Seseorang harus siap kehilangan dunianya. Kehilangan ayah atau ibu, saudara,
kerabat, dan mata pencarian. Mereka tak hanya dikucilkan masyarakat, tapi
mengalami juga penyiksaan. Jangankan mereka yang berstatus sosial rendah,
bangsawan pun mengalami hal yang mengerikan. Abu Bakar ash-Shiddiq,
seorang bangsawan pernah dipukuli sampai pingsan. Oleh karena itu, mereka
yang memeluk Islam di zaman itu adalah orang pilihan. Mereka adalah orang
yang siap bertaruh nyawa. Kalau mereka orang-orang lemah seperti kita,
pastilah Rasulullah tak punya pembela dan teman setia.
Siapakah Sumayyah?
Sumayyah binti Khayyath radhiallahu ‘anha adalah ibu dari Ammar bin Yasir
radhiallahu ‘anhuma. Ia memeluk Islam di Mekah. Dan menjadi orang ketujuh
yang menyambut seruan tauhid. Ia disiksa. Dipaksa agar kembali ke agama
semua. Namun ia tak peduli dengan siksaan itu. Ia bersabar. Hingga Abu Jahal
melemparkan tombak yang menembus perutnya.
Memeluk Islam
Beberapa saat sebelum diutusnya Muhammad bin Abdullah menjadi Nabi dan
Rasul, Yasir bin Amir datang ke Mekah. Ia seorang laki-laki yang berasal dari
Yaman. Kemudian ia dinikahkan oleh Abu Hudzaifah dengan budaknya yang
bernama Sumayyah binti Khayyath. Saat Sumayyah melahirkan Ammar, Abu
Hudzaifah membebaskannya.
Kemudian cahaya Islam mendatangi Mekah. Keluarga kecil Yasir ini segera
menerimanya (Ibnu Saad: ath-Thabaqat al-Kubra, 4/101). Ada yang
meriwayatkan bahwa Sumayyah adalah orang ketujuh yang memeluk Islam
(Ibnu Mandah: al-Mustakhraj, 2/516).
“Bersabarlah keluarga Yasir. Sungguh tempat kalian adalah surga.” (HR. Al-
Hakim dalam Mustadraknya 5646).
Islam adalah solusi bahagia kehidupan dunia dan akhirat. Namun sebagian
orang salah paham tentang solusi ini. Mereka sangka, solusi itu berarti
semuanya enak dan cukup. Kalau ikut syariat tidak mengalami kesulitan. Kalau
ikut syariat bisa menjadi kaya. Dan pemahaman yang berorientasi duniawi
lainnya. Padahal bahagia itu adalah bahagi hati. Meskipun raga mengalami
derita. Ibnu Taimiyah rahimahullah, seorang ulama yang dipenjara tujuh kali
seumur hidupnya. Mengalami siksa dan derita sebagai seorang tahanan.
Sampai tak sempat menikah. Dan wafat di dalam penjara. Beliau pernah
mengatakan,
وقتلي، أناَ حبسي خلوة، ماَ يصنع أعدائي بي أناَ جنتي وبستاَني في صدري أين رحت فهي معي ل تفاَرقني
وإخراجي من بلدي سياَحة، شهاَدة.
Wafat
Sumayyah binti Khayyath radhiallahu ‘anha wafat dalam keadaan tegar di atas
Islam. Tidak ada ucapan yang keluar dari mulutnya merespon paksaan orang-
orang musyrikin. Ia tak peduli. Biar pedih raganya disiksa. Mengalir darah dari
tubuhnya yang tua. Sambaran terik matahari padang pasir Mekah
membakarnya. Dipadu dengan caci maki kafir Quraisy. Keimanan tetap ia
pertahankan. Jabir radhiallahu ‘anhu berkata,
“Mereka membunuhnya. Tapi ia tolak semuanya kecuali Islam.” (Ibnu Katsir: al-
Bidayah wa an-Nihayah, 3/59).
Ia tetap teguh walaupun disiksa. Hingga lewat Abu Jahal yang sudah berputus
asa memaksanya. Si Firaun ini hujamkan sangkur pada wanita tua itu.
Sumayyah pun menjadi syahidah pertama di dalam Islam (Ibnu Saad: ath-
Thabaqat al-Kubra, 8/207).
Saat Abu Jahal tewas di Perang Badar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berkata pada Ammar radhiallahu ‘anhu,
ا جقاَعتجل أةعممجك
جقجتجل ة