Nasabnya
Nasab Abu Sufyan adalah Abu Sufyan bin al-Harits bin Abdul Muthalib bin
Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay al-Qurasyi al-Hasyimi. Ia adalah putra
pertama dari paman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, al-Harits bin
Abdul Muthalib. Hubungan kekerabatan itu kian dekat, karena Abu Sufyan bin
al-Harits juga merupakan saudara sepersusuan Nabi. Keduanya disusui oleh
Halimah as-Sa’diyah. Adapun ibu kandungnya bernama Ghaziyah binti Qays.
Sebelum Muhammad bin Abdullah diutus menjadi Rasul, Abu Sufyan sangat
dekat sekali dengan beliau. Namun, ketika risalah kenabian datang, ia
memusuhi sepupunya ini. Mengecamnya. Dan memfitnah para sahabatnya. Ia
memiliki kemahiran yang unggul di masa itu, yaitu penyair (Ibnu Saad dalam
ath-Thabaqat al-Kubra 4/36, al-Qurthubi dalam al-Isti’ab 41673, dan Abdul
Malik al-‘Ashami dalam Simthu an-Nujum 1/400).
Memeluk Islam
Abu Sufyan bin al-Harits dan Abdullah bin Abu Umayyah bin al-Mughirah
menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Tsaniyah al-‘Iqab. Suatu
tempat antara Mekah dan Madinah. Keduanya masuk rumah Nabi dan
berbincang dengan istri beliau Ummu Salamah radhiallahu ‘anha. Ummu
Salamah berkata, “Wahai Rasulullah, ini ada putra pamanmu, putra bibimu,
dan juga iparmu.” Rasulullah menjawab, “Aku tidak berkeperluan dengan
keduanya. Putra pamanku telah merusak kehormatanku. Sedangkan putra
bibiku sekaligus iparku, sewaktu di Mekah dia telah mengatakan apa yang dia
katakan.”
Mendengar ucapan Rasulullah itu, Abu Sufyan bin al-Harits yang membawa
putranya berkata, “Demi Allah, Rasulullah mengizinkan aku atau aku akan
membawa diriku dan anakku ini pergi ke suatu tempat hingga kami mati
dalam keadaan kehausan atau kelaparan.”
Saat mengetahui keinginan Abu Sufyan, Rasulullah pun luluh. Mereka diizinkan
masuk menemui beliau. Kemudian Abu Sufyan menggubah sebuah syair
tentang keislamannya dan permohonan maafnya atas perbuatannya di masa
lalu.
Dalam al-Maghazinya, al-Waqidi menyebutkan riwayat tentang keislaman Abu
Sufyan bin al-Harits. Abu Sufyan berkata, “Siapa teman? Dan aku harusnya
bersama siapa? Islam semakin dekat (semakin berkuasa). Segera Kutenemui
istri dan anakku. Kukatakan pada mereka, ‘Ayo bersiap untuk pergi. Malam ini
Muhammad akan sampai pada kalian’.
Mereka berkata, ‘Sekarang telah kau lihat, orang-orang Arab dan non Arab
telah mengikuti Muhammad. Sementara kau masih saja memusuhinya.
Semestinya engkau adalah orang yang paling terdepan membelanya!’
Kukatakan pada budakku, Madzkur, ‘Cepat siapkan onta dan kuda’. Kemudian
kami pergi hingga sampai di Abwa. Saat sampai di perbatasan Abwa, aku
menyamar karena merasa takut akan dibunuh. Darahku serasa menggeram.
Aku pun keluar. Ternyata kudapati anakku, Ja’far, di hadapanku sejarak satu
mil. Di pagi hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai di Abwa.
Orang-orang menghadap dan menemui beliau satu per satu. Aku menyelinap
ke kerumunan sahabatnya. Ketika tunggangannya mendekat, aku muncul di
hadapannya. Saat kedua matanya menatapku, ia palingkan wajahnya dariku.
Aku berupaya mengikuti kemana arah wajahnya berpaling. Tapi berkali-kali
pula tetap ia palingkan wajahnya dariku. Aku coba dari arah dekat maupun
jauh.
‘Aku telah terbunuh sebelum sampai padanya’, gumamku. Tapi aku teringat
dengan kebaikan, sifat kasih, dan kekerabatannya denganku. Itulah yang
menahanku. Aku yakin Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabatnya akan sangat bergembira dengan keislamanku. Karena aku
kerabatnya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abbas menjwab, ‘Demi Allah, tidak. Setelah kulihat responnya padamu, aku tak
akan membahas tetangmu sepatah kata pun. Sungguh aku segan dengan
wibawa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam’.
Aku (Abu Sufyan) berkata, ‘Wahai paman, lalu kepada siapa lagi aku
bersandar?’ ‘Itu urusanmu’, jawab Abbas.
Abu Sufyan berkata, “Aku pun keluar dan duduk di pintu rumah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai beliau keluar hendak menuju Juhfah.
Beliau tetap tidak berbicara denganku. Demikian juga, tak seorang pun dari
kaum muslimin.
Ia juga menikah dengan Ummu Amr binti al-Muqawwim bin Abdul Muthalib.
Seorang wanita dari kalangan kerabatnya, Bani Hasyim. Dari Ummu Amr, Abu
Sufyan dikaruniai seorang putri yang bernama Atikah. Kemudian Atikah
menikah dengan Mas’ud bin Mut’ib ats-Tsaqafi. Dari pasangan ini lahirlah
seorang sahabat mulia yang bernama Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu.
Kemudian beberapa orang budak wanita. Seperti Umayyah, Ummu Abu al-
Hayyaj, dan Ummu Kultsum.
“Abu Sufyan bin al-Harits adalah pemimpin pemuda surga.” (Ibnu Hajar: al-
Ishabah 7/152).
“Marilah bersamaku hai para pasukan. Aku ini seorang Nabi yang tidak
berdusta. Aku ini putranya Abdul Muthalib.”
Dalam keadaan genting itu, Abu Sufyan bersama putranya Ja’far tetap setia
mendampingi Nabi. Abu Sufyan meraih tali kekang tunggangan Nabi.
Kemudian berhasil membunuh orang-orang musyrik yang mengepung Nabi.
Saat keadaan mulai terkendali dan kaum muslimin kembali ke medan perang,
Allah pun memberikan kemenangan untuk mereka. Saat debu peperangan tak
lagi mengepul, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memandangi orang
yang memegang tali kekang kendaraannya. Beliau berkata, “Siapa ini?
Saudaraku Abu Sufyan bin al-Harits?” Mendengar ucapan Rasulullah
“Saudaraku”, rasa-rasanya jantung Abu Sufyan mau copot karena bahagia. Ia
pun tersungkur bahagia dan mencium kedua kaki Rasulullah.
Seorang Penyair
Abu Sufyan adalah penyair Bani Hasyim. Sebelum Islam, gubahan syairnya
bermuatan hinaan dan serangan terhadap Islam juga Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam. Hasan bin Tsabit radhiallahu ‘anhu berkata
أننل أندبرلدغ أننباَ م
سدفنيِاَنن نعريني … ممنغدلنغلنفة نفنقدد نبنرنح ادلنخنفاَمء
Maukah kau sampaikan pada Abu Sufyan risalah dariku. Hilanglah rahasia.
Kau serang Muhammad (dengan syair), kuberi jawab untuknya. Dan untuk itu
di sisi Allah-lah pahala. (Adz-Dzahabi: Tarikh al-Islam, 2/120).
Besar sekali musibah kami dan muluk. Siang berkata: telah wafat sang utusan.
نفنقددنناَ النودح ن
ي نوالتلدنرزديِنل رفديِنناَ … نيِمردومح ربره نونيِدغمدو رجدبنررئديِل
Terputuslah wahyu yang turun pada kami. Pergi bersamanya dan Jibril pun
demikian.
Itulah yang pantas pergi bersamanya. Nyawa makhluk atau hampir berlalu.
Seorang Nabi yang dulu menghapus keraguan kami. Dengan apa yang dia
katakan dan wahyu.
سدومل لننناَ ندرلديِمل
لفل … نعلنديِنناَ نواللر م
ض ن نونيِدهُّردديِنناَ نف ن
ل نندخ ن
شىَ ن
Dia tunjuki kami sehingga kami tak takut tersesat. Dan Rasul itu dalil untuk
kami.
Tak pernah kami lihat manusia hidup yang sepertinya. Dan tidak ada pula
semisalnya setelah mati. (Ibnu Katsir: al-Bidayah wa an-Nihayah, 7/103).
Wafat
Sebelum wafat, Abu Sufyan telah menggali liang kubur untuk dirinya sendiri.
Ini menunjukkan bagaimana para sahabat menganggap kematian adalah
kepastian dan perlu dipersiapkan. Sebelum wafat ia mengalami sakit. Sakit
tersebut bermula saat ia pergi haji. Saat melakukan tahallul (cukur), kutil di
kepalanya tergerus pisau cukur. Sejak itu ia jatuh sakit hingga
mengantarkannya pada wafatnya. Ia wafat pada tahun 20 H. Jenazahnya
dimakamkan di Baqi’. Ada pula yang mengatakan dimakamkan di rumah Aqil
bin Abu Thalib. Umar bin al-Khattab mengimami shalat jenazahnya (Ibnu Abdil
Bar: al-Isti’ab, 4/1676). Semoga Allah meridhai Abu Sufyan bin al-Harits,
sepupu sekaligus saudara sepersusuan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam.