Kisah Siti Maryam Binti Imran Siti Maryam adalah wanita terbaik
sepanjang masa. Wanita terbaik dalam kurun sejarah wanita, dari mulai Siti Hawa
sampai nanti wanita terakhir. Banyak wanita mencari idola dan suri teladan.
Namun mereka tidak tahu siapa kiranya yang pantas diteladani. Ada yang punya
idola, tapi terkadang wanita yang diidolakan hanya wanita cantik yang tidak
berakhlak dan tidak beriman kepada Allah SWT. Apakah wanita muslimah tahu
tentang Siti Maryam? Tahukah wanita muslimah bahwa Allah telah memujinya
sebagai wanita paling mulia dalam peradaban manusia.
Allah berfirmam dalam QS Ali Imran ayat 42:
.
Artinya: Pemuka wanita ahli surga ada empat: Maryam binti Imran, Fatimah
binti Rasulullah SAW, Khadijah binti Khuwailid, dan Asiyah. (HR. Hakim
4853).
Siti Maryam adalah anak tunggal dari Imran (Heli dalam versi Kristian)
seorang tokoh dari Ulama Bani Israel. Ibunya saudara ipar Nabi Zakaria a.s.
adalah seorang perempuan yang mandul yang sejak bersuamikan Imran belum
merasa berbahagia jika belum memperoleh anak. Ia merasa hidup tanpa anak
adalah sunyi dan membosankan. Ia sangat mendambakan keturunan untuk
menjadi pengikat yang kuat dalam kehidupan bersuami-isteri, penglipur duka dan
pembawa suka di dalam kehidupan keluarga. Ia sangat menginginkan keturunan
sehingga bila ia melihat seorang ibu menggandung bayinya atau burung memberi
makan kepada anaknya, ia merasa iri hati dan terus menjadikan kenangan yang tak
kunjung lepas dari ingatannya.
Tahun demi tahun berlalu, usia makin hari makin lanjut, namun keinginan
tetap tinggal keinginan dan idam-idaman tetap tidak menjelma menjadi kenyataan.
Berbagai cara dicobanya dan berbagai nasehat dan petunjuk orang dilakukannya,
namun belum juga membawa hasil. Dan setelah segala daya upaya yang
bersumber dari kepandaian dan kekuasaan manusia tidak membawa buah yang
diharapkan, sadarlah isteri Imran bahwa hanya Allah tempat satu-satunya yang
berkuasa memenuhi keinginannya dan sanggup mengurniainya dengan seorang
anak yang didambakan walaupun rambutnya sudah beruban dan usianya sudah
lanjut. Maka ia bertekad membulatkan harapannya hanya kepada Allah bersujud
siang dan malam dengan penuh khusyuk dan kerendahan hati bernadzar dan
berjanji kepada Allah bila permohonannya dikalbulkan, akan menyerahkan dan
menghibahkan anaknya ke Baitul Maqdis untuk menjadi pelayan, penjaga dan
memelihara Rumah Suci (Bait Allah).
Harapan isteri Imran yang dipanjatkan kepada Allah tidaklah sia-sia. Allah
telah menerima permohonannya dan mengabulkan doanya sesuai dengan apa yang
telah disuratkan dalam takdir-Nya. Maka tanda-tanda permulaan kehamilan yang
dirasakan oleh setiap perempuan yang mengandung tampak pada isteri Imran
yang lama kelamaan merasa gerakan janin di dalam perutnya yang makin
membesar. Alangkah bahagia si isteri yang sedang hamil itu, bahawa apa yang
diidam-idamkanannya itu akan menjadi kenyataan dan kesunyian rumah
tangganya akan hilang bila bayi yang dikandungkan itu lahir. Ia bersama suami
mulai merencanakan apa yang akan diberikan kepada bayi yang akan lahir itu.
Jika mereka sedang duduk berduaan tidak ada yang diperbincangkan selain soal
bayi yang akan dilahirkan. Suasana suram sedih yang selalu meliputi rumah
tangga Imran berbalik menjadi riang gembira, wajah sepasang suami isteri Imran
menjadi berseri-seri tanda suka cita dan bahagia dan rasa putus asa yang
mencekam hati mereka berdua berbalik menjadi rasa penuh harapan akan hari
kemudian yang baik dan cemerlang.
Seperti yang tertera di dalam firman Allah SWT QS. Ali Imran: 35;
Artinya:
(Ingatlah),
ketika
isteri
Imran
berkata:
Ya
Tuhanku,
{
}
Setiap anak manusia pasti diganggu setan ketika dia dilahirkan, sehingga
dia teriak menangis, karena disentuh setan. Kecuali Maryam dan putranya. (HR.
Bukhari 4548 dan Muslim 2366).
Agak kecewalah si ibu janda Imran setelah mengetahui bahawa bayi yang
lahir itu adalah seorang puteri sedangkan ia menanti seorang putera yang telah
dijanjikan dan bernadzar untuk dihibahkan kepada Baitulmaqdis. Dengan nada
kecewa dan suara sedih berucaplah ia seraya menghadapkan wajahnya ke atas:
Wahai Tuhanku, aku telah melahirkan seorang puteri, sedangkan aku bernadzar
akan menyerahkan seorang putera yang lebih layak menjadi pelayan dan pengurus
Baitulmaqdis. Allah akan mendidik puterinya Siti Maryam dengan pendidikan
yang baik dan akan menjadikan Zakaria (iparnya dan bapa saudara Maryam)
sebagai pengawas dan pengasuhnya.
Kisah Maryam dihantar ke Baitul Maqdis
Pada suatu malam yang sunyi, Maryam dibawa ke Baitul Maqdis oleh
ibunya, Hannah. Aku serahkan anakku ini kepada tuannya. Sebelum ini aku
sudah bernazar untuk menyerahkan anakku menjadi hamba abdi di rumah suci
ini, kata Hannah kepada pendeta-pendeta di situ.
Baiklah, kami akan menjaga anakmu ini, balas pendeta-pendeta tersebut.
Setelah Hannah pulang, tinggallah Maryam di tempat suci itu. Ramai
pendeta berebut untuk memelihara Maryam. Pelbagai alasan diberi mereka agar
dapat mengasuh Maryam. Pendeta yang paling tegas sekali ialah Nabi Zakaria
a.s.. Baginda menyatakan bahawa baginda mempunyai hubungan kekeluargaan
dengan keluarga Imran, yaitu keluarga Maryam. Semua pendeta tidak mahu
mengalah. Mereka sepakat membuang pensil masing-masing ke dalam sungai.
Pensil siapa yang tidak tenggelam, maka dialah yang berhak menjaga Maryam.
Hanya pensil Nabi Zakaria sahaja yang tidak tenggelam. Maka Maryam pun
diserahkan kepada Nabi Zakaria. Nabi Zakaria memelihara Maryam dengan
penuh kasih sayang dan dijaga seperti anaknya sendiri.
Rasa cinta dan kasih sayang Zakaria terhadap Maryam sebagai anak saudara
isterinya yang ditinggalkan ayahnya meningkat menjadi rasa hormat dan takzim
tatkala terjadi suatu peristiwa yang menandakan bahawa Maryam bukanlah gadis
biasa sebagaimana gadis-gadis yang lain, tetapi ia adalah wanita pilihan Allah
untuk suatu kedudukan dan peranan besar di kemudian hari.
Pada suatu hari tatkala Zakaria datang sebagaimana biasa, mengunjungi
Maryam, ia mendapatinya lagi berada di mihrabnya tenggelam dalam ibadah
berzikir dan bersujud kepada Allah. Ia terperanjat ketika pandangan matanya
menangkap hidangan makanan berupa buah-buahan musim panas terletak di
depan Maryam yang lagi bersujud. Ia lalu bertanya dalam hatinya, dari manakah
gerangan buah-buahan itu datang, padahal mereka masih lagi berada pada musim
dingin dan setahu Zakaria tidak seorang pun selain dari dirinya yang datang
mengunjungi Maryam. Maka ditegurlah Maryam tatkala setelah selesai ia
bersujud dan mengangkat kepala: Wahai Maryam, dari manakah engkau
memperolehi rezeki ini, padahal tidak seorang pun mengunjungimu dan tidak pula
engkau pernah meninggalkan mihrabmu? Selain itu buah-buahan ini adalah buahbuahan musim panas yang tidak dapat dibeli di pasar dalam musim dingin ini.
Maryam menjawab: Inilah peberian Allah kepadaku tanpa aku berusaha atau
minta. Dan mengapa engkau merasa hairan dan takjub? Bukankah Allah Yang
Maha Berkuasa memberikan rezekinya kepada sesiapa yang Dia kehendaki dalam
bilangan yang tidak ternilai besarnya? Demikianlah Allah telah memberikan
tanda pertamanya sebagai mukjizat bagi Maryam, gadis suci, yang dipersiapkan
oleh-Nya untuk melahirkan seorang Nabi Besar yang bernama Isa Al-Masih ibn
Maryam sebuah nama yang indah yang diberi oleh Allah.
Melihat kepada keperibadian Maryam yang mulia itu, Nabi Zakaria
berharap agar dirinya juga dikurniakan cahaya mata, dan Allah telah
mengkabulkan doa Nabi Zakaria. Isteri Nabi Zakaria yang sudah tua itu pun
mengandung. Nabi Zakaria sungguh gembira apabila dikurniakan seorang anak
lelaki. Anak itu diberi nama Yahya. Yahya adalah salah seorang nabi Allah.
Maryam terus membesar menjadi seorang wanita soleh yang amat
dihormati. Beliau amat suci dan menjadi contoh kepada semua orang lain.
Maryam juga merupakan seorang perempuan yang sangat mulia. Beliau amat taat
dalam melaksanakan perintah Allah dan sentiasa menjauhi perbuatan maksiat dan
dosa. Setiap hari yang dilaluinya dihabiskan untuk beribadat kepada Allah.
Sebagai memenuhi syarat ibu Maryam serta menunaikan nazar ketika beliau
mengandungkan Maryam dahulu, Maryam diletakkan di sebuah biara di dalam
Masjid al-Aqsa. Di sanalah beliau menumpukan ibadah kepada Allah SWT.
Siti Maryam adalah Wanita Shalehah Yang Menjauhi Gangguan Laki-Laki
Kesucian beliau terpelihara kerana beliau tidak pernah keluar dari biliknya
apatah lagi untuk dilihat dan disentuh oleh mana-mana lelaki. Allah memuji
Maryam dengan wanita yang benar. Allah Taala berfirman,
Tuhan,
sekaligus
memaksa
kepada
semua
rakyatnya
untuk
menyembahnya, sejak itu pula tekanan batin mulai dirasakan Asiyah. Paksaan
Firaun supaya disembah dan diakui sebagai Tuhan tidak hanya berlaku bagi
semua rakyat, namun juga terhadap Asiyah, istri Firaun sendiri. Dalam posisi
seperti itu Asiyah tidak bisa berbuat banyak kecuali harus menuruti apa yang
dipaksakan suami, meski dalam hati ia berontak.
Asiyah adalah contoh wanita yang begitu sabar menghadapi keburukan
sikap dari sang suami. Meski suami terus memperlakukan buruk, namun tetap saja
ia berusaha untuk sabar dan tabah menghadapi cobaan derita tersebut. Begitu
sabar dan tabahnya sikap Asiyah, sampai-sampai ia mau berkorban nyawa
menghadapi perlakuan suaminya itu.
"Ya Rabbku, bangunlah untukku sebuah rumah di sisiMu dalam surga dan
selamatkanlah aku dari Fir'aun dan perbuatannya dan selamatkanlah aku dari
kaum yang zhalim". (At-Tahrim: 11).
Kemudian diperlihatkan untuknya tempat tinggalnya di dalam Surga." [1]
Utusan Firaun itu mendekat dan menanyakan perihal keimanan yang
dipegang teguh Asiyah. Wanita ini dengan tegarnya menjawab bahwa dia tetap
dalam pendiriannya, mengakui bahwa ajaran yang dibawa Musa dan Harun adalah
ajaran yang benar. Asiyah menyatakan dengan tegas bahwa tiada Tuhan selain
Allah. Sesuai dengan perintah Firaun , utusan itupun langsung mengangkat batu
besar yang akan dipukulkan ke kepala Asiyah. Namun sebelum batu tersebut
mengenai kepalanya, terlebih dahulu Allah memerintahkan kepada malaikat Izrail
untuk mencabut nyawa wanita mulia ini. Dengan demikian Asiyah selamat dari
siksaan pukulan batu yang akan dibenturkan oleh utusan Firaun. Baru setelah
tubuh Asiyah ambruk tak bernyawa lagi, utusan itu langsung membenturkan batu
besar ke kepala Asiyah hingga kepalanya berlumuran darah.
Subhanallah! Begitu tegar hati Asiyah dalam mempertahankan keimannya.
Sungguhlah pantas jika Allah mengabadikan kisah kesabaran dan ketabahan
Asiyah didalam Al Quran. Bahkan sangat tak berlebihan jika Nabi sendiri
menyerukan kepada umat perempuannya untuk banyak belajar kepada wanita
yang satu ini. Malah Nabi menyatakan dengan tegas bahwa siapapun yang bisa
menjalani hidup sabar atas penderitaanya dalam rumah tangga, maka ia akan
diberi pahala surga, sebagaimana Asiyah.