kerajaan di Sulawesi Selatan
mobilitasnya tinggi sehingga penyebarannya luas. Jauh sebelum abad ke-17 orang orang Bugis
tersebar di segala penjuru Nusantara, dan di beberapa pusat pusat perdagangan di China, India,
dan Eropa.
Beras salah satu komoditas pertanian kerajaan Bone, yang kemudian di ekspor ke
Makassar, lalu dibeli oleh pedagang dan disebarkan ke segala penjuru Nusantara. Pedagang
Melayu dan Cina, biasanya membeli beras itu , membawanya ke Maluku untuk ditukarkan
dengan rempah-rempah. Kemudian rempah-rempah tersebut dibawa ke Makassar dan dijual
kepada Portugis, Inggris, dan Denmark.
Tokoh paling menonjol dari kerajaan Bone atas kesuksesan kemerdekaan bangsanya dari
tekanan kerajaan Gowa-Tallo, ialah Arung Palakka (Aru Palakka) yang notabene kita kenal
sebagai musuh bebuyutan Sultan Hasanuddin.
a. Fajar sejarah kerajaan Bone
Berdirinya kerajaan Bone tidak lepas dari membaiknya kondisi sosial Sulawesi
Selatan pada abad ke-14. Dikabarkan, sejak abad ke-7 kondisi kerajaan kerajaan kuno
di Sulawesi Selatan terlibat kekacauan panjang, diamana semua memerangi semua atau
yang dikenal dengan sianre baleni tauwe (ikan makan ikan). Peristiwa mengerikan itu
tercatat dalam kitab I La Galigo.
Pada tahun 1330, tujuh negara kuno yang hidup bertetangga di Teluk Bone sudah
bosan saling memerangi satu sama lain, yakni: Ujung, Tibojang, Ta' Tanete Riattang,
Tanete Riawang, Poceng, dan Macege membentuk sebuah persekutuan yang kita kenal
sebagai kerajaan Bone. Mereka bersepakat menjadi perwakilan tujuh kerajaan,
kemudian mengangkat seorang arumpone (raja), yakni matasilompoe sebagai raja
pertama Bone yang berkuasa sejak 1330 hingga 1358. Maka, lahirlah sebuah imperium
baru di bawah pimpinan matasilompoe dengan pusat pemerintahannya di kewerang
dalam kawasan dewan Ta' Tanete Riattang. Bangunan pusat pemerintahan kerajaan
berupa istana serupa rumah panggung berukuran besar yang menghadap ke sungai.
b. Raja raja Bone
1) Mattasi Lompoe Manurungnge ri Matajang/ Matasilompoe (1330- 1358)
2) La Ummasa / Petta Panra Bessie (1358-1424)
3) La Saliyu Karampelluwa (1424-1496)
4) We Bantu Arung Majang (1496-1516)
5) La Tenri Sukki (1516-1543)
6) La Uliyo Bote'e (1543-1568)
7) La Tenri Rawe Bongkangnge (1568-1584)
8) La Inca' (1584-1595)
9) La Pettawe Matinroe ri Bulukumba (1585-1602)
10) We Tenri Tuppu Maddusila (1602-1611)
11) La Tenri Ruwa Arung Palakka Matinroe ri Bantaeng(1611 , hanya 3 bulan)
12) La Tenri Pale To Akkappeang Arung Timurung(1611-1625)
13) La Maddaremmeng (1625-1640)
14) La Tenroaji Tosenrima (1640-1643)
15) La Tenri Tata Arung Palakka (1667-1696)
16) La Patau Matana Tikka (1696-1714)
17) Batari Toja Dattalaga Arung Timurung (1714-1715)
18) La padassajati (1715-1718)
19) La Parappa To Sappewali (1718-1721)
20) La Panaongi To pawawoi (1731-1724)
21) Batari Toja Dattalaga Arung Timurung (1724-1749)
22) La Temmasonge To Appaunge (1749-1775)
23) La Tenri Tappu (1775-1812)
24) To Appatunru (1812-1823)
25) I Mani Arung Data (1823-1835)
26) La Mappaseling (1835-1845)
27) La Parenrengi (1845-1857)
28) Tenriwaru Pancaitana Besse' Kajuara (1857-1860)
29) Singkeru' Rukka (1860-1871)
30) Fatimah Nanti (1871-1895)
31) La Pawawoi Karaeng Sigeri (1895-1905)
32) La Mappanyukki (1931- 1946)
33) Andi Pabbentaeng Petta Lawa (1946-1951)
c. Runtuhnya kerajaan Bone
Runtuhnya kerajaan Bone ini tidak lepas dari pengaruh pendudukan Hindia
Belanda. Yang kemudian di ambil alih oleh Jepang berdasarkan perjanjian Kalijati. Hal
pertama yang diarasakan oleh rakyat Bone setelah kepergian Belanda adalah “penyakit
purba” (kelaparan, aksi aksi kriminal terjadi di pertokoan dan pusat keramaian di
Watampone) bisa kita katakan bahwa perekonomian lumpuh total.
Fitrah sejarah kerajaan Bone yang dirintis pada 1330 harus berakhir pada tahun
1950. Dalam waktu dan tanggal yang tidak tertulis, La pabbentaeng Petta Lawa
bersama istri dan anaknya menyembunyikan identitas mereka dan mengadu nasib ke
Jakarta. Tetapi bagitulah hadat Pitu pun bubar. Yang kemudian kerajaan Bone pun
melebur dan bergabung ke NKRI
d. Bukti peninggalannya

Anda mungkin juga menyukai