Anda di halaman 1dari 9

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Antenatal Care

2.1.1 Definisi

Menurut Depkes RI (2010), pelayanan antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh


tenaga kesehatan terlatih untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai dengan
standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan. Pengertian
antenatal care adalah perawatan kehamilan. Pelayanan perawatan kehamilan merupakan
pelayanan kesehatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilannya sesuai dengan
standar pelayanan antenatal care yang sudah ditetapkan.

Kunjungan Antenatal Care (ANC) adalah kunjungan ibu hamil ke bidan atau dokter
sedini mungkin semenjak ia merasa dirinya hamil untuk mendapatkan pelayanan/asuhan
antenatal. Pada setiap kunjungan Antenatal Care (ANC), petugas mengumpulkan dan
menganalisis data mengenai kondisi ibu melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk
mendapatkan diagnosis kehamilan intrauterine serta ada tidaknya masalah atau komplikasi
(Saifudin, 2005).

2.1.2 Tujuan Antenatal Care

Menurut Depkes RI (2007), pelayanan antenatal memiliki beberapa tujuan yaitu :

a. Memantau kemajuan kehamilan serta memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang
bayi.
b. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental dan sosial ibu serta janin
c. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyulit-penyulit atau komplikssi yang
mungkin terjadi, selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan
pembedahan.
d. Mempersiapkan persalinan cukup bulan; melahirkan dengan selamat dan mengurangi
sekecil mungkin terjadinya trauma pada ibu dan bayi
e. Mempersiapkan ibu untuk menjalani masa nifas dan mempersiapkan pemberian ASI
eksklusif.
f. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga untuk menerima kelahiran dan tumbuh
kembang normal.
g. Mengurangi bayi lahir prematu, kelahiran mati, dan kematian neonatal
h. Mempersiapkan kesehatan yang optimal bagi janin.
2.1.3 Pemeriksaan Antenatal Commented [l1]:

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No.97 Tahun 2014, ibu hamil wajib
melakukan pemeriksaan antenatal 4 kali atau lebih dengan tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif sesuai standar. 4 kali
pemeriksaan tersebut terbagi atas :

 Trimester I (0-12 minggu): minimal 1 kali pemeriksaan kehamilan


 Trimester II (13-28 minggu): minimal 1 kali pemeriksaan kehamilan
 Trimester III(> 28 minggu ): minimal 2 kali pemeriksaan kehamilan

Dalam Asuhan Antenatal Care (ANC) terdapat beberapa pemeriksaan yang harus
diketahui, berikut penjelasannya:
a. Mengukur Berat Badan dan Tinggi Badan

Tujuan pemeriksaan antenatal care (ANC) yang satu ini adalah untuk mengetahui
indeks masa tubuh Ibu. Kehamilan tentu membuat tubuh bertambah besar, mengingat
kebutuhan nutrisi yang di konsumsi ibu hamil meningkat 2 kali lipat.
Kenaikan berat badan yang melebihi Indeks masa tubuh dapat menimbulkan
komplikasi dalam kehamilan serta mempersulit Ibu dalam persalinan. Kenaikan berat
badan Ibu selama kehamilan harus dalam batas normal yaitu 11,3 – 15,9 kg.
b. Pemeriksaan Tekanan Darah

Pemeriksaan antenatal care ini wajib dilakukan selama kehamilan, pemeriksaan


tekanan darah dilakukan untuk mencegah terjadinya hipertensi. Pada ibu hamil
memang hipertensi bisa terjadi, walaupun Ibu sebelumnya tidak memiliki
riwayat hipertensi (tekanan darah tinggi).
Jika hipertensi selama kehamilan tidak diatasi, maka akan menimbulkan komplikasi
lebih serius pada ibu dan janin, contohnya pada ibu adalah kejang sedangkan pada bayi
dapat menyebabkan kematian janin (fetal distress).
c. Ukur Tinggi Fundus Uteri (TFU)

Merupakan pemeriksaan pengukuran perut ibu (tinggi pembesaran rahim) yang


dilakukan untuk mengetahui usia kehamilan ibu serta tapsiran berat janin. Tinggi
fundus uteri ibu harus sesuai dengan usia kehamilan ibu.
Jika ukuran tinggi fundus lebih kecil dari usia kehamilan ada kemungkinan berat badan
bayi kurang atau yang lainnya, sedangkan jika tinggi fundus uteri lebih besar daripada
usia kehamilan bisa jadi ini merupakan masalah atau penyulit selama kehamilan.
Contohnya seperti kelebihan air ketuban. Oleh karena itu pemeriksaan tinggi fundus
uteri harus dilakukan.
d. Pemberian Tablet Fe (zat besi)

Merupakan suplemen vitamin yang wajib di konsumsi oleh ibu hamil. Setiap kali
memeriksa kehamilan. Tabet Fe berfungsi untuk mencegah dan mengobati anemia pada
ibu hamil. Minimal mengkonsumsi 90 tablet Fe selama kehamilan.
e. Pemberian Imunisasi TT (tetanus toxoid)

Dapat dimulai sebelum hamil atau saat hamil. Imunisasi TT pada ibu hamil dilakukan
sebanyak 5x dengan jangka waktu yang telah ditentukan. Salah satu tujuan dilakukan
imunisasi tetanus toxoid adalah untuk mencegah terjadinya infeksi tetanus
neonatorum pada sang buah hati.
f. Pemeriksaan Hb (haemoglobin)
Dilakukan untuk mengetahui kadar haemoglobin pada ibu hamil. Hal penting diperiksa
karena anemia (kadar Hb rendah) sering terjadi pada ibu hamil. Apabila anemia pada
ibu hamil tidak terdeteksi dan tidak ditangani maka akan menimbulkan masalah lebih
lanjut. Contohnya pada bayi dapat mengakibatkan berat badan bayi lahir rendah.
g. Pemeriksaan VDRL (Veneral Diseases Research Laboratory)
Merupakan pemeriksaan pada antenatal care yang dilakukan untuk mendeteksi
penyakit menular seksual. Terlebih lagi jika terdapat ciri-ciri yang mengarah kepada
penyakit menular seksual.
h. Perawatan Payudara

Setelah masa kehamilan, Ibu tentu akan menyusui. Untuk mempersiapkan hal tersebut,
Ibu akan diajarkan cara merawat payudara. Tujuannya tentu agar proses menyusui
berjalan lancar dan sehat sehingga pemberian ASI menjadi sukses.
i. Temu Wicara

Selama kehamilan, Ibu akan diberikan konseling mengenai perencanaan persalinan,


penggunaan KB setelah melahirkan, upaya mencegah komplikasi, dan yang lainnya.
j. Senam Hamil

Salah satu asuhan antenatal yang diberikan pada Ibu adalah senam hamil yang berguna
untuk menunjang kesehatan tubuh selama kehamilan.
k. Pemeriksaan urine

Diwajibkan apabila Ibu memperlihatkan kondisi tertentu, misalnya tekanan darah


tinggi. Saat masa kehamilan pemeriksaan urine yang dilakukan terbagi menjadi dua:

 Pemeriksaan protein urine, untuk mengetahui ada tidaknya protein pada tubuh
Ibu. Adanya protein dalam urine dapat mengindikasikan suatu masalah dalam
tubuh..
 Pemeriksaan reduksi, untuk mengetahui kadar gula pasien (glukosa).

l. Pemberian terapi yodium, diberikan pada daerah endemis gondok.


m. Pemberian terapi anti malaria, diberikan pada daerah endemis malaria.

2.2 Preeklamsia
2.2.1 Definisi
Preeklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria
yang timbul karena kehamilan. Penyakit ini umumnya terjadi dalam triwulan ketiga kehamilan,
tetapi dapat terjadi sebelumnya, misalnya pada molahidatidosa. (Wiknjosastro,2006).
Preeklamsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai
dengan proteinuria (Prawirohardjo, 2008). Dahulu, disebut preeklamsia jika dijumpai trias
tanda klinik yaitu: tekanan darah ≥ 140/90 mmHg, proteinuria dan edema. Tapi sekarang edema
tidak lagi dimasukkan dalam kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan
normal. Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah diastol ≥ 90
mmHg digunakan sebagai pedoman. (Hariadi, 2004)

2.2.2 Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2008, angka kejadian preeklamsia
di seluruh dunia berkisar antara 0,51%-38,4%. Di negara berkembang, angka kejadian
preeklampsia berkisar antara 5-6%. (Bahari, 2009)
Dalam karya tulis ilmiah yang ditulis oleh Leni Kurniawati (2010), WHO melaporkan,
kejadian preeklamsia dan eklamsia di dunia masih tergolong cukup tinggi. Angka kejadian
preeklamsia sebanyak 861 dari 96.494 ibu hamil. Indonesia mempunyai angka kejadian
preeklamsia sekitar 7-10% dari seluruh kehamilan. Kejadian preeklamsia dan eklamsia
menempati peringkat kedua dari seluruh kasus yang menimpa ibu hamil. (Subakir Bekti,
2008).
Menurut data World Health Organisation (WHO), secara keseluruhan, preeklamsia
dan eklamsia terjadi kurang lebih 14% kematian maternal per tahun yaitu sekitar 50.000-
75.000 kematian. Preeklamsia merupakan penyakit yang bisa mengakibatkan 17,6%
kematian maternal. (Lim, 2009)
Angka kematian ibu akibat preeklamsia di Indonesia adalah antara 9,8% sampai 25%.
Kejadian preeklamsia di Indonesia diperkirakan 3,4% sampai 8,5%. Di Indonesia,
preeklamsia berat merupakan penyebab kematian ibu berkisar 15-25%.

2.2.3 Etiologi
Sampai saat ini belum ada teori yang dapat menjelaskan tentang apa yang menjadi
penyebab pasti terjadinya preeklampsia/eklampsia. Beberapa teori yang mencoba menjelaskan
tentang etiologi preeklamsia/eklamsia, antara lain :
a. Disfungsi sel endotel
b. Reaksi antigen-antibodi
c. Perfusi plasenta yang tidak adekuat
d. Perubahan reaktivitas vaskuler
e. Ketidakseimbangan antara protasiklin dan tromboksan
f. Penurunan laju filtrasi glomerulus dengan retensi air dan garam
g. Penurunan volume intravaskuler
h. Peningkatan sensitivitas sistem saraf pusat
i. Disseminated Intravascular Coagulation
j. Iskemia uterus
k. Faktor diet
l. Faktor genetik
Wahyudin (2006) menyatakan bahwa dari beberapa teori tersebut, teori yang relatif
baru yang dapat menjelaskan tentang patogenesis preeklampsia adalah teori disfungsi sel
endotel. Pada teori ini, preeklampsia dikatakan mempengaruhi ibu (disfungsi vaskular) dan
janin (intrauterine growth restriction).
Teori lain yang dikemukakan sebagai penyebab preeklampsia/eklampsia ialah teori
iskemia plasenta yaitu pada PE terjadi perubahan pada plasenta, Tahap pertama adalah proses
yang mempengaruhi arteri spiralis, yang menyebabkan kurangnya suplai darah ke plasenta.
Tahap kedua terjadi efek iskemia plasenta pada bagian ibu dan janin. (Smasaron & Sargent).
Akan tetapi teori ini tidak dapat menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan penyakit
ini, banyak faktor yang seringkali ditemukan dan sering kali sukar ditentukan mana yang sebab
dan mana yang akibat.(Prawiroharjo S, 2002)

2.2.4 Patofisiologi
Wanita dengan hipertensi pada kehamilan (PIH/Pregnancy-Induced Hypertension)
dapat mengalami peningkatan respon terhadap berbagai substansi endogen (seperti
prostaglandin dan tromboxan) yang dapat menyebabkan vasospasme dan agregasi platelet.
Etiologi PIH tidak diketahui tetapi semakin banyak bukti bahwa gangguan ini disebabkan oleh
gangguan imunologik dimana produksi antibodi penghambat berkurang. Hal ini dapat
menghambat invasi arteri spiralis ibu oleh trofoblas sampai batas tertentu sehingga
mengganggu fungsi plasenta (Prawirohardjo, 2008).
Ketika kehamilan berlanjut, hipoksia plasenta menginduksi proliferasi sitotrofoblas dan
penebalan membran basalis trofoblas yang mungkin menggangu fungsi metabolik plasenta.
Sekresi vasodilator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang dan sekresi
tromboksan oleh trombosit bertambah, sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi
aldosteron menurun. Akibat perubahan ini terjadilah pengurangan perfusi plasenta sebanyak
50%, hipertensi ibu, penurunan volume plasma ibu (Wibowo& Rachimhadhi, 1997).

2.2.5 Faktor Resiko


Primigravida, usia, kehamilan ganda, diabetes melitus, hipertensi essensial kronik,
mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar, obesitas, riwayat pernah menderita preeklamsia
atau eklamsia, riwayat keluarga pernah menderita preeklamsia atau eklamsia, lebih sering
dijumpai pada penderita preeklamsia (Hariadi, 2004).
Sedangkan menurut Ben-zion Taber (1994), faktor-faktor predisposisi preeklampsia
meliputi:
a. Nullipara umur belasan tahun
b. Pasien yang miskin dengan pemeriksaan antenatal yang kurang atau tidak sama sekali
dan nutrisi yang buruk terutama dengan diet kurang protein
c. Mempunyai riwayat preeclampsia/eklampsia dalam keluarga
d. Mempunyai penyakit vascular hipertensi sebelumnya
e. Kehamilan-kehamilan dengan trofoblas yang berlebihan ditambah vili korion:
o Kehamilan ganda
o Mola hidatidosa
o Diabetes Mellitus
o Hidrops fetalis

2.2.6 Manifestasi Klinis


Pada preeklamsia didapatkan gejala sakit kepala di daerah frontal, skotoma, diplopia,
penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual dan atau muntah. Gejala ini sering
ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan
timbul. Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah
meningkat (Wibowo&Rachimhadhi,1997).
Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan tekanan darah sistolik 30 mmHg dan
diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg. Tekanan darah
pada preeklampsia berat meningkat lebih dari 160/110 mmHg dan disertai kerusakan beberapa
organ. Di samping itu dapat ditemukan juga takikardia, takipnu, edema paru, perubahan
kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, dan perdarahan otak (Michael,2005).

2.2.7 Klasifikasi
Menurut Lanak,2004, klasifikasi preeklamsia adalah sebagai berikut :
a. Preeklamsia Ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut :
Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih atau
kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih pada usia kehamilan di atas 20 minggu dengan
riwayat tekanan darah sebelumnya normal. Proteinuria ≥ 0,3 gr per liter atau kuantitatif
1+ atau 2+ pada urine kateter atau midstream.
b. Preekamsia Berat, bila disertai keadaan sebagai berikut :
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih Proteinuria 5 gr per liter atau lebih dalam 24
jam atau kuantitatif 3+ atau 4+ Oligouri, yaitu jumlah urine < 500 cc per 24 jam.

2.2.8 Komplikasi

Bila preeklamsia tidak ditangani dengan baik, maka dapat berkembang menjadi
eklamsia yang mana tidak hanya dapat membahayakan ibunya tetapi juga janin dalam rahim
ibu. Kemungkinan terberat adalah terjadinya kematian ibu dan janin, solusio plasenta,
hipofibrinogemia, hemolisis, perdarahan otak, kelainan mata, edema paru, nekrosis hati,
sindroma HELLP, dan kelainan hati (Wiknjosastro, 2007).
Sedangkan Cunningham (2012) menemukan adanya edema cerebri sebagai komplikasi
terjadinya eklamsia. Preeklamsia juga dihubungkan dengan tingginya kelahiran prematur,
small for gestational age (SGA), kelahiran bayi dengan asfiksia, dan kematian perinatal.
Komplikasi-komplikasi potensial maternal meliputi eklamsia, solusioplasenta, gagal
ginjal, nekrosis hepar, ruptur hepar, DIC, anemia hemolitik mikroangiopatik, perdarahan otak,
edema paru dan pelepasan retina. Sedangkan komplikasi pada janin meliputi prematuritas,
insufisiensi utero-plasental, retardasi pertumbuhan intrauterine, dan kematian janin intrauterine
(Indriani, 2012).
Dampak terhadap janin, pada preeklamsia / eklamsia terjadi vasospasme yang
menyeluruh termasuk spasme dari arteriol spiralis decidua dengan akibat menurunnya aliran
darah ke plasenta. Dengan demikian terjadi gangguan sirkulasi fetoplacentair yang berfungsi
baik sebagai nutrisi maupun oksigenasi. Pada gangguan yang kronis akan menyebabkan
gangguan pertumbuhan janin didalam kandungan disebabkan oleh mengurangnya pemberian
karbohidrat, protein, dan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang seharusnya diterima oleh
janin (Prawirohardjo, 2008).

2.2.9 Pencegahan

Walaupun timbulnya preeklamsia tidak dapat dicegah sepenuhnya, namun


frekuensinya dapat dikurangi dengan pemberian penyuluhan dan pelaksanaan pengawasan
pada ibu hamil (Prawiroharjo,2002).

Salah satu faktor risiko preeklamsia adalah hiperhomosisteinemia. Suplementasi asam


folat dapat mengurangi kadar homosistein pada penderita preeklamsia. Dengan demikian,
suplementasi asam folat berpotensi mengurangi AKI dan AKB di Indonesia akibat
preeclampsia (Prawirohardjo, 2008).

2.2.10 Penatalaksanaan
a. Preeklampsia Ringan
Penderita preeklampsia ingan biasanya tidak dirawat dan harus lebih sering
melakukan pemeriksaan antenatal. Pasien diminta untuk istirahat dan diberi obat
penenang fenobarbital 3x30 mg, obat anti hipertensi dan diuretika belum
direkomendasikan untuk digunakan pada penderita preeklampsia ringan.
b. Preeklampsia Berat
Penanganan umum :
 Jika tekanan diastolik > 110 mmHg, berikan antihipertensi sampai tekanan
diastolik di antara 90-110 mmHg.
 Pasang infus Ringer Laktat Ukur keseimbangan cairan
 Kateterisasi urin untuk pengeluaran volume dan proteinuria
 Jika jumlah urin < 30 ml per jam :
o Infus cairan dipertahankan 1 1/8 jam
o Pantau kemungkinan edema paru
 Jangan tinggalkan pasien sendirian.
 Kejang disertai aspirasi dapat mengakibatkan kematian ibu dan janin
 Observasi tanda vital, refleks, dan denyut jantung janin setiap jam
 Auskultasi paru untuk mencari tanda edema paru.
 Krepitasi merupakan tanda edema paru. Jika terjadi edema paru, stop
pemberian cairan dan berikan diuretik misalnya furosemide 40 mg
intravena.
 Nilai pembekuan darah dengan uji pembekuan darah bedside. Jika
pembekuan tidak terjadi setelah 7 menit, kemungkinan terdapat koagulopati
(Saifuddin, 2002).
2.2.11 Prognosis
Penderita preeklamsia/eklamsia yang terlambat penanganannya akan dapat berdampak
pada ibu dan janin yang dikandungnya. Pada ibu dapat terjadi perdarahan otak, dekompensasi
kordis dengan edema paru, payah ginjal dan masuknya isi lambungke dalam pernafasan saat
kejang. Pada janin dapat terjadi kematian karena hipoksia intrauterine dan kelahiran premature
(Wiknjosastro, 2007)

Anda mungkin juga menyukai