Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Masyarakat Gorontalo kaya akan warisan budaya yang mewarnai kehidupan mereka sehari-
hari. Berbagai upaca adat sering dilaksanakan untuk menandai ataupun menghormati
berbagai peristiwa diseputar kehidupan masyarakatnya. Beragamnya upacara adat dan tradisi
yang hidup dalam masyarakat sehingga dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu; (1) Tradisi
dan adat istiadat yang berhubungan dengan perkawinan, kelahiran, kematian, penobatan dan
penganugerahan gelar adat,, (2) Tradisi yang berhubungan dengan kesenian seperti zikir,
burdah, dana-dana dan zamrah. (3) tradisi yang berhubungan dengan gerak atau olah raga
seperti tarian, langga dan longgo. (4) Tradisi yang berhubungan dengan satra. Dalam
masyarakat Gorontalo memiliki kebiasaan untuk meninggikan atau menghormati orang
berdasarkan kedudukan atau status social dan usia. Salah satu bentuk adat istiadat yang
berbentuk pujian dan dirangkai dalam kata-kata disebut TujaI yang merupakan pujaan
kepada Olongia (raja) atau ta u dudulaqa (pembesar).
Masyarakat Gorontalo adalah masyarakat yang mendiami daerah Propinsi Gorontalo.
Sebelum masa penjajahan Belanda, daerah Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang
diatur menurut hukum adat ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan ini tergabung dalam
satu ikatan kekeluargaan yang disebut pohalaa (wilayah adat). Di Gorontalo ada lima
pohalaa yaitu; Pohalaa Gorontalo, Pohalaa Limboto, Pohalaa Bone, Pohalaa Bolango
(tahun 1862 di ganti Boalemo) dan Pohalaa Atinggola. Raja dari Pohalaa ditentukan oleh
Baate (pemangku adat) menurut garis keturunan, tetapi pada masa penjajahan Belanda Baate
hanya mencalonkan diri dan yang memutuskan adalah pemerintah Belanda.
Dari kelima Pohalaa tersebut di atas yang paling menonjol adalah Pohalaa Gorontalo dan
Pohalaa Limboto yang merupakan dua kerajan besar. Rakyatnya yang terbagi dalam suku-
suku atau linula dikepalai oleh seorang Olongia dan masing-masing mendiami wilayahnya
sendiri.
Beberapa versi asal usul nama Gorontalo menurut tradisi lisan yang berkembang dalam
masyarakat ,yaitu;
1. Berasal dari Hulontalangi, nama salah satu kerajaan kemudian dipersingkat menjadi
Holonihalo.
2. Hulontalangi berasal dari Hualolontalengo yang artinya orang Gowa yang berjalan
kesana-kemari.
3. Hulontalangi artinya yang lebih mulia.
4. Hulua lo tola artinya tempat pembiakan ikan gabus.

5. Pogolatalo atau Pohulatalo artinya tempat menunggu.

6. Gorontalo nama seorang keponakan raja Tidore.


7. Gunung Telu, dari ucapan orang Gowa, apabila mereka hendak memasuki pelabuhan
Gorontalo terlihat dari jauh ada tiga gunung yang menonjol.
8. Mengingatkan perpindahan penduduk dari tempat yang tinggi berbukit-bukit (huntu)
kesuatu tempat sering digenangi air (langi-langi).
Jadi asal usul nama Gorontalo secara pasti tidak diketahui, tetapi Hulontalo hingga sekarang
masih tetap hidup dalam ucapan orang Gorontalo, bila mereka menggunakan bahasa daerah
Gorontalo dalam percakapannya. Kemudian pada masa penjajahan Belanda , orang-orang
Belanda mengucapkan Hulontalo dengan ucapan Horontalo dan jika di tulis menjadi
Gorontalo. (F.Daulima, 2005)
Peristiwa penting pada pemerintahan Kerajaan Hulontalo (Gorontalo) dibentuknya lima
pohalaa pada permulaan abad 17 yang disebut janji lo uduluwo limo lo pohalaa, yaitu
persekutuan kedua dari lima bersaudara yang mengakhiri silang sengketa antara Gorontalo
Limboto. Pada tahun 1824 daerah limo lo pohalaa telah berada dibawah kekuasaan seorang
Asisten Residen, di samping pemerintahan tradisional. Pemerintahan kerja sama ini kemudian
dialihkan menjadi sistem pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah Rechtatreeks
Bestuur yang dijalankan secara resmi pada tahun 1889.
Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam struktur pemerintahan, daerah limo lo pohalaa
dibagi lagi atas tiga onder afdeling yaitu onder afdeling Kwandang, Gorontalo, dan Bualemo.
Selanjutnya pada tahun 1920 berubah menjadi lima distrik yaitu distrik Kwandang, Limboto,
Bone, Gorontalo, dan Bualemo. Pada tanggal 23 Januari melalui perjuangan Nani
Wartabone dan para pengikutnya, bendera merah putih dikibarkan di Gorontalo yang
merupakan puncak perjuangan masyarakat Gorontalo dalam merebut kemerdekaan Indonesia.
Peristiwa 23 januari 1942 merupakan suatu bukti sejarah bahwa di Gorontalo telah berdiri
suatu pemerintahan yang sifatnya nasional.
Sejak tahun 2001 Gorontalo resmi menjadi Provinsi Gorontalo dengan membawahi
Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Bone Bolango, Kabupaten Pohuwato , Kabupaten Bualemo
dan Kabupaten Gorontalo Utara.
1. SIMBOLISASI DALAM TUJAI

Kata TujaI awalnya berarti pujaan, pujaan yang ditujukan kepada raja Olongia (raja) atau ta
u dudulaqa (pembesar).dalam perkembangan tujaI juga ditujukan kepada orang yang
dihormati, yang ditinggikan atau juga kepada orang yang disayangi. TujaI merupakan salah
satu ragam sastra yang berbentuk puisi yang merupakan media untuk mengekspresikan rasa
hormat atau pun rasa sayang, nasihat dan petuah terhadap seseorang . Demikian sakralnya isi
dari tujaI sehingga tujaI ini menjadi salah satu bagian penting dalam setiap pelaksanaan
upacara adat, khususnya pada upacara adat perkawinan, penobatan raja dan penganugrahan
gelar adat.
TujaI memiliki ciri-ciri , diantaranya; Ngoqayu yang dapat dikatakan bentuk yang
merupakan satu kebulatan struktur dari baris awal sampai baris akhir. Tidak terdapat
pembagian sampiran dan isi seperti pada pantun, melainkan keseluruhan baris menjadi
kesatuan isi tujaI tersebut (Nani Tuloli,dkk,1999).
TujaI dapat dibedakan menurut jenis upacara adat, seperti;
TujaI dalam upacara adat perkawinan.
TujaI dalam upacara perkawinan disampaikan berdasarkan tahap-tahap upacaranya dari awal
sampai akhir. Dan setiap tujaI berisikan petunjuk-petunjuk atau petuah yang harus dilakukan
oleh pengantin pria dan pengantin wanitanya. Salah satu TujaI dalam upacara adat
perkawinan, yaitu dalam tahap Mopodiyambango atau tahapan upacara saat pengantin pria
dan wanita keluar dari kamar rias dan akan menuju pelaminan, seorang pemangku adat
membacakan TujaI yang berbunyi;
Wombu pulo lo hunggiya = Kalian anak para pembesar daerah ini
Malo to dulahe botiya = Pada hari ini
Malo popohuliya = Akan dikenakan
Aadati lo lipu botiya = Adat yang berlaku disini
Tombuluwo ti didiya = Diagungkan dan dihormati
Lo uyito lo utiya = Dengan adat yang berlaku sana sini
Puade malo sadiya = Pelaminan telah disiapkan
Wolo wombu muliya = Bagi kalian yang dimuliakan
Apabila memperhatikan isi dari setiap TujaI yang disampaikan dalam upacara perkawinan,
setiap tahap upacara berisikan TujaI yang merupakan symbol dari keagungan perkawinan
yang berisikan harapan-harapan dan petuah bagi pengantin dalam menempuh perjalanan
perkawinan, membangun kehidupan berumah tangga dan meneruskan keturunan. Penggunaan
kata kiasan seperti kembang yang mekar atau putera agung yang mulia menunjukkan tanda
kasih sayang orang tua dan kerabat kepada anak-anaknya dengan harapan kehidupan rumah
tangga mereka akan seharum kembang yang mekar dan mulia seperti raja.
TujaI dalam upacara adat Pohutu Momulanga (Penobatan) dan Pulanga (Pemberian
Gelar Adat).
Pohutu Momulanga merupakan upacara adat yang berhubungan dengan ketatanegaraan dan
pemerintahan. Proses penobatan ini pada hakekatnya pemberian penghargaan,untuk
mengangkat derajat dan kewibawaan kepada pemegang tampuk pemerintahan. Hal ini
penting karena dalam masyarakat Gorontalo kepemimpinan seorang penguasa merupakan
tanggung jawab dunia dan akherat. Pohutu dalam penobatan (Raja) , yang memegang tampuk
pemerintahan tertinggi dalam satu lipu diupacarakan dengan khidmat dan penuh keagungan.
Seorang raja (Olongia) yang akan dinobatkan adalah seorang yang terpilih secara demokrasi
melalui pemilihan oleh wakil-wakil rakyat dalam Bantayo Poboide (dewan persidangan
adat). Yang melakukan penobatan adalah pejabat yang minimal setingkat lebih tinggi yang
ditunjuk sesuai dengan hirarki jabatan dalam pemerintahan seperti yang sudah diatur dalam
undang-undang yang berlaku. Yang melakukan penobatan Olongiya adalah Wuu, Baate
sebagai Tauwa (ketua) dari Bantayo Poboide. Bantayo Poboide adalah sebuah dewan yang
dianggotai oleh tiga unsure utama, yaitu wakil dari Bubato (pemerintah), Golongan
pemangku adat dan Golongan Syara ditambah wakil dari Mongopanggola (Tokoh dari para
tua-tua) yang berpengalaman, TulaI bala ( orang-orang yang berkarya dalam masyarakat)
dan wakil dari wanita yang berwibawa dan menjadi panutan yang disebut Utoliya (Medi
Botutihe,Farha Daulima,2003).
Salah satu TujaI dalam upacara penobatan berbunyi:
Huta , huta lo ito Eya = Tanah milik Tuanku
Tulu,tulu lo ito Eya = Api, milik tuanku
Dupoto , dupoto lo ito Eya = Angin,angin milik Tuanku
Tawu, tawu lo ito Eya = Rakyat, rakyat milik Tuanku
Bo dia Poluliya hilawo eyanggu = Tapi jangan sesuka hati Tuanku
TujuI ini merupakan pesan yang mengingatkan Olangia agar tidak sewenang-wenang
menjalankan kekuasaan atau dengan kata lain, kekuasaan tidak terbatas, punya wewenang
tapi tidak sewenang-wenang. Datahu lo huntu Huidu ( dataran menjunjung gunung). Hal ini
merupakan pesan agar tidak menjalankan kekuasaan yang otoriter, semua tunduk pada
penguasa dan segala keputusan didukung oleh adat. Sehingga untuk menghindari sifat
Datahu lo huntu huidu kekuasaan Olongia kemudian dibatasi menjadi Huidu lo huntu
Datahu dan kemudian disempurnakan dengan kalimat Bo Dila poluliya Hilawo Eyanggu
(jangan menuruti nafsu tuanku).
Pulanga (pemberian gelar adat), hakekatnya mengukur seseorang dalam jabatannya sebagai
sumber pola anutan dalam setiap ooliyoo (gerakan) sebagai pemimpin. Jabatan atau gelar
ini mengandung tanggung jawab yang besar, baik dunia maupun akhirat.
Salah satu TujaI dalam peanugrahan delar adat berbunyi;
Mato no tingga kolano = Paduka Raja yang
Ita do Woduwa = Kami kemari menobatkan tuan
Wuudi mayi panuwa = Dipihak bunda kami berdiri
Ita tai no dutuwa = Paduka tuanlah yang mewarisi
No lipu mata-dewata = Negeri yang dua ini
Ominango odebuwa = Ada muara ada pelabuhan
Omomata diyambuwa = Penduduknya banyak
Mata no tinggo Kolono tuguuwa = Paduka raja yang mulia
No leboto lo tamuya =Tuan perintah dari leboto tamuya
Mata no tinggo boli poo lomoto = Berbaiklah tuan berperi
TujaI ini memiliki makna penyerahan tanggung jawab dunia akherat, menjaga hubungan
baik dengan kerajaan lain dan berjanji untuk tidak berbuat sewenang-wenang kepada
tuwango lipu (rakyat) dan lipu (negeri).
1. FAKTOR-FAKTOR YANG TERDAPAT DALAM TUJAI

Apabila memperhatikan setiap isi dari TujaI , bahwa pembacaan TujaI dalam setiap upacara
adat dapat memberikan isi atau makna dari setiap tahap upacara. Sehingga tujaI memiliki
beberapa faktor yang dapat berfungsi sebagai (a) penghormatan terhadap raja dan para
bangsawan beserta keluarganya baik dalam upacara adat perkawinan dan juga dalam upacara
adat penobatan dan penganugrahan gelar adat. Dalam upacara adat perkawinan, pengantin
pria dan wanita diperlakukan bagai seorang raja dan ratu seperti yang dilambangkan dalam
symbol-simbol yang digunakan dalam upacara mulai dari pakaian beserta perhiasan dan
peralatannya sampai pada kamar pengantin dan pelaminan. (b) nasihat, wejangan atau pun
peringatan bagi kedua pengantin dalam bersikap membina hubungan suami istri. Karena
suatu perkawinan yang sacral adalah pertemuan dan penyatuan dua hati yang harus
menghormati adat agar derajatnya lebih mulia. Karena tujuan dari suatu perkawinan bukan
hanya untuk berkembang biak, tetapi melahirkan keturunan yang didasari iman dan taqwa
yang dijalani dengan sopan dan penuh keikhalan. Selain itu suatu peringatan dan doa bagi
raja dan para pejabat dalam melaksanakan tugas dan wewenang yang sudah dipercayakan
oleh rakyat. (c) Meninggikan derajat dan martabat manusia, oleh sebab itu tidak semua orang
boleh membawakan TujaI . adalah tugas Baate
( pemangku adat) untuk membacakan tujaI dalam setiap pelaksanaan upacara adat, Dulu
pada zaman pemerintahan kerajaan , Baate adalah jabatan sebagai pembantu raja yang
disegani sehingga nasihat dan aturan yang ia rencanakan selalu didengar dan dipatuhi, dan
dalam pelaksanaan upacara adat Baate memiliki peran penting mengatur dan mengarahkan
pelaksanaan upacara adat. Seorang pejabat yang telah dinobatkan berarti telah memperoleh
kedudukan dalam adat atau kedudukan yang tinggi dikalangan tuango lipu (rakyat) dan
tuango lipu akan menghargai adat, memandang dan memuliakan pejabat sebagai pola
anutannya.Upacara adat penobatan pada dasarnya memberkan kekuatan moral atau
kewibawaan untuk menjalankan tugasnya sebagai pengemban amanah rakyat dan membuka
partisipasi tuangolipu dalam melaksanakan pembangunan. Untuk menjalankan hal tersebut
ada lima prinsip yang diemban seperti isi dalam TujaI berikut;
Bangusa Taalalo = Keturunan dijaga
Lipu Poduluwalo = Negeri dibela
Batangan Pomaya = Diri diabaikan
Harata Potumbulu = Harta diwakafkan
Nyawa Podungalo = Jiwa taruhannya
TujaI ini berisikan peringatan agar pejabat yang dinobatkan memperluas wawasan tentang
hakekat dan makna penobatan baik sebelum dan sesudah diberi gelar adat, agar diya o bitowa
liyo ( tidak kualat) atau tidak dimakan sumpah. (d) menegaskan dan memperkuat perjanjian
atau sumpah, pada zaman raja-raja dahulu sering terjadi perang diantara kerajaan di
Gorontalo. Untuk mengatasi pertikaian antar kerajaan seorang raja kemudian memerintahkan
Baate untuk melakukan pembicaraan yang kemudian dibuat suatu perjanjian. Dalam
pembicaraan tersebut terjadi dialog yang disampaikan dalam bentuk TujaI yang intinya
berisikan perjanjian yang harus ditaati oleh kedua belah pihak dan harus diturunkan sampai
keanak cucu sehingga tidak ada lagi dendam .
1. PENUTUP

Mengutip apa yang dikatakan Nunus Supardi, bahwa kebudayaan tradisional adalah
perwujudan karya cipta, rasa dan karsa sekelompok masyarakat dan hidup terus karena
kebudayaan itu dijaga ketat oleh masyarakat pemiliknya. Kebudayaan tradisional yang sudah
menjadi pengetahuan kolektif masyarakat Gorontalo sebagai dasar ajaran moral dan
kebanggaan serta jati diri secara terus menerus ditularkan dari satu kegenerasi ke generasi
berikutnya. Sehingga seni tradisional tujaI ini terus bertahan meskipun masyarakat semakin
berkembang dengan semakin mejemuknya masyarakat dengan latar belakang budaya yang
beragam.
Adat istiadat Gorontalo dapat dipertahankan turun temurun, walaupun dalam
perkembangannya tidak membatasi penyesuaian dengan perubahan zaman, to malia lo
duniaya wawu tuawangiyo (perubahan dunia dan isinya). Pergeseran tradisi dan prilaku
terjadi sesuai perkembangan zaman ,namun tetap mempertahankan nilai, hakekat, serta
makna dari adat yang diwarisi dari leluhur. Pergeseran dapat dilihat dari perubahan sikap,
kalau sebelumnya tata cara penghormatan rakyat kepada raja atau pembesar dilakukan
dengan menurunkan sarung yang tersandang dibahu sampai setinggi pinggang sambil
membungkukan badan, kini tidak dilakukan lagi karena sarung tidak lagi digunakan sebagai
pelengkap berbusana. Demikian juga dengan penghormatan disaat menunggang kuda dimana
penunggang kuda harus turun dan molubo (menghaturkan sembah) kini tidak berlaku lagi
karena kuda sudah jarang digunakan sehingga penghormatan kini dilakukan hanya dengan
memberi salam Assalamu Alaikum Waramatullahi Wabarakatu, atau dengan menganggukan
kepala bagi yang bukan muslim.
Adat istiadat Gorontalodapat dikatakan dinamis, karena dapat menyesuaikan dengan
perkembangan zaman,namun dari hasil pengamatan seni TujaI masih terus menjadi bagian
yang penting hingga saat ini, sebagai salah satu seni sastra yang berhubungan dengan
upacara adat. Suatu upacara adat perkawinan yang tidak melakukan tujaI dianggap kurang
berbobot, karena nasehat, ajaran moral selalu dijunjung tinggi oleh masyarakat yang
merupakan pranata budaya yang tumbuh dari dulu sampai sekarang yang memiliki nilai-nilai
luhur dalam mengatur prilaku masyarakatnya menuju manusia yang memiliki martabat.
Seperti yang tersirat dalam semboyan : Aadati didu boli- didu boli didu toma tomalia
limongoli, didu boli-boliya aadati lo hunggiya, to tilayo to huliya, dipo ta lo boboliya,
hipakuwa lo todiya, aadati lo lahuwa, to tilayo to tauwa, dipo ta lo bobohuwa, hi tadiya hi
pakuwa.. Artinya: Adat istiadat belum berubah,jangan lagi kalian pola, jangan lagi
direkayasa, adat milik negeri,dari bawah sampai keatas, belum ada perubahan, disumpah dan
diabadikan.

DAFTAR PUSTAKA
Hj. Medi Botutihe, Parha Daulima,2003 : Tata Upacara Adat Gorontalo,
Pemda Gorontalo
Nani Tuloli,dkk 1999 : Puisi Dalam Kaitannya dengan Kedudukan dan
Fungsi Dalam Adat Gorontalo, STIKIP Gorontalo.
Burhanudin Domili, 1999, Nilai Budaya Dalam Adat Perkawinan Gorontalo,
BPSNT Manado.
Geertz, Clifford, 1992 : Tafsir Kebudayaan,Terjemahan F. Budi Hardiman,
Kanisius Yogyakarta.
James Danandjaya, 1991: Folklore Indonesia, Ilmu Gosip, Dongeng, Dan
Lain-lain, Pustaka Utama Grafiti Jakart
KATA PENGANTAR
Segala puji atas nikmat yang Allah SWT berikan, karena atas nikmatnya kita semua
dapat berekspresi sesuai dengan hati nurani kita. Selayaknya kita sebagai makhluk yang
lemah, tidak pantas untuk bersifat sombong, karena ketidakberdayaan tersebut kita pantas
untuk bersyukur atas kuasa-Nya, hanyalah Allah SWT yang pantas menyandang gelar
tersebut.
Penyusunan makalah ini sebagai bahan pembelajaran mahasiswa-mahasiswi untuk
memahami lebih lanjut perihal tentang Provinsi Gorontalo, beserta dengan kajian- kajiannya.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah membantu
terselesaikannya makalah ini. Bapak Suparno, M.Pd selaku dosen mata kuliah Tata Ruang
dan Sistem Sosial.
Penulis menyadari sepenuhnya kekurangan yang terdapat dalam makalah ini. Untuk
itu penulis mengharapkan adanya masukan, saran dan kritik dari semua pihak. Semoga
makalah mengenai Provinsi Gorontalo ini dapat bermanfaat dan kita semua semoga selalu
dalam lindungan dan maghfirah-Nya.

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gorontalo adalah sebuah provinsi di Indonesia. Sebelumnya, semenanjung Gorontalo
(Hulontalo) merupakan wilayah Kabupaten Gorontalo dan Kota Madya Gorontalo
di Sulawesi Utara. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah berkenaan dengan otonomi
daerah di Era Reformasi, provinsi ini kemudian dibentuk berdasarkan Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22 Desember 2000 dan menjadi Provinsi ke-32 di
Indonesia. Ibukota Provinsi Gorontalo adalah Kota Gorontalo (sering disebut juga Kota
Hulontalo) yang terkenal dengan julukan "Kota Serambi Madinah". Provinsi Gorontalo
adalah salah satu dari 32 provinsi di wilayah Republik Indonesia yang memanjang dari Timur
ke Barat di Bagian Utara Pulau Sulawesi. Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Sulawesi,
Sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Utara, Sebelah Barat berbatasan dengan
Provinsi Sulawesi Tengah, Sebelah Selatan berbatasan dengan Teluk Tomini. Selain itu,
Gorontalo juga berada pada mulut Lautan Pasifik yang menghadap pada negara Korea,
Jepang dan Amerika Latin.Sudah tentu kelebihan posisi ini dapat memberikan peluang
yang baik dalam pengembangan perdagangan perekonomian dan pariwisata.
Menurut data BPS tahun 2013 (2013 : 2) bahwa Provinsi Gorontalo secara keseluruhan
memiliki 77 kecamatan serta 735 Desa/Kelurahan. Data ini akan terus mengalami perubahan
seiring dengan adanya rencana pemekaran Daerah Otonom Baru (DOB) di Provinsi
Gorontalo yang diprediksi akan selesai pada tahun 2020 mendatang. Provinsi Gorontalo
menjadi salah satu daerah hasil pemekaran yang terbilang sukses.
Provinsi Gorontalo sebagian besar terdiri dari daerah pegunungan yang membentang dari
utara ke selatan provinsi ini. Panorama Pegunungan Gorontalo sangat menakjubkan.Gunung-
gunung dan hutan adalah rumah-rumah bagi flora dan fauna unik.Anoa, tarsius, burung
maleo, dan babi rusa adalah salah satu spesies langka yang dapat Anda ditemukan di
sini.Maleo, misalnya, adalah spesies burung yang telurnya lebih besar dari tubuhnya
sendiri.Sementara Tarsius adalah primata terkecil di dunia, tetapi memiliki panjang sekitar 10
cm. Di hutan Gorontalo terdapat pohon ebony, lingua, nantu, meranti, dan rotan.Di bagian
selatan laut Gorontalo, yaitu di Teluk Tomini, ada beberapa pulau kecil yang tersebar.Pulau-
pulau belum berpenghuni dan pasir putih sangat indah mengelilingi.Teluk Tomini dilintasi
oleh garis khatulistiwa dan secara alami ditinggali oleh beragam jenis hewan laut.Karena itu,
Teluk Tomini adalah surga bagi para penyelan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu :
1. Bagaimana Profil Provinsi Gorontalo ?
2. Bagaimana Sejarah Provinsi Gorontalo ?

3. Bagaimana Geografi dan Iklim Provinsi Gorontalo ?

4. Bagaimana Sistem Pemerintahan di Provinsi Gorontalo ?

5. Bagaimana Sistem Perekonomian di Provinsi Gorontalo ?

6. Bagaimana Kebudayaan di Provinsi Gorontalo ?

7. Bagaimana Objek Wisata yang Ada di Provinsi Gorontalo ?

8. Transportasi Apa yang Terdapat di Provinsi Gorontalo ?

9. Sungai dan Gunung Apa Saja yang Terdapat di Provinsi Gorontalo ?

10. Bagaimana Pendidikan dan Kesehatan di Provinsi Gorontalo ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam Penulisan ini yaitu :
1. Untuk Mengetahui Profil Provinsi Gorontalo
2. Untuk Mengetahui Sejarah Provinsi Gorontalo
3. Untuk Mengetahui Geografi dan Iklim Provinsi Gorontalo
4. Untuk Mengetahui Sistem Pemerintahan di Provinsi Gorontalo
5. Untuk Mengetahui Sistem Perekonomian di Provinsi Gorontalo
6. Untuk Mengetahui Kebudayaan di Provinsi Gorontalo
7. Untuk Mengetahui Objek Wisata yang Ada di Provinsi Gorontalo
8. Unruk Mengetahui Transportasi yang Terdapat di Provinsi Gorontalo
9. Untuk Mengetahui Sungai dan Gunung yang Terdapat di Provinsi Gorontalo
10. Untuk Mengetahui Pendidikan dan Kesehatan di Provinsi Gorontalo
TRADISI LISAN GORONTALO ( TUJA'I )

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gorontalo adalah suku yang memiliki tradisi lisan yang ada pada semua aspek
kehidupan. Hal tersebut dapat dimaklumi, karena suku bangsa ini tidak memiliki aksara
tersendiri. Karena ketidak- adaan aksaranya, maka yang berkembang adalah tradisi lisan.
Penyampaian pesan dari orang ke orang, atau dari satu generasi ke generasi selanjutnya selalu
dalam bentuk lisan.
Suku bangsa Gorontalo baru mengenal aksara setelah bersentuhan dengan dunia luar,
khususnya Arab orontalo adalah suku yang memiliki tradisi lisan (Islam). Persentuhan
Gorontalo dengan dunia Arab (Islam) menjadikan Agama Islam sebagai agama mayoritas
suku bangsa ini. Bukan hanya agama yang dianut, akan tetapi aksara yang dipakai kitab suci
Umat Islam (Al Quran) ikut diambil sebagai aksara. Aksara Arab yang di-Gorontalo-kan
tetap disesuaikan dengan kaidah-kaidah bahasa Gorontalo.
Ritual budaya (baca: tradisi lisan), belum semua tergilas oleh arus globalisasi. Masih
banyak daerah, khususnya Gorontalo yang masih mempertahankan tradisi-tradisi lisan.
Tradisi lisan Gorontalo terdapat dalam semua siklus hidupnya, termasuk dalam upacara adat
di gorontalo.

B. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai tugas pengganti Final / UAS pada
mata kuliah Hukum Teknologi Informasi, juga untuk menambah wawasan kita akan tradisi
lisan yang ada di Gorontalo.

C. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini saya mencoba membahas beberapa masalah antara lain :
Sejarah Tradisi Lisan Gorontalo.
Pemahaman Tradisi Tujai
Bentuk Tradisi Lisan (Tujai)

D. Metode Penelitian
Dalam menyusun makalah ini saya menggunakan metode penelitian dengan
menggunakan Media Elektronik berupa Internet dan Media Cetak.
E. Manfaat Penelitian
Untuk memberikan wawasan, pengetahuan dan pembelajaran tentang ragam Tradisi
Lisan (Tujai) di Gorontalo.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Gambaran Umum Tradisi Lisan Gorontalo


Sastra Gorontalo adalah bagian kebudayaan Gorontalo yang berisi pesan moral, yang
artinya setiap ragam sastra lisan yang berisi berupa agama, budi pekerti, kemanusiaan dan
interaksi sosial yang beradab.
Gorontalo Sebagai bangsa yang memiliki tradisi lisan, maka tidak mengherankan kalau di
Gorontalo terdapat banyak ragam sastra lisan, antara lain :
a) Tujai, adalah sejenis puisi yang bersajak namun tidak terikat oleh banyaknya baris. Tujai
biasanya diucapkan dalam acara penghantaran (pelamaran), perkawinan, penobatan raja,
mandi lemon, pemberian gelar, perigatan hari-hari besar Islam, memandikan mayat,
pemakaman, dan lain-lain.
b) Palebohu, adalah sejenis puisi bersajak namun tidak terikat oleh banyaknya baris. Polebohu
diucapkan atau disampaikan kepada mereka yang akan memasuki era baru, seperti orang
yang menikah (semacam nasihat perkawinan), di depan raja yang baru dilantik.
c) Tinilo, adalah sejenis pantun yang bersajak, jumlah barisnya adalah empat dalam setiap bait.
Tinilo berisi sanjungan, hiburan, doa, sejarah, ajakan, dan lain-lain. Menurut Ellyana, tinilo
merupakan ragam sastra yang berbentuk syair dan dilagukan secara bersama-sama dalam
upacara adat. Upacara adat yang dimaksud adalah: (1) upacara gunting rambut (aqikah), yang
dalam bahasa Gorontalo disebut huntingo, (2) upacara perkawinan atau nikah, dan (3)
upacara peringatan kematian yang keempat puluh hari yang dalam bahasa Gorontalo disebut
tinilo paita (syair yang digunakan untuk mengganti batu nisan). Adapun Tutoli, tinilo dalam
pelaksanaannya terdapat empat jenis tinilo, yaitu: (1) tinilo kola-kola, yaitu tinilo yang
dipakai untuk mengiringi harta antaran dari mempelai laki-laki kepada mempelai perempuan,
berisi sanjungan kepada mempelai laki-laki, (2) tinilo talanggeda, yaitu tinilo yang dipakai
untuk mengiringi arak-arakan penjemputan raja yang baru, (3) tinilo mopopiito, yaitu tinilo
untuk menidurkan raja, berisi hiburan bagi raja, (4) tinilo paita, yaitu tinilo untuk orang
berduka, berisi hiburan dan doa bagi keluarga yang berduka.
d) Mala-mala, adalah sejenis puisi berbentuk ajakan atau seruan. Tidak bersajak dan jumlah
baris tidak ditentukan.
e) Taleningo, adalah sejenis puisi yang berisi nasihat. Taleningo bersajak dan terdiri atas empat
baris dalam setiap bait.
f) Leningo, adalah sejenis puisi yang berisi pepatah, kata-kata arif atau ungkapan yang bisa
dijadikan pedoman hidup. Sejenis pantun yang bersajak dan terdiri atas empat baris dalam
setiap baitnya.
g) Lumadu, adalah jenis puisi yang hanya terdiri atas dua baris namun bersajak. Lumadu berisi
tekateki, kiasan dan perumpamaan.
h) Bungga, adalah sejenis puisi yang tidak bersajak dan tidak terikat jumlah baris. Bungga
dipakai sebagai penyemangat, seperti dalam sekelompok orang yang sedang bekerja, bungga
digunakan sebagai komando penyemangat.
i) Bunito, adalah sejenis puisi mantra. Bonito biasa diucapkan oleh seorang dukun dalam
proses penyembuhan suatu penyakit, pergi berperang, menaiki rumah baru, dan lain-lain.
j) Lohidu, adalah sejenis pantun dalam bahasa Gorontalo yang bisa siperagakan oleh seorang
atau dua berbalas pantun. Lohidu bisa bersajak bisa juga tidak, terdiri atas empat baris dalam
setiap bait.
k) Pantungi, adalah sejenis pantun dalam bahasa Indonesia, ada yang bersajak dan ada pula
yang tidak bersajak, dan empat baris dalam setiap bait.
l) Tanggomo, adalah merupakan sastra bahasa Gorontalo yang diungkap secara berirama,
berbentuk puisi naratif, tidak terikat oleh baris. Ragam sastra ini digubah oleh pencerita
sesuai dengan konteks sosial yang ada, selain konteks sosial, bisa juga berisi sejarah masa
silam ang ingin diungkap kembali atau prediksi masa yang akan datang.
m) Wungguli, adalah merupakan tradisi lisan dalam bentuk prosa. Wungguli berisi hikayat,
cerita, legenda, silsilah, riwayat hidup, dan lain-lain.
n) Pilu, adalah hampir sama dengan wungguli. Pilu berisi tentang dongeng tentang manusia,
hewan, tumbuhan, dan lain-lain.

Ke-14 ragam tradisi lisan Gorontalo tersebut di atas, pernah diteliti secara khusus oleh
Tutoli. Hasil penelitian tersebut mendeskripsikan 14 ragam sastra daerah Gorontalo yang
dikelompokkan menjadi empat kategori. Adapun kategori dan ragam tersebut adalah:
a) Kategori puisi yang berhubungan dengan upacara adat, yakni: (1) Tujai, (2) Palebohu, (3)
Tinilo, dan (4) Mala-mala.
b) Kategori puisi yang yang berhubungan dengan pandangan hidup (filsafat), yakni: (5)
taleningo, (6) leningo, (7) lumadu, (8) bungga, dan (9) bonito.
c) Kategori puisi yang berhubungan dengan kesenian, yakni: (10) lohidu, dan (11) pantungi.
d) Kategori cerita yang bergubungan dengan dokumentasi lisan transformasi peristiwa penting
seperti sejarah dan dongeng, yakni: (12) tanggomo, (13) wungguli, dan (14) pilu.

2. Tradisi Lisan Tujai


Tujai adalah puisi adat yang diucapkan pada waktu kegiatan peradatan perkawinan,
penobatan, pemakaman, dan pemberian gelar adat. Dulu tujai hanya dipakai di kalangan
raja-raja dan bangsawan. Sekarang bukan hanya di kalangan raja dan bangsawan saja, tetapi
boleh dilakukan secara adat di setiap upacara perkawinan sehingga tujai harus ditampilkan di
setiap langkah acara perkawinan itu.
Tujai, merupakan sejenis puisi yang bersajak namun tidak terikat oleh banyaknya baris.
Tujai biasanya diucapkan dalam acara penghantaran (pelamaran), perkawinan, penobatan
raja, mandi lemon, pemberian gelar, perigatan hari-hari besar Islam, memandikan mayat,
pemakaman, dan lain-lain.

3. Bentuk - bentuk Tujai


Dalam prosesi dan upacara penganugerahan gelar tauwa, rakyat yang diwakili oleh para
pemangku adat mengumandangkan sajak-sajak suci (tuja'i). Sajak-sajak ini berisi aturan atau
hukum-hukum yang mengatur kehidupan kejiwaan maupun perilaku si penerima gelar.

Beberapa tujai yang penting untuk dibahas disini adalah sebagai berikut :

Tujai Persatuan Gorontalo-Limboto


Wallahi-wallahi otutu
Hulontalo Limutu
U tutuwawuwa otutu
Dahayi bolo moputu
Ode janji to buku

Dengan nama Allah yang Maha Benar


Gorontalo Limboto
yang sama dan serasi
Seperti janji yang tertulis

Tujai ini mengingatkan bahwa diantara kedua Pohala'a ini (Gorontalo dan Limboto) telah
terjalin suatu perjanjian tertulis yang dikukuhkan sumpah pada tanggal 12 Syaban 1084 H.
Limboto dan Gorontalo adalah saudara kembar yang tidak terpisahkan sepanjang jaman.
Tidak mengherankan bila upacara penobatan olongiya lo limutu (raja Limboto) sebagai tauwa
dilaksanakan oleh jajaran adat Gorontalo. Begitu pula sebaliknya, bila olongiya lo hulontalo
(raja Gorntalo) yang diberi gelar, aka pelaksana upacaranya adalah masyarakat adat Limboto.

Tujai Peringatan agar jangan cerai


Billahi, billahi, billahi
Limutu Hulontalo
Dahayi mawalo
Wonu bolo mawalo
Mowali mobunggalo

Dengan nama Allah 3x


Limboto Gorontalo
jaga jangan sampai retak
Jika sampai retak
akan hancur berantakan

Tu'jai telah menjelaskan sebab akibat yaitu jika tidak memelihara kerukunan kedua
negeri, maka negeri itu akan hancur dan masyarakat akan menjadi liar. Limboto dan
Gorontalo bukan bersaing dalam penonjolan, tetapi saling menopang dalam pembangunan.
Perbedaan pendapat mesti dimusyawarahkan dalam lingkaran rasa persaudaraan yang kokoh.

Tujai Pemantapan
Tallahi, Tallahi, Tallahi
Delo tahuwa to nurani
Syara'awawu adati
Wahu popobiibiya
Adati wawu syari'iya
Dila bolo wohiya motiya
Odudu'a lo tadiya

Atas nama Allah 3x


Simpanlah dalam nurani
Syari'at dan adat
Buatlah seimbang
Adat dan Syariat
Jangan sampai terpisah
Akan tertimpa sumpah (kutukan)

Tujai ini menegaskan bahwa adanya keseimbangan adat sebagai tata karama atau penata
moral, syariat adalah kewajiban sebagai muslim dan pelanggaran adat berarti pelanggaran
sumpah. Pelanggaran syariat adalah dosa. Kedua-duanya akan menerpa setiap manusia
pelaku dan penyandang gelar adat.

Tujai pengukuhan penguasaan


Huta, huta lo ito Eeya
Tulu, tulu lo ito Eeya
Dupoto, dupoto lo itu Eeya
Taluhu, taluhu lo ito Eeya
Tawu, tawu lo itu Eeya
Boo itu Eeya dilo poluli hilawo

Tanah , tanah milik tuanku


Api, api milik tuanku
Angin, angin milik tuanku
Air, air milik tuanku
Rakyat, rakyat milik tuanku
Tapi tuanku jangan sewenang-wenang

Jelas dalam tujai tersebut, penyandang gelar tauwa diberikan kewenangan pada tanah, air,
angin, api dan manusia, tapi tidak dibenarkan sewenang-wenang menuruti hawa nafsu.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan :

1. Gorontalo adalah salah satu dari lima Pohalaa yang masih tetap eksis memengang
teguh adatnya. Adat budaya Gorontalo sarat dengan nilai-nilai Islam.

2. Terdapat 14 tradisi lisan yang sempat diinventarisir dan dipetakan di Pohalaa


Gorontalo.

3. Sastra Gorontalo adalah bagian kebudayaan Gorontalo yang berisi pesan moral, yang
artinya setiap ragam sastra lisan yang berisi berupa agama, budi pekerti, kemanusiaan
dan interaksi sosial yang beradab.

B. Saran

Seiring dengan pesatnya perkembangan zaman mengakibatkan mulai tergesernya


budaya dan tradisi lokal daerah. Tradisi ini sudah jarang ditemui bahkan seakan mulai
terlupakan oleh generasi muda. Oleh karena itu tradisi daerah harus tetap dilestarikan dengan
cara dikenalkan sejak dini dan selalu dilakukan dalam setiap kehidupan sehari-hari.

Anda mungkin juga menyukai