0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
39 tayangan3 halaman
Rumah adat Hibualamo adalah rumah adat Maluku yang berbeda dari rumah adat Maluku lainnya karena memiliki dinding. Bentuknya mirip perahu untuk mencerminkan budaya maritim suku Tobelo dan Galela. Rumah ini berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat dan tempat mempersatukan sepuluh suku di beberapa pulau, serta sering digunakan untuk upacara panen dan tanam.
Rumah adat Hibualamo adalah rumah adat Maluku yang berbeda dari rumah adat Maluku lainnya karena memiliki dinding. Bentuknya mirip perahu untuk mencerminkan budaya maritim suku Tobelo dan Galela. Rumah ini berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat dan tempat mempersatukan sepuluh suku di beberapa pulau, serta sering digunakan untuk upacara panen dan tanam.
Rumah adat Hibualamo adalah rumah adat Maluku yang berbeda dari rumah adat Maluku lainnya karena memiliki dinding. Bentuknya mirip perahu untuk mencerminkan budaya maritim suku Tobelo dan Galela. Rumah ini berfungsi sebagai pusat kegiatan masyarakat dan tempat mempersatukan sepuluh suku di beberapa pulau, serta sering digunakan untuk upacara panen dan tanam.
Tterakhir, ada rumah adat Maluku Hibualamo. Arti nama
Hibualamo secara etimologis, berasal dari dua kata yaitu hibua yang artinya rumah dan lamo yang artinya besar. Sejarah rumah ini berdiri sejak 600 tahun silam namun baru diresmikan pada April 2007.
Berbeda dengan rumah adat Maluku lainnya yang terbuka,
Hibualamo memiliki dinding seperti rumah pada umumnya. Bagaimana struktur dan filosofinya? Struktur bangunan rumah adat Hibualamo
Dok. Internet
Bentuk rumah adat Hibualamo mirip dengan perahu yang
mencerminkan kebudayaan maritim Suku Tobelo dan Galela. Masyarakat Suku Tobelo dan Galela sejak berabad-abad silam hidup sebagai generasi pelaut yang sangat ulung.
Berbeda dengan rumah adat Baileho maupun Sasadu, rumah
adat Hibualamo memiliki delapan sisi dengan empat pintu masuk yang berada di empat penjuru mata angin. Fungsi rumah adat ini adalah sebagai pusat kegiatan masyarakat sekaligus tempat mempersatukan sepuluh Hoana (suku) yang ada di Halmahera, Pulau Morotai dan Loloda. Bukan hanya itu, di rumah ini juga sering dilakukan upacara adat saat memasuki masa panen atau masa tanam.
Uniknya, pada pewarnaan dari rumah adat ini hanya
menggunakan empat warna, yaitu merah, kuning, hitam dan putih. Warna-warna tersebut masing-masing melambangkan satu arti yaitu, merah melambangkan kegigihan, kuning melambangkan kemegahan serta kejayaan, hitam melambangkan solidaritas, dan putih melambangkan kesucian.