Kisah Salman Al Farisi
Kisah Salman Al Farisi
Salman al Farisi adalah salah seorang sahabat Nabi saw yang berasal dari Persia. Salman sengaja
meninggalkan kampung halamannya untuk mencari cahaya kebenaran. Kegigihannya berbuah
hidayah Allah dan pertemuan dengan Nabi Muhammad saw di kota Madinah. Beliau terkenal
dengan kecerdikannya dalam mengusulkan penggalian parit di sekeliling kota Madinah ketika
kaum kafir Quraisy Mekah bersama pasukan sekutunya datang menyerbu dalam perang
Khandaq.
Nama lengkapnya Mabah bin Budzkhasyan bin Mousilan bin Bahbudzan bin Fairuz bin Sahrk
Al-Isfahani. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Salman Al-Farisi. Nama panggilannya adalah
Abu Abdillah dan digelari dengan Salman Al-Khair.
Ia berasal dari desa Ji di Isfahan, Persia. Ia adalah sosok sahabat yang terkenal memiliki ide-ide
brilian, memiliki tubuh yang kuat, dan pandai dalam ilmu-ilmu syariat. Ia pernah menjadi
penjaga api di kuil tempat pemujaan orang-orang Persia.
Setibanya di Madinah, pada malam harinya, ia pergi menemui Rasulullah sambil membawa
makanan sembari berkata, ''Makanan ini adalah sedekah.'' Nabi tidak memakan makanan tersebut
dan mempersilahkan para sahabatnya untuk menyantapnya. Kemudian Salman datang lagi dan
membawa makanan sambil mengatakan, ''Makanan ini adalah hadiah.'' Kali ini Nabi memakan
sebagiannya dan sebagiannya Beliau berikan kepada para sahabatnya.
Suatu hari, Salman melihat ciri kenabian di pundak Nabi. Takala ia melihat tanda-tanda kenabian
pada diri Nabi, di mana Beliau tidak makan sedekah, menerima hadiah, dan di pundaknya ada
cap kenabian, Salman pun langsung mengikrarkan diri masuk Islam dan menceritakan liku-liku
perjalanannya kepada Beliau.
Dalam perang Khandaq, Salmanlah orang yang mengusulkan untuk menggali parit berdasarkan
pengalamannya dalam peperangan di Persia. Orang-orang Arab takjub dengan usulan Salman
untuk menggali parit tersebut.
Saat menjabat sebagai gubernur, Salman bertemu dengan seorang saudagar yang baru pulang
berniaga dari Syam membawa kurma dan buah tin. Saudagar itu menyuruh Salman untuk
mengangkut barang dagangannya karena ia mengira Salman seorang kuli angkut barang. Salman
pun membawa barang dagangan saudagar tersebut. Ketika si saudagar mengetahui bahwa
Salman adalah gubernur Al-Madain, ia meminta maaf atas kelancangannya. Akan tetapi Salman
tetap membawa barang dagangan tersebut sampai ke tempat tujuan.
Saat perjalanan dari kota Madinah menuju kota Mekah dalam rangka melaksanakan ibadah Haji .
Bisa dibayangkan panasnya terik matahari ketika siang dan dinginnya malam hari serta beratnya
gendongan yang ada di pundaknya bukan? Betapa berbaktinya anak ini kepada ibunya, ingin
membahagiakan ibunya yang sedang sakit dengan mengantarkanya menuju rumah Tuhan bahkan
dengan menggendongnya, betapa besar pengorbanan dan usahanya.
Ketika akhirnya mereka sampai di kota Mekah untuk melaksanakan ibadah Haji mereka bertemu
dengan Rasulullah. Bahagia sekali sang anak beserta ibunya ini ketika mereka bertemu denga
Utusan Tuhan yang sangat mereka cintai dan mereka rindukan. Terjadilah percakapan yang
kurang lebih seperti ini
Sang anak bertanya kepada Rasul, Ya Rasul..apakah saya sudah berbakti kepada orang tua
saya? Saya menggendong ibu saya di pundak saya berjalan dari Madinah sampai Kota Mekah
untuk melaksanakan ibadah haji.
Seketika itu pula Rasul menangis, Kemudian Rasul menjawab dengan diiringi tangisnya yang
tersedu2, Wahai Saudaraku, engkau sungguh anak yang luar biasa, engkau benar2 anak sholeh,
tapi maaf..(sambil tetap menangis) apapun yang kamu lakukan di dunia ini untuk
membahagiakan orang tuamu. apapun usaha kerasmu untuk menyenangkan orang tuamu .
tidak akan pernah bisa membalas jasa orang tuamu yang telah membesarkanmu
Salman pun kemudian mendatangi seorang sahabatnya yang merupakan penduduk asli Madinah,
Abu Darda. Ia bermaksud meminta bantuan Abu Darda untuk menemaninya saat mengkhitbah
wanita impiannya.
Setiba di rumah wanita shalehah tersebut, keduanya pun diterima dengan baik oleh tuan rumah.
Singkat cerita Abu Darda mengutarakan maksud kedatangannaya kepada tuan rumah tentang
lamaran Salman kepada pitri sang tuan rumah.
Mendengarnya, si tuan rumah merasa terhormat. Tentu saja, ia kedatangan dua orang sahabat
Rasulullah yang utama. Salah satunya bahkan berkeinginan melamar putrinya.
Namun sang ayah tidaklah kemudian segera menerimanya. Seperti yang diajarkan Rasulullah, ia
harus bertanya pendapat putrinya mengenai lamaran tersebut.
Mewakili sang putri, ibunya pun mengatakan bahwa putrinya menolak lamaran Salman.
Kemudian sang ibu menjelaskan bahwa putrinya akan menjawab iya bila Abu Darda memiliki
keinginan yang sama seperti Salman.
Jika seperti pria pada umumnya, maka hati Salman pasti hancur berkeping-keeping. Ia akan
merasakan patah hati yang teramat sangat. Namun Salman merupakan pria shaleh, seorang mulia
dari kalangan shahabat Rasulullah. Dengan ketegaran hati yang luar biasa, ia justru menerima
keputusan sang wanita dengan lapang dada.
Tak hanya itu, Salman justru menawarkan bantuan untuk pernikahan keduanya. Tanpa perasaan
hati yang hancur, ia memberikan semua harta benda untuk persiapan pernikahan. Salman juga
akan menjadi saksi pernikahan mereka berdua. (Referensi: Salman Al-Farisi Penjaga Kuil Api
yang Menjadi Sahabat Rasulullah)