Agaknya tidak ada tali-temali yang menghubungkan dua pribadi sedemikian erat
dan kuat, seperti tali-temali yang menghubungkan Muhammad saw. dengan Abu
Sufyan bin Harits. Abu Sufyan lahir bersamaan dengan Muhammad bin Abdullah.
Keduanya sebaya dan dibesarkan dalam keluarga yang sama.
Abu Sufyan adalah anak paman Rasulullah saw. yang paling dekat. Karena Al-
Harits, ayah kandung Abu Sufyan, dengan Abdullah ayahanda Rasulullah saw.
adalah kakak beradik dari putra Abdul Muthallib. Di samping itu, Abu Sufyan
adalah saudara susuan Rasulullah. Kedua-duanya disusui oleh Halimatus Sa'diyah
secara bersama-sama. Setelah itu keduanya menjadi kawan bermain yang saling
mengasihi dan sahabat terdekat bagi Rasulullah sebelum kenabian. Abu Sufyan
adalah salah seorang yang sangat mirip dengan Rasulullah. Maka, hubungan
keluarga mana lagi yang lebih dekat dan kuat dari hubungan Muhammad bin
Abdullah dengan Abu Sufyan?
Karena hubungan yang demikian erat itulah, kebanyakan orang menyangka bahwa
Abu Sufyan adalah orang yang paling dahulu menerima seruan Rasulullah saw,
dan yang paling cepat mempercayai serta mematuhi ajarannya dengan setia.
Namun, yang terjadi justru sebaliknya, ia menjadi penentang Rasulullah saw.
Kemudian, aku panggil istri dan anak-anakku, lalu kukatakan, "Bersiaplah kalian
untuk mengungsi dari Mekah ini, karena tidak lama lagi tentara Muhammad akan
tiba. Aku pasti akan dibunuh oleh kaum muslimin. Hal itu tidak mustahil terjadi
jika mereka menemukan aku. "
Mereka menjawab, "Apakah belum tiba juga masanya bagi Bapak untuk
menyaksikan bangsa-bangsa Arab dan bukan Arab tunduk patuh dan setia kepada
Muhammad dan agamanya, sedangkan Bapak senantiasa memusuhinya.
Seharusnya Bapaklah orang yang pertama-tama memperkuat barisan Muhammad
dan membantu segala kegiatannya."
"Saya bangkit dan berkata kepada pelayanku, Madzkur, 'Siapkan bagi kami unta
dan kuda.' Lalu, anakku Ja'far kubawa bersama-sama denganku. Kami
mempercepat jalan menuju Abwa', yaitu daerah antara Mekah dan Madinah. Kami
mendapat kabar bahwa Muhammad telah sampai di sana dan menduduki tempat
itu dan di sana aku masuk Islam. Ketika kami hampir tiba, aku menyamar,
sehingga tidak seorang pun mengenalku, lalu aku menyatakan Islam di hadapan
beliau."
"Aku meneruskan perjalanan dengan berjalan kaki. Setelah satu mil aku berjalan,
aku bertemu dengan pasukan perintis kaum muslimin menuju Mekah. Pasukan
demi pasukan lewat. Aku menghindar dari jalan mereka, karena khawatir ada di
antara mereka yang mengenalku."
"Aku tidak pernah ragu, jika aku mendatangi Rasulullah, beliau akan gembira
dengan keIslamanku. Dan, para sahabat akan gembira pula karena nabinya
gembira. Tetapi, ketika kaum muslimin melihat Rasulullah saw. berpaling dariku,
mereka pun memperlihatkan muka masam dan semuanya memalingkan muka
dariku."
"Aku bertemu dengan Abu Bakar, tetapi dia memalingkan mukanya dariku. Aku
memandang kepada Umar bin Khattab dengan pandangan lembut, tetapi Umar
melongos dengan cara yang menjengkelkan. Bahkan, ada seorang Anshar berkata
dengan semangat kepadaku, 'Hai Musuh Allah! Engkau telah banyak menyakiti
Rasulullah saw. dan para sahabat. Kejahatanmu telah sampai ke ujung timur dan
barat permukaan bumi ini'."
Jawab Abbas, "Demi Allah, saya tidak berani satu kalimat pun bicara dengannya
setelah kulihat dia memalingkan muka darimu. Kecuali, bila datang kesempatan
lain yang lebih baik, akan saya coba."
"Aku sungguh susah dan sedih karena jawaban paman Abbas kepadaku. Tidak
lama kemudian aku melihat adik sepupuku, Ali bin Abi Thalib. Maka,
kubicarakan dengannya maksudku. Ali pun menjawab seperti jawaban paman
Abbas."
"Aku kembali menemui paman Abbas. Aku berkata, 'Jika paman tidak sanggup
membujuk Rasulullah mengenai diriku, tolong cegah orang-orang itu mengejekku,
atau yang menghasut orang lain mengejekku'. "
"Maka, kuterangkan ciri-ciri orang itu kepada paman Abbas. Ia lalu berkata, 'Oh,
itu adalah Nu'aiman bin Harits an-Najjary'."
"Lalu, aku berkata kepada istriku, 'Demi Allah, bila aku dan anakku ini pergi
mengasingkan diri sampai kami mati kelaparan dan kehausan, tentu Rasulullah
akan meridhaiku'."
"Tatkala berita mengenai diriku itu sampai kepada Rasulullah, beliau merasa
kasihan. Ketika beliau keluar dari kubah untuk pertama kali beliau memandang
lembut kepadaku. Aku berharap semoga beliau tersenyum melihatku."
"Kemudian Rasulullah saw. memasuki kota Mekah. Aku turut dalam rombongan
pasukan beliau. Belau langsung menuju masjid, aku pun segera mendampingi dan
tidak berpisah semenit pun dengannya."
***
Saat terjadi perang Hunein seluruh kabilah Arab bersatu padu, persatuan Arab
yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk memerangi Rasulullah dan kaum
muslimin. Mereka membawa perlengkapan perang dan jumlah tentara yang cukup
banyak. Bangsa Arab bertekad hendak membuat perhitungan kalah atau menang
dengan kaum muslimin dalam perang kali ini.
Rasulullah saw. menemui musuh hanya dengan beberapa pasukan. Aku turut
dalam rombongan pasukan pengawal beliau. Tatkala kulihat jumlah tentara
musyrikin sangat besar, aku berkata kepada diriku, "Demi Allah, hari ini aku
harus menebus segala dosa-dosaku yang telah lalu karena memusuhi Rasulullah
dan kaum muslimin. Hendak kubaktikan kepada beliau amal yang diridhai Allah
dan Rasul-Nya."
Abbas menjawab, "Ini saudara Anda, anak paman Anda, Sufyan bin Harits.
Ridhakanlah dia, ya Rasulullah."
***
Semenjak perang Hunain, Abu Sufyan bin Harits merasakan nikmat dan
keindahan ridha Nabi saw. kepadanya. Dia merasa bahagia dan mulia menjadi
sahabat beliau. Meski demikian, Abu Sufyan tidak berani mengangkat
pandangannya ke wajah Rasulullah saw. selama-lamanya, karena malu mengingat
masa silamnya yang kelabu.
Ketika Rasulullah saw. meninggal, Abu Sufyan sedih bagaikan seorang ibu
kehilangan putra satu-satunya. Dia menangis seperti seorang kekasih menangisi
kekasihnya, sehingga jiwa penyairnya kembali memantulkan rangkuman sajak
yang memilukan dan menyayat hati setiap pembaca atau pendengarnya.
Pada zaman pemerintahan Umar al-Faruq (Umar bin Khattab), Abu Sufyan
merasa ajalnya sudah dekat. Lalu, digalinya kuburan untuk dirinya sendiri. Tidak
lebih tiga hari setelah itu, maut datang menjemputnya, seakan sudah berjanji
sebelumnya.
www.alislam.or.id