Mereka bertanya : Hai Abu Bakar, mengapa engkau menangis pada saat kita
harus bergembira dan senang? Karena Allah SWT telah
menyempurnakan Agama kita.
Abu Bakar berkata : Hai para Sahabat,
kamu semua tidak mengetahui bencana yang akan menimpamu.
Bukankah kamu mendengar bahwa suatu perkara apabila telah sempurna
maka
akan muncul kekurangannya? Ayat ini mengabarkan tentang perpisahan
kita, tentang keyatiman Hasan dan Husain dan tentang Istri-istri Nabi
Muhammad SAW yang akan menjadi janda.
Maka berubahlah wajah Nabi Muhammad SAW dan berdiri segera menuju
rumah
Abu Bakar dan bertemu para sahabat. Beliau melihat mereka dalam keadaan
tersebut diatas,
Kemudian bersabda : Apakah yang membuat kamu menangis?
Berkatalah Ali ra.: Tadi Abu Bakar berkata, Aku telah mencium bau wafat
Rasulullah SAW dari
ayat ini. Apakah benar ayat ini dapat diambil sebagai petunjuk atas
wafatmu?.
Nabi Muhammad SAW bersabda : Benar Abu Bakar dalam ucapannya itu.
Memang benar telah dekat keberangkatanku dari hadapanmu dan telah tiba
saat perpisahanku dengan kamu semua.
Setelah Abu Bakar ra. mendengar sabda Rasulullah itu berteriaklah dia
sekeras-kerasnya dan jatuh tak sadarkan diri.
Ali ra. bergetar tubuhnya dan para sahabat lain menjadi ribut, mereka
ketakutan semuanya dan menangis sejadi-jadinya, hingga gunung-gunung
dan batu-batu ikut menangis bersama mereka, demikian pula para
Malaikat. Ulat-ulat dan binatang-binatang darat maupun di laut,
semuanya ikut menangis.
Kemudian Nabi Muhammad SAW berjabatan dengan para setiap orang dari
para sahabat, berpamitan dan menangis serta memberi wasiat kepada
mereka. Kemudian Beliau hidup setelah turunnya ayat tersebut dalam
delapan puluh satu hari.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa setelah dekat wafat Nabi
Muhammad SAW, Beliau memerintahkan Bilal untuk menyerukan shalat
kepada
manusia. Bilal lalu menyerukan Adzan dan berkumpullah para Sahabat
Muhajirin dan Anshar ke Masjid Rasulullah SAW. Beliau mengerjakan
shalat dua rakaat ringan bersama para sahabat. Kemudian naik mimbar,
memuji dan menyebut keagungan Allah SWT.
Beliau berkhutbah dengan sebuah khutbah yang dalam, hati menjadi takut
karenanya, dan air mata bercucuran karenanya.
Dia mengetuk pintu Fathimah, dan bertanyalah Fathimah: Siapa yang ada di
depan pintu?
Bilal menjawab: Aku datang untuk mengambil tongkat Rasulullah
Fathimah bertanya : Hai Bilal, apa yang akan diperbuat Ayah dengan tongkat
itu?
Bilal menjawab: Hai Fathimah, Ayahmu memberikan dirinya untuk di
qhisash."
Fathimah bertanya lagi: Hai Bilal, siapakah yang sampai hatinya mau
membalas pada Rasulullah?
Lalu Bilal mengambil tongkat itu dan masuklah dia ke Masjid serta
memberikan tongkat itu kepada Rasulullah, sedang Rasul kemudian
menyerahkannya kepada Ukasyah.
Ketika Abu Bakar dan Umar ra. memandangnya, maka berdirilah mereka
berdua dan berkata : Hai Ukasyah, aku masih berada didepanmu, maka
balaslah kami dan janganlah engkau membalas kepada Nabi Muhammad
SAW.
Bersabdalah Rasulullah SAW: Duduklah engkau berdua, Allah telah
mengetahui kedudukanmu.
Berdiri pula Ali ra. dan berkatalah dia: Hai Ukasyah, aku
masih hidup didepan Nabi Muhammad SAW. Tidak akan aku sampai hati
kalau
engkau membalas Rasulullah SAW. Ini punggungku dan perutku, balaslah
aku dengan tanganmu dan deralah aku dengan tanganmu.
Nabi Muhammad SAW bersabda : Hai Ali, Allah telah mengetahui kedudukan
dan niatmu.
Semua orang Islam yang hadir berdiri, dan mencium antara kedua mata
Ukasyah seraya berkata : Beruntung sekali engkau, engkau berhasil
mendapatkan derajat yang tinggi dan berkawan dengan Nabi Muhammad
SAW di surga.
Ya Allah, mudahkanlah kepada kami untuk mendapatkan syafaatnya, berkat
keagungan dan kemegahanMu
(Dari Mauidhatul Hasanah)
Beliau bersabda:
Marhaban bikum rahimakumullah (selamat datang kamu semua, mudah-
mudahan Allah memberi rahmat kepada kamu) aku berwasiat kepada kamu
agar takwa kepada Allah dan taat kepadaNya. Telah dekat perpisahan dan
telah tiba kembali kepada Allah dan ke surga Al-Mawaa. Hendaklah nanti Ali
yang
memandikan aku, Al-Fadhal bin Abbas yang menuangkan air dan Usamah bin
Zaid yang membantu keduanya. Kafanilah aku dengan pakaianku sendiri
kalau kamu mau, atau dengan pakaian buatan Yaman yang putih. Jika kamu
sudah memandikan aku letakkanlah aku di tempat tidurku didalam kamarku
ini di tepi liang lahadku. Kemudian keluarlah meninggalkan aku sesaat.
Karena pertama-tama yang menshalatkan aku adalah Allah Azza wa Jalla,
kemudian Jibril, kemudian Israfil, kemudian Mikail, kemudian Malaikat
Maut beserta anak buahnya, kemudian semua Malaikat yang lain. Setelah
ini barulah kamu masuk sekelompok demi sekelompok dan shalatkanlah aku.
Setelah mereka mendengar kata perpisahan Nabi Muhammad SAW ini
mereka berteriak seraya menangis.
Mereka berkata:
Ya Rasulullah, engkau adalah Rasul kami
dan kepala kumpulan kami. Serta penguasa perkara kami. Jika engkau
harus pergi, lalu kepada siapakah nanti kami akan kembali dalam
menghadapi kesulitan?
Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat
kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-
burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara
terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam
kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-
Nya. Ku wariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa
mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang
mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh
menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan
berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya.
Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-
dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan
meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.
Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda
itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah
yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di
sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua
surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata Jibril. Tapi itu ternyata tak
membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak
senang mendengar kabar ini? " tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku
bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku
pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa
saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.
Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega,
melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar
Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah,
dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan
pada umatku". Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak
bergerak lagi.