Anda di halaman 1dari 10

4.

Kisah Salman Al-Farisi Memburu Hidayah


Tujuan :

1. Peserta mengetahui kisah Salman Al-Farisi

2. Peserta dapat mengambil makna hijrah seorang pemuda islam

Materi :

Kisah Perjalanan Salman Al-Farisi

Persia Syria/syam
Mosul
(MAJUSI) (NASRANI)

Wadil Qura’ Amuria Nasibin

Madiinah
(ISLAM)
PERSIA = MAJUSI

Salman al Farisi, adalah seorang lelaki Persia dari Negeri Ishfahan. Ia sangat

total dengan ajaran Majusiah, sampai bertugas sebagai penjaga sulutan api, yang

selalu menyalakannya, tidak membiarkannya padam meskipun sejenak. Orang tuanya

seorang kepala distrik, mempunyai ladang yang luas. Suatu hari, lantaran

kesibukannya, sang ayah berkata kepada anaknya: “Wahai anakku, aku sedang sibuk

membangun tempat ini hari ini, hingga tak sempat memeriksa ladang. Pergilah

engkau dan lihat”.

Salman pun pergi menuju ladang keluarganya. Di tengah perjalanan, ia melewati

sebuah gereja Nashara. Di situ, ia mendengar suara-suara mereka saat mengerjakan

shalat. Pemuda Salman tidak mengerti apa yang mereka kerjakan, lantaran ayahnya

menahannya di dalam rumah. Begitu melihat cara shalat mereka, benar-benar

membuat Salman terkagum-kagum. Akhirnya, tertarik dengan tingkah-laku mereka.

Salman berkata: “Demi Allah, ini lebih baik dari ajaran agama yang sedang kami

peluk. Demi Allah, aku tidak meninggalkan mereka sampai matahari terbenam”.

Ladangnya pun tidak ia pedulikan, tidak jadi mendatanginya. “Dari mana asal agama

ini?” tanya Salman kepada mereka. Mereka menjawab,”Di Syam. ”Kemudian Salman

pulang ke rumah. Ternyata sang ayah telah mengutus seseorang untuk mencarinya.

Ketika Salman sampai rumah, ayahnya bertanya: “Kemana saja engkau? Bukankah

aku sudah menyuruhmu untuk melakukan sesuatu?” Salman menjawab, ”Tadi aku

melewati sejumlah orang sedang mengerjakan shalat di sebuah gereja. Pemandangan

praktek agama yang aku lihat membuatku takjub. Demi Allah, aku di sana terus

bersama mereka sampai matahari terbenam”


Ayahnya berkata,”Anakku, tidak ada kebaikan pada agama itu. Agamamu dan

agama nenek-moyangmu lebih baik darinya.” Salman menolak anggapan ayahnya:

“Sekali-kali tidak, demi Allah. Sesungguhnya agama itu lebih baik dari agama kita”.

Kemudian ayahnya mengancam anaknya itu, mengalungkan rantai di kaki dan menahan

Salman tetap di dalam rumah.

Dalam keadaan seperti itu, Salman meminta seseorang untuk menemui orang-

orang Nashara, untuk menyampaikan, jika datang rombongan pedagang Nashara dari

Syam kepada mereka, agar memberitahukan kepadanya. Kemudian ia pun mendapat

berita yang ia inginkan. Ketika para pedagang Nashara ini hendak pulang kembali ke

negeri mereka, maka rantai besi yang melilitnya, ia putuskan dan kemudian Salman

pergi bersama mereka, dan akhirnya sampai ke Syam.

SYIRIA/SYAM=NASRANI

Sesampainya di Syam, Salman bertanya: “Siapakah orang yang terbaik dari

para pemeluk agama ini? ”Mereka menjawab: “Uskup yang berada di dalam gereja”.

Salman pun mendatangi orang yang dimaksud, lantas berkata: “Sesungguhnya aku

menyukai agama ini dan ingin hidup bersamamu. Melayanimu di gereja, belajar

denganmu dan mengerjakan shalat bersamamu”.

Uskup itu menjawab: “Masuklah!”

Akan tetapi, ternyata pendeta tersebut seorang yang berperangai buruk;

menyuruh orang bersedekah dan menganjurkannya. Bila barang-barang telah

terkumpul padanya, pendeta itupun menyimpannya untuk kepentingan pribadi, bukan

untuk para fakir-miskin. Bahkan pendeta itu berhasil mengumpulkan tujuh tempayan

berisi emas dan perak. Serta merta, kebencian kepada lelaki tersebut menyelinap
pada diri Salman, begitu menyaksikan perbuatan sang pendeta. Hingga saatnya

kematian menjemput sang pendeta.

Orang-orang Nashara berkumpul untuk menguburnya. Salman pun membuka

kedok pendeta ini. Salman berkata,”Sesungguhnya ini orang jelek. Memerintahkan

kalian untuk bersedekah dan menganjurkannya. Bila kalian sudah menyerahkan

kepadanya, ia menyimpannya untuk kepentingannya sendiri, tidak memberi kaum

miskin apapun.”

Orang-orang bertanya: “Darimana engkau tahu?”

“(Mari) aku tunjukkan simpanan hartanya,” jawab Salman. Mereka

menjawab,”Tunjukkan kami.”

Salman menuju tempat penyimpanan harta si pendeta itu. Orang-orangpun

akhirnya berhasil mengeluarkan dari tempat itu sebanyak tujuh tempayan penuh

dengan emas dan perak. Setelah menyaksikan, mereka berseru: “Demi Allah, kami

tidak akan menguburnya selama-lamanya,” maka mereka lantas menyalib lelaki

tersebut dan melemparinya dengan bebatuan.

Kemudian, orang-orang mengangkat lelaki lain sebagai penggantinya. Keadaan

lelaki ini lebih baik dari yang terdahulu, lebih zuhud terhadap dunia dan sangat

memperhatikan masalah akhirat. Tidak ada orang yang lebih menjaga malam dan

siangnya dari orang ini. Salman sangat mencintainya. Untuk beberapa lama, ia hidup

bersama pendeta ini.

Hingga saat ajal mendatangi pendeta itu, Salman berkata kepadanya. “Wahai

Fulan, aku telah bersamamu, benar-benar mencintaimu dengan kecintaan yang besar.

Sementara itu, telah datang kepadamu keputusan Allah yang telah engkau saksikan

(kematian). Kepada siapakah engkau berpesan bagiku? Apakah yang engkau

perintahkan kepadaku? ”Ia menjawab,”Wahai anakku. Demi Allah, aku tidak

mengetahui seorang pun sekarang ini yang berada di atas ajaranku. Orang-orang
sudah binasa dan merubah-rubah (ajaran), dan telah meninggalkan banyak ajaran-

ajaran sebelumnya, kecuali satu lelaki di Moshul. Yaitu Si Fulan. Ia masih sama

dengan ajaranku. Ke sanalah!”

MOSUL=NASRANI

Ketika ia meninggal dan dikubur, Salman pun menemui lelaki yang dimaksud.

“Wahai Fulan, sesungguhnya Si Fulan telah berwasiat kepadaku saat akan meninggal,

untuk menjumpaimu dan memberitahuku, bahwa engkau berada di atas ajarannya,”

kata Salman. Lelaki itu menjawab: “Hiduplah bersamaku”.

Selanjutnya, Salman hidup bersamanya. Lelaki ini adalah sosok yang baik.

Namun, tidak berapa lama, ia pun meninggal. Ketika kematian akan mendatanginya,

Salman memohon kepadanya: “Wahai fulan, sesungguhnya Fulan dulu berpesan

kepadaku untuk menemuimu dan memerintahkanku untuk menjumpaimu. Sekarang

telah datang (keputusan) dari Allah, seperti yang engkau saksikan. Kepada siapakah

engkau berwasiat bagiku? Apakah yang engkau perintahkan kepadaku?

Ia menjawab,”Wahai anakku, demi Allah, aku tidak mengetahui ada seseorang

yang berada di atas kami, kecuali seorang lelaki di daerah Nashibin, yaitu Fulan.

Temuilah ia! ”Ketika lelaki ini meninggal dan telah dikuburkan, Salman melaksanakan

wasiat itu.

NASIBIN=NASRANI

Setelah berhasil menjumpai lelaki yang dimaksud, Salman pun menceritakan

tentang dirinya dan wasiat yang disampaikan oleh pendeta sebelumnya. Laki-laki

menjawab: “Hiduplah bersamaku! ”Sosok laki-laki ini pun sama dengan dua kawannya.

Dan tidak berapa lama kemudian, kematian mendatanginya. Ketika ia sedang

sakaratul maut, Salman berkata kepadanya: “Wahai fulan, sesungguhnya Fulan


(pendeta pertama), berpesan kepadaku untuk menjumpainya Fulan (pendeta kedua).

Lalu ia berpesan kepadaku untuk menemuimu. Kepada siapa engkau berwasiat

untukku?

Apa yang engkau perintahkan?”

Ia menjawab: “Wahai anakku. Demi Allah, aku tidak mengetahui seseorang yang

tetap berada di atas ajaran kami yang aku perintahkan engkau menemuinya, kecuali

seseorang di daerah ‘Amuriyyah. Ia masih sama dengan ajaran kami. Jika engkau

mau, datangilah, sesungguhnya ia masih berada di atas ajaran kami!”

AMURIA=NASRANI

Usai penguburan, Salman pun pergi untuk menjumpai pendeta di ‘Amuriyah dan

menyampaikan kepadanya tentang dirinya. Pendeta itu pun berkata: “Menetaplah

bersamaku! ”Salman hidup bersama dengan insan yang selaras dengan petunjuk dan

tindak-tanduk kawan-kawannya. Ia pun dapat bekerja, sampai memiliki sapi-sapi dan

kambing.

Hingga kemudian datang juga keputusan Allah, yaitu kematian mendatangi

pendeta ini. Ketika si pendeta mengahadapi sakaratul maut, Salman berkata

kepadanya: “Dulu aku bersama Fulan, kemudian ia berwasiat kepadaku untuk

menjumpai Fulan. Dan lantas ia berpesan kepadaku untuk menemui Fulan. Dan

selanjutnya berwasiat untuk mendatangimu. Kepada siapakah engkau berwasiat

bagiku? Apakah yang engkau perintahkan kepadaku?


PESAN PENDETA AMURIA

”Dia menjawab,”Wahai anakku. Aku tidak mengetahui ada orang yang masih

berada di atas ajaran kami yang aku memerintahkan kepadamu untuk menjumpainya.

Akan tetapi, telah datang kepadamu masa nabi (yang baru). Ia diutus di atas agama

Ibrahim, bangkit di tanah Arab, melakukan hijrah ke tempat antara dua bukit batu

yang pernah terbakar. Di sana tumbuh pohon kurma. Pada dirinya terdapat tanda-

tanda yang tidak tersembunyi; mau makan hasil hadiah, tidak makan sedekah. Di

antara dua pundaknya terdapat tanda kenabian. Jika engkau bisa pergi ke negeri itu,

lakukanlah!”

Di ‘Amuriyah, cukup lama Salman menghabiskan waktu di sana, hingga datanglah

rombongan pedagang dari Bani Kalb, dan Salman pun berkata kepada mereka:

“Maukah kalian membawaku ke Negeri Arab dan aku akan memberi kalian sapi-sapi

dan kambing-kambingku ini? ”Mereka menjawab,”Baiklah! ”Salman memberikan itu

semua kepada mereka dengan imbalan tumpangan sampai ke tanah Arab.

WADIL QURO’

Akan tetapi, sampai di wadil quro’ mereka berbuat kenistaan kepadanya,

dengan menjual dirinya kepada seorang lelaki Yahudi, layaknya seorang budak belian.

Maka, Salman pun tinggal bersama lelaki Yahudi itu. Dan ternyata, Salman

menyaksikan adanya pepohonan kurma di situ. Dia pun berharap, inilah tempat yang

digambarkan kawannya (pendeta), tetapi ia belum merasa yakin.


MADINAH=ISLAM

Hingga suatu saat, datanglah kemenakan lelaki Yahudi itu dari Madinah. Yaitu

dari Bani Quraizhah. Dia membeli Salman dari pamannya dan membawanya ke

Madinah. Di kota Madinah ini, Salman menemukan kesesuaian dengan yang

digambarkan pendeta terakhir yang ia jumpai. Salman akhirnya menghabiskan

waktunya sebagai budak dengan majikan yang baru.

Berita tentang hijrah Nabi yang dibangkitkan di tanah Arab ke Madinah sudah

tersiar. Saat pertama kali mendengar berita itu, Salman sedang berada di atas

pohon kurma milik majikannya. Sedangkan majikannya sedang duduk. Tiba-tiba

kemenakan sang majikan ini datang dan berdiri di hadapannya, sambil berkata:

“Semoga Allah memerangi Bani Qailah. Demi Allah, mereka sekarang berkumpul di

Quba, mengelilingi seorang lelaki yang datang dari Mekkah hari ini, yang mengaku

dirinya seorang Nabi”.

Ketika Salman mendengarnya, seluruh tubuhnya gemetar, sampai mengira

hampir jatuh menimpa majikan yang berada di bawahnya. Lalu Salman turun dari

pohon kurma, dan bertanya kepada kemenakan si majikan: “Apa yang engkau

katakan? Apa yang engkau katakan? ”Sang majikan marah dan menampar pipinya

dengan pukulan yang sangat keras, lantas berkata,”Apa urusanmu dengannya?

Teruslah bekerja! ”Salman menjawab,”Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin

mengetahui ucapannya saja.”

Sebelumnya, Salman telah mempunyai sesuatu (kurma) yang telah ia kumpulkan.

Saat sore harinya, ia pergi menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, yang

sedang berada di Quba. Kata Salman,”Telah sampai kepadaku berita, kalau engkau

orang yang baik, (datang) bersama para sahabatmu yang asing lagi memerlukan

bantuan. Ini ada sesuatu untuk sedekah. Aku melihat kalian sangat berhak daripada
orang lain,” maka aku pun mendekatkan (sedekah itu) kepada Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wa sallam. Rasulullah berkata kepada para sahabat: “Makanlah,” tetapi beliau

Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri menahan tangannya dan tidak mau makan. Salman

berkata dalam hati: “Ini tanda pertama”.

Pada kesempatan berikutnya, Salman mengumpulkan sesuatu dan Rasulullah

telah tinggal di Madinah. Salman berkata,”Aku melihatmu tidak mau makan sedekah.

Ini adalah hadiah, aku ingin memuliakan dirimu dengannya,” maka Rasulullah

Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun memakannya, dan menyuruh para sahabat ikut makan

bersama beliau. Dalam hati, Salman berkata: “Ini tanda kedua”.

Berikutnya, Salman mendatangi Rasulullah ketika berada di Baqi Gharqad, yaitu

ketika sedang melayat jenazah salah seorang sahabatnya. Beliau mengenakan dua

kain, duduk di antara para sahabat. Maka, Salman datang dan melontarkan salam

kepada beliau. Setelah itu, ia berputar ke belakang untuk melihat punggung

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, untuk memastikan tanda kenabian yang

disebutkan oleh pendeta. Ketika Rasulullah menyadari keingintahuan Salman, maka

beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melepaskan kain atasnya dari punggung, dan

Salman menyaksikan tanda kenabian tersebut, sebagaimana ia mengenalnya dari

cerita yang pernah ia dengar. “Ini tanda ketiga (tanda kenabian)”.

Kemudian, Salman segera mendekati Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,

menciumi tanda itu dan menangis. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada

Salman: “Kemarilah,” maka aku ke depan beliau, dan aku bercerita kepada beliau

Shallallahu ‘alaihi wa sallam . . .

Perang Khandaq merupakan perang pertama kali yang diikuti oleh sahabat mulia

ini. Karena sebelumnya ia masih terkungkung oleh perbudakan. Sampai akhirnya

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memobilisasi para sahabat agar membantu


Salman, yaitu untuk menebusnya. Setelah itu, Salman al Farisi tidak pernah absen

menyertai Rasulullah dalam peperangan selanjutnya.

Hikmah dari perjalanan Salman Al-Farisi

1. Hidayah itu tidak hanya ditunggu tapi dijemput

2. Menyadari jika sudah ada kebaikan maka meniatkan diri dan mulai

mengikutinya

3. Siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan yang diinginkannya

Dorang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan) Kami, benar-benar akan

Kami tunjukkan Kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah

benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. (Q.S. Al-‘Ankabut : 69)

4. Sebagai Muslim, tidak perlu lagi mencari kebenaran di luar Islam, karena

kebenaran itu sudah ada di dalam Islam

5. Mentoring adalah sarana keberlanjutan untuk menemukan kebaikan (fitrah)

Anda mungkin juga menyukai