Anda di halaman 1dari 16

TUGAS GEOGRAFI

KEBUDAYAAN GORONTALO

OLEH :
LADY GABRIELLA N B
XI MIPA 1
SMA NEGERI BINAAN KHUSUS KOTA
DUMAI
JALAN INPRES, PURNAMA
T/A 2018/2019
Kebudayaan Provinsi Gorontalo

Gorontalo adalah sebuah Provinsi di Indonesia yang terbentuk pada tanggal 5


Desember 2000. Seiring dengan munculnya pemekaran wilayah yang berkenaan
dengan Otonomi Daerah di Era Reformasi, provinsi ini kemudian dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2000, tertanggal 22 Desember dan
menjadi Provinsi ke-32 di Indonesia.

Ibukota Provinsi Gorontalo adalah Kota Gorontalo (sering disebut juga Kota
Hulontalo) yang terkenal pula dengan julukan "Kota Serambi Madinah". Provinsi
Gorontalo terletak pada Semenanjung Gorontalo (Gorontalo Peninsula) di Pulau
Sulawesi, tepatnya di bagian barat dari Provinsi Sulawesi Utara. Luas wilayah
provinsi ini 12.435,00 km² dengan jumlah penduduk sebanyak 1.133.237 jiwa (2016),
dengan tingkat kepadatan penduduk 88 jiwa/km². Di kliping ini akan dijelaskan
kebudayaan di provinsi Gorontalo.

1. Ragam Etnis

Provinsi Gorontalo dihuni oleh ragam Etnis yang berbentuk Pohala'a


(Keluarga), di antaranya Pohala'a Gorontalo (Etnis Hulontalo), Pohala'a Suwawa
(Etnis Suwawa/Tuwawa), Pohala'a Limboto (Etnis Limutu), Pohala'a Bolango (Etnis
Bulango/Bolango) dan Pohala'a Atinggola (Etnis Atinggola) yang seluruhnya
dikategorikan kedalam suku Gorontalo atau Suku Hulontalo. Ditengarai, penyebaran
Diaspora Orang Gorontalo telah mencapai 5 kali lipat dari total penduduknya
sekarang yang tersebar di seluruh dunia.

2. Rumah Adat
Gorontalo memiliki empat rumah adat yang menjadi ciri khas provinsi
Gorontalo, yaitu rumah adat Dulohupa yang berada di kota Gorontalo, rumah adat
Bandayo Poboide yang berada di Limboto, rumah adat Ma’lihe atau Potiwaluya dan
yang terakhir rumah adat Gobel yang berada di Bone Bolango.

a. Rumah Adat Dulohupa


Rumah adat Dulohupa ini letaknya di Kelurahan Limba, Kecamatan
Kota Selatan, Kota Gorontalo. Rumah Dulohupa juga disebut Yiladia
Dulohupa Lo Ulipu Hulondhalo oleh penduduk Gorontalo. Rumah adat ini
berbentuk rumah panggung yang badannya terbuat dari papan dan struktur
atap bernuansa daerah Gorontalo. Selain itu rumah adat Dulohupa juga
dilengkapi pilar-pilar kayu sebagai hiasan serta lambang dari rumah adat
Gorontalo dan memiliki dua tangga yang berada di bagian kiri dan kanan
rumah adat yang menjadi symbol tangga adat atau disebut tolitihu.
Rumah adat Dulohupa dibangun berupa rumah panggung. Hal ini
dilakukan sebagai penggambaran dari badan manusia yaitu atap
menggambarkan kepala, badan rumah menggambarkan badan, dan pilar
penyangga rumah menggambarkan kaki. Selain itu bentuk rumah panggung
juga dipilih untuk menghindari terjadinya banjir yang kala itu sering terjadi.
Rumah adat Dulohupa di Gorontalo dibangun berlandaskan prinsip-
prinsip dan kepercayaan. Bagian atap rumah adat Dulohupa terbuat dari
jerami terbaik dan berbentuk seperti pelana yaitu atap segitiga bersusun dua
yang menggambarkan syariat dan adat penduduk Gorontalo. Atap bagian atas
menggambarkan kepercayaan penduduk Gorontalo terhadap Tuhan yang
Maha Esa dan agama merupakan kepentingan utama di atas yang lainnya.
Sedangkan atap bagian bawah menggambarkan kepercayaan penduduk
Gorontalo terhadap adat istiadat serta budaya. Pada bagian puncak atap dahulu
terdapat dua batang kayu yang dipasang bersilang pada puncak atap atau
disebut Talapua. Penduduk Gorontalo percaya bahwa Talapua dapat
menangkal roh – roh jahat, namun seiring perkembangan kepercayaan islami,
sekarang Talapua sudah tidak di pasang lagi.
Pada bagian dinding depan terdapat Tange lo bu’ulu yang tergantung
di samping pintu masuk rumah adat Dulohupa. Tange lo bu’ulu ini
menggambarkan kesejahteraan penduduk gorontalo. Sedangkan bagian dalam
rumah adat Dulohupa bergaya terbuka karena tidak banyak terdapat sekat.
Selain itu di dalam rumah adat terdapat anjungan yang dikhususkan sebagai
tempat peristirahatan raja dan keluarga kerajaan.
Rumah adat Dulohupa memiliki banyak pilar-pilar kayu. Selain
sebagai penyokong karena bentuknya berupa rumah panggung, pilar-pilar
tersebut juga memiliki makna tersendiri. Pada rumah adat Dulohupa terdapat
beberapa jenis pilar yaitu, pilar utama atau wolihi berjumlah 2 buah, pilar
depan berjumlah 6 buah, dan pilar dasar atau potu berjumlah 32 buah.
Pilar utama atau wolihi menempel di atas tanah langsung ke rangka
atap. Pilar ini merupakan simbol ikrar persatuan dan kesatuan yang kekal
abadi antara dua bersaudara 14 Gorontalo-Limboto (janji lou dulowo
mohutato-Hulontalo-Limutu) pada tahun 1664. Selain itu angka 2
menggambarkan delito (pola) adat dan syariat sebagai prinsip hidup penduduk
Gorontalo dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Seperti pilar utama, pilar depan juga menempel di atas tanah langsung
ke rangka atap. Pilar ini menggambarkan 6 sifat utama atau ciri penduduk lou
dulowo limo lopahalaa yaitu sifat tinepo atau tenggang rasa, sifat tombulao
atau hormat, sifat tombulu atau bakti kepada penguasa, sifat wuudu atau
sesuai kewajaran, sifat adati atau patuh kepada peraturan, sifat butoo atau taat
pada keputusan hakim. Sedangkan jumlah pilar dasar atau potu
menggambarkan 32 penjuru mata angin. Pada masanya pilar ini dikhususkan
untuk golongan raja dan bangsawan. Bentuk pilar pada bagian depan/serambi
berbentuk persegi berjumlah 4, 6 atau 8. Hal ini menggambarkan banyaknya
budak yang dimiliki oleh raja. Namun seiring perjalanan waktu jumlah pilar
ini tetap digunakan walaupun bukan pada rumah bangsawan dan tidak lagi
menggambarkan makna tertentu.
Selain pilar, jumlah anak tangga pada rumah adat Dulohupa juga
memiliki makna tersendiri. Jumlah anak tangga terdiri dari 5 – 7 anak tangga.
Angka 5 menggambarkan rukun islam dan 5 filosofi hidup penduduk
Gorontalo, yaitu Bangusa talalo atau menjaga keturunan, Lipu poduluwalo
atau mengabadikan diri untuk membela negeri, dan Batanga pomaya, Upango
potombulu, Nyawa podungalo yang berarti mempertaruhkan nyawa untuk
mewakafkan dan mengorbankan harta. Sedangkan angka 7 menggambarkan 7
tingkatan nafsu pada manusia yaitu amarah, lauwamah, mulhimah,
muthmainnah, rathiah, mardhiah, dan kamilan.
Dulohupa merupakan bahasa daerah Gorontalo yang berarti mufakat
atau kesepakatan. Dahulu, rumah adat ini digunakan sebagai tempat
bermusyawarah keluarga kerajaan dan sebagai ruang sidang kerajaan bagi
pengkhianat negara melalui sidang tiga tahap pemerintahan yaitu Buwatulo
Bala (Tahap keamanan), Buwatulo Syara (tahap hukum agama Islam) dan
Bawatulo Adati (Tahap hukum adat) dan merencanakan kegiatan
pembangunan daerah serta menyelesaikan permasalahan penduduk setempat.
Namun saat ini, rumah adat Dulohupa digunakan untuk pagelaran upacara
adat, seperti upacara adat pernikahan dan pagelaran budaya dan seni di
Gorontalo. Di dalam rumah adat ini terdapat perlengkapan untuk upacara
perkawinan, pelaminan dan benda-benda berharga lainnya. Di dalam rumah
adat Dulohupa penduduk adat Gorontalo perkawinan berupa pelaminan,
busana adat pengantin, dan perhiasan lainnya.

b. Rumah Adat Bandayo Poboide


Rumah adat Bandayo Poboide berada di depan rumah dinas Bupati
Gorontalo. Rumah adat Poboide berbentuk rumah panggung yang terbuat dari
kayu berkualitas tinggi hingga mampu bertahan hingga saat ini. Desainnya
tidak begitu berbeda dengan rumah adat Dulohupa, perbedaannya terletak
pada bagian dalam rumah, dimana rumah adat Bandayo Poboide memiliki
banyak sekat.
Kata Bandayo memiliki arti gedung atau bangunan sedangkan kata
Poboide atau Po Boide memiliki arti tempat untuk bermusyawarah. Sehingga
sama seperti fungsi dari rumah adat Doluhapa, rumah adat Bandayo Poboide
juga digunakan sebagai tempat untuk bermusyawarah, hanya letaknya yang
berbeda. Dahulu rumah adat Bandayo Poboide juga digunakan sebagai istana
raja sebagai pusat pemerintahan dan tempat berkumpulnya para tetua adat
dalam membicarakan prosesi adat dan juga digunakan sebagai tempat
pelaksanaan pagelaran budaya khas Gorontalo. Namun sekarang ini rumah
adat Bandayo Poboide menjadi tempat melestarian dan mengembangkan seni
dan budaya daerah Gorontalo.

c. Rumah Adat Ma’lihe atau Rumah Adat Potiwoluya


Rumah Adat Ma’lihe atau Rumah Adat Potiwoluya merupakan rumah
adat yang digunakan sebagai tempat tinggal penduduk Gorontalo. Dalam
bahasa Gorontalo Ma’lihe berarti mahligai. Rumah Adat Ma’lihe ini berupa
rumah panggung yang membentuk bujur sangkar atau persegi empat yang
ditopang oleh pilar dengan tinggi pilar satu sampai empat meter. Atap rumah
adat Ma’lihe ini juga berbentuk persegi panjang, tampak depan atap (watopo)
membentuk segitiga dan tampak samping atap membentuk jajar genjang.
Bahan atap menggunakan daun rumbia dan bahan dinding rumah
menggunakan bambu yang dibelah dan dianyam. Bangunan ini memiliki
kamar tidur, ruang tamu, dapur dan serambi dan setiap kamar dilengkapi
jendela.
Pembangunan tempat tinggal penduduk Gorontalo ini juga dibangun
melalui prinsip hidup penduduk Gorontalo. Pengukuran ketinggian, panjang
dan lebar rumah dilakukan dengan aturan tertentu yaitu, aturan 1 depa
dikurangi 1 jengkal hasil pengurangan dibagi 8. Angka 8 digunakan karena
menggambarkan keadaan yang selalu terjadi pada diri manusia, yaitu rahmat,
celaka, untung, rugi, kelahiran, kematian, umur dan hangus.
Ruangan bagian dalam bangunan berbentuk segiempat yang
menggambarkan empat kekuatan alam yakni air, api, angin, dan tanah. Saat
baru dibangun rumah hanya boleh memiliki 3 kamar terlebih dahulu, setelah
ditinggali baru boleh dibangun kamar tambahan. Hal ini menggambarkan
kepercayaan penduduk gorontalo tentang 3 tahapan keadaban manusia yakni
bermula dari tidak ada, ada dan berakhir dengan tiada (alam rahim, alam
dunia, dan alam akhirat).
Pembagian kamar tidur pun memiliki aturan tertentu dimana kamar
anak laki-laki dibangun di bagian depan dan kamar anak perempuan di bagian
belakang. Selain itu terdapat pula aturan penerimaan tamu ke dalam ruang
tamu. Tamu pria hanya boleh diterima di serambi atau teras sedangkan tamu
wanita harus masuk ke dalam ruang tamu. Hal ini sesuai dengan syariat islam
yang dipegang oleh para penduduk Gorontalo untuk menghindarkan
bertemunya pria dan wanita yang bukan mahramnya.
Penduduk Gorontalo memiliki kepercayaan mengenai posisi kamar
berjejer kebelakang atau posisi bersilang dengan posisi kamar tidur utama
berada pada sisi kanan pintu masuk rumah, yaitu bila pemilik rumah pergi
dari rumah, ia akan tetap ingat untuk pulang. Selain itu arah kamar dibuat
sesuai arah aliran sungai, hal ini dipercaya bisa mendapatkan rejeki yang terus
mengalir seperti derasnya aliran air sungai.
Posisi dapur dan bangunan utama dipisahkan oleh sebuah jembatan.
Pemisahan ini dilakukan karena dapur merupakan rahasia pemilik rumah,
sehingga setiap tamu yang berkunjung tidak boleh melewati jembatan
tersebut. Selain itu posisi dapur tidak boleh mengarah ke arah kiblat, karena
penduduk jaman dahulu percaya rumah akan menjadi mudah terbakar.

d. Rumah Adat Gobel


Rumah adat Gobel adalah salah satu rumah adat yang berlokasi di
Kecamatan Tapa Kabupaten Bone Bolango. Akan tetapi tidak banyak sumber
yang membahas mengenai rumah adat ini. Dahulu rumah adat Gobel
merupakan rumah keluarga kerajaan Raja Gobel namun saat ini rumah adat
Gobel sering digunakan untuk acara – acara resmi pemerintah setempat,
seperti foto berikut ini yang memperlihatkan bagian dalam rumah adat Gobel
saat digunakan untuk acara Musyawarah Besar Rakyat Bolango II.

3. Pakaian Adat Gorontalo

Mukuta dan Biliu adalah sepasang pakaian adat Gorontalo yang


umumnya hanya dikenakan pada saat upacara perkawinan. Mukuta dikenakan
oleh mempelai pria dan Biliu dikenakan oleh mempelai wanita. Mukuta dan
Biliu sendiri disusun atas kain berwarna kuning keemasan persis seperti
ditampilkan pada gambar di atas, selain pula ada yang ber warna ungu dan
hijau. Penggunaan pakaian tersebut akan dilengkapi dengan beragam pernik
dan aksesoris seperti penutup kepala, ikat pinggang, terompah, dan lain
sebagainya dengan sebutan khusus.

a. Perlengkapan Pakaian Biliu untuk Mempelai Wanita

Mempelai wanita, selain menggunakan baju kurung dan bawahan


kuning juga mengenakan beberapa aksesoris sebagai pelengkap pakaian adat
Gorontalo yang dikenakan. Aksesoris tersebut antara lain:
1. Baya Lo Boute adalah ikat kepala khusus untuk rambut mempelai wanita.
Ikat kepala tersebut digambarkan sebagai simbol bahwa mempelai wanita
sebentar lagi akan diikat dengan hak dan kewajibannya sebagai seorang istri.
2. Tuhi-tuhi adalah gafah berjumlah 7 yang menjadi simbol adanya 7 kerajaan
besar yang saling bersahabat dalam suku Gorontalo. Ketujuh kerajaan tersebut
antara Gorontalo dan Limboto, Hulontalo,Tuwawa, Bulonga, Limutu, dan
Atingola.
3. Lai-lai adalah bulu burung atau unggas yang berwarna putih. Bulu ini
diletakan tepat di atas ubun-ubun sebagai perlambang kesucian, budi luhur
dan keberanian.
4. Buohu Wulu Wawu Dehu adalah kalung keemasan yang dilingkarkan di
leher. Untaian kalung melambangkan ikatan kekeluargaan yang terjalin antara
keluarga mempelai pria dan wanita. Kecubu atau sering juga disebut lotidu
adalah kain dengan hiasan pernik tertentu yang dilekatkan di dada mempelai
wanita.
5. Kecubu menjadi perlambang bahwa mempelai wanita harus kuat dalam
menghadapi rintangan berumah tangga.
6. Etango adalah ikat pinggang dengan motif yang sama seperti kecubu. Ikat
pinggang ini menjadi lambang bahwa sebagai istri, mempelai wanita harus
memiliki sikap kesederhanaan, meninggalkan makanan haram, dan hanya
memasak makanan-makanan yang halal untuk keluarganya kelak.
7. Pateda adalah gelang keemasan yang berukuran cukup lebar. Gelang ini
memiliki makna bahwa sebagai istri, wanita harus dapat mengekang dirinya
agar tidak melakukan tindakan-tindakan tercela baik sesuai hukum agama,
hukum negara, maupun hukum adat.
8. Luobu adalah hiasan kuku keemasan yang dikenakan hanya pada jari
kelingking dan jari manis dari kedua belah tangan kiri dan kanan. Luobu ini
menggambarkan wanita harus memiliki ketelitian dalam mengerjakan segala
sesuatu.

b. Perlengkapan Pakaian Mukuta untuk Mempelai Pria

Dibandingkan mempelai wanita, perlengkapan pakaian adat Gorontalo


untuk pria cenderung lebih sedikit. Beberapa aksesoris tersebut antara lain:

1. Tudung makuta adalah hiasan tutup kepala yang berbentuk unik


menyerupai bulu unggas, menjulang tinggi ke atas kemudian terkulai ke
belakang. Tudung yang juga disebut dengan nama laapia-bantali-sibii ini
memiliki nilai filosofi bahwa laki-laki atau sebagai seorang suami, mempelai
pria harus memiliki kedudukan yang tinggi selaku pemimpin tapi tetap harus
bersikap lemah lembut seperti halnya bulu unggas.

2. Bako adalah kalung yang sama seperti yang dikenakan mempelai wanita.
Kalung inipun memiliki makna filosofi terhadap ikatan kekeluargaan antara
keluarga kedua keluarga mempelai.
3. Pasimeni adalah hiasan baju yang menjadi simbol keluarga harmonis dan
damai.

Selain pakaian Biliu dan Mukuta, Gorontalo juga memiliki pakaian


adat lainnya untuk keperluan upacara adat tertentu. Pakaian adat Gorontalo
tersebut dari bentuknya bisa dibilang hampir mirip dengan pakaian pengantin
tapi tanpa aksesoris khusus. Adapun yang membedakan adalah dari warnanya.
Pakaian tersebut ada yang berwarna merah, kuning emas, ungu, dan hijau.
Masing-masing warna memiliki nilai filosofinya.

Warna merah menyimbolkan rasa keberanian dan tanggung jawab,


Warna hijau menyimbolkan kesejahteraan,kesuburan, dan kedamaian,
Warna kuning emas menyimbolkan kesetiaan dan kejujuran, dan
Warna ungu menyimbolkan kewibawaan.

4. Tari Tradisional Gorontalo

a. Tari Dana - Dana

Tari dana-dana adalah tarian tradisi yang berasal dari Provinsi


Gorontalo. Penamaan tari Dana-dana ini berasal dari bahasa daerah yaitu
daya-dayango yang berarti menggerakkan seluruh anggota tubuh sambil
berjalan. Tari dana-dana merupakan tari pergaulan remaja gorontalo. Tarian
ini dilakukan oleh 2 sampai 4 orang laki-laki. Tarian ini dimainkan dengan
gerakan-gerakan yang dinamis dan lincah. Dalam tarian ini seluruh anggota
badan harus bergerak sesuai dengan irama musik. Tarian ini diiringi oleh alat
musik gambus dan rebana serta lagu berisi pantun yang bertema percintaan
atau nasehat-nasehat yang bertemakan kehidupan remaja. Tarian dana-dana
memang menggambarkan sosok remaja yang energik dengan gairah hidup
yang besar, kehidupan dunia remaja dan keakraban pergaulan remaja.
Tarian dana-dana dari Gorontalo ini mulai dikenal seiring dengan
masuknya pengaruh agama Islam ke Gorontalo. Pada tahun 1525 M, Tari
Dana-Dana turut serta menyebarkan dakwah Islam di Gorontalo. Tarian ini
dipentaskan pada saat pesta pernikahan Sultan Amay dan Putri Owotango.
Tarian ini sebenarnya dibawakan secara berpasang-pasangan antara remaja
laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, ketatnya ajaran Islam pada saat itu tidak
mengijinkan laki-laki bisa dengan mudah menyentuh perempuan yang bukan
muhrimnya sehingga tari dana-dana hanya dibawakan oleh kaum laki-laki
saja.
Tari Dana-Dana terbagi menjadi dua fungsi yaitu tari penyambutan
dan tari perayaaan. Tari penyambutan biasa ditampilkan pada saat
penyambutan tamu sedangkan tari perayaan sendiri ditampilkan pada saat
perayaan-perayaan hari besar atau perayaan adat. Tari dana-dana juga
memiliki daya pikat tersendiri di bidang pariwisata. Tarian ini juga seringkali
dipentaskan dalam rangkaian acara promosi pariwisata provinsi Gorontalo.
Tarian Dana-Dana ini terus berkembang seiring dengan
perkembangan sosial yang ada. Kehidupan remaja masa kini sudah
mengalami perubahan yang siginfikan. Oleh karena itu, tarian dana-dana yang
notabene adalah tarian untuk para remaja juga terus mengalami modifikasi.
Hal ini dimaksudkan agar tarian ini masih dapat diterima oleh remaja di masa
kini. Saat ini tarian dana-dana telah mengalami beberapa modifikasi seperti
misalnya dikolaborasikan dengan tari cha-cha. Tari dana-dana klasik adalah
tarian yang masih mempertahankan keaslian gerakan, irama musik dan aspek
lainnya sedangkan tari dana-dana modern adalah tarian yang sudah
mengalami modifikasi atau pembaruan baik dari gerakan, musik dan aspek
lainnya. Inilah yang membuat tari dana-dana terbagi ke dalam dua jenis yaitu
tari dana-dana klasik dan tari dana-dana modern. Akan tetapi, modifikasi yang
dilakukan pada tarian ini tetap tidak bertentangan dengan nilai moral dan nilai
filosofis dari tarian ini.

b. Tari Polopalo
Tari Polopalo merupakan tari pergaulan yang berasal dari Provinsi
Gorontalo. Polopalo sendiri merupakan sebuah alat musik tradisional yang
berasal dari Gorontalo. Alat musik tradisional Polopalo merupakan alat musik
jenis idiofon atau golongan alat musik yang sumber bunyinya diproleh dari
badannya sendiri (M. Soeharto 1992 : 54), Dalam artian bahwa ketika
Polopalo tersebut di pukul atau sebaliknya memperoleh pukulan, bunyinya
akan dihasilkan dari proses bergetarnya seluruh tubuh Polopalo tersebut.
Adapun tarian Polopalu memang menggunakan properti yang berupa
alat musik polopalo tersebut. Tari Tradisional dari Gorontalo ini, pada
akhirnya mengalami banyak perkembangan, sehingga pada saat ini Tari
Polopalo terbagi menjadi dua, yaitu tari polopalo tradisional dan tari polo palo
modern. Kedua tarian polo palo tradisional dan modern memiliki beberapa
perbedaan, antara lain jumlah penarinya. Tari polo -" palo tradisional biasanya
dimainkan oleh penari tunggal yang diringi oleh musik yang dimainkan
sendiri atau solo. Selain itu tari polo - palo modern lebih sering ditampilkan
secara berkelompok dengan iringan musik yang sudah diaransemen.
Pada tari polo - palo tradisional pemukul tidak hanya dimainkan
dengan cara memukulkannya pada alat musik tetapi juga pada bagian anggota
penari khususnya lutut dengan irama yang beraturan. Sedangkan pada tari
polo - palo modern, pemukul hanya dipukulkan pada alat musiknya, tidak
pada bagian tubuh.

c. Tari Saronde

Tari Saronde adalah tarian tradisional dari Provinsi Gorontalo. Tari


Saronde ini adalah merupakan salah satu tarian tradisional masyarakat
Gorontalo yang diangkat dari tradisi masyarakat Gorontalo saat malam
pertunangan dalam rangkaian upacara perkawinan adat. Pada awalnya, tari
saronde dilakukan oleh pengantin, demikian juga dengan orang yang diminta
untuk menari ketika dikalungkan selendang oleh pengantin dan para penari
dengan iringan musik rebana dan nyanyian vokal, diawali dengan tempo
lambat yang semakin lama semakin cepat.
Dalam perkembangannya tari Saronde ditampilkan oleh para penari
pria dan penari wanita yang menari dengan gerakan yang khas dan
menggunakan seledang sebagai atribut menarinya. Akan tetapi selain menjadi
bagian dari acara pernikahan adat, Tari Saronde juga sering ditampilkan
dalam acara seperti penyambutan, pertunjukan seni, dan festival budaya.
Untuk gerakan dalam Tari Saronde biasanya lebih didominasi oleh
gerakan mengayunkan kaki dan tangan ke depan secara bergantian. Penari
juga sering memainkan selendangnya dengan berputar-putar. Selain dilakukan
secara berpasangan, formasi penari pun sering berubah-ubah sehingga
menggambarkan keceriaan dan kebahagian dari para penari.
Tari Saronde biasanya diiringi oleh iringan musik rebana dan nyanyian
vokal. Lagu yang dinyanyikan untuk mengiringi tarian ini biasanya
merupakan lagu khusus Tari Saronde. sedangkan tempo yang dimainkan
dalam mengiringi tarian ini biasanya disesuaikan dengan lagu dan gerakan
para penari.

5. Senjata Tradisional

Wamilo - Senjata tradisional ini berbentuk seperti golok. Namun, bagian


ujung hulunya sedikit melengkung ke bawah. Senjata tradisional lainnya adalah
badik, Bitu'o (sejenis Keris), Sabele (sejenis Parang atau Lilang) dan Travalla.

6. Bahasa Daerah
Pada dasarnya terdapat banyak bahasa daerah di Gorontalo. Namun hanya tiga
bahasa yang cukup dikenal masyarakat di wilayah ini, yaitu Bahasa Gorontalo,
Bahasa Suwawa (disebut juga Bahasa Bonda), dan Bahasa Atinggola (Bahasa
Andagile). Dalam proses perkembangannya Bahasa Gorontalo lebih dominan
sehingga menjadi lebih dikenal oleh masyarakat di seantero Gorontalo. Saat ini
Bahasa Gorontalo telah dipengaruhi oleh Bahasa Indonesia dan Bahasa Melayu
Manado, sehingga kemurnian bahasanya agak sulit diperoleh dalam penuturan Orang
Gorontalo.
Demi menjaga kelestarian bahasa daerah, maka diterbitkanlah Kamus Bahasa
Gorontalo-Bahasa Indonesia, Kamus Bahasa Suwawa-Bahasa Indonesia serta Kamus
Bahasa Atinggola-Bahasa Indonesia. Selain itu, telah berhasil diterbitkan dan
disetujui oleh Kementerian Agama Republik Indonesia perihal penerbitan Al-Qur'an
yang dilengkapi terjemahan bahasa Gorontalo (Al-Qur'an terjemahan Hulontalo).
Disamping itu, pendidikan muatan lokal Bahasa Gorontalo masih terus dipertahankan
untuk dijadikan bahan ajar di Sekolah Dasar. Meskipun Catatan Buku Tua Gorontalo
yang ada di masyarakat sepenuhnya ditulis menggunakan Aksara Arab Pegon
(Aksara Arab Gundul) akibat dari afiliasi agama Islam dengan Adat Istiadat,
Gorontalo sebenarnya memiliki aksara lokal sebagai identitas kesukuan yang sangat
tinggi nilainya, yaitu "Aksara Suwawa-Gorontalo".
Adapun contoh penggunaan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari yang
harus tetap dilestarikan:

 Permisi.... = Tabi' ....


 Silahkan... = Toduwolo ....
 Terima Kasih... = Odu'olo ...
 Iya ... = Jo ... (Kata Jo digunakan oleh laki-laki saat menjawab sesuatu)
 Iya ... = Saaya ... (huruf 'a' diawal dibaca panjang, kata Saaya digunakan oleh
perempuan saat menjawab sesuatu)
Contoh kalimat: Toduwolo kakak

7. Ragam Tradisi
Lima budaya dari suku Gorontalo dikukuhkan sebagai warisan budaya tak
benda oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2017.
Kelima budaya ini adalah Tahuli, Binte Biluhuta, Lohidu, Langga, dan
Dayango/Wumbungo.

1. Tahuli dan Lohidu merupakan ragam tradisi lisan masyarakat Gorontalo


yang masih terjaga hingga kini.
2.Binte Biluhuta merupakan makanan khas Gorontalo berupa sup jagung
muda dicampur dengan aneka rupa rempah-rempah.
3. Langga masuk dalam penetapan warisan budaya tak benda karena seni bela
diri ini memiliki keunikan tersendiri.Bela diri ini mengandalkan teknik
bertahan sehingga sifatnya defensif. Namun, saat mendapat serangan,
kekuatan ofensifnya dapat mematikan bagi penyerangnya.
4. Dayango merupakan agama masyarakat Gorontalo pra-Islam. Hingga kini,
ritual tersebut masih dijalani oleh sebagian masyarakat di pinggiran.

Kelima budaya tak benda dari Gorontalo ini melengkapi budaya lain yang
sudah lebih dulu ditetapkan. Budaya tersebut adalah Tari Molapi Saronde,
Tanggomo, Polopalo, Karawo, dan Tumbilotohe.

8. Upacara Adat
Paduan nuansa adat dan agama dalam kehidupan masyarakat Gorontal,
merupakan profil sebuah masyarakat yang sangat kental dalam mengapresiasi
terhadap tradisi budaya dan keyakinan agamanya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
macam upacara adat yang selalu didahului dengan ayat-ayat dalam Alquran, seperti :

1. Upacara hamil tujuh bulan (Molunthalo),


2. Upacara penguburan plasenta (molobunga Yiliyala),
3. Upacara Akil baligh (Mome’ati),
4. Upacara kematian (Baya lo bulilo),
5. Upacara gunting rambut (Mohutingo),
6. Upacara khitan (Mongubingo),
7. Upacara syukuran (dua da’a) dan Mulid Nabi.

Selain itu mereka masih terpengaruh oleh kepercayaan leluhurnya yang


berasal dari nenek moyang. Hal ini tampak terlihat dari upacara yang dilakukan
diantaranya :

1. Upacara menjauhkan hama dari tanaman (Momoala),


2. Upacara membuka hutan (Momuo Oayuwa),
3. Upacara minta hujan (Mohile Didi), dan
4. Upacara menolak wabah penyakit (Molemboo).

9. Makanan Khas Gorontalo ‘Binte Biluhuta’


Gorontalo, terkenal sebagai daerah penghasil jagung yang subur. Oleh
masyarakat pribumi, hasil bumi tersebut dimanfaatkan untuk menciptakan kuliner
khas Gorontalo, yaitu ‘Binte Biluhuta’. Nama Binte yang berarti jagung,
sedangkan biluhuta yaitu disiram. Jadi diartikan secara bahasa adalah jagung yang
disiram.

Binte Biluhuta ini paling enak disantap saat masih panas. Racikannya sendiri
terdiri dari jagung putih ketan, dicampur dengan parutan kelapa, udang dan
suwiran ikan cakalang, kemudian disiram dengan kuah berbumbu rempah-rempah
khas Gorontolo.

Lebih nikmat dan lengkap lagi ditambah dengan irisan daun bawang, tomat,
kemangi, dan cabai. Untuk mengharumkan cita rasa dan mengangkat
kelezatannya, perlu ditambahkan perasan jeruk lemon suwanggi.

10. Minuman Khas Gorontalo “Es Brenebon”

Es brenebon merupakan salah satu minuman khas Gorontalo. Brenebon dalam


bahasa Gorontalo sebenarnya sebutan untuk kacang merah. Minuman ini biasa
menjadi menu menyegarkan di bulan Ramadan. Gak heran, kalau banyak
pedagang kaki lima yang menjajakan kuliner ini menjelang berbuka puasa.
Olahan kacang merah sangatlah bervariasi, bisa dijadikan sebagai menu
makanan berat sampai pencuci mulut.

Anda mungkin juga menyukai