Anda di halaman 1dari 3

Kisah Cinta Salman Al Farisi Yang

Menggetarkan Hati. Sebuah Bukti Cinta


Tak Harus Memiliki.
Ada banyak kisah cinta dua umat manusia yang melegenda di dunia ini, mulai dari kisah cinta
roman ala Shakespeare, hingga kisah cinta Islami Ali bin Abi Thalib dengan Fatimah Az
Zahra yang indah. Namun pada kesempatan kali ini, kita akan mengintip bagaimana kisah
cinta Salman Al Farisi Radhiallahu’anhu yang akan menginspirasimu.

Salman Al Farisi Radhiallahu’anhu adalah seorang pemuda Persia. Salman Al Farisi tak lain
adalah mantan budak di Isfahan, salah satu daerah di Persia. Salman Al
Farisi Radhiallahu’anhu adalah sahabat Rasulullah yang spesial. Ia terkenal dengan
kecerdikannya dalam mengusulkan penggalian parit di sekeliling kota Madinah pada saat
kaum kafir Quraisy Mekkah bersama pasukan sekutunya menyerbu Rasulullah dan juga
kaum muslimin dalam perang Khandaq. Ada sekitar dua puluh empat ribu pasukan musuh
dibuat kalah, karena parit yang diusulkan Salman Al Farisi dan tentu saja karena pertolongan
Allah yang mendatangkan angin topan. Musuh agama Allah itu pulang dengan tangan hampa
dan hati kecewa karena kalah perang. Sejak itu nama Salman Al-
Farisi Radhiallahu’anhu makin bersinar di kalangan para sahabat.

Sedangkan untuk kisah cintanya, Salman Al Farisi merasakan jatuh cinta ketika
Rasulullah dan kaum muslimin hijrah menuju kota Madinah. Maka di kota inilah Salman Al
Farisi Radhiallahu’anhu berniat untuk menggenapkan separuh agamanya dengan menikah.
Saat itu diam-diam Salman Al Farisi menaruh perasaan cinta kepada seorang wanita
muslimah Madinah nan sholihah yang disebut kalangan Anshar. Maka dia pun memantapkan
niatnya untuk melamar wanita pujaan hatinya.

Namun sayangnya ada sesuatu yang mengganjal di hati Salman Al Farisi ketika hendak
melamar. Salman Al Farisi merasa asing, karena dia adalah penduduk baru dan jelas belum
mengetahui bagaimana adat melamar wanita di kalangan masyarakat Madinah dan bagaimana
dengan tradisi Anshar saat mengkhitbah wanita. Demikianlah hal yang dipikirkan Salman Al
Farisi, dia tak tahu mengenai budaya yang diterapkan di kota yang baru ini dan jelas tak bisa
sembarangan tiba-tiba datang mengkhitbah wanita tanpa persiapan matang.

Hingga akhirnya Salman Al Farisi mendatangi seorang sahabatnya yang merupakan


penduduk asli Madinah, yaitu Abu Darda. Ia bermaksud meminta bantuan dari sahabatnya,
Abu Darda untuk menemaninya saat mengkhitbah wanita impiannya. Setelah mendengar
cerita sahabatnya tersebut, Abu Darda pun begitu girang. Ia pun memeluk Salman Al
Farisi dan bersedia membantu dan juga mendukung sahabatnya itu. Tak ada perasaan ragu
bahkan menolak dalam diri seorang Abu Darda. Dan inilah kesempatan Abu Darda untuk
membantu saudara seimannya.

Setelah sebuah persahabatan yang indah itu menolong Salman Alfarisi, maka beberapa hari
kemudian ia mempersiapkan segala sesuatunya, Salman Al Farisi pun mendatangi rumah
sang gadis dengan ditemani sahabatnya itu. Keduanya merasa begitu gembira selama
perjalanan. Setiba di rumah wanita sholihah tersebut, keduanya pun diterima dengan baik
oleh sang tuan rumah, yang tak lain adalah orang tua wanita Anshar yang dicintai oleh
Salman Al Farisi.

Abu Darda pun memperkenalkan dirinya dan memperkenalkan Salman Al Farisi, ia pun
menceritakan mengenai Salman Al Farisi yang berasal dari Persia dan kini telah berhijrah ke
Madinah. Abu Darda juga menceritakan mengenai kedekatan Salman Al Farisi yang tak lain
adalah sahabat Rasulullah. Dan terakhir adalah maksudnya untuk mewakili sahabatnya itu
untuk melamar.

Mendengar itu semua, maka si tuan rumah merasa sangat terhormat. Ia senang akan
kedatangan dua orang sahabat Rasulullah. Ditambah lagi karena salah satunya bahkan
berkeinginan melamar putrinya. Namun hal itu tidak membuat sang ayah langsung
menerimanya. Karena seperti yang diajarkan Rasulullah, bahwa sang ayah harus bertanya
bagaimana pendapat putrinya mengenai lamaran tersebut. Karena jawaban itu adalah hak dari
putrinya secara penuh.

Sang ayah pun lalu memberikan isyarat kepada istri dan juga putrinya yang berada dibalik
hijabnya. Ternyata sang putri telah mendengar percakapan sang ayah dengan Abu
Darda. Maka wanita muslimah tersebut ternyata juga telah memberikan pendapatnya
mengenai pria yang melamarnya. Berdebarlah jantung Salman Al Farisi saat menunggu
jawaban dari balik tambatan hatinya, tak hanya itu Abu Darda pun menatap gelisah pada
wajah ayah si gadis. Dan tak begitu lama semua menjadi jelas ketika terdengar suara lemah
lembut keibuan sang bunda yang mewakili putrinya untuk menjawab pinangan Salman Al
Farisi.

“Mohon maaf kami perlu berterus terang”, kalimat itu membuat Salman Al Farisi dan Abu
Darda berdebar menanti jawaban. Manusiawi, karena Salman Al Farisi dan Abu Darda
hanyalah manusia biasa juga seperti kita. Maka perasaan tegang dan gelisah pun segera
menyeruak dalam diri mereka berdua.

“Namun karena kalian berdualah yang datang dan mengharap ridho Allah, saya ingin
menyampaikan bahwa putri kami akan menjawab iya jika Abu Darda juga memiliki
keinginan yang sama seperti keinginan Salman Al Farisi”. Sungguh jawaban yang
mengagetkan, wanita yang diidam-idamkan untuk menjadi istri Salman Al Farisi, justru
memilih Abu Darda yang hanya ingin membantu pinangan sahabatnya. Takdir Allah
berkehendak lain, cinta bertepuk sebelah tangan. Tetapi itulah ketetapan Allah menjadi
rahasia-Nya, yang tidak pernah diketahui oleh siapapun kecuali oleh Allah.

Jika seperti pria pada umumnya, maka hati Salman Al Farisi pasti hancur berkeping-
berkeping. Ia akan merasakan kehancuran yang teramat sangat. Tapi berbeda dengan pria
lainnya, Salman Al Farisi merupakan pria sholih, taat, dan juga seorang mulia dari kalangan
sahabat Rasulullah. Dengan ketegaran hati yang luar biasa ia justru menjawab, Allahu Akbar.
Salman Al Farisi girang, bahkan ia justru menawarkan bantuan untuk pernikahan keduanya.
Tanpa perasaan hati yang sakit, ia dengan ikhlas memberikan semua harta benda yang ia
siapkan untuk menikahi si wanita itu. Bahkan mahar dan nafkah yang telah dipersiapkan
diberikan kepada Abu Darda. Ia juga akan menjadi saksi pernikahan sahabatnya itu.

Betapa indahnya kebesaran hati Salman Al Farisi yang begitu faham bahwa cinta, kepada
seorang wanita tidaklah memberinya hak untuk memiliki. Sebelum lamaran diterima,
sebelum melaksanakan ijab qabul diikrarkan, cinta tidak menghalalkan hubungan dua insan.
Tak hanya itu, ia juga sangat faham akan arti persahabatan sejati.

Anda mungkin juga menyukai