“REVIEW BUKU”
Oleh :
14206007
FAKULTAS HUKUM
SURABAYA
2017
1. Latar Belakang
1.1 Obyektif dari buku
Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan (“Partnership”)
adalah sebuah organisasi multi-pihak yang bekerja dengan badan-badan
pemerintah dan organisasi masyarakat sipil (CSO) untuk memajukan
reformasi di tingkat nasional dan lokal. Kemitraan telah menyusun seri
advokasi demokrasi elektoral di Indonesia yang teridir dari 3 bagian dan
secara lebih rinci terdiri dari 16 seri advokasi. Bagian pertama tentang
Sistem Pemilu, bagian kedua tentang Manajemen Pemilu, dan bagian
ketiga tentang Penegakan Hukum Pemilu. Buku yang berjudul Merancang
Sistem Politik Demokratis Menuju Pemerintahan Presidensial yang Efektif
merupakan salah satu seri dari 8 seri yang terdapat pada bagian pertama
tentang sistem pemilu.
Buku ini secara garis besar berisikan mengenai perkembangan
sistem pemilu yang ada di Indonesia, khususnya sistem pemilu demokratis
pada tahun 1999, 2004 dan 2009. Penulis tidak menyinggung sama sekali
sistem demokrasi politik Indonesia sebelum masa reformasi tahun 1998.
Penulis hanya memfokuskan sistem demokrasi politik di Indonesia setelah
tahun 1998 hingga sekarang. Hal ini mungkin disebabkan karena setelah
masa reformasi tahun 1998, rakyat Indonesia diberikan ruang untuk
merepresentasikan politik mereka, hal ini berbeda dengan masa sebelum
reformasi dimana sistem politik di Indonesia belum sepenuhnya bersifat
demokrasi.
Selain perkembangan sistem pemilu Indonesia, juga terdapat
pembahasan-pembahasan mengenai polemik atau kelemahan yang timbul
pada sistem pemilu tersebut. Tidak ada sistem pemilu yang sempurna,
setiap sistem pemilu memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Sistem pemilu di Indonesia menganut sistem proporsional dengan daftar
terbuka dengan daftar terbuka. Sistem ini diharapkan dapat membentuk
sistem pemerintahan yang efektif namun realitanya juga belum berjalan
dengan baik, hal ini dapat dilihat pada permasalahan-permasalahan yang
timbul, seperti timbulnya praktik money politic, koalisi partai politik yang
tidak berjalan dengan baik dan sebagainya.
1.2 Latar belakang peneliti memilih fokus pada sistem politik demokrasi
Sistem politik demokrasi yang selama 10 tahun terakhir belum
dapat mewujudkan pemerintahan presidensial yang efektif, sehingga perlu
dirancang suatu sistem politk demokrasi yang mampu menghasilkan
pemerintahan presidensial yan efektif secara nasional, juga pemerintahan
daerah yang efektif dalam mewujudkan kehendak rakyat sesuai dengan
UUD 1945.
Buku yang memiliki total 82 halaman ini terdiri dari 4 bab, dimana
bab pertama tentang pendahuluan, bab kedua tentang sistem politik
demokrasi dan pemerintahan yang efektif, bab ketiga berisi realitas sistem
politik demokratis dan pemerintahan dan bab keempat tentang desain
sistem pemilihan umum, sistem politik demokrasi dan pemerintahan
presidensial yang efektif.
Dalam buku ini dapat dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu
sistem politik demokratis dalam hal ini adalah sistem pemilu dan sistem
pemerintahan baik presidensial maupun daerah. Kedua sistem ini saling
berhubungan erat. Sistem pemilu yang baik menunjang sistem
pemerintahan yang efektif dan akuntabel, begitu juga sebaliknya sistem
pemilu yang tidak baik, akan menghasilkan sistem politik yang tidak stabil
yang akhirnya mengganggu jalannya pemerintahan yang efektif dan
akuntabel.
3. Kesimpulan
Secara keseluruhan buku ini sudah cukup detail dalam pembahasan sistem
politik demokrasi Indonesia. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan yang
terstruktur dan sistematis disetiap bab dan sub bab yang ada. Selain itu,
dalam buku ini juga terdapat pembahasan mengenai pendekatan-
pendekatan yang direkomendasikan untuk merancang sistem politk
demokrasi yang menghasilkan pemerintahan presidensial yang efektif
untuk mewujudkan kehendak rakyat, baik dengan metode Rational Choice
neoInstitutionalism (RCN), jarak ideal antara pemilu nasional dan lokal,
jumlah besaran kursi setiap daerah dan sebagainya.
Namun ada beberapa kekurangan dalam buku ini, yaitu:
a. Di bab dua, penulis menjelaskan bahwa terdapat 11 pilar politik
demokrasi, namun penulis hanya menjelaskan secara rinci 4 pilar
politik dari 11 pilar yang ada.
b. Penjelasan dari penulis adalah penjelasan suatu gambaran umum
mengenai sistem politik demokrasi Indonesia, tidak mendetail tiap
wilayah di Indonesia, mengingat jumlah wilayah di Indonesia sangat
luas, maka setiap masalah yang dihadapi di setiap daerah tidak selalu
sama.
c. Pada bab tiga, penulis sudah menjelaskan secara menjelaskan secara
detail bagaimana partisipasi masyarakat yang bagus dalam pemilihan
politik namun penulis tidak menjelaskan bagaimana langkah-langkah
yang dapat ditempuh agar tingkat partisipasi masyarakat suatu negara
baik.
d. Tidak disebutkan berapa jumlah ideal partai politik dalam suatu
negara. Penulis hanya menulis berapa jumlah partai yang ideal dalam
suatu koalisi yaitu sekitar 5 partai, dan untuk partai politik koalisi
pemerintah adalah 3 partai.
e. Rational choice institutionalism: Pendekatan ini berangkat dari
pandangan bahwa serangkaian ketentuan formal berupa persyaratan
dan prosedur akan dapat mengubah perilaku partai politik, politikus,
dan pemilih apabila disertai insentif dan disinsentif.
Kelemahan partai politik di Indonesia adalah pada sistem
kepartaiannya dan sistem perwakilan politik dalam suatu partai.
Penulis telah menjelaskan secara detail mengenai kelemahan sistem
kepartaian dan sistem perwakilan politik di bab 2. Pada tingkat
perwakilan politik terdapat pada rekrutmen, kaderisasi, pencalonan dan
penetapan, sedangkan pada tingkat partai politik adalah kurangnya
peran partai politik sebagai sarana bagi warga negara dalam
memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya.
Salah satu penyelesaiannya adalah dengan pendekatan seperti yang
disebutkan penulis, namun penulis belum menjelaskan pada batas apa
dan mengatur mengenai hal apa saja ketentuan formal tersebut. Selain
itu, penulis juga tidak menjelaskan secara detail mengenai insentif dan
disinsentif sehingga menimbulkan kebingungan pada saya. Apakah
insentif tersebut berupa hadiah berupa uang, benda, kemudahan dalam
berpolitik atau lainnya. Selain itu pembentukan suatu “ketentuan
formal” harus jelas dan dapat diaplikasikan untuk mencegah kerancuan
dalam menafsirkan aturan ini. Jangan sampai dengan adanya insentif
partai politik melupakan kodratnya sebagai perantara warga negara
dengan negara dan hanya mengejar keuntungan berupa insentif
tersebut.