Anda di halaman 1dari 11

Buka menu utama

Cari

Wiki Loves Earth 2020: Kompetisi fotografi internasional yang bertujuan


untuk memamerkan bentang alam, flora, dan fauna di area yang dilindungi
di Indonesia. Ikuti dan menangkan hadiahnya!

Dulohupa

Baca dalam bahasa lainUnduhPantauSunting

Dulohupa adalah rumah adat atau rumah tradisional Indonesia yang


berasal dari Kelurahan Limba, Kecamatan Kota Selatan, Kota Gorontalo,
Provinsi Sulawesi Utara. Penduduk Gorontalo menyebut Dulohupa dengan
nama Yiladia Dulohupa Lo Ulipu Hulondhalo.[1] Dulohupa memiliki bentuk
rumah panggung dengan badan terbuat dari papan dan struktur atapnya
bernuansa daerah Gorontalo. Sebagai lambang dari rumah adat Gorontalo,
Dulohupa memiliki hiasan berupa pilar-pilar kayu, sedangkan sebagai
simbol tangga adat atau yang disebut juga dengan Tolitihu, Dulohupa
memiliki dua buah tangga yang masing-masing berada di sebelah kanan
dan kiri rumah. Saat ini, Dulohupa dilengkapi dengan taman bunga,
bangunan tempat penjualan cendera mata, serta bangunan yang
menyimpan kereta kerajaan yang disebut dengan Talanggeda.

Arsitektur dan maknaSunting

Rumah Adat Dulohupa

Rumah adat Dulohupa memiliki model rumah panggung yang masing-


masing bagiannya menggambarkan badan manusia. Atap rumah
menggambarkan kepala, badan rumah menggambarkan badan, serta pilar
kayu penyangga rumah menggambarkan kaki. Selain menggambarkan
badan manusia, model rumah panggung dipilih untuk menghindari banjir
yang sering terjadi di kala pembangunan rumah adat ini. Rumah adat
Dulohupa juga disebut sebagai sebuah representasi kebudayaan
masyarakat Gorontalo.[2] Sebagai salah satu dari banyak rumah adat yang
memiliki makna sejarah, rumah adat Dulohupa merepresentasikan sebuah
komunitas pada zamannya dan juga menggambarkan kemajuan sebuah
peradaban.[2] Hal ini bisa dikupas dari bagian-bagian rumah secara detail
beserta makna yang mengandung prinsip-prinsip dan kebudayaan yang
mendasarinya.

AtapSunting

Bagian atap rumah tersusun dari jerami terbaik dan menyerupai sebuah
pelana yaitu berbentuk segitiga bersusun dua yang menggambarkan
syariat dan adat penduduk Gorontalo.[1] Susunan atap bagian atas
menggambarkan agama sebagai yang paling utama dalam hidup
masyarakat Gorontalo yaitu kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Susunan atap bagian bawah menggambarkan kepercayaan
penduduk Gorontalo terhadap kebudayaan dan adat istiadat setempat.
Dahulu, pada puncak atap dipasang dua buah batang kayu bersilang yang
disebut Talapua yang dipercayai penduduk Gorontalo dapat menangkal
roh-roh jahat.[1] Namun, seiiring dengan perkembangan kepercayaan
Islami, Talapua sudah tidak dipasang lagi sekarang.

RuangSunting

Bagian dinding depan terdapat Tange lo bu’ulu yang digantung di samping


pintu masuk rumah dan menggambarkan kesejahteraan
penduduk Gorontalo.[1] Bagian dalam rumah adat Dulohupa tidak terdapat
banyak sekat sehingga bergaya terbuka. Seperti kebanyakan rumah adat
lainnya, Dulohupa juga memiliki anjungan yang merupakan tempat khusus
untuk peristirahatan raja dan keluarga kerajaan atau bersantai sambil
melihat kegiatan remaja istana bermain sepak raga.[3]

PilarSunting

Rumah adat Dulohupa ditopang oleh pilar-pilar yang terbuat dari kayu.
Tidak hanya berfungsi sebagai penyokong, pilar-pilar kayu memiliki makna
mendalam yang merepresentasikan masyarakat Gorontalo. Ada tiga jenis
pilar yaitu pilar utama atau wolihi yang berjumlah 2 buah, pilar depan yang
berjumlah 6 buah, dan pilar dasar atau potu yang berjumlah 32 buah.[1]
Pilar utama atau wolihi menyokong bagian atap secara langsung yaitu
memanjang dari tanah sampai rangka atap. Pilar utama ini menjadi simbol
ikrar persatuan dan kesatuan yang kekal abadi antara dua
bersaudara Gorontalo dan Limboto (janji lou dulowo mohutato-Hulontalo-
Limutu) pada tahun 1664. Selain itu angka 2 sebagai jumlah pilar utama
menggambarkan delito (pola) adat dan syariat sebagai prinsip hidup
penduduk Gorontalo yang dianut dalam pemerintahan maupun dalam
kehidupan sehari-hari.Pilar depan juga menempel di atas tanah langsung
ke rangka atap seperti pada pilar utama. Pilar depan ini menggambarkan 6
sifat utama atau ciri penduduk lou dulowo limo lopahalaa yaitu
sifat tinepo atau tenggang rasa, sifat tombulao atau hormat,
sifat tombulu atau bakti kepada penguasa, sifat wuudu atau sesuai
kewajaran, sifat adati atau patuh kepada peraturan, sifat butoo atau taat
pada keputusan hakim.Pilar dasar atau potu yang berjumlah 32 buah
menggambarkan 32 penjuru mata angin. Pada masanya pilar ini
dikhususkan untuk golongan para raja dan bangsawan. Bentuk pilar yang
terletak di bagian depan (serambi) berbentuk persegi berjumlah 4, 6 atau 8
yang menggambarkan banyaknya budak yang dimiliki oleh raja. Seiring
berjalannya waktu, makna jumlah pilar ini sudah tidak relevan sehingga
tidak lagi menggambarkan makna tertentu, namun tetap digunakan
walaupun bukan pada rumah bangsawan.

Anak tanggaSunting

Jumlah anak tangga pada rumah adat Dulohupa memiliki makna tersendiri.
Jumlah anak tangga terdiri dari 5 sampai 7 buah anak tangga. Angka 5
menggambarkan rukun Islam dan 5 filosofi hidup penduduk Gorontalo,
yaitu Bangusa talalo atau menjaga keturunan, Lipu poduluwalo atau
mengabadikan diri untuk membela negeri, dan Batanga pomaya, Upango
potombulu, Nyawa podungalo yang berarti mempertaruhkan nyawa untuk
mewakafkan dan mengorbankan harta.[1]Sedangkan angka 7
menggambarkan 7 tingkatan nafsu pada manusia
yaitu amarah, lauwamah, mulhimah, muthmainnah, rathiah, mardhiah,
dan kamilan.[1]

FungsiSunting

Dahulu, rumah adat Dulohupa digunakan sebagai tempat bermusyawarah


keluarga kerajaan.[1] Kata Dulohupa sendiri merupakan bahasa
daerah Gorontalo yang berarti mufakat atau kesepakatan. Selain sebagai
tempat bermusyawarah, Dulohupa juga digunakan sebagai ruang sidang
kerajaan bagi pengkhianat negara yang dilakukan dalam bentuk sidang
tiga tahap pemerintahan yaitu Buwatulo Bala (tahap keamanan), Buwatulo
Syara (tahap hukum agama Islam) dan Buwatulo Adati (tahap hukum
adat), serta digunakan juga untuk merencanakan kegiatan pembangunan
daerah serta menyelesaikan permasalahan penduduk setempat.[1]

Saat ini, rumah adat Dulohupa difungsikan untuk pagelaran upacara adat,
seperti upacara adat pernikahan dan pagelaran budaya dan seni
di Gorontalo. Di dalam rumah adat ini tersedia perlengkapan untuk upacara
perkawinan seperti busana adat pengantin, perhiasan-perhiasan,
pelaminan dan benda-benda berharga lainnya. Tak lepas dari acara yang
berhubungan dengan adat, pada tahun 2012 rumah adat Dulohupa
digunakan sebagai tempat deklarasi dewan adat Gorontalo atau Duango
adati lo Hulonthalo yang beranggotakan 11 orang.[4] Salah satu fungsi
dewan adat adalah untuk meluruskan kembali adat istiadat Gorontalo yang
melenceng dan diharapkan dengan adanya kerjasama antara pemerintah
daerah dan tokoh adat se-Gorontalo maka paham bisa disatukan dan
pembangunan Gorontalo semakin lancar. Oleh karena itu, deklarasi ini pun
dihadiri oleh tokoh adat, tokoh agama, tokoh masyarakat serta staf ahli
Gubernur Gorontalo dan kepala daerah se-Gorontalo. Pada tahun 2017,
rumah adat Dulohupa menjadi lokasi digelarnya pameran bersama yang
diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Gorontalo.
[5] Pameran yang diikuti seluruh BPCB dan beberapa museum
di Indonesia ini menampilkan beragam identitas budaya Indonesia dari
pembabakan, zaman kolonial, hingga zaman kemerdekaan.

Wisata budayaSunting

Rumah adat Dulohupa saat ini menjadi objek wisata budaya di jantung
kota Gorontalo. Sebagai objek wisata, pemerintah kota Gorontalo memiliki
kesempatan untuk memperkenalkan rumah adat dan
budaya Gorontalo kepada para pengunjung.

ReferensiSunting

^ a b c d e f g h i "Mengenal Rumah Adat Dulohupa di Gorontalo Sulawesi


Utara". Kemdikbud. Diakses tanggal 2019-02-25.^ a b "Rumah Adat
Dulohupa; Representasi Kebudayaan Masyarakat Gorontalo". Wacana.
Diakses tanggal 2019-02-25.^ "Rumah Adat Gorontalo Lengkap Gambar
dan Penjelasannya". Seni Budayaku. Diakses tanggal 2019-02-
26.^ "Dewan Adat Gorontalo Dideklarasikan". Kompas. Diakses
tanggal 2019-02-26.^ "Gorontalo Pamerkan Sejarah Nusantara". Harian
Nasional. Diakses tanggal 2019-02-26.

Terakhir disunting 3 bulan yang lalu oleh Bennylin

HALAMAN TERKAIT

Gorontalo

provinsi di Indonesia

Suku Gorontalo

suku bangsa di Indonesia

Rumah Laika

Konten tersedia di bawah CC BY-SA 3.0 kecuali dinyatakan lain.

PrivasiTampilan PC

BerandaTentang KamiLayanan

Beranda  Berita

Berita

Mengenal Rumah Adat Dulohupa di Gorontalo, Sulawesi Utara

Penulis

 BPSMP Sangiran

 -
October 19, 2017

15570

    

Lokasi pameran di Rumah Adat Dulohupa

Pameran bersama Cagar Budaya Nasional yang diselenggarakan BPCB


Gorontalo bertempat di Rumah Adat Dulohupa yang dikelola oleh Dinas
Pariwisata Kota Gorontalo.
Gorontalo memiliki empat rumah adat yang menjadi ciri khas provinsi
Gorontalo, yaitu rumah adat Dulohupa yang berada di kota Gorontalo,
rumah adat Bandayo Poboide yang berada di Limboto, rumah adat Ma’lihe
atau Potiwaluya dan yang terakhir rumah adat Gobel yang berada di Bone
Bolango.
Rumah adat Dulohupa ini letaknya di Kelurahan Limba, Kecamatan Kota
Selatan, Kota Gorontalo. Rumah Dulohupa juga disebut Yiladia Dulohupa
Lo Ulipu Hulondhalo oleh penduduk Gorontalo. Rumah adat ini berbentuk
rumah panggung yang badannya terbuat dari papan dan struktur atap
bernuansa daerah Gorontalo. Selain itu rumah adat Dulohupa juga
dilengkapi pilar-pilar kayu sebagai hiasan serta lambang dari rumah adat
Gorontalo dan memiliki dua tangga yang berada di bagian kiri dan kanan
rumah adat yang menjadi simbol tangga adat atau disebut Tolitihu.
Rumah adat Dulohupa dibangun berbentuk rumah panggung. Hal ini
dilakukan sebagai penggambaran dari badan manusia yaitu atap
menggambarkan kepala, badan rumah menggambarkan badan, dan pilar
penyangga rumah menggambarkan kaki. Selain itu bentuk rumah
panggung juga dipilih untuk menghindari terjadinya banjir yang kala itu
sering terjadi.
Rumah adat Dulohupa di Gorontalo dibangun berlandaskan prinsip-prinsip
dan kepercayaan. Bagian atap rumah adat Dulohupa terbuat dari jerami
terbaik dan berbentuk seperti pelana yaitu atap segitiga bersusun dua yang
menggambarkan syariat dan adat penduduk Gorontalo. Atap bagian atas
menggambarkan kepercayaan penduduk Gorontalo terhadap Tuhan yang
Maha Esa dan agama merupakan kepentingan utama di atas yang lainnya.
Sedangkan atap bagian bawah menggambarkan kepercayaan penduduk
Gorontalo terhadap adat istiadat serta budaya. Pada bagian puncak atap
dahulu terdapat dua batang kayu yang dipasang bersilang pada puncak
atap atau disebut Talapua. Penduduk Gorontalo percaya bahwa Talapua
dapat menangkal roh – roh jahat, namun seiring perkembangan
kepercayaan islami, sekarang Talapua sudah tidak di pasang lagi.
Pada bagian dinding depan terdapat Tange lo bu’ulu yang tergantung di
samping pintu masuk rumah adat Dulohupa. Tange lo bu’ulu ini
menggambarkan kesejahteraan penduduk gorontalo. Sedangkan bagian
dalam rumah adat Dulohupa bergaya terbuka karena tidak banyak terdapat
sekat. Selain itu di dalam rumah adat terdapat anjungan yang dikhususkan
sebagai tempat peristirahatan raja dan keluarga kerajaan.
Rumah adat Dulohupa memiliki banyak pilar-pilar kayu. Selain sebagai
penyokong karena bentuknya berupa rumah panggung, pilar-pilar tersebut
juga memiliki makna tersendiri. Pada rumah adat Dulohupa terdapat
beberapa jenis pilar yaitu, pilar utama atau wolihi berjumlah 2 buah, pilar
depan berjumlah 6 buah, dan pilar dasar atau potu berjumlah 32 buah.
Pilar utama atau wolihi menempel di atas tanah langsung ke rangka atap.
Pilar ini merupakan simbol ikrar persatuan dan kesatuan yang kekal abadi
antara dua bersaudara 14 Gorontalo-Limboto (janji lou dulowo mohutato-
Hulontalo-Limutu) pada tahun 1664. Selain itu angka 2 menggambarkan
delito (pola) adat dan syariat sebagai prinsip hidup penduduk Gorontalo
dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Bagian dalam Rumah Adat Dulohupa 


Lokasi pameran di Rumah Adat Dulohupa

Seperti pilar utama, pilar depan juga menempel di atas tanah langsung ke
rangka atap. Pilar ini menggambarkan 6 sifat utama atau ciri penduduk lou
dulowo limo lopahalaa yaitu sifat tinepo atau tenggang rasa, sifat tombulao
atau hormat, sifat tombulu atau bakti kepada penguasa, sifat wuudu atau
sesuai kewajaran, sifat adati atau patuh kepada peraturan, sifat butoo atau
taat pada keputusan hakim.
Sumber berasal dari www.rumah-adat.com
Sedangkan jumlah pilar dasar atau potu menggambarkan 32 penjuru mata
angin. Pada masanya pilar ini dikhususkan untuk golongan raja dan
bangsawan. Bentuk pilar pada bagian depan/serambi berbentuk persegi
berjumlah 4, 6 atau 8. Hal ini menggambarkan banyaknya budak yang
dimiliki oleh raja. Namun seiring perjalanan waktu jumlah pilar ini tetap
digunakan walaupun bukan pada rumah bangsawan dan tidak lagi
menggambarkan makna tertentu.
Selain pilar, jumlah anak tangga pada rumah adat Dulohupa juga memiliki
makna tersendiri. Jumlah anak tangga terdiri dari 5 – 7 anak tangga. Angka
5 menggambarkan rukun islam dan 5 filosofi hidup penduduk Gorontalo,
yaitu Bangusa talalo atau menjaga keturunan, Lipu poduluwalo atau
mengabadikan diri untuk membela negeri, dan Batanga pomaya, Upango
potombulu, Nyawa podungalo yang berarti mempertaruhkan nyawa untuk
mewakafkan dan mengorbankan harta. Sedangkan angka 7
menggambarkan 7 tingkatan nafsu pada manusia yaitu amarah, lauwamah,
mulhimah, muthmainnah, rathiah, mardhiah, dan kamilan.
Dulohupa merupakan bahasa daerah Gorontalo yang berarti mufakat atau
kesepakatan. Dahulu, rumah adat ini digunakan sebagai tempat
bermusyawarah keluarga kerajaan dan sebagai ruang sidang kerajaan bagi
pengkhianat negara melalui sidang tiga tahap pemerintahan yaitu Buwatulo
Bala (Tahap keamanan), Buwatulo Syara (tahap hukum agama Islam) dan
Bawatulo Adati (Tahap hukum adat) dan merencanakan kegiatan
pembangunan daerah serta menyelesaikan permasalahan penduduk
setempat. Namun saat ini, rumah adat Dulohupa digunakan untuk
pagelaran upacara adat, seperti upacara adat pernikahan dan pagelaran
budaya dan seni di Gorontalo. Di dalam rumah adat ini terdapat
perlengkapan untuk upacara perkawinan, pelaminan dan benda-benda
berharga lainnya. Di dalam rumah adat Dulohupa penduduk adat Gorontalo
perkawinan berupa pelaminan, busana adat pengantin, dan perhiasan
lainnya. Kini rumah adat Doluhapa digunakan oleh masyarakat Gorontalo
difungsikan untuk tempat menjalankan upacara pernikahan dan juga
upacara adat lainnya. (Duwiningsih

    

Artikulli paraprakPembukaan Pameran 5 Kota Sumatera 2017

Artikulli tjetërBPSMP Sangiran turut serta dalam Workshop Pengelolaan


Museum dan Taman Budaya di Surakarta

BPSMP Sangiran

ARTIKEL TERKAITDARI PENULIS

“Belajar dari Covid-19” Jadi Tema Hari Pendidikan Nasional 2020


Patuhi Protokol Kesehatan, Kemendikbud Selenggarakan Upacara
Peringatan Hardiknas Secara Terpusat dan Terbatas

Mereka yang Berusaha Menjaga dan Melestarikan Situs Sangiran melalui


Kesenian

TINGGALKAN KOMENTAR

 Save my name, email, and website in this browser for the next time I
comment.

Recent Posts

“Belajar dari Covid-19” Jadi Tema Hari Pendidikan Nasional 2020Patuhi


Protokol Kesehatan, Kemendikbud Selenggarakan Upacara Peringatan
Hardiknas Secara Terpusat dan TerbatasMereka yang Berusaha Menjaga
dan Melestarikan Situs Sangiran melalui KesenianDari Rapat Hingga
Pelantikan Daring, Efek Kerja dari RumahDiawali dari Sebuah
Kesederhanaan dalam Berkarya

Recent Comments

BUDI SUPRAYOGI on Memperkenalkan Masa Lalu Melalui


TeknologiBPSMP Sangiran on Memperkenalkan Masa Lalu Melalui
TeknologiYosef Suryo Hernugroho on Memperkenalkan Masa Lalu Melalui
TeknologiNina I on Terobosan Baru dalam Mengedukasi
MasyarakatDewiyanti on MUSEUM PRASEJARAH CALIO SOPPENG :
Catatan perjalanan dari Walanae

Archives

May 2020April 2020March 2020February 2020January 2020December


2019November 2019October 2019September 2019August 2019July
2019June 2019May 2019April 2019March 2019February 2019January
2019December 2018November 2018October 2018September 2018August
2018July 2018June 2018May 2018April 2018March 2018February
2018January 2018December 2017November 2017October
2017September 2017August 2017July 2017June 2017May 2017April
2017March 2017February 2017January 2017December 2016November
2016October 2016September 2016August 2016July 2016June 2016May
2016April 2016March 2016February 2016January 2016December
2015November 2015October 2015September 2015August 2015July
2015June 2015May 2015April 2015March 2015February 2015January
2015July 2014June 2014April 2014March 2014February 2014January
2014

Categories

ArtikelBeritaCagar Budaya dan PermuseumanInfo


BudayaJurnalpengumumanSejarahTradisi

Meta

RegisterLog inEntries feedComments feedWordPress.org

Balai Pelestarian Situs Manusia Purba Sangiran, Direktorat Jenderal


Kebudayaan Republik Indonesia

Jl. Sangiran KM 4, Krikilan, Kalijambe Sragen, Jawa Tengah 57275


Email: kebudayaan@kemdikbud.go.id
Telepon: (0271) 6811463, 6811495
Fax: (0271) 6811497

Kebudayaan Indonesia

Cerita Menarik Tentang Ragam Budaya Nusantara

 Home Kebijakan Privacy Disclaimer Hubungi Kami Daftar Isi ▼

Berkenalan Dengan Rumah Adat Gorontalo: Dulohupa


Gorontalo tergolong provinsi muda di Indonesisa. Ia berada di urutan ke
32. Sebelumnya, ia masuk ke dalam wilayah Provinsi Sulawesi Utara. Oleh
karena beberapa hal yang penting, pada tahun 2000, Gorontalo pun resmi
menjadi wilayah mandiri. Jika didasarkan pada sejarah, Gorontalo
termasuk kota tua di jazirah Sulawesi. Ia seusia dengan kota seperti
Makassar, Manado juga Pare-pare. Di masa kejayaannya, Gorontalo
parnah menjadi pusat kebudayaan agama Islam di wilayah Indonesia timur.
Hal ini yang menjadikan kebudayaan di Gorontalo begitu kaya. Salah satu
bukti kekayaan tersebut terlihat pada rumah tradisionalnya. Pada
dasarnya rumah adat Gorontalo ada dua yakni Doluhapa dan juga
Bandayo Pomboide. 

Rumah Adat Doluhapa 

Dalam bahasa masyarakat setempat, Doluhapa dikenal dengan nama


Hulondohalo. Dalam artian harfiah, Doluhapa sendiri bermakna mufakat.
Pemberian nama Doluhapa sebagai rumah adat Gorontalo bukan tanpa
sebab. Memang bangunan ini difungsikan sebagai tempat untuk
bermusyawarah. Bahkan di masa pemerintahan raja-raja, Doluhapa
difungsikan sebagai ruang pengadilan, tempat unutk mengvonis
penghianat dengan 3 aturan yakni: 
Alur pertahanan atau keamanan, disebut juga Buwatulo Bala.Alur hukum
agama islam, disebut pula Buwatulo Syara.Alur Hukum adat, disebut pula
Buwatulo Adati.
Jika merunut pada kebiasaan masyarakat dewasa ini, fungsi Doluhapa
telah bergerser sedikit. Kini, rumah cantik yang satu ini juga digunakan
sebagai tempat untuk melaksanakan upacara pernikahan serta upacara
adat lainnya.

Anda mungkin juga menyukai