Anda di halaman 1dari 7

[tutup]

Uwais al-Qarny
Uwais Al-Qarny (Arab: ( ) meninggal 657) adalah penduduk dari Qaran di Yaman.

Keutamaan Uwais al-Qarny[sunting | sunting sumber]


Dia, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Pada hari kiamat nanti ketika semua ahli ibadah
dipanggil disuruh masuk surga, dia justru dipanggil agar berhenti dahulu dan disuruh memberi
syafa'at, ternyata Allah memberi izin dia untuk memberi syafa'at sejumlah qobilah Robi'ah dan
qobilah Mudhor, semua dimasukkan surga tak ada yang ketinggalan karenanya. Dia adalah
"ABdul Basit". Ia tak dikenal banyak orang dan juga miskin, banyak orang suka menertawakan,
mengolok-olok, dan menuduhnya sebagai tukang membujuk, tukang mencuri serta berbagai
macam umpatan dan penghinaan lainnya.
Seorang fuqoha' negeri Kuffah, karena ingin duduk dengannya, memberinya hadiah dua helai
pakaian, tetapi tak berhasil dengan baik, karena hadiah pakaian tadi diterima lalu dikembalikan
lagi olehnya seraya berkata, "Aku khawatir, nanti sebagian orang menuduh aku, dari mana kamu
dapatkan pakaian itu, kalau tidak dari membujuk pasti dari mencuri".

Biografi[sunting | sunting sumber]


Pada zaman Nabi Muhammad , ada seorang pemuda bermata biru, rambutnya merah,
pundaknya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan, kulitnya kemerah-merahan, dagunya
menempel di dada selalu melihat pada tempat sujudnya, tangan kanannya menumpang pada
tangan kirinya, ahli membaca Al-Qur'an dan menangis, pakaiannya hanya dua helai sudah kusut
yang satu untuk penutup badan dan yang satunya untuk selendangan, tiada orang yang
menghiraukan, tak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal di langit.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya
yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi
kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekadar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada
kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba
kekurangan seperti keadaannya.
Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak
memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di
malam harinya.
Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi
Muhammad . yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang
Maha Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak
luhur.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalamnya sangat menarik hati Uwais, sehingga setelah
seruan Islam datang di negeri Yaman, ia segera memeluknya, karena selama ini hati Uwais
selalu merindukan datangnya kebenaran. Banyak tetangganya yang telah memeluk Islam, pergi
ke Madinah untuk mendengarkan ajaran Nabi Muhammad secara langsung. Sekembalinya di
Yaman, mereka memperbarui rumah tangga mereka dengan cara kehidupan Islam.
Alangkah sedihnya hati Uwais setiap melihat tetangganya yang baru datang dari Madinah.
Mereka itu telah "bertamu dan bertemu" dengan kekasih Allah penghulu para Nabi, sedang ia
sendiri belum. Kecintaannya kepada Rasulullah menumbuhkan kerinduan yang kuat untuk
bertemu dengan sang kekasih, tetapi apalah daya ia tak punya bekal
Di ceritakan ketika terjadi Pertempuran Uhud Rasulullah mendapat cedera dan giginya patah
karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya. Kabar ini akhirnya terdengar oleh Uwais. Ia
segera memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti
kecintaannya kepada dia , sekalipun ia belum pernah melihatnya. Hari berganti dan musim
berlalu, dan kerinduan yang tak terbendung membuat hasrat untuk bertemu tak dapat dipendam
lagi. Uwais merenungkan diri dan bertanya dalam hati, kapankah ia dapat menziarahi Nabinya
dan memandang wajah dia dari dekat?
Tapi, bukankah ia mempunyai ibu yang sangat membutuhkan perawatannya dan tak tega
ditinggalkan sendiri, hatinya selalu gelisah siang dan malam menahan kerinduan untuk
berjumpa. Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan
memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi Nabi di Madinah. Sang
ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika mendengar permohonan anaknya.
Dia memaklumi perasaan Uwais, dan berkata, "Pergilah wahai anakku! temuilah Nabi di
rumahnya. Dan bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang". Dengan rasa gembira ia
berkemas untuk berangkat dan tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkan
serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi.
Sesudah berpamitan sambil menciumi sang ibu, berangkatlah Uwais menuju Madinah yang
berjarak kurang lebih empat ratus kilometer dari Yaman. Medan yang begitu ganas dilaluinya,
tak peduli penyamun gurun pasir, bukit yang curam, gurun pasir yang luas yang dapat
menyesatkan dan begitu panas di siang hari, serta begitu dingin di malam hari, semuanya dilalui
demi bertemu dan dapat memandang sepuas-puasnya paras baginda Nabi yang selama ini
dirindukannya. Tibalah Uwais al-Qarni di kota Madinah. Segera ia menuju ke rumah Nabi ,
diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidah Fathimah binti
Muhammad , sambil menjawab salam Uwais.
Segera saja Uwais menanyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata dia tidak
berada di rumah melainkan berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari
jauh ingin berjumpa tetapi yang dirindukannya tak berada di rumah. Dalam hatinya bergolak
perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang.
Tapi, kapankah dia pulang ? Sedangkan masih terngiang di telinga pesan ibunya yang sudah tua
dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman," Engkau harus lekas pulang".
Karena ketaatan kepada ibunya, pesan ibunya tersebut telah mengalahkan suara hati dan
kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi . Ia akhirnya dengan terpaksa
mohon pamit kepada Sayyidah Fathimah Radliyallahu 'anh untuk segera pulang ke negerinya.
Dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi dan melangkah pulang dengan perasaan haru.
Sepulangnya dari perang, Nabi langsung menanyakan tentang kedatangan orang yang
mencarinya. Nabi Muhammad menjelaskan bahwa Uwais al-Qarni adalah anak yang taat
kepada ibunya. Ia adalah penghuni langit (sangat terkenal di langit). Mendengar perkataan
baginda Rasulullah , Sayyidatina Fathimah a.s. dan para sahabatnya tertegun. Menurut
informasi Sayyidah Fathimah Radliyallahu 'anh, memang benar ada yang mencari Nabi dan
segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak
dapat meninggalkan ibunya terlalu lama.
Rasulullah bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia (Uwais al-Qarni),
perhatikanlah, ia mempunyai tanda putih di tengah-tengah telapak tangannya." Sesudah itu dia
, memandang kepada Imam Ali bin Abi Thalib dan Umar bin Khattab dan bersabda, "Suatu
ketika, apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan istighfarnya, dia adalah penghuni
langit dan bukan penghuni bumi".
Tahun terus berjalan, dan tak lama kemudian Nabi wafat, hingga kekhalifahan Abu Bakar telah
diestafetkan kepada Khalifah Umar bin Khattab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda
Nabi . tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Ia segera mengingatkan kepada Imam
Ali untuk mencarinya bersama. Sejak itu, setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, dia berdua
selalu menanyakan tentang Uwais al-Qorni, apakah ia turut bersama mereka.
Di antara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya yang terjadi sampai-
sampai ia dicari oleh dia berdua. Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti,
membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qorni turut bersama rombongan kafilah menuju kota Madinah. Melihat
ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman, segera khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali
mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka. Rombongan itu
mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan sedang menjaga unta-unta mereka di
perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, dia berdua bergegas pergi menemui Uwais al-Qorni.
Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar bin Khattab dan Imam Ali memberi
salam. Namun rupanya Uwais sedang melaksanakan salat. Setelah mengakhiri salatnya, Uwais
menjawab salam kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah
Umar segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang
berada di telapak tangan Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh Nabi . Memang benar!
Dia penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, siapakah nama saudara?
"Abdullah", jawab Uwais.
Mendengar jawaban itu, kedua sahabatpun tertawa dan mengatakan, "Kami juga Abdullah, yakni
hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?" Uwais kemudian berkata, "Nama saya
Uwais al-Qorni".
Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah meninggal dunia. Itulah
sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah
Umar dan Imam Ali memohon agar Uwais berkenan mendo'akan untuk mereka.
Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah, "Sayalah yang harus meminta do'a kepada
kalian". Mendengar perkataan Uwais, Khalifah berkata, "Kami datang ke sini untuk mohon do'a
dan istighfar dari anda".
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais al-Qorni akhirnya mengangkat kedua tangannya,
berdo'a dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan
uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais, untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menolak
dengan halus dengan berkata, "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang.
Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi".
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam tak terdengar beritanya. Tapi ada seorang
lelaki pernah bertemu dan ditolong oleh Uwais, waktu itu kami sedang berada di atas kapal
menuju tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin topan berhembus
dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga air laut masuk
ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat. Pada saat itu, kami melihat seorang
laki-laki yang mengenakan selimut berbulu di pojok kapal yang kami tumpangi, lalu kami
memanggilnya. Lelaki itu keluar dari kapal dan melakukan salat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai waliyullah, tolonglah kami!" tetapi lelaki itu
tidak menoleh. Lalu kami berseru lagi, "Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah,
tolonglah kami!" Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata,
"Apa yang terjadi ?"
"Tidakkah engkau melihat bahwa kapal dihembus angin dan dihantam ombak?" tanya kami.
"Dekatkanlah diri kalian pada Allah!" katanya.
"Kami telah melakukannya."
"Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca bismillahirrohmaani rrohiim!"
Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami
lima ratus jiwa lebih. Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami
berikut isinya tenggelam ke dasar laut.
Lalu orang itu berkata pada kami ,"Tak apalah harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua
selamat". "Demi Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ? "Tanya kami.
"Uwais al-Qorni". Jawabnya dengan singkat.
Kemudian kami berkata lagi kepadanya, "Sesungguhnya harta yang ada dikapal tersebut adalah
milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir."
"Jika Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada
orang-orang fakir di Madinah?" tanyanya.
"Ya, "jawab kami. Orang itu pun melaksanakan salat dua rakaat di atas air, lalu berdo'a. Setelah
Uwais al-Qorni mengucap salam, tiba-tiba kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami
menumpanginya dan meneruskan perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan
seluruh harta kepada orang-orang fakir di Madinah, tidak satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.
Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk
memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada
orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.
Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-
orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan,
luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.
Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga
aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat
penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas
kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama
Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Umar bin Khattab)
Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi
hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan
untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak
dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu
ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman
tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-
Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang
kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau
telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak
pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka
adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni"
ternyata ia tak terkenal di bumi tetapi terkenal di langit.

Uwais Al-Qarni adalah seorang sahabat yang yang berasal dari Yaman, daerah Qarn, dan dari
kabilah Murad. Pada zaman Rasulullah ia hidup bersama ibunya sedangkan sang ayah telah
meninggal dunia. Dia pernah terkena penyakit kusta kemudian dia berdoa dan penyakitnya
sembuh dan tersisa pada kedua telinganya.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tak punya sanak famili kecuali hanya ibunya
yang telah tua renta dan lumpuh. Hanya penglihatan kabur yang masih tersisa. Untuk mencukupi
kehidupannya sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing. Upah yang
diterimanya hanya cukup untuk sekedar menopang kesehariannya bersama Sang ibu, bila ada
kelebihan, ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba
kekurangan seperti keadaannya.

Kesibukannya sebagai penggembala domba dan merawat ibunya yang lumpuh dan buta, tidak
memengaruhi kegigihan ibadahnya, ia tetap melakukan puasa di siang hari dan bermunajat di
malam harinya.

Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa negeri Yaman mendengar seruan Nabi
Muhammad. yang telah mengetuk pintu hati mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha
Esa, yang tak ada sekutu bagi-Nya. Islam mendidik setiap pemeluknya agar berakhlak luhur.

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bercerita mengenai Uwais al-Qarni tanpa pernah
melihatnya. Beliau shallallahu alaihi wa sallam bersabda, Dia seorang penduduk Yaman,
daerah Qarn, dan dari kabilah Murad. Ayahnya telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya
dan dia berbakti kepadanya. Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah
Subhanahu wa Taala, lalu dia berdoa kepada Allah Subhanahu wa Taala, lalu dia diberi
kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Sungguh, dia
adalah pemimpin para tabiin.

Kemudian Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda kepada Umar bin al-
Khaththab radhiyallahu anhu, Jika kamu bisa meminta kepadanya untuk memohonkan ampun
(kepada Allah Subhanahu wa Taala) untukmu, maka lakukanlah!

Ketika Umar radhiyallahu anhu telah menjadi Amirul Mukminin, dia bertanya kepada para
jamaah haji dari Yaman di Baitullah pada musim haji,

Apakah di antara warga kalian ada yang bernama Uwais al-Qarni? Ada, jawab mereka.
Umar radhiyallahu anhu melanjutkan, Bagaimana keadaannya ketika kalian meninggalkannya?
Mereka menjawab tanpa mengetahui derajat Uwais, Kami meninggalkannya dalam keadaan
miskin harta benda dan pakaiannya usang.
Umar radhiyallahu anhu berkata kepada mereka, Celakalah kalian. Sungguh, Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam pernah bercerita tentangnya. Kalau dia bisa memohonkan ampun
untuk kalian, lakukanlah!

Dan setiap tahun Umar radhiyallahu anhu selalu menanti Uwais. Dan kebetulan suatu kali dia
datang bersama jemaah haji dari Yaman, lalu Umar radhiyallahu anhu menemuinya. Dia hendak
memastikannya terlebih dahulu, makanya dia bertanya,

Siapa namamu?Uwais, jawabnya.Umar radhiyallahu anhu melanjutkan, Di Yaman daerah


mana?Dia menjawab, Dari Qarn.Tepatnya dari kabilah mana? Tanya Umar radhiyallahu
anhu.Dia menjawab, Dari kabilah Murad.Umar radhiyallahu anhu bertanya lagi, Bagaimana
ayahmu?Ayahku telah meninggal dunia. Saya hidup bersama ibuku, jawabnya.Umar
radhiyallahu anhu melanjutkan, Bagaimana keadaanmu bersama ibumu?Uwais berkata, Saya
berharap dapat berbakti kepadanya.Apakah engkau pernah sakit sebelumnya? lanjut Umar
radhiyallahu anhu.Iya. Saya pernah terkena penyakit kusta, lalu saya berdoa kepada Allah
Subhanahu wa Taala sehingga saya diberi kesembuhan.Umar radhiyallahu anhu bertanya lagi,
Apakah masih ada bekas dari penyakit tersebut?Dia menjawab, Iya. Di lenganku masih ada
bekas sebesar dirham. Dia memperlihatkan lengannya kepada Umar radhiyallahu anhu.
Ketika Umar radhiyallahu anhu melihat hal tersebut, maka dia langsung memeluknya seraya
berkata, Engkaulah orang yang diceritakan oleh Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.
Mohonkanlah ampun kepada Allah Subhanahu wa Taala untukku!Dia berkata, Masa saya
memohonkan ampun untukmu wahai Amirul Mukminin?Umar radhiyallahu anhu menjawab,
Iya.Umar radhiyallahu anhu meminta dengan terus mendesak kepadanya sehingga Uwais
memohonkan ampun untuknya.Selanjutnya Umar radhiyallahu anhu bertanya kepadanya
mengenai ke mana arah tujuannya setelah musim haji. Dia menjawab, Saya akan pergi ke
kabilah Murad dari penduduk Yaman ke Irak.Umar radhiyallahu anhu berkata, Saya akan kirim
surat ke walikota Irak mengenai kamu?Uwais berkata, Saya bersumpah kepada Anda wahai
Amriul Mukminin agar engkau tidak melakukannya. Biarkanlah saya berjalan di tengah lalu
lalang banyak orang tanpa dipedulikan orang.

Wafatnya Uwais al-Qorni


Beberapa waktu kemudian, tersiar kabar kalau Uwais al-Qorni telah pulang ke Rahmatullah.

Anehnya, pada saat dia akan dimandikan tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk
memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana sudah ada
orang-orang yang menunggu untuk mengkafaninya.

Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-
orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan,
luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Dan Syeikh Abdullah bin Salamah menjelaskan, "ketika aku ikut mengurusi jenazahnya hingga
aku pulang dari mengantarkan jenazahnya, lalu aku bermaksud untuk kembali ke tempat
penguburannya guna memberi tanda pada kuburannya, akan tetapi sudah tak terlihat ada bekas
kuburannya. (Syeikh Abdullah bin Salamah adalah orang yang pernah ikut berperang bersama
Uwais al-Qorni pada masa pemerintahan Umar bin Khattab)

Meninggalnya Uwais al-Qorni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi
hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenal berdatangan
untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tak
dihiraukan orang.

Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, di situ selalu
ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu. Penduduk kota Yaman
tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, "Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-
Qorni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tak memiliki apa-apa, yang
kerjanya hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau
telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak
pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka
adalah para malaikat yang di turunkan ke bumi, hanya untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya siapa "Uwais al-Qorni"
ternyata ia tak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.

Anda mungkin juga menyukai