BAB II
PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN
II.1. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Perencanaan Geometrik Jalan Raya
Tabel Penentuan Faktor K dan Faktor F berdasarkan Volume Lalu lintas Harian Rata –
rata.
Kapasitas C
Volume lalu lintas maksimum (mantap) yang dapat digunakan dipertahankan (tetap) pada suatu
bagian jalan dalam kondisi tertentu (misalnya : rencana geometrik, lingkungan, komposisi lalu
lintas dan sebagainya.
Derajat Kejenuhan (DS)
Rasio volume lalu lintas terhadap kapasitas, biasanya dihitung per jam.
Arteri 70 - 120 60 - 80 40 - 70
Kolektor 60 - 90 50 - 60 30 - 50
Lokal 40 - 70 30 - 50 20 - 30
Catatan : Untuk kondisi medan yang sulit, V R suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat 5
bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km / jam.
4. Tingkat Pelayanan
Highway Capacity Manual membagi tingkat pelayanan jalan atas 6 keadaan yaitu:
a. Tingkat pelayanan A, dengan ciri-ciri :
a. Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan
b. Volume dan kepadatan lalu lintas rendah
c. Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi
b. Tingkat pelayanan B, dengan ciri-ciri :
a. Arus lalu lintas stabil
b. Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas, tetapi tetap dapat dipilih sesuai
kehendak pengemudi
c. Tingkat pelayanan C, dengan ciri-ciri :
a. Arus lalu lintas masih stabil
b. Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh besarnya volume
lalu lintas sehingga pengemudi tidak dapat lagi memilih kecepatan yang diinginkannya.
d. Tingkat pelayanan D, dengan ciri-ciri :
a. Arus lalu lintas sudah mulai tidak stabil
b. Perubahan volume lalu lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan perjalanan
e. Tingkat pelayanan E, dengan ciri-ciri :
a. Arus lalu lintas sudah tidak stabil
b. Volume kira-kira sama dengan kapasitas
c. Sering terjadi kemacetan
f. Tingkat pelayanan F, dengan ciri-ciri :
a. Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah
b. Sering kali terjadi kemacetan
c. Arus lalu lintas rendah
5. Jarak Pandang
Jarak pandang adalah suatu jarak yang diperlukan oleh seorang pengemudi pada saat
mengemudi sedemikian sehingga jika pengemudi melihat suatu halangan yang membahayakan
,pengemudi dapat melakukan sesuatu untuk menghindari bahaya tersebut dengan aman
,dibedakan atas :
1. Jarak Pandang henti
Jh adalah jarak minimum yang diperlukan oleh setiap pengemudi untuk menghentikan
kendaraannya dengan aman begitu melihat adanya halangan didepan .Setiap titik disepanjang
jalan harus memenuhi Jh.
Jh diukur berdasarkan asumsi bahwa tinggi mata pengemudi adalah 105 cm dan tinggi
halangan adalah 15 cm diukur dari permukaan jalan.
Jh terdiri atas dua elemen jalak , yaitu :
6
Jarak tanggap (Jht) adalah jarakyang ditempuh oleh kendaraan sejakpengemudi melihat
suatu halangan yang menyebabkan ia harus berhenti sampai saat pengemudi menginjak
rem,dan
Jarakpengereman (Jhr) adalah jarak ayng dibutuhkan untuk menghentikan kndaraan sejak
pengemudi menginjak mrem sampai kendaraan berhenti.
Jarak pandang henti
VR (km/jam) 120 100 80 60 50 40 30 20
Jh minimum (m) 250 175 120 75 55 40 27 16
G.V 2
g.R
FL FR
NL NR
Gambar 2-1 : Keseimbangan Normal
Keterangan :
G = Berat Kendaraan.
g = Gaya grafitasi bumi.
V = Kecepatan kendaraan.
R = Jari-jari lengkung lintasan.
FL = Gaya gesekan ban kiri dengan permukaan jalan.
FR = Gaya gesekan ban kanan dengan permukaan jalan.
NL = Gaya perlawanan terhadap berat kendaraan pada ban kiri.
NR = Gaya perlawanan terhadap berat kendaraan pada ban kanan.
Pada gambar diatas terlihat bahwa gaya sentrifugal yang muncul masih seimbang dengan gaya
gesekan antara ban dengan permukaan jalan sehingga berlaku rumus :
V2
f
127 R
Dimana :
f = Koefisien gesekan melintang.
V = Kecepatan kendaraan ( Km/jam )
R = Jari-jari lengkung ( m ).
127 g = 9,8 m/det
= 9,8 . 10 -3 (1/360)-2 Km/jam-2
= 127,008 Km/jam-2
Gambar berikut ini menunjukan keseimbangan yang akan terjadi pada saat melakukan tikungan serta
gaya-gaya yang akan terjadi seperti pada gambar posisi keseimbangan normal.
2
G V Co s α
g R
G Sin α G V2
G V2 F
Sin α g R
Fs g R
a G G Cos α
Pada posisi seperti ini gaya yang setrifugal yang ditimbulkan sebagaimana akibat dari gaya pusat
(laju) kendaraan dapat diimbangi karena kemiringan jalan aspal. Dengan kata lain bahwa bentuk
miring dari jalan akan memberikan perimbangan atau mengurangi kemungkinan terjadinya
penggulingan pada kendaraan dan kemudahan pada pengemudi untuk menguasai kendaraan sehingga
memberikan kenyamanan kepada penumpang.
Pada pengaturan kemiringan permukaan jalan yang baik akan memberikan kemungkinan semakin
kecilnya kecelakaan disebabkan gaya sentrifugal kendaraan.
Dari gambar 2-2 gaya-gaya yang bekerja adalah :
G.V 2
G sin α + fs = x cos α
g .R
G.V 2 G.V 2
G. sin α + f ( G cos α + sin α ) = cos α
g .R g .R
G.V 2
G. sin α + f.G = (cos α – f. sin α )
g .R
sin a G.V 2
G + f. G = ( 1 – f . tg α )
cos a g .R
e = tg α
GV 2 GV 2
Ge fG - f .e
g.R g.R
V2
G(e f ) (1 f .e)
g.R
e f V2
=
1 ef g .R
Karena nilai e, f itu kecil, maka dapat diabaikan, dengan demikian diperoleh rumus umum untuk
V2
ef
g.R
Jika V dinyatakan dalam km/jam, g = 9,81 m/det 2, dan R dalam meter, maka diperoleh :
V2
ef ........................................................................................ (2-1)
127.R
R = Jari-jari lengkung
Ketajaman lengkung horisontal dinyatakan dalam besarnya radius dari lengkung tersebut atau
Derajat lengkung adalah besarnya sudut lengkung yang menghasilkan panjang busur 25 meter.
25 m
Ini berarti :
25
D 3600
2.p .R
1432.39
D ...... (3-2)
R
R
Do R dalam meter
Untuk mendapatkan derajat kelengkungan maksimum, didapat dari hubungan jari-jari minimum
yang diisinkan berdasarkan kecepatan rencananya, dimana koefisien gesek dan superelevasi dalam
kondisi maksimum.
V2
R min ......................................... (2-3)
127 ( e maks f maks )
Dimana :
Sehingga :
Derajat kelengkungan maksimum dicapai bila digunakan jari-jari minimum dengan menggunakan
superelevasi maksimum. Sehingga bilamana menggunakan jari-jari yang lebih besar dari jari-jari
minimum akan diperoleh superelevasi yang lebih kecil. 10
Perhitungan besarnya superelevasi berdasarkan jari-jari yang direncanakan ditentukan
berdasarkan rumus sebagai berikut :
e max .D D
e 2
D max D max
Dimana :
e = Superelevasi (%)
emax = Superelevasi maksimum (%)
D = Derajat kelengkungan ( 0 )
Dmax = Derajat kelengkungan maksimum ( 0 )
2.2.2. Gaya Gesek Melintang
Gaya gesek melintang adalah besarnya gesekan yang timbul antara ban dan permukaan jalan dalam
arah melintang jalan, yang berfungsi untuk menggimbangi gaya sentrifugal, sedangkan perbandingan
gaya gesek melintang dengan gaya normal yang bekerja disebut koefisien gesekan melintang.
Koefisien gesek melintang maksimum akan timbul pada saat terjadi selip, besarnya nlai koefisien
melintang tergantung pada beberapa faktor antara lain :
– Kecepatan kendaraan
– Keadaan permukaan jalan
– Kondisi cuaca
– Jenis ban
Nilai koefisien gesekan melintang yang dipergunakan untuk perencanaan harus merupakan nilai
yang telah mempertimbangkan factor keamanan pengemudi, sehingga bukanlah merupakan nilai
maksimum yang terjadi.
Dari hasil penyelidikan bahwa besarnya koefisien gesekan melintang itu rendah, jika kecepatan
kendaraan bertambah besar.
Hubungan antara kecepatan dan koefisien gesekan melintang maximum dapat dilihat pada
grafik dibawah ini :
Grafik 2 – 1 Koefisien Gesek Melintang Maksimum Desain (Berdasarkan TEH Dalam Satuan
SI)
11
Pada uraian diatas dikemukakan bahwa dalam merencanakan jalan ataupun mengembangkan jalan
lama menjadi jalan baru perlulah suatu perencanaan pada tikungan.
Dengan memperhatikan akan terjadinya perubahan dimana jalan lurus akan membelok, akan
terjadilah suatu perubahan gaya terhadap kendaraan, maka dalam upaya untuk menjaga suatu
keamanan pada saat kendaraan melakukan tikungan dibuatlah lengkung peralihan perantara yang
merupakan perantara dari kedua jalur lurus, dimana diupayakan perubahan itu secara berangsur-
angsur.
Beberapa bentuk dari lengkung horisontal yang dianjurkan oleh Bina Marga :
- Lengkung busur lingkaran sederhana (Full Circle)
- Lengkung busur lingkaran dengan lengkung peralihan (Spiral – Circle – Spiral)
- Lengkung peralihan saja (Spiral – Spiral)
Batasan yang diberikan oleh Bina Marga dimana diperbolehkan batasan untuk full circle, spiral-
spiral, spiral-circle-spiral adalah seperti pada tabel dibawah ini :
Tabel 2 – 3 : Hubungan antara jari-jari dengan kecepatan pada tiap-tiap bentuk kurva
V
Full Circle Spiral - Circle - Spiral Spiral – Spiral
(Km/Jam)
120 R < 2000 1500 < R < 2000 1100 < R < 1500
100 1500 < R < 2000 1100 < R < 1500 700 < R < 1100
80 1100 < R < 1500 700 < R < 1100 300 < R < 700
60 700 < R < 1100 300 < R < 700 180 < R < 300
40 300 < R < 700 180 < R < 300 50 < R < 180
30 180 < R < 300 50 < R < 300 30 < R < 50
Bina Marga menyarankan untuk menggunakan jenis tikungan spiral-circle-spiral sebagai dasar
perancangan. Adapun Alur pemilihan tikungan yang disarankan oleh Bina Marga adalah sebagai
berikut :
12
Tikungan
Spiral-Circle-Spiral
Lc < 20 m' ya
Tikungan
? Spiral-Spiral
tidak
tidak
tidak
Tikungan
Spiral-Circle-Spiral
PI D
Tc
Ec
Lc
TC
CT
1/2
D D
1/2
Keterangan :
PI = Point of Intersection
13
V = Kecepatan rencana ditetapkan (Km/Jam)
∆ = Sudut tangen
TC = Tangen circle yaitu titik peralihan dari lurus ke circle
EC = T x tg 1 4 ∆ ................................................................... (2-6)
Δ.π
LC R ............................................................................ (2-7)
180
Adapun batasan-batasan yang digunakan pada Perencanaan jalan raya di Indonesia yang
menggunakan bentuk dari full circle seperti terlihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 2-4 : Penetapan Jari-jari minimum lingkaran circle berdasarkan kecepatan rencana
120 2500
100 1500
80 1100
60 700
40 300
30 130
14
PI D
Es Busur lingkaran
Ts
Spiral
SC CS
Lc
Xs
k k
p
qs qs
TS
ST
Ys
Keterangan :
ES = Jarak PI ke lengkungan
T = Jarak dari TS ke PI
R = Jari-jari lengkung
V3 V .e
1. Lsmin = 0,002. -2.727 (dapat dilihat dari tabel : AASTHO dan Bina Marga), c =
R.C C 15
Ls.90
3. θs = ............................................................................... (2-8)
p .R
Δc
5. Lc = 2. p .R ...................................................................... (2-10)
360
6. L = Lc + 2 Ls ......................................................................... (2-11)
RP
8. Es = R ............................................................... (2-13)
Cos 1/2 Δ
Ls 2
10. Xc = Ls 1 2
................................................................ (2-14)
40R
Ls 2
11. Yc = ................................................................................. (2-15)
6R
Dimana :
1. ∆c > 0
2. Lc > 20 meter
PI
D
Spiral
Ts Es
SC=CS
k k
p Rc ST
TS qs qs
θs.R
2. Ls = .............................................................................. (2-17)
28,648
3. Ts = (R + P) tan ½ ∆ + K
RP
4. Es = R
Cos 1/2 Δ
Dimana : P = P* . Ls
K = K* . Ls
5. Untuk harga P* dan K* dapat dilihat pada tabel : Yoseph Barnet dengan
Ls = 1 meter
Dalam merencanakan suatu geometrik jalan pada suatu tikungan akan terjadi perubahan miring
menuju ke miringan maksimum. Untuk memperoleh hasil yang memadai baik tingkat keamanan dan
kenyamanan bagi pengguna jalan raya dapat dicari dengan mempergunakan diagram superelevasi
dimana bentuknya sangat tergantung pada macam (jenis) tikungan yang direncanakan.
Dari sisi kegunaannya dimana perkiraan penggunaan superelevasi akan memberi keuntungan bagi
pengemudi dan kendaraan akan memasuki tikungan pada suatu jalan.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penentuan jenis tikungan (superelevasi) pada suatu jalan
antara lain :
- Cuaca
- Lapangan (datar atau gunung)
-
Bentuk-bentuk dari diagram superelevasi dapat kita lihat seperti :
Sumbu Jalan
2%
Sumbu Jalan
0%
2%
e%
1/4 Ls' 1/4 Ls'
3/4 Ls' Sisi dalam tikungan 3/4 Ls' 18
Kanan e = -
Lc
TS ST
e%
2%
Sumbu Jalan
0%
2%
e%
Ls Ls
Dalam upaya memberikan tingkat kenyamanan bagi pelakupengguna jalan raya dan keamanan
dimana kondisi kendaran yang berbeda baik ukuran panjang dan lebar serta kecepatan pada saat
memasuki/melintas tikungan, memungkinkan terjadinya persinggungan, maka diupayakan pelebaran
pada daerah sekitar tikungan.
Pelebaran jalan di Indonesia tetaplah berdasarkan pada Tata Cara Perencanaan Geometrik jalan
Antar Kota yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pekerjaan Umum No. 038/T/BM/1997
yang penggunaannya pada jalan utama jalan Kolektor atau jalan penghubung.
Untuk jelasnya dapat kita lihat pada gambar berikut ini posisi kendaran pada saat menikung.
19
Bt
C/2
Bn
Pelebaran jalan juga dipengaruhi oleh keadaan daerah setempat dimana kontur lapangan perbukitan
atan datar. Keadaan seperti ini akan memberikan dampak terhadap tajam tidaknya suatu tikungan.
Telah diutarakan sebelumnya masih ada beberapa hal yang juga turut mempengaruhi pelebaran jalan
pada tikungan antara lain :
- Adanya kecenderungan untuk keluar (terlempar) dari perkerasan jalan.
- Meningkatnya lebar efektif kendaraan disebabkan oleh posisi ban depan dan ban belakang
dari kendaraan tidak melintas pada suatu garis.
- Pertambahan lebar disebabkan posisi kendaraan yang masih miring terhadap As jalan.
Untuk mendapatkan suatu pelebaran jalan pada suatu tikungan dipergunakan rumus
sebagai berikut :
20
B = n.(b’ + c) + (n – 1) Td + Z
Td = R A(2 P A) R
0,105.V
Z =
R
b’ = 2,4 + R - R2 P2
Dimana :
= (b’ – b) = R - R2 P2
Gambar rencana suatu profil memanjang jalan dibaca dari kiri kekanan, sehingga landai jalan
diberi tanda positif untuk pendakian dari kiri kekanan, dan landai negatif untuk penurunan dari kiri
kekanan.
Kelandaian
3 3 4 5 8 9 10 10
maksimum (%)
d. Lajur pendakian.
Pada jalur jalan dengan rencana volume lalu lintas yang tinggi, maka kendaraan berat akan
berjalan pada lajur pendakian dengan kecepatan dibawah kecepatan rencana (V R),
sedangkan kendaraan lainnya masih dapat bergerak dengan kecepatan rencana. Dalam hal
ini sebaiknya dipertimbangkan untuk membuat lajur tambahan disebelah kiri lajur jalan.
Awal pendakian
Akhir pendakian
Awal lajur pendakian
POTONGAN MEMANJANG
30 m 45 m > 200 m 50 m 45 m
Lajur Pendakian
TAMPAK ATAS
Lengkung vertikal merupakan tempat peralihan dari dua kelandaian yang berbentuk
Jenis lengkung vertikal dilihat dari letak titik perpotongan kedua bagian lurus (tangen), adalah :
Lengkung vertikal cekung adalah suatu lengkung dimana titik perpotongan antara kedua
LENGKUNG CEKUNG
Lampu Kendaraan
Tinggi Mata Belakang
LENGKUNG CEMBUNG
Tinggi Mata
Penghalang
raya dalam kelas ini merupakan jalan- jalan raya berjalur banyak dengan konstruksi
perkerasan dari jenis yang terbaik.
b. Jalan Kolektor ( Sekunder )
Jalan kolektor adalah jalan raya yang melayani angkutan pengumpulan/ pembagian dengan
ciri- ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata- rata sedang dan jumlah jalan masuk
dibatasi.
Berdasarkan komposisi dan sifat lalu lintasnya dibagi dalam tiga kelas jalan, yaitu :
1. Kelas II A
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur atau lebih dengan konstruksi permukaan jalan dari
lapisan aspal beton atau yang setara.
2. Kelas II B
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur dengan konstruksi permukaan jalan dari penetrasi
berganda atau yang setara dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan lambat
dan kendaraan tak bermotor.
3. Kelas II C
Merupakan jalan raya sekunder dua jalur denan konstruksi permukaan jalan dari penetrasi
tunggal, dimana dalam komposisi lalu lintasnya terdapat kendaraan bermotor lambat dan
kendaraan tak bermotor.
c. Jalan Lokal ( Penghubung )
Jalan penghubung adalah jalan yang melayani angkutan setempat dengan cirri- cirri
perjalanan yang dekat, kecepatan rata- rata rendah dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
Adapun tabel klasifikasi jalan raya adalah sebagai berikut :
Tabel Klasifikasi Jalan Raya
KLASSIFIKASI MEDAN D B G D B G D B G D B G D B G
Lalu lintas harian rata- rata (smp) > 20. 000 6.000 - 20.000 1500 - 8000 < 20.000 -
Lebar Perkerasan (m) Minimum 2 (2x3,75) 2x3.50 atau 2(2x3.50) 2x 3.50 2 x 3.00 3.50 - 6.00
Lebar Bahu (m) 3.50 3.00 3.00 3.00 2.50 2.50 3.00 2.50 2.50 2.50 1.50 1.00 3.50 - 6.00
Aspal beton Penetrasi Berganda/ Paling tinggi penetrasi Paling tinggi pelebaran
Jenis Lapisan Permukaan Jalan Aspal Beton
( hot mix ) setaraf tunggal jalan
Jari- jari lengkung minimum (m) 560 350 210 350 210 115 210 115 50 210 115 50 115 50 30 25
Landai Maksimum 3% 5% 6% 4% 6% 7% 5% 7% 8% 6% 8% 10 % 6% 8% 10 %
Untuk memperkecil biaya pembangunan , suatu standar perlu disesuaikan dengan kjeadaan
topografi. Dalam hal ini jenis medan dibagi dalam tiga golongan umum uang dibedakan menurut
besarnya lereng melintanbg dalam arah kurang lebih tegaklurus sumbu jalan raya.
Tabel Klasifikasi medan dan besarnya lereng melintang
Golongan Medan
Lereng Melintang
6. Klasifikasi Perencanaan
Berdasarkan jenis hambatannya jalan-jalan perkotaan dibagi dalam dua tipe, dengan dasar
klasifikasi perencanaan sebagai berikut :
Tipe I : Pengaturan jalan masuk secara penuh
Tipe I, kelas 1 : Adalah jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalu lintas cepat antar regional
atau antar kota dengan pengaturan jalanmasuk secara penuh.
Tipe I, kelas 2 : Adalah jalan dengan standar tertinggi dalam melayani lalu lintas cepat antar
regional atau di dalam kota-kota metropolitan dengan sebagian atau tanpa pengaturan jalan masuk.
Tipe II, kelas 1 : Adalah standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 4 lajur atau lebih, memberikan
pelayanan angkutan cepat bagi angkutan antar kota bagi angkutan antar kota atau dalam kota,
dengan kontrol.
Tipe II, kelas 2 : Adalah standar tertinggi bagi jalan-jalan dengan 2 atau 4 lajur dalam melayani
angkutan cepat antar kota dan dalam kota, terutama untuk persimpangan tanpa lampu lalu lintas.
Tipe II, kelas 3 : Adalah standar menengah bagi jalan dengan 2 jalur untuk melayani angkutan dalam
distrik dengan kecepatan sedang,
untuk persimpanngan tanpa lampu lalu lintas.
Tipe II, kelas 4 : Adalah standar terendah bagi jalan satu arah yang melayani hubungan dengan
jalan-jalan lingkungan.
28
Pada peraturan pemerintah tahun 2006 ini, klasifikasi jalan dibuat lebih detail, agar semakin
ekonomis dan tepat guna dalam mendasain jalan raya, banyak perbaikan yang di tambahkan pada
peraturan pemerintah yang mengatur mengenai klasifikasi jalan raya pada PP tahun 2006 ini.
29
Lapisan ini mempunyai fungsi :
a. Lapisan perkerasan penahan beban roda ,lapisan ini mempunyai stabilitas tinggi
untuk menahan roda selama masa pelayanan.
b. Lapisan kedap air , sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap
kelapisan bawahnya .
c. Lapisan aus ,lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan
sehingga mudah aus
d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawahnya .
Untuk dapat berfungsi seperti tersebut diatas ,pada umumnya lapisan permukaan dibuat
dengan menggunakan bahan pengikat aspal sehingga menghasilkan kedap airdengan
stabilitas yang tinggi dan daya tahan yang lama.
Lapisan pondasi bawah terletak antara lapisan pondasi atas dan tanah dasar. Lapisan ini
berfungsi sebagai :
a. Bagian dari konstruksiperkerasan untuk menyebarkan beban roda ketanah dasar .
Lapisan ini harus kuat.CBR =20% dan indeks plastis (IP) ≤10 %.
b. Efisienpenggunaan material yaitu material pondasi bawah jauh lebih murah
dibandingkan denganlapisan perkerasan diatasnya .
c. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.
d. Lapisan peresapan
e. Lapisan pertamaagar pekerjaan dapat berjalan lancar .Ini sehubungan dengan kondisi 31
lapangan yang memaksa harus segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca atau
lemahnya daya dukung tanah dasar menahan roda –roda alat berat.
f. Lapisan untuk mencegah partikel halus dari tanah dasar naik kelapisan pondasi atas .
Lapisan tanah dasar ini hanya menerima gaya vertikal berupa berat dan muatan
kendaraan dan gesekan-gesekan akibat pukulan roda kendaraan yang pengaruhnya sudah
sangat kecil. Sedangkan gaya horizontal yang berupa gaya geser akibat rem kendaraan
32
sudah tidak berpenagruh lagi.
Daya dukung tanah dasar ditentukan oleh :
1. Jenis tanah
2. Tingkat kepadatan
3. Kadar air
4. Kondisi drainase
5. DLL
33