،قِ ط ِر ْي َّ ع ِن الَ طةُ اْألَذَى َ َوأَدْنَاهَا إِ َما،ُضلُ َها قَ ْو ُل الَ إِلهَ إِالَّ هللا
َ فَأ َ ْف،ًش ْعبَة ْ ِض ٌع َو َس ْبعُ ْونَ أ َ ْو ب
ُ َض ٌع َو ِست ُّ ْون ْ ََِ اْ ِإل ْي َمانُ ب
ُش ْعبَةٌ ِمنَ َاْ ِإل ْي َمان
ُ و ْال َحيَا ُء.
َ
“Iman memiliki lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling
tinggi adalah perkataan ‘Lâ ilâha illallâh,’ dan yang paling rendah adalah
menyingkirkan duri (gangguan) dari jalan. Dan malu adalah salah satu cabang
Iman.”
[Shahîh: HR.al-Bukhâri dalam al-Adâbul Mufrad (no. 598), Muslim (no. 35), Abû
Dâwud (no. 4676), an-Nasâ-i (VIII/110) dan Ibnu Mâjah (no. 57), dari Shahabat Abû
Hurairah. Lihat Shahîhul Jâmi’ ash-Shaghîr (no. 2800)]
“Rasa malu dan iman itu terikat menjadi satu. Jika yang satu hilang maka yang lain
juga akan hilang.” (HR. Hakim dari Ibnu Umar dengan penilaian ‘shahih menurut
kriteria Bukhari dan Muslim. Penilaian beliau ini disetuju oleh Dzahabi. Juga dinilai
shahih oleh al Albani dalam Shahih Jami’ Shaghir, no. 1603)
Dalam Kitab Syu'abul Iman oleh Imam Al-Baihaqi, malu adalah salah satu cabang
dari iman.
Secara fitrah, rasa malu itu sudah tertanam dalam diri manusia. Sebagai contoh
ketika adam dan hawa melanggar perintah Allah, maka terlepaslah pakaian yang
menempel padanya dan terbuka auratnya. Tanpa fikir, langsung mencari dedaunan
untuk menutupi auratnya.
Umar bin Khattab berkata,
“Wanita yang tangguh dan hebat bukan yang sering keluar rumah. Tetapi wanita
yang hebat adalah yang keluar menutup auratnya dan wajahnya sebab rasa malu”.
Ada satu kisah, dalam hadits riwayat Imam Abu Dawud, sayang sekali haditsnya
dhoif
“Ada seorang wanita berkunyah Ummu Kholad dengan berniqab, datang kepada
Nabi Muhammad سلَّ َمَ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو
َ . Menceritakan, anaknya yang syahid di medan
perang. Lalu Nabi berkata “Engkau datang kepadku dalam keadaan berniqab dan
sedang dalam musibah.” Lalu ummu Kholad menjawab, “Kalau aku memperoleh
musibah karena anakku, jangan sampai ada musibah lagi yaitu musibah hilangnya
rasa malu, maka tetap aku kenakan niqab.” Lalu Nabi Muhammad سلَّ َم
َ صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو
َ
menjawab tentang keadaan anaknya, “anakmu dapat pahala dua orang yang mati
syahid.”
Rasa malu dicontohkan oleh Aisyah bintu Abu Bakar yang malu tidak pernah
membuka auratnya karena di kamarnya ada kuburan Umar bin Khattab.
Hilangnya rasa malu akan menyebabkan adanya mukhalafat (mukhalafat adalah
penyimpangan-penyimpangan syari’at).
Contoh : ketika seseorang sudah tidak malu auratnya terlihat, maka akan muncul
maksiat-maksiat yang lain, contohnya jadi tabbaruj dan merubah wajah yang sudah
Allah ciptakan dengan sempurna.
Dalam Al-Quran Surah Al-A’raf ayah : 26. Tentang Pakaian Taqwa.
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk
menutup auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah
yang paling baik.” (QS. Al-A’raf: 26).
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin menjelaskan bahwa pakaian itu ada dua
macam, yaitu pakaian lahiriyah dan pakaian batin. Pakaian lahiriyah yaitu yang
menutupi aurat dan ini sifatnya primer. Termasuk pakaian lahir juga adalah pakaian
perhiasan yang disebut dalam ayat di atas dengan riisya’ yang berarti perhiasan atau
penyempurna.
Pakaian batin sendiri adalah pakaian takwa. Pakaian ini lebih baik daripada pakaian
lahir yang nampak.
Dari penjelasan Syaikh di atas, kita lihat bahwa yang mesti diperhatikan adalah
pakaian takwa.
Bahkan pakaian takwa inilah yang jadi bekal terbaik. Allah Ta’ala berfirman,
الزا ِد التَّ ْق َوى
َّ َوتَزَ َّود ُوا فَإ ِ َّن َخي َْر
Tak masalah memang memiliki baju baru karena asalnya mubah. Namun jangan
melalaikan dari menyiapkan bekal hakiki untuk akhirat yaitu takwa.